Gambar Sampul Bahasa Indonesia · j_Bab 10 Seni dan Hiburan
Bahasa Indonesia · j_Bab 10 Seni dan Hiburan
Deden

24/08/2021 16:55:39

SMA 12 KTSP

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

Seni dan Hiburan

151

Seni dan Hiburan

Sumber:

www.geocities.com

Sumber:

Dokumen Penerbit

Sumber:

Dokumen Penerbit

BAB

X

Seni dan hiburan adalah dua hal yang sangat erat

berkaitan. Seni bisa merupakan sebuah pertunjukan

yang menghibur audiensnya. Dalam koridor seni dan

hiburan, kalian akan mengarungi petualangan materi

yang akan semakin memperdalam kemampuan kalian

dalam berbahasa dan sastra. Di bab ini, kalian akan

belajar menganalisis sikap penyair dan puisi

terjemahan, menjelaskan ragam sastra prosa naratif,

memahami unsur karya sastra drama, mementaskan

drama karya sendiri, dan mengetahui prinsip-prinsip

penulisan karya sastra. Kalian pasti akan lebih

terampil dalam berbahasa. Selamat belajar.

Komp Bahasa SMA 3 Bhs

152

Mementaskan drama

karya sendiri

• Menjelaskan tema

• Menjelaskan alur

• Menjelaskan tokoh dan

perwatakan

• Membaca drama satu babak

• Menceritakan isi drama

• Membahas unsur-unsur

drama

• Menyiapkan naskah drama

• Mendesain tempat/latar

• Menetapkan unsur musikalisasi

• Mementaskan drama

• Menentukan isi puisi

• Menentukan tema dengan

bukti

• Menentukan sikap penyair

Menjelaskan ragam

sastra prosa naratif

Memahami unsur

karya sastra drama

Menganalisis sikap

penyair dan puisi

terjemahan

Seni dan

Hiburan

Mengetahui prinsip-

prinsip penulisan

karya sastra

• Menentukan objek karya sastra

• Menentukan kelebihan dan

kekurangan

• Menulis kritik sastra

Peta Konsep

Seni dan Hiburan

153

A. Menganalisis Sikap Penyair pada Puisi Terjemahan

Puisi adalah karya sastra yang universal. Puisi dapat mengungkap-

kan berbagai perasaan sedih dan gembira yang dialami oleh

penyairnya. Bahasa yang digunakan penyair dalam menulis puisi

mampu mengungkap latar belakang sosial, budaya, politik tempat

penyair itu berada. Sebagai contoh, puisi-puisi Chairil Anwar dan

puisi Angkatan ’45 lainnya, kebanyakan bercerita tentang keadaan

sosial-politik pada waktu itu, yakni banyak terjadi peperangan. Jika

puisi-puisi tersebut dibaca dalam konteks saat ini, pembaca pun akan

dapat mengungkap realitas sosial-politik pada waktu itu, ketika puisi-

puisi itu diciptakan.

Begitu pula dengan puisi dari negara lain (puisi berbahasa asing).

Secara struktural, puisi terjemahan diciptakan dengan struktur yang

sama, yaitu memiliki tema, nada, rasa, dan amanat. Teknik yang

digunakan dalam mengekspresikannya pun sama, yaitu rima, ritme,

majas, diksi, imaji, dan kata nyata. Akan tetapi, karena latar belakang,

pengalaman hidup, dan pengalaman batin penyair berbeda, isi puisi

yang disajikan pada puisi dari negara yang berbeda akan memiliki

kekhasan tersendiri.

Karena kemajuan teknologi informasi, banyak karya sastra dari

negara lain yang bisa dibaca di Indonesia. Banyak pula pembaca di

Indonesia (penikmat puisi) menyukai syair-syair dari negara lain.

Bahasanya yang indah, pilihan katanya yang puitis, sering kali

menjadi faktor mengapa sebuah puisi sangat disukai. Lebih dari itu,

kedalaman makna yang terkandung dalam puisi tersebut, menjadi

alasan penting mengapa seseorang menyukai puisi asing.

Adanya kendala keterbatasan penguasaan bahasa asing, men-

dorong beberapa penyair menerjemahkan puisi-puisi asing tersebut.

Dengan demikian, kini para pembaca dan penikmat puisi dapat

mengapresiasi sebuah puisi melalui karya terjemahan tersebut.

Perhatikan salah satu contoh puisi terjemahan berikut ini!

Bibir yang Tersayat

Karya Samih al-Qasim

Ingin kuceritakan kepadamu

Kisah tentang seekor bulbul yang mati

Ingin kuceritakan kepadamu

Kisah .............................................

Kalau saja tak mereka sayat bibirku

Dikutip dari

Membaca Sastra,

hlm. 54

Gambar 10.1

Komp Bahasa SMA 3 Bhs

154

Merujuk pada puisi di atas, kita dapat mengetahui bahwa tema

puisi di atas adalah ”kepedihan seseorang akibat ketertindasan”. Hal

itu terungkap lewat larik puisi

Ingin kuceritakan kepadamu/ Kisah

tentang seekor bulbul yang mati//

Kesedihan penyair lebih terasa

karena ia dilarang berbicara untuk mengungkapkan kepedihan

hatinya. Hal itu terungkap lewat larik puisi

Ingin kuceritakan

kepadamu/ Kisah ......../ Kalau saja tak mereka sayat bibirku//

Pilihan kata di atas:

ingin, mati, sayat

jika dikaitkan dengan

kondisi politik tempat penyair hidup (Palestina), tentu saja akan

menimbulkan penafsiran yang sangat mendalam. Pilihan kata tersebut

merupakan ekspresi ketertindasan rakyat Palestina karena dirampas

haknya (hak untuk berbicara).

Selain simbol-simbol bahasa berupa bunyi dan kata, teknik

penuturannya pun dapat dijadikan alat untuk menyampaikan makna

tertentu. Pada puisi ”Bibir yang Tersayat” di atas, penyair lebih

memilih teknik bercerita atau berkisah.

Pada puisi tersebut, pembaca dapat mengetahui bahwa penyair

merasa tertekan karena kondisi politik yang terjadi di negaranya. Ia

ingin sekali melakukan sesuatu untuk memperbaiki kondisi itu,

namun ia tak berdaya akibat adanya perampasan hak bicara.

Dengarkan pembacaan puisi terjemahan yang akan dilakukan

oleh salah seorang temanmu ini! Sambil mendengarkan, buatlah

catatan tentang makna setiap kata dan kalimat pada puisi tersebut.

Carilah hubungan antara makna kata dan kalimat tersebut dengan

simbol-simbol berupa nada, irama, dan ekspresi yang kalian lihat

atau dengar untuk menemukan makna puisi secara utuh!

Ode buat Ombak, Awan, dan Gadis

Karya Ayukawa Nobuo

Juni adalah sepasang bola mata biru

Juli adalah ikan yang berenang di langit

Agustus adalah kuburan putih di pantai

Dari bingkai jendela yang terang ini

Ia pergi bersama musim panas penuh kenangan

Demi pantai kekal

Badai meninggalkan karang

pecah

Atas atap awan muncul dan cair lagi

Seperti hantu yang menjerit mata

Yang muncul dan lenyap

mengabur di langit luas

Jerit tanpa suara

membuka mulut di laut dan langit

○○○○○○○○○○

Pelatihan 1

Gambar 10.2

Seni dan Hiburan

155

Seekor burung jatuh ke jendela senja hari

Kemudian sepi mulai menyanyi

doa tanpa menyebut tuhan

dari seorang gadis bisu

Diterjemahkan oleh Abdul Hadi W.M.

Dikutip dari

Membaca Sastra,

hlm. 51–52

1.

Jelaskan tema puisi di atas disertai bukti yang mendukung!

2.

Ceritakan apa yang ingin disampaikan penyair dalam puisi

tersebut!

3.

Bagaimana sikap penyair menghadapi masalah yang diceritakan

pada puisi itu?

Carilah contoh puisi terjemahan lainnya dari majalah, surat

kabar, atau Internet. Bacalah puisi tersebut, kemudian kerjakan soal-

soal berikut!

1.

Apakah tema puisi tersebut?

2.

Apa yang ingin diceritakan penyair dalam puisi tersebut?

3.

Latar belakang politik, sosial, atau budaya apa yang melatar-

belakangi penciptaan puisi itu?

4.

Bagaimana sikap penyair terhadap hal yang diceritakan pada

puisi itu?

5.

Bagaimana sikap penyair terhadap pembaca?

○○○○○○○○○○

Tugas 1

Buka Wawasan

Puisi merupakan karya seni yang puitis. Kepuitisan tersebut dapat dicapai dengan

beberapa cara. Misalnya, dengan bentuk visual: tipografi, susunan bait, bunyi,

persajakan, asonansi, aliterasi, kiasan bunyi, lambang rasa, diksi, bahasa kiasan, dan

lain-lain. Kadang kala, dalam mencapai kepuitisan sebuah puisi, penyair

mempergunakan sebanyak-banyaknya komponen tersebut untuk saling memperkuat

sehingga tercapai kepuitisan yang maksimal.

B. Menjelaskan Ragam Sastra Prosa Naratif

Dunia kesastraan mengenal prosa (Inggris:

prose

) sebagai salah

satu genre sastra di samping genre-genre lain. Untuk mempertegas

keberadaan genre prosa, ia sering dipertentangkan dengan genre-

genre yang lain, misalnya puisi meskipun dalam perkembangan saat

ini, ada puisi yang ditulis dengan bahasa prosa. Sebaliknya, ada juga

prosa yang memiliki ciri puitis puisi.

Komp Bahasa SMA 3 Bhs

156

Istilah prosa sebenarnya mengarah pada pengertian yang sangat

luas. Ia dapat mencakup berbagai karya tulis yang ditulis dalam

bentuk prosa (bukan puisi atau drama) – tiap baris dimulai dari margin

kiri penuh sampai margin kanan. Dalam pengertian ini, tentu saja

karya-karya nonfiksi juga termasuk dalam pengertian prosa ini.

Dalam pengertian yang lebih khusus (kesastraan), prosa juga disebut

dengan istilah

fiksi (

fiction

), teks naratif (

narrative text

), atau wacana

naratif (

narrative discource

). Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti

cerita rekaan atau cerita khayalan. Karya fiksi menceritakan sesuatu

yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan tidak

terjadi secara sungguh-sungguh sehingga ia tidak perlu dicari ke-

benarannya dalam dunia nyata.

Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai

permasalahan manusia dan kemanusiaan atau hidup dan kehidupan.

Pengarang menghayati berbagai persoalan tersebut dengan penuh

kesungguhan yang kemudian diungkapkan kembali melalui sarana

fiksi menurut pandangannya. Oleh karena itu, fiksi dapat diartikan sebagai

prosa naratif yang bersifat imajinatif. Namun biasanya masuk akal dan

mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan antar-

manusia. (Altenbernd dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 2000: 2–3).

Setelah selesai membaca sebuah karya sastra, bagi seorang

penikmat sastra tentu saja pekerjaan belum selesai. Membaca karya

sastra bukan semata-mata bertujuan mencari dan menikmati kehebatan

cerita. Lebih dari itu, ia akan mencari makna di balik cerita tersebut.

Mempertanyakan makna sebuah karya berarti mempertanyakan tema.

Setiap karya sastra (fiksi) pastilah memiliki tema. Namun, apa isi

tema itu sendiri, bukan sesuatu yang mudah untuk diketahui mengingat

kadang kala, penulis menyampaikan tema tidak secara eksplisit. Ia

lebur di dalam cerita itu sendiri. Karena itu, diperlukan kejelian dan

pemahaman yang mendalam terhadap cerita tersebut.

Selain tema, plot atau alur juga merupakan unsur prosa naratif

yang penting. Plot adalah rangkaian peristiwa yang terjadi dalam

cerita. Dilihat dari pengertian tersebut jelas bahwa plot merupakan

unsur yang sangat penting. Alur cerita itulah yang membuat cerita

bisa dipahami. Tentulah tidak akan ada cerita jika tidak ada alurnya.

Namun, dalam karya sastra (fiksi) sebuah plot bukan sekadar jalan

cerita. Kejadian demi kejadian itu saling berkaitan sehingga terjadi

rangkaian sebab-akibat. Dalam sebuah cerita, plot bertujuan men-

capai efek emosi dan artistik tertentu.

Sama halnya dengan tema dan plot, tokoh dan penokohan merupa-

kan unsur yang penting dalam karya

naratif. Me

skipun plot

dianggap

sebagai ”tulang punggung cerita”, kita pun dapat mempersoalkan

”Siapa yang diceritakan itu”. Pembicaraan tentang ”siapa yang dicerita-

kan”, tentu saja akan lebih menarik jika diikuti dengan pembicaraan

”bagaimana wataknya”. Dalam karya naratif, pengarang bebas me-

Seni dan Hiburan

157

nampilkan tokoh sesuai imajinasinya meskipun itu jauh berbeda dengan

”dunia nyata” pengarang. Dalam novel

Ronggeng Dukuh Paruk,

misalnya, Ahmad Tohari menokohkan seorang penari ronggeng yang

lugu dan naif. Padahal, Ahmad Tohari sendiri adalah seorang santri.

Di bawah ini disajikan sebuah contoh karya sastra prosa naratif.

Bacalah di dalam hati prosa tersebut! Sambil membaca, pahamilah

tema, alur cerita, dan tokoh serta perwatakan yang kamu tangkap

dalam cerita tersebut!

Dari Masa ke Masa

Karya: A.A. Navis

Waktu saya muda dulu, sekitar usia dua puluh tahun, saya sering

dongkol pada orang tua-tua. Bayangkanlah, setiap apa pun yang akan

kami lakukan selalu kena tuntut agar minta nasihat dulu, minta restu

dulu pada orang tua-tua. Memang tidak ada paksaan. Tapi selalu

saja ada pesan-pesan agar sebelum kami mulai melaksanakan

kegiatan kami, sebaiknya kami berbicara dengan Bapak Anu, Bapak

Polan, Bapak Tahu, atau pada bapak-bapak sekalian.

Saya memang selalu tukang dongkol karena kepada kami-kami

saja pesan itu disampaikan. Tapi tidak pernah disampaikan pada

teman-teman kami yang memanggul senjata, yang mau ke front

pertempuran. Padahal, pekerjaan itulah yang paling berat risikonya.

”Siapa tahu kalau yang kalian kerjakan keliru,” kata yang selalu

suka memberi saran.

”Itu risiko kami,” kata saya menimpali.

”Saya tahu. Tapi, lebih baik kalau risikonya tidak ada,” katanya

pula.

”Tapi kenapa teman-temannya yang mau pergi perang itu tidak

disuruh minta nasihat dulu?” tanya saya karena masih dongkol.

”Proklamasi telah lebih dulu merestui mereka. Malah meng-

anjurkannya,” kilah orang yang selalu suka memberi saran itu.

Biasanya kami jadi bimbang. Lalu terpaksa jugalah kami boyong

ke rumah semua orang-orang tua yang patut-patut itu.

Anak-anak muda waktu saya muda dulu punya kegiatan yang

macam-macam jika tidak ikut memanggul senjata. Misalnya, bikin

sandiwara, ikut diskusi, mengadakan kursus, pameran. Bahkan, juga

pasar malam. Untuk setiap jenis kegiatan itu, selalu saja ada orang

tua-tua yang dikatakan

ekspert

untuk memberi nasihat dan restu

sesuai dengan keahlian dan pengalamannya. Macam-macam cara

masing-masing mereka menyambut kedatangan kami. Ada yang

hangat sambutannya. Misalnya dengan salaman pakai guncangan

tangan atau tepuk-tepuk di bahu kami. Ada yang lagi asyik menulis

terus setelah tahu kami datang. Juga ada yang baru muncul setelah

satu jam kami menunggunya di ruang tamu.

Komp Bahasa SMA 3 Bhs

158

Pada umumnya oleh orang tua itu kami diberi wejangan yang

tak pernah pendek-pendek, selalu panjang berjela-jela sampai pantat

kami gelisah. Bukan karena penat saja, tapi juga karena digigit

kepinding, sejenis kutu busuk yang dikatakan bangsat oleh orang

Jakarta. Bukan main dongkolnya kami. Lebih-lebih saya yang

memang pendongkol nomor satu di antara teman-teman. Betapa

tidak, sudah menunggu begitu lama, lalu diberi wejangan panjang-

panjang yang sering tidak ada sangkut-pautnya dengan urusan kami,

lalu digigit kepinding pula. Sungguh jahanam bangsat itu.

Kata saya dalam hati, kalau teman-teman kami yang prajurit itu

harus menerima wejangan sepanjang itu bila hendak pergi ke front,

pastilah serdadu musuh sudah menanti di balik pintu.

Lama-lama, setelah berpengalaman cukup banyak, saya bisa

menarik kesimpulan tentang sikap orang-orang tua itu. Kalau

orangnya orang partai, sambutannya selalu hangat pada kami orang

muda. Kalau orangnya orang pandai, yang pada umumnya bekas

Guru, kedatangan kami selalu disambut di kala mereka sedang sibuk.

Entah sedang menulis, entah sedang membaca, dan tidak jarang pula

sedang memangkas tanaman bunga di halaman rumahnya. Tapi kalau

ia pejabat, apa ia orang partai atau orang pandai, mereka selalu suka

membiarkan kami menunggu berlama-lama di ruang tamu. Hal yang

sama dilakukannya bila datang ke kantor atau rumahnya.

Betapa tidak enaknya diperlakukan demikian, namun prosedur

memuliakan orang tua-tua itu tak dapat dihindarkan, kalau kami mau

aman dalam kegiatan kami.

Bertahun-tahun kemudian saya menarik kesimpulan, bahwa

orang tua-tua itu bersikap demikian kepada kami orang muda-muda

dulu itu, karena mereka tengah memelihara posisinya yang tinggal

sekomeng lagi, karena kekuasaan revolusi tidak berada di tangan

mereka.

Lebih susah lagi, kalau kami berhasil dengan gemilang dalam

melaksanakan kegiatan kami. Kami akan selalu direpotkan orang

tua-tua itu. Malah tambah sering kami sukses, tambah repotlah kami.

Mereka pada mendesak kami agar memintanya menjadi penasihat

kamilah, pelindung kamilah. Bahkan ada di antara mereka yang

bergembar-gembor ke mana-mana, bahwa kami adalah anak

asuhannyalah, kadernyalah. Claim mereka itu bukan menyenangkan,

malahan sangat menyulitkan kami. Sebab pada waktu saya muda

dulu, partai-partai sangat banyak. Dan mereka semua saling sengit

dalam berjor-joran. Kalau satu orang telah kami minta jadi penasihat

kami, atau biarkan mereka ”meng-claim” kami, maka orang lain yang

berlainan partai akan membilang kami sebagai ”mantel” partai anu,

sehingga orang partai lain bisa sakit hati. Tidak jarang terjadi kami

terkena intrik dari pihak yang tidak suka. Hal-hal yang memang

membingungkan, menyusahkan, bahkan juga menimbulkan kecewa

dan mematahkan semangat. Dan saya jadi tambah dongkol lagi.

Seni dan Hiburan

159

Waktu saya muda dulu, suatu sukses

bukanlah hal yang menyenangkan. Kalaupun

ada kesenangan, saatnya sangatlah pendek

sekali. Yaitu hanya ketika sukses itu terjadi.

Habis itu, kesukaranlah yang datang bertalu.

Kesukaran yang menyakitkan. Karena setiap

sukses yang kami peroleh selalu

mengundang perpecahan di kalangan kami

sendiri. Mulanya saya tidak tahu, kenapa

setiap sukses selalu membawa bencana. Tapi

lama-lama saya mengerti juga. Dan itu

mencengangkan saya benar. Menurut

analisanya ialah begini. Setiap anak muda

yang berhasil atau suatu organisasi yang

sukses, selalu ada tangan orang-orang tua itu

ingin mencaplok untuk memasukkan kami

ke dalam mantelnya. Kalau organisasi kami

tidak bisa mereka caplok secara utuh, maka

anggota kamilah yang mereka preteli seorang demi seorang. Terutama

anggota yang potensial, kalau tidak anggota pengurus. Ada banyak

yang berhasil dicaplok atau dimanteli.

Setelah sukses demi sukses tercapai, organisasi yang waktu

didirikan berdasar semangat kesatuan hati untuk mencapai cita-cita

bersama, lalu menjadikan organisasi itu sebagai wadah tempat kami

saling cakar-cakaran. Setiap rapat selalu menghasilkan kesepakatan

untuk tidak sepakat lagi. Setiap pengurus, lebih-lebih ketua, selalu

menjadi bulan-bulanan serangan anggota. Kesatuan hati semula,

akhirnya membentuk hati yang satu-satu. Ada yang ngambek, lalu

mundur tanpa teratur. Organisasi yang mulanya menimbulkan

kebanggaan di dalam hati kami masing-masing, lalu berubah menjadi

tempat melampiaskan segala kutukan. Beberapa orang yang gigih

mencoba untuk bertahan, tapi praktisnya organisasi kami tidak

berdarah lagi. Kegiatan lama-lama sirna. Yang tinggal hanya nama

yang tertera pada papan yang tergantung dan terbuai-buai bila ditiup

angin.

Saya termasuk orang yang menangisi keadaan itu. Dan dalam

hati saya, bila saya telah menjadi orang tua kelak, apa yang tidak

saya sukai ketika saya muda, tidak akan saya lakukan seperti apa yang

dilakukan orang tua-tua ketika saya masih muda dulu. Begitu me-

nyentak datangnya, ketika orang-orang muda secara bergelombang

menemui saya minta restu, minta nasihat, minta pendapat, dan juga

minta bantuan uang dan tanda tangan. Saya menoleh ke sekeliling,

terutama pada teman sebaya saya, yang dulu sama giatnya dengan

saya. Saya boleh mengembangkan dada menjadi orang yang dikagumi

dan dihormati. Memang menyenangkan bila punya status demikian.

Gambar 10.3

Perjuangan membela tanah air

Komp Bahasa SMA 3 Bhs

160

Tapi lebih menyenangkan lagi apabila menjadi tempat hidup orang

menggantung, menjadi setiap kata yang dikatakan menjadi hukum

yang tak boleh disanggah. Namun lebih nikmat rasanya apabila secara

diam-diam saya mendengar orang-orang muda itu berkata pada teman-

temannya, ”Sudah bicara pada Pak Navis? Belum? Jangan bikin apa-

apa dulu sebelum bicara padanya?”

Akan tetapi orang-orang muda sekarang berbeda jauh dari orang-

orang muda masa dulu. Pendidikan orang muda sekarang lebih tinggi,

ayah-ayah mereka lebih kaya bahkan lebih berkuasa. Karenanya

fasilitas mereka lebih punya. Omongan mereka lebih ceplas-ceplos.

’Bagaimana saya harus menghadapi mereka agar saya kelihatan tetap

potensial?’ Lalu saya teringat pada orang tua-tua masa saya muda

dulu. Gaya ramah-tamah Pak Tamin yang orang partai itu, sekarang

tak laku lagi karena partai pun tidak laku. Gaya orang pandai seperti

Guru Munap juga tak mungkin lagi, sebab sekarang sudah banyak

sekali orang yang lebih pandai dari segala orang pandai-pandai dulu.

Jika memakai gaya pejabat, tapi saya bukan pejabat dan karenanya

saya tidak mungkin menggunakan peran sebagai orang yang ber-

wibawa tinggi.

Saya juga mempertimbangkan betapa bedanya kondisi sekarang

dengan masa dulu. Orang-orang muda yang giat menjadi rebutan

masa dulu. Mereka didukung dengan perhatian yang penuh, didengar

apa yang diinginkannya. Bahkan didorong semangatnya agar bisa

berbuat banyak. Bahkan kalau perlu disuruh melabrak orang tuanya

sendiri. Sedangkan kondisi sekarang sudah lain. Tidak ada pihak-

pihak yang berkepentingan untuk memengaruhi orang-orang muda

sekarang. Kalaupun masih ada, permainan tidak lagi seimbang.

Orang-orang muda sekarang lebih mudah digembalakan. Sebab tidak

ada lagi pihak-pihak yang secara gampang memula-mulanya. Bagi

orang-orang muda sekarang, yang dipuji bukan lagi semangat dan

keberaniannya, melainkan prestasi otak dan keahliannya. Dan itu

tidak mudah diperolehnya karena bersifat sangat individual. Karena

itulah barangkali umur orang-orang muda sekarang lebih panjang,

sampai berusia empat puluh tahun.

Ketika saya ketemu dengan sobat masa muda yang baru kembali

dari posnya sebagai diplomat di luar negri, kami membanding-

bandingkan apa yang telah kami lakukan dalam usia yang sama

dengan orang-orang muda sekarang. Pada waktu orang-orang muda

sekarang masih sekolah, orang-orang muda dulu telah jadi komandan

batalyon. Anak-anak sekolah SMA dulu, telah bisa menjadi guru

bahkan direktur SMA swasta.

Sedangkan anak-anak SMA sekarang, tidak bisa berbuat apa-

apa. Dari sudut ini, Indonesia ternyata tidak maju.

”Mungkin karena dinamika orang-orang muda masa dulu yang

menyebabkan saya dongkol melihat tingkah laku orang tua-tua yang

Seni dan Hiburan

161

sok-sokan. Sehingga saya berjanji dalam hati saya, jika saya telah

tua, apa yang tidak saya sukai tentang tingkah laku orang tua-tua

terhadap orang-orang muda, tidak akan saya lakukan,” kata saya

pada sobat itu setelah lama kami merenung-renung.

”Apa janji itu Bung lakukan?” tanya sobat saya yang bekas

diplomat itu.

”Ya. Saya lakukan.”

”Kenapa?”

”Karena saya percaya, apa pun yang dapat kita lakukan di waktu

muda dulu, pastilah dapat dilakukan oleh orang-orang muda sekarang.”

”Tapi nyatanya orang-orang muda sekarang begitu sulit melepas-

kan dirinya dari sifat kekanak-kanakannya.”

”Kata kita. Tapi apa kata orang tua-tua kita dulu tentang kita?”

tanya saya membalikkan alasannya.

”Coba Bung renungkan. Apabila orang-orang muda sekarang

diberi peran yang sama seperti apa yang kita lakukan dulu, akan apa

jadinya Republik ini?” tanya sobat saya itu seraya membelalakkan

matanya.

Tiba-tiba ketawa saya meledak, sehingga air mata saya pun ber-

derai-derai. Lalu matanya yang membelalak jadi menyipit sebelum

bertanya kenapa saya tertawa.

”Kinilah saya baru tahu, pekerjaan kita yang terutama sekarang

adalah membenahi akibat kerja kita masa lalu,” kata saya yang masih

belum dapat menghentikan ketawa.

Dan sobat saya itu memang diplomat, karena ia tersenyum saja

oleh kata-kata saya itu. Seperti senyum anak-anak saya bila melihat

bintang favoritnya tampil dalam acara ”Dari Masa ke Masa” di

televisi.

Sumber:

Robohnya Surau Kami,

kumpulan cerpen A.A. Navis, 2003

dikutip tanpa pengubahan

Kalian telah selesai membaca sebuah contoh karya sastra prosa

naratif. Sekarang, cobalah kalian membentuk sebuah kelompok diskusi.

Setiap kelompok terdiri atas 4–6 siswa laki-laki dan perempuan.

Berdiskusilah dengan kelompok kalian untuk menentukan

1.

tema;

2.

alur dan pengaluran;

3.

tokoh dan penokohan.

Pada Bab IX, kalian telah belajar menyusun makalah. Cobalah

kali ini kalian bekerja sama dengan kelompok kalian untuk menyusun

makalah tentang prosa naratif yang telah kalian baca dan diskusikan

bersama kelompok kalian. Kalian membuat makalah tersebut dari

segi tema, tokoh, atau alurnya.

○○○○○○○○○○

Pelatihan 2

○○○○○○○○○○

Tugas 2

Komp Bahasa SMA 3 Bhs

162

Presentasikan makalah yang telah kalian susun di hadapan

kelompok lain. Tunjuklah siapa yang akan menjadi pembaca

makalah, notulis, dan moderator!

1.

Ketika salah satu kelompok berpresentasi di depan kelas,

kelompok lain membuat pertanyaan tentang isi presentasi

tersebut. Ajukan pertanyaan atau tanggapan tersebut setelah

presentator selesai membacakan menyampaikan makalahnya.

2.

Kelompok presentator wajib menjawab atau menanggapi semua

pertanyaan yang diajukan oleh penanya.

3.

Lakukan presentasi ini secara bergantian sampai semua kelompok

mendapat kesempatan untuk berpresentasi di depan kelas.

○○○○○○○○○○

Pelatihan 3

C. Memahami Unsur Karya Sastra Drama

Drama merupakan salah satu bentuk (genre) karya sastra yang

ditandai dengan adanya pembabakan dan dialog para pelaku. Karena

itu, menanggapi sebuah teks drama merupakan salah satu bentuk

kegiatan mengapresiasi karya sastra. Apa saja yang dapat diapresiasi?

Drama – seperti juga karya sastra lain: prosa dan puisi – memiliki

unsur pembentuk berupa unsur intrinsik: tema, tokoh, alur, latar,

dan amanat. Unsur-unsur itulah yang dapat dianalisis, selain unsur

ekstrinsik berupa latar belakang pengarang dan proses kreatif

lahirnya drama tersebut. Karena berupa dialog, tentu saja unsur-unsur

tersebut dapat ditafsirkan melalui dialog antartokoh dan narasi yang

terdapat dalam naskah drama itu.

Sebuah drama biasanya membawa sebuah pesan atau amanat.

Melalui tokoh-tokoh yang berperan dalam drama tersebut, penulis

menyelipkan pesan moral. Dialog-dialog yang diucapkan para tokoh

kadang kala merupakan sindiran untuk seseorang, misalnya pejabat,

politikus, dan lain-lain. Dengan kata lain, drama dapat menjadi alat

melakukan kritik terhadap realitas yang sesungguhnya.

Agar kalian memiliki pengalaman mengapresiasi naskah drama,

silakan kalian membaca naskah drama di bawah ini. Sambil mem-

baca, pahamilah unsur-unsur intrinsik yang membangun drama

tersebut berupa

1.

tema,

2.

alur,

3.

tokoh,

4.

latar, dan

5.

amanat.

Rizal ... Pulanglah!

(Tahun 1984)

Terlihat seorang anak sedang menyemir sepatu dengan tenang-

nya. Seorang laki-laki sedang membaca koran menunggu sepatunya

yang sedang disemir. Sebuah lagu terdengar didendangkan oleh si

Seni dan Hiburan

163

penyemir sepatu itu,”kini kita berubah lagi, kisah anak tampan yang

cerdik sekali .... Kini kita berubah lagi kisah anak tampan yang cerdik

sekali...” (

berkali-kali lagu ini dinyanyikan

).

Sebentar kemudian anak-anak keluar berbaris satu-satu dan

membawa tulisan ”Jakarta–Surabaya”. Sesudah itu, anak-anak itu

pun berhenti. Di dalam terdengarlah suara:

Informasi

: Perhatian, rel dua kereta api cepat Jakarta–Surabaya

sudah datang. Para penumpang harap bersiap-siap.

Awas ... awas rel dua .... Prit prit

(suara peluit)

(

Anak-anak yang berbaris berjalan lagi dengan

menirukan suara kereta api, sementara lagu masih

terdengar dan laki-laki itu pun mengambil sepatu-

nya yang sudah selesai disemir dan terdengar

suara lagi

)

Informasi

: Di sini Stasiun Surabaya Pasar Turi. Bagi penumpang

yang akan turun di Surabaya, periksalah barang-

barang bawaan Anda. Periksalah dengan teliti.

Barang-barang Anda jangan sampai ketinggalan.

Selamat meneruskan perjalanan Anda. Terima kasih.

(

Penumpang kereta api itu pun masuk satu-satu

dengan bawaannya masing-masing. Lagu berhenti.

Seorang anak laki-laki tampak bingung. Sementara

tukang semir masih juga di situ sambil menghitung

uangnya. Anak laki-laki itu duduk di bangku yang

sudah tersedia! Setelah agak lama ....

)

Udin

: Hei, kenapa diam saja? Stasiun sudah sepi, kereta

api pun sudah tidur. Besok pagi berangkat lagi.

Anak laki-laki

:(

masih diam

)

Udin

: Pulanglah, tidak ada orang lagi. Nanti kau bermain

dengan siapa?

Anak laki-laki

:(

masih diam

)

Udin

: Pulanglah, tidak ada orang lagi. Nanti kau bermain

dengan siapa?

Anak laki-laki

:

(masih diam)

Udin

:

(sambil mendekat)

Namamu siapa? Asalmu dari

mana? Namaku si Udin penyemir sepatu. Namamu

siapa?

Anak laki-laki

:

(masih diam dengan heran)

Udin

: Oh, kau, lapar, ya? Belum makan?

(berpikir)

Oh,

kalau begitu ....

(kemudian menghitung uangnya)

Oh, ya, sebentar, ya, kubelikan roti. Kau tunggu di

sini sebentar, dan jangan pergi sebelum aku datang

kemari lagi. (

Si Udin ke dalam, sebentar kemudian

ia sudah membawa beberapa potong roti.)

Sumber:

Dokumen Penerbit

Gambar 10.4

Anak kecil

menyemir sepatu

Komp Bahasa SMA 3 Bhs

164

Udin

: Nah, sekarang makanlah. Makan sekenyang-

kenyangnya supaya kau kuat.

(Mula-mula anak laki-laki itu malu dan segan

makan roti, tetapi setelah didesak, lahap sekali ia

makan roti itu).

Udin

: Ayo, habiskan jangan malu-malu.

(Anak laki-laki itu makan roti sampai keseretan).

Udin

: Ayo, habiskan supaya nanti tidak lapar lagi. Ayo,

.... Oh, ya, minumnya belum ada. Tunggu sebentar,

ya, kuambilkan minum. Tunggu, ya ...!

(Udin lari ke dalam lagi, setelah keluar ia mem-

bawa kendi.)

Udin

: Nah, sekarang minumlah, ini air bersih dan sudah

dimasak. Minumlah.

(Anak laki-laki itu melihat saja, tak pernah minum

dengan kendi.)

Udin

: Oh, kau pasti belum pernah minum dengan kendi?

Lihat kuberi contoh.

(memberi

contoh bagaimana

minum dengan kendi.)

Udin

: Ah, sudahlah kalau tidak bisa langsung saja minum

dari ujungnya. Ayo, daripada

keseretan

terus.

(Anak

laki-laki itu kemudian minum dengan kendi

dari ujungnya

.)

Udin

: Nah, kalau sudah, duduklah dengan tenang.

(Anak laki-laki itu duduk dengan tenang, begitu

juga Udin di sebelahnya.)

Udin

: Mana kopermu?

Tidak bawa koper, ya?

Kau ini sebenarnya dari mana dan namamu siapa?

Jawablah biar aku ikut senang.

Kalau kau tidak menjawab berarti kau tidak suka

bersahabat denganku. Aku, kan, senang bersa-

habat denganmu.

Atau kalau tidak, aku akan pulang.

Nanti aku terlambat berangkat sekolah, sekolahku

jam satu siang.

Aku mau pulang, ya ...?

(Udin lari hendak meninggalkan anak itu, tetapi

dengan cepat anak laki-laki itu memanggilnya)

Rizal

: Udin

.

Udin

:

(dan Udin kembali lagi)

Nah, kalau kau tak mau

bercerita, aku akan pulang.

Rizal

: Jangan, temanku ....

Udin

: Ayo, sekarang ceritakan.

Rizal

: Temanku, Udin, namaku Rizal asalku dari

Semarang.

Seni dan Hiburan

165

Udin

: Lalu ..., kau akan ke mana?

Rizal

: Aku baru tahu kalau ini Stasiun Surabaya dan aku

sekarang tidak tahu ke mana aku harus pergi.

Udin

: Tujuanmu?

Rizal

: Tidak tahu.

Udin

: Oh, kamu minggat, kita harus lapor pada Pak Polisi

agar dapat mengembalikan kau lagi.

Rizal

: Jangan, aku tidak minggat temanku, tetapi ....

Udin

: Tetapi apa? Jangan bohong, lo, ya, nanti kutinggal

lagi.

Rizal

:

(Berpikir lama sekali)

Aku tidak kerasan di rumah,

takut. Orang tuaku selalu bertengkar. Setiap hari

aku takut sendiri.

Udin

: Lalu pergi?

Rizal

: Ya, waktu main-main di stasiun terbawa oleh kereta

api tadi.

Udin

: Itu namanya minggat, Rizal.

Rizal

: Tidak.

Udin

: Minggat, Rizal.

Rizal

: Tidak, aku, kan, tidak sengaja pergi.

Udin

: Kalau begitu, ayo kuantarkan pulang.

Rizal

: Tidak, toh, orang tuaku tetap bertengkar terus.

Udin

:

(Berpikir lama sekali)

Bagaimana kalau kau

sekarang ikut aku saja.

Rizal

: Ke mana?

Udin

: Ke asrama.

Kakek asramaku orangnya kasar, tetapi baik hati.

Kita di sana diajari bekerja mencari uang, diajari

belajar dan sekolah, juga diajari mengaji.

Rizal

: Tetapi kakek asramamu itu kejam, ya?

Udin

: Bukan kejam, tetapi keras. Kamu jangan khawatir,

kakekku baik hati, kok. Bagaimana kau jadi ikut

aku atau tidak?

Rizal

: Tetapi apa boleh sama kakekmu?

Udin

: Boleh saja, asal kau mau bekerja dan rajin melaku-

kan peraturan asrama. Bagaimana, setuju?

Rizal

: Setuju.

Udin

: Ayo, kita berangkat. Mana tasmu?

Rizal

: Tidak bawa, aku, kan, tidak minggat.

Udin

: Ah, ayo sudahlah, nanti kupinjami pakaianku lebih

dulu. Ayo.

Rizal

: Ayo.

(Dari dalam langsung terdengar lagu sejenis di

muka.

Komp Bahasa SMA 3 Bhs

166

Kini kita berubah lagi, kisah kakek asrama keras

sekali.

Kini kita berubah lagi, kisah kakek asrama keras

sekali.

Kini kita berubah lagi, kisah kakek asrama keras

sekali.

Berkali-kali lagu ini dinyanyikan dan tata dekor

pun

berganti lagi, didorong-dorong oleh beberapa

anak dengan membuat komposisi yang baik

.

Setelah itu anak-anak itu pun mulai menghitung-

hitung hasil pekerjaannya

.

Ada yang membawa

termos es, koran, kotak semir, ada tempat permen

dan rokok. Semua

menghitung dengan berirama

ramai tapi asyik

sekali.)

Kakek

: Bonu ....

Bonu

: Ya, Kek ....

Kakek

: Sudah kau hitung pendapatanmu hari ini?

Bonu

: Sudah, Kek.

Kakek

: Berapa?

Bonu

: Rokok untung 5.000 rupiah. Permen untung 2.500

rupiah. Terus ... korek untungnya cuma 1.500 ru-

piah

Kakek

: Jadi, berapa kau dapat untung hari ini Bonu?

Bonu

: 5.000 + 2.500 + 1.500 rupiah ada 9.000 rupiah.

Kakek

: Bagus ... sekarang masukkan tabungan 3.000 ru-

piah. Jam berapa kau sekolah?

Bonu

: Sebentar lagi, Kek.

Kakek

: Ya, cepat mandi dan segera sekolah.

Jangan terlambat Bonu.

Bonu

:Ya, Kek.

(

Bonu meringkas alat-alatnya

)

Kakek

: Togar!

Togar

:Ya, Kek.

Kakek

: Sudah kau hitung berapa untungmu, Togar?

Togar

: Dari koran

Kompas

5.000 rupiah, koran

Sinar

Harapan

4.000 rupiah dan dari majalah-majalah

lain hanya dapat 3.000 rupiah.

Kakek

: Jadi jumlahnya berapa, Gar?

Togar

: 5.000 + 4.000 + 3.000 rupiah ada ... 12.000 rupiah,

Kek.

Kakek

: Bagus, masukkan tabungan 5.000 rupiah.

Togar

: Terima kasih banyak, Kek. Kok, banyak sekali

nabungnya?

Kakek

: Kau, kan, mendapat untung banyak, menabung-

nya juga agak banyak.

Seni dan Hiburan

167

Togar

: Tetapi itu terlalu banyak, Kek.

Kakek

: Tidak, Togar.

Dan yang penting, kan, ada catatannya. Catatlah

setiap hari berapa kau menabung dari biaya makan-

mu. Jam berapa kau nanti ke sekolah?

Togar

: Jam 13.30.

Kakek

: Ayo, cepatlah mandi dan segera berangkat.

Togar

:

(Agak malas

) Ya, Kek..... (

Togar masuk.)

Kakek

: Din .... Udin ....

Dari dalam

: Belum pulang, Kek, mungkin masih dalam per-

jalanan. Yang lainnya Zulis, Heho, masih berkemas-

kemas hendak sekolah. Memang harus demikian,

jangan malas. Cari uang untuk makan, belajar, dan

sekolah untuk modal hari tua dan beribadah untuk

mati besok. Siapa yang belum ngaji? Tidak ada

bukan?

Kakek

: Oh, ya, kenapa, ya, Udin belum juga pulang sekarang.

Biasanya jam-jam sekian ini ia sudah ada di rumah.

Togar

: Mungkin masih banyak yang menyemirkan sepatu,

Kek.

Kakek

: Ya, tetapi harus segera ingat tugasnya yang lain.

Jangan hanya memikirkan uang saja. Besok hari

Minggu boleh istirahat seharian ber

main sesukanya.

Eh ..... Togar coba kau lihat itu Udin datang, tetapi

kenapa dengan seorang anak?

(Dari

dalam terdengar suara Udin.)

Udin

: Kakek.... Ini Udin datang dengan seorang teman

baru.

(Udin

keluar diiringi Rizal, Togar dari dalam ber-

suara).

Togar

: Kek .... Togar berangkat sekolah.

Kakek

: Ya, Togar....

(Kepada Udin )

Udin, duduklah dulu

dengan tenang .... dan ceritakan berapa pendapatan-

mu.

Udin

: Oh, ya, Rizal, kau, kan, belum kenal dengan kakek

kita ini, kenalkan dulu. Memang kakek kita ini

keras. Suaranya juga keras, tapi orangnya baik.

Ayo, kenalkan dulu kakekku ini, jangan takut,

Rizal. Kalau kau takut rugi sekali, karena kakekku

ini baik hati dan ... ah, sudahlah nanti kan kau tahu

sendiri.

Kakek

: Sudahlah, Din, jangan terlalu banyak cerita nanti

anak ini semakin takut.

(pada Rizal)

Namamu

siapa, Teman Udin yang baru?

Rizal

: Rizal.

Komp Bahasa SMA 3 Bhs

168

Kakek

: Asalmu?

Rizal

: Semarang.

Kakek

: Kamu minggat, ya?

Udin

: Kek, dengar dulu ceritaku, nanti Kakek akan tahu

Rizal minggat atau tidak.

Kakek

: Sudahlah, aku, kan, pernah jadi anak, Din. Dari

Semarang tidak bawa tas berisi baju atau celana

sampai di Surabaya semacam anak ini, apa bukan

berarti minggat, Din.

Udin

: Ya, tetapi dengar dulu ceritaku, Kek.

(Kepada Rizal)

Rizal, kakek kita ini keras, tetapi

kita jangan takut. Kakek kita ini senang kalau kita

ini pemberani tidak penakut. Luarnya saja keras,

dalamnya lembut.

Kakek

: Ayo, Din, ceritakan dari mana kau temukan anak

ini.

Udin

: Kek, anak ini kutemukan di Stasiun Pasar Turi

ketika Udin menyemir sepatu. Asalnya Semarang.

Dia tak ingin pulang ke rumahnya lagi, karena apa?

Karena tidak betah ti

nggal di rumahnya. Ayah

ibunya bertengkar saja kerjaannya. Jadi, ia takut.

Kuajak kemari ia tak menolak, malah senang katanya.

Kakek

: Nah, itulah namanya minggat.

Udin

: Minggat yang baik.

Kakek

: Tidak ada minggat yang baik, Din. Minggat tidak

baik karena tidak pamit.

Udin

: Habis di rumah selalu takut, mungkin lebih enak

di sini. Bagaimana Kek kalau Rizal tinggal di sini

saja bersama kita? Baju dan celana sementara biar

gantian bersama Udin.

Kakek

:(

berpikir

) Boleh saja, tetapi harus ada syaratnya.

Kalau mau boleh ikut, kalau tidak lebih baik pulang

saja, atau kulaporkan saja ke polisi biar dipulang-

kan lagi ke rumahnya. Ia, kan, minggat. Bagaimana

setuju?

Rizal

:

(Bertanya pada Udin)

Tapi, syarat-syaratnya bagai-

mana?

Kakek

: Syaratnya, yaitu satu, bekerja keras untuk cari

makan dan membayar uang sekolah karena di sini

harus juga sekolah. Harus pula belajar tentang

agama. Kalau mengaji pergilah ke masjid. Rekreasi

hanya pada waktu hari libur.

Udin

: Bagaimana, keras dan disiplin, kan, aturan di sini?

Rizal

: Tetapi, aku, kan, belum pernah mencari uang

sendiri.

Seni dan Hiburan

169

Kakek

: Aku yang membantu sampai kau bisa. Yang penting

belajar mencari nafkah. Waktu sekolah harus

sekolah walaupun tidak dapat uang hari itu.

Bagaimana setuju?

Rizal

: Setuju, dan aku bekerja sebagai apa?

Udin

: Bersama aku saja Rizal, menyemir sepatu.

Kebetulan aku masih punya kotak untuk semir

sepatu.

(Udin langsung masuk dan keluar lagi

sudah membawa kotak semir)

.

Udin

: Ini barangmu, Zal

(memandang dengan haru)

Rizal

: Kapan kita mulai bekerja

Udin

: Besok pagi, hari ini karena aku harus sekolah.

Kakek

: Tetapi kau terlambat, Din.

Udin

: Tak apalah Kek, lebih baik terlambat sedikit

daripada tidak masuk sekolah.

Sumber :

Tukang Batu yang Serakah

, kumpulan drama anak

karya Hardjono W.S.

Kalian tentunya sudah selesai membaca naskah drama ”Rizal

..., Pulanglah!” di atas. Apakah kalian dapat memahami jalan cerita

drama tersebut? Perhatikan penggalan naskah drama ini!

Terlihat seorang anak sedang menyemir sepatu dengan tenang-

nya. Seorang laki-laki sedang membaca koran sambil menunggu

sepatunya yang sedang disemir. Sebuah lagu terdengar di-

dendangkan oleh si penyemir sepatu itu. ”Kini kita berubah lagi

...., kisah anak tampan yang cerdik sekali ....” (berkali-kali lagu itu

dinyanyikan).

Sebentar kemudian, anak-anak keluar berbaris satu-satu dan

membawa tulisan ”Jakarta–Surabaya”. Sesudah itu, anak-anak itu

pun berhenti. Dari dalam terdengarlah suara petugas informasi.

Informasi

: Perhatian, rel dua kereta api cepat Jakarta – Surabaya

sudah datang. Para penumpang harap bersiap-siap.

...................................................................................

Informasi

: Di sini Stasiun Surabaya Pasar Turi. Bagi penumpang

yang akan turun di Surabaya, periksalah barang-

barang bawaan Anda....

Berdasarkan penggalan drama tersebut, dapat diketahui bahwa

latar cerita drama tersebut adalah di Stasiun Surabaya Pasar Turi.

Bagian awal naskah drama tersebut dengan jelas menggambarkan

kesibukan sebuah stasiun. Di sana ada anak yang sedang menyemir

sepatu; orang menunggu kereta sambil membaca koran.

Komp Bahasa SMA 3 Bhs

170

Bentuklah kelompok diskusi untuk mengapresiasi naskah drama

di atas!

1.

Siapa saja tokoh yang terlibat dalam drama tersebut?

2.

Bagaimana karakter setiap tokoh tersebut?

3.

Siapakah tokoh yang memiliki kedudukan lebih sentral?

4.

Adakah latar lain yang terungkap dalam drama tersebut?

5.

Bagaimana alur cerita drama itu?

6.

Pesan apa yang ingin disampaikan penulis melalui cerita drama itu?

7.

Apakah tema cerita drama tersebut?

Setiap jawaban kalian hendaknya selalu berdasar. Jadi, kutiplah

atau tunjukkan kutipan drama (dialog) yang menunjukkan

jawaban kalian!

Indonesia memiliki dramawan-dramawan terkenal. Di antaranya,

W.S. Rendra dan Usmar Ismail. Mereka telah menulis beberapa cerita

drama yang sangat populer. Sebagai tugas, kerjakan kegiatan berikut!

1.

Sebutkan dramawan-dramawan Indonesia berikut karya-karyanya!

Kerjakan dalam format berikut di kertas lembaran!

2.

Carilah salah satu karya yang kalian sebutkan itu dan analisislah

dalam segi

a.

tema,

d.

latar, dan

b.

alur,

e.

amanat.

c.

tokoh,

Lampirkan fotokopian naskah drama yang kalian analisis

tersebut pada tugas kalian!

○○○○○○○○○○

Pelatihan 4

○○○○○○○○○○

Tugas 3

No.

Nama Dramawan

Karyanya dalam Bentuk Drama

D. Mementaskan Drama Karya Sendiri

Kalian barangkali sering menonton pementasan drama. Bahkan,

di antara kalian mungkin ada yang pernah mementaskan sebuah cerita

drama. Akan tetapi, pernahkah kalian mengarang sendiri naskah

drama dan mementaskannya?

Menyusun atau menulis sebuah cerita drama pada dasarnya

hampir sama dengan menulis karya prosa naratif. Hanya saja, dalam

menulis drama, tema, latar, tokoh, alur, dan amanat, disajikan dalam

bentuk percakapan. Sedangkan dalam karya prosa, semua itu di-

Seni dan Hiburan

171

tuangkan dalam bentuk narasi. Dialog-dialog dalam cerita diucapkan

langsung oleh tokoh-tokohnya. Demikian juga ekspresi sedih atau

gembira langsung diekspresikan oleh tokohnya dalam bentuk

ekspresi panggung. Latar dituangkan secara jelas dalam bentuk tata

panggung dan tata musik.

Bermain drama pada dasarnya adalah kita belajar menjadi orang

lain. Tingkah laku kita, ekspresi, suara, dan kostum semua ditata

agar kita bisa menyerupai tokoh yang kita perankan. Misalnya, kita

akan berperan menjadi pengemis. Maka, wajah, kostum, suara, semua

harus diubah seolah-olah menjadi pengemis yang sesungguhnya yang

berpakaian lusuh, bau, acak-acakan, dan sebagainya.

Namun, kenyataannya, berperan menjadi orang lain bukan hal

yang mudah. Bahkan, seorang aktor besar pun kadang harus melaku-

kan survei lapangan untuk mempelajari sebuah karakter. Dalam hal

inilah, peran seorang sutradara sangat diperlukan. Seorang sutradara

bertugas mengarahkan tokoh, penata kostum, penata cahaya, dan

lain-lain agar pementasan menjadi sempurna.

Lalu, bagaimana dengan skenario atau naskah drama? Jumlah

karya sastra berbentuk drama tidak sebanyak karya sastra lainnya

(puisi, cerpen, atau novel). Karena itu, sebuah kelompok teater tidak

jarang menggubah sendiri sebuah naskah drama dari karya sastra

lain. Karya-karya seperti

Siti Nurbaya, Belenggu, Si Jamin dan Si

Johan, Sayekti dan Hanafi,

dan karya sastra lainnya dapat kalian

gubah menjadi sebuah naskah drama. Bisa juga cerita rakyat, seperti

Malin Kundang, Bawang Putih Bawang Merah, Jaka Tarub,

dan

lain sebagainya.

Sebelum kalian berlatih memerankan sebuah drama, ada baiknya

kalian terlebih dahulu menonton sebuah pementasan drama. Jika di

daerah kalian ada balai budaya, di sana barangkali diadakan secara

rutin pementasan drama (teater). Jika tidak, barangkali kalian bisa

menonton pementasan drama (teater) di fakultas sastra sebuah per-

guruan tinggi.

Simaklah pementasan drama (teater) tersebut agar kalian me-

miliki gambaran cara menyajikan pementasan drama yang profesional.

Jika memungkinkan, kalian dapat juga meminta pengarahan atau

penjelasan kepada salah seorang pemain teater atau sutradara teater

tersebut.

Pada kegiatan sebelumnya, kalian telah belajar membaca sebuah

naskah drama. Kalian tentunya telah mengetahui bentuk fisik naskah

drama. Sekarang, bentuklah sebuah kelompok yang terdiri atas 6–10

siswa laki-laki dan perempuan untuk menyusun sebuah naskah drama

bersama kelompok kalian. Kalian dapat menyadur dari karya sastra

lain (novel atau cerpen).

○○○○○○○○○○

Tugas 4

○○○○○○○○○○

Pelatihan 5

Komp Bahasa SMA 3 Bhs

172

Berlatihlah di rumah untuk memerankan drama yang sudah

kalian susun. Sebelumnya, berdiskusilah bersama kelompok kalian

untuk menentukan siapa yang akan bertindak sebagai

sutradara,

aktor/aktris,

penata letak,

penata musik,

penata lampu (

lighting

), dan

penata kostum.

Perankan cerita drama kalian di depan kelas, di hadapan teman-

teman kalian sesuai hasil latihan kalian. Aturlah ruang kelas kalian

sesuai latar cerita drama yang akan kalian pentaskan.

Ketika salah satu kelompok pentas di depan kelas, siswa dari

kelompok lain menyimak sambil membuat catatan tanggapan dalam

format seperti berikut.

○○○○○○○○○○

Tugas 5

○○○○○○○○○○

Pelatihan 6

Hal yang Dinilai

Tata Panggung

Kelompok

Judul

Naskah

Pemeranan

(Tata Letak,

Kostum

Dialog

Penyutra-

Peserta

Drama

Cerita

oleh Tokoh

Pencahayaan,

daraan

Musik)

E. Mengetahui Prinsip-Prinsip Penulisan Kritik Sastra

Ketika kita menyimak atau membaca sebuah karya sastra (apa

pun bentuknya), kita akan memberi tanggapan atau komentar terhadap

karya tersebut. Secara tidak sadar, kita telah membuat sebuah kritik.

Kritik dalam sastra merupakan suatu proses untuk memberikan

analisis terhadap sebuah karya sastra dengan menyertakan alasan

atau bukti yang menjadi pendukungnya.

Seni dan Hiburan

173

Kritik merupakan pendapat yang disampaikan oleh seseorang.

Dengan demikian, orang akan berpandangan bahwa kritik bersifat

subjektif tergantung selera pendengar atau pembaca. Namun,

sesungguhnya subjektivitas tersebut dapat diminimalisasi jika

kritikus menyampaikan kritik dengan kesadaran sepenuhnya tanpa

didasari kepentingan-kepentingan tertentu. Di situlah sesungguhnya

objektivitas sebuah kritik dapat tercapai.

Semua karya sastra dapat menjadi objek kritik sastra, tidak

terkecuali drama. Cara menyampaikan kritik tersebut ada beberapa

cara, yaitu secara lisan dan tertulis. Secara lisan, sebuah kritik dapat

disampaikan langsung dengan menyebutkan kelebihan, kekurangan,

dan saran. Namun, secara tertulis, sebuah kritik, setidaknya terdiri

atas tiga hal, yaitu 1) pendahuluan, 2) isi pernyataan, dan 3) penutup.

Uraian tentang ketiga komponen kritik tersebut adalah sebagai

berikut.

Pendahuluan

Merupakan jembatan untuk menyampaikan kririk

yang sesungguhnya.

2 paragraf

Isi

Pernyataan

Berisi deskripsi kelebihan dan kekurangan

4 paragraf

Penutup

Berisi simpulan (layak atau tidak layak) karya sastra

tersebut disimak atau dibaca.

Sekarang perhatikan c

ontoh kr

itik di

bawah in

i!

Kritik 1

Monolog tentang Bunuh Diri Anak

Judul

: Sketsa Kunang-Kunang (Monolog)

Naskah : Sokhibun Niam (Deam)

Pemain : Sokhibun Niam

Tempat : Laboratorium Teater Unnes

Waktu

: 21 September 2005

Panggung terbuka lebar. Tak ada perabot apa pun kecuali lampu-

lampu 5 watt yang bergelantungan memenuhi ruang kosong.

Pencahayaan diatur seminim mungkin. Lampu-lampu itu bukan

sekadar penghias atau tata cahaya panggung. Lampu-lampu itu

pengimajian dari makhluk hidup pijar segerombolan kunang-kunang.

Tiba-tiba terdengar suara biola yang mengalun lembut menyirat-

kan kesedihan. Sesosok tubuh bercelana pendek dengan kaus putih

1 paragraf

Komp Bahasa SMA 3 Bhs

174

kumal muncul dari sudut kiri panggung. Tubuhnya berjalan perlahan,

setengah level, sambil mendenting-dentingkan

triangle

yang

dibawanya. Sosok itu terus berjalan mengitari ruang beberapa kali,

lantas menghilang di balik layar. Lampu perlahan padam.

Beberapa menit kemudian, lampu kembali menyala. Suasana

panggung temaram ke-merah-merahan. Lampu-lampu 5 watt tetap

menjadi penerangan utama. Sang tokoh kembali hadir di tengah

panggung. Dengan gaya anak-anak, ia asyik membuat pesawat

terbang dari kertas, lantas menerbangkannya satu per satu. ”Mak,

aku ingin buku gambar. Aku ingin menggambar kunang-kunang.

Bagus, Mak!” terus saja ia mengeluarkan kata-kata itu sambil

menerbangkan pesawat-pesawat kertasnya. Kemudian, ia berlari dan

berhenti sesaat di bawah pijar lampu, kemudian berlari lagi dan

berhenti di bawah lampu lainnya

. Rupanya, keberadaan lampu itu

digunakan sebagai penanda. Ia j

uga memanfaatkan

tubuhnya sebagai

penyampai pesan selain dengan kata-kata tentang buku gambar yang

terus saja keluar dari mulutnya.

Sumber:

Majalah Gong edisi: 75/VII/2005

Gambar 10.5

Pementasan teater

Begitulah bagian awal pementasan

monolog ”Sketsa Kunang-Kunang” yang

dipentaskan oleh Komunitas NexT Semarang

(21/9) di Laboratorium Teater Jurusan Bahasa

dan Sastra Indonesia Universitas Negeri

Semarang (UNNES). Berdurasi 60 menit,

tatapan pe

nonton terfokus pada suguhan

monolog Sokhibun Niam yang mem-bawakan

karyanya sendiri, ”Sketsa Kunang-Kunang”.

Tampaknya, penonton kesulitan meng-

intepretasikan pesan yang disampaikan. Dari

obrolan seusai pementasan dengan beberapa

penonton, banyak yang mengeluhkan bahwa

monolog itu susah dimengerti. Mereka

merasa seakan-akan hanya didongengi sebuah kisah klasik sebelum

tidur. Apalagi, tidak ada improvisasi-improvisasi yang diharapkan

mampu menetralisir keseriusan dan mencairkan suasana. Padahal,

konsep tata panggung dan pencahayaannya cukup unik. Jarak antara

penonton dan pemain tidak begitu jauh sehingga terkesan akrab. Saat

memasuki ruang pementasan, seolah-olah berada di tempat romantis

dengan cahaya kerlip-kerlip.

Menurut sang penulis naskah, sekaligus pemain dan sutradara,

Sokhibun Niam, ”Sketsa Kunang-Kunang” terinspirasi oleh kasus

Sembodo, siswa SD di Blora, yang nekat bunuh diri lantaran ibunya

tidak mampu memberi uang untuk membeli buku gambar. Bagi Deam

(panggilan Sokhibun Niam), buku gambar tidak sesederhana yang

dipikirkan orang. Menggambar adalah sesuatu yang berhubungan

dengan bakat yang dimiliki oleh si anak. Bakat itu harus dikembang-

kan, bukan justru dimatikan.

Seni dan Hiburan

175

Deam mencoba memvisualisasikan peristiwa itu dengan seorang

anak yang tergila-gila pada kunang-kunang dan ia ingin menggambar

kunang-kunang itu di dalam buku gambarnya. ”Hidup sangat

membingungkan. Ke mana arah, ke mana langkah, aku hanya

menemukan kesunyian”, kalimat itulah yang berulang kali diucapkan

saat mengakhiri pertunjukkan. Kalimat itu merupakan gambaran

suatu generasi yang merasa hidup sendiri dan berusaha mengusir

kesepiannya.

Jelas bahwa monolog ini merupakan upaya seniman untuk ikut

bersimpati sekaligus berempati pada keadaan yang sedang terjadi.

Sebagai sebuah pementasan, pertunjukan ini diharapkan mampu

membuka hati penonton untuk berpikir sekaligus ikut andil dalam

menemukan jalan keluar. ”Sketsa Kunang-Kunang” merupakan

suguhan perdana dari Komunitas NexT yang baru seumur jagung.

Terlepas dari segala kelebihan, kekurangan selalu membuntut di

belakangnya. Dibutuhkan sebuah kreativitas dalam sebuah pentas

monolog, baik dari segi naskah maupun bentuk pertunjukannya untuk

menghindari kemonotonan. Dibutuhkan sebuah strategi untuk

mengajak penonton tidak beranjak dari tempat duduknya. Itu menjadi

pekerjaan rumah bagi Komunitas NexT.

Dikutip dari majalah

Gong,

edisi 75/VII/2005, hlm. 38

Tulislah bagaimana cara penulis menguraikan bagian pen-

dahuluan, isi pernyataan, dan penutup. Kerjakan dengan mengisi

kolom-kolom di bawah ini!

○○○○○○○○○○

Pelatihan 7

Pendahuluan

Isi Pernyataan

Penutup

Komponen

Isi

Jumlah

Paragraf

Komp Bahasa SMA 3 Bhs

176

Perhatikan contok kritik terhadap novel di bawah ini!

Larung

Judul Buku : Larung

Pengarang

: Ayu Utami

Penerbit

: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)

Tahun Terbit : Maret 2001

Tebal

: vii+260 hlm

Dalam novel ini, Ayu Utami berkisah tentang beberapa orang

aktivis yang diburu militer pemerintah. Mereka dituduh menghalangi

kerusuhan 27 Juli sehingga Yasmin, seorang perempuan yang cerdas,

kaya, beragama, berpendidikan, setia pada suami dan tidak mau

mengakui perselingkuhannya dengan Saman, seorang yang

mengorbankan hidupnya dengan menebarkan kesadaran pada

kaum

sederhana untuk melarikan para aktivis—Wayang Togog yang

emosional, Bilung yang sedikit humoris, dan Koba yang kritis serta

kalem—keluar Indonesia dengan bantuan Larung yang pendiam tapi

pintar.

Banyak sekali peristiwa-peristiwa yang seolah-olah tidak

diketahui satu dengan yang lainnya, plot cerita melompat-lompat

dengan gaya absurd, yang banyak mengungkap masalah-masalah

psikologis para tokoh novel ini. Novel ini juga memaparkan

percaturan politik Indonesia masa orde baru dengan gamblang.

Pemberedelan jurnalistik, penculikan, dan penangkapan para aktivis

yang berusaha mengeluarkan satu bentuk ketidaksenangan dan

ketidakpuasan mereka terhadap pemerintah saat itu, diceritakan

dengan baik oleh alumni Fakultas Sastra UI ini.

Dalam mengeluarkan ekspresinya, Ayu lebih menekankan ke

dalam bahasa sastra dan konteks ilmiah berupa filsafat kehidupan.

Selain itu, penulis yang berulang tahun tiap 21 November ini juga

menyisipkan beberapa kisah Hindu seperti Calon Arang, Brahmana

dan ilmu hitam. Ayu juga mengeluarkan kritik terhadap pemerintahan

Orde Baru mengenai kebebasan pers yang saat itu sangat terkekang

oleh pemerintah di mana Ayu menginginkan kebebasan pers yang

mutlak dan tidak terikat sehingga pers dapat berjalan di atas kakinya

sendiri.

Tekad kuat mewarnai pergolakan batin setiap tokoh.

Pengorbanan, harapan, perselingkuhan, dan seksualitas menjadi inti

terselubung dalam novel ini. Rasa cinta yang mendalam pada seorang

wanita, transparansi, kebebasan dalam mengeluarkan pendapat

adalah beberapa dari sekian pesan yang ditonjolkan dalam novel

ini. Kota New York menjadi bagian tak terpisahkan dalam novel ini,

Judul

Data buku

Pendahuluan

Isi pernyataan

○○○○○○○○○○

Pelatihan 8

Seni dan Hiburan

177

bersamaan dengan Kota Jakarta yang penuh dengan trik dan intrik

yang menyesatkan.

Larung

adalah sebuah novel yang menawarkan keberanian

kepada kita karena setiap rangkaian peristiwa demi peristiwa yang

dibangun merupakan suatu realitas kehidupan masa lalu yang perlu

kita pertimbangkan di masa sekarang. Tapi sayangnya, untuk

membaca novel ini perlu penalaran yang sangat kuat sehingga harus

dibaca berulang-ulang. Selain itu, terkadang bahasanya terlalu vulgar,

khususnya bagi kalangan remaja seperti kita. Sekadar catatan,

content

dan pilihan diksi Mbak Ayu rada-rada ”serem”, hanya orang dengan

wawasan cukup dewasa dengan pola pikir terbuka yang disarankan

membaca buku ini. Yang lainnya, mendingan jangan deh.

Adult

material, explicit content, parental advisory gitu isinya

....

Dikutip dari tulisan Rosi Rosida dalam

Belia

, Suplemen

Pikiran Rakyat,

21 Oktober 2007

Cermatilah bagian per bagian resensi tersebut, kemudian

jawablah pertany

aan ini dengan menyilang jawaban yang salah!

1.

Apa saja yang termuat dalam data buku?

a.

Judul buku

ada

tidak ada

b.

Pengarang

ada

tidak ada

c.

Penerjemah (jika karangan

terjemahan)

ada

tidak ada

d.

Penerbit

ada

tidak ada

e.

Tahun terbit

ada

tidak ada

f.

Tebal buku

ada

tidak ada

g.

Harga buku

ada

tidak ada

2.

Apa saja yang termuat dalam bagian pembukaan (

lead

)?

a.

Memperkenalkan biografi pengarang

ya

tidak

b.

Memperkenalkan penerbit

ya

tidak

c.

Membuka dengan dialog

ya

tidak

d.

Membandingkan dengan buku sejenis

ya

tidak

e.

Memaparkan kekhasan pengarang

ya

tidak

f.

Memaparkan kekhasan buku

ya

tidak

g.

Merumuskan tema buku

ya

tidak

h.

Mengungkapkan kritik terhadap

ya

tidak

kelemahan buku

i.

Mengungkapkan kesan terhadap buku

ya

tidak

3.

Apakah yang termuat dalam isi pernyataan?

a.

Sinopsis atau isi buku

ya

tidak

b.

Ulasan singkat buku dengan kutipan

ya

tidak

c.

Keunggulan buku

ya

tidak

d.

Kelemahan buku

ya

tidak

e.

Rumusan kerangka buku

ya

tidak

f.

Tinjauan bahasa

ya

tidak

g.

Adanya kesalahan cetak

ya

tidak

Penutup

Komp Bahasa SMA 3 Bhs

178

Sebelumnya, kalian telah melakukan pementasan drama. Kalian

juga telah menyimak pementasan drama yang dilakukan oleh teman

kalian dan mencatat hasil pementasan tersebut (kelebihan dan

kekurangannya). Berdasarkan hasil catatan kalian, silakan kalian

membuat sebuah kritik terhadap pementasan drama yang dilakukan

oleh teman kalian. Pilihlah satu judul drama saja.

○○○○○○○○○○

Pelatihan 9

○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○

Soal-Soal Pengembangan Kompetensi

1.

Dengarkan pembacaan puisi terjemahan ini!

Beterbangan Burung-Burung Malam

Karya Salvatore Quasimodo

Di ketinggian ada sebatang cemara tumbang;

tengah memahami dan mendengarkan jurang

dengan ranting terlipat melintang.

Beterbangan burung-burung malam,

ketika makin meninggi terdengar

kelepak sayapnya mengencar.

Hatiku pun memiliki sarangnya sendiri

tertahan dalam kelam, sebuah suara:

pun tengah mendengarkan: malam.

Diterjemahkan oleh Zainal Muttaqien

Sumber:

Membaca Sastra,

hlm. 48

Rangkuman

1.

Isi puisi sangat dipengaruhi oleh keadaan penyair pada waktu puisi diciptakan.

Dengan metode sama akan tetapi ada perbedaan latar belakang, maka hasilnya

pun akan sangat jauh berbeda.

2.

Untuk bisa menyampaikan sebuah kritik yang seobjektif mungkin, kalian harus

menghilangkan kepentingan-kepentingan lain.

Refleksi

Puisi merupakan salah satu curahan jiwa. Apa yang kalian rasakan, apa yang kamu

pikirkan bisa kalian curahkan dalam bentuk kalimat yang indah. Galau, senang, cemas,

semua perasaaan itu akan terlampiaskan dalam untaian kata-kata yang indah. Hal ini

secara tidak langsung bisa merupakan sarana bagi kamu untuk berbagai perasaan dan

pikiran. Keuntungan yang kedua adalah kamu bisa mengirimkan curahan perasaan kamu

ke berbagai surat kabar atau majalah. Kalau dimuat, kamu akan mendapat honor.

Seni dan Hiburan

179

a.

Jelaskan tema puisi di atas disertai bukti yang mendukung!

b.

Ceritakan apa yang ingin disampaikan penyair dalam puisi

tersebut!

c.

Bagaimana sikap penyair menghadapi masalah yang

diceritakan pada puisi itu?

2.

Bacalah prosa naratif di bawah ini. Tentukan unsur-unsur intrinsik

yang membangun prosa naratif tersebut!

Sepeda Tua dan Seorang Pedagang

Karya Aswi

Kutatap lagi daganganku dan aku tersenyum karenanya.

Entahlah, sudah berapa lama dan berapa jauh aku mengayuh

sepeda tuaku untuk menjajakan daganganku. Sepeda tuaku itu

memang telah setia menemaniku berdagang, ke mana pun,

sejauh apa pun. Ia lebih dikenal sebagai sepeda kumbang, atau

bahkan ada yang menyebutnya sepeda Umar Bakri, padahal,

kata seorang pelanggan, sepedaku tetap saja sepeda

onthel.

Istilah hanya untuk membuat si pembuat merasa nyaman dan

merasa akrab, sehingga ia merasa sangat-sangat memilikinya.

Di bidang apa pun istilah itu. Dan karenanya ..., entahlah,

kok

aku jadi bingung dan berpikir kembali. Sebenarnya sepedaku

itu namanya apa, ya? Ya, itulah akibatnya kalau terlalu banyak

istilah. Si pembuat istilah akan bingung, dan aku juga jadi

bingung. Padahal aku hanya berperan sebagai pemakai, tidak

lebih.

Yang jelas, sepedaku itu berwarna

asli hitam, lebih besar

dari sepeda mini, dan kerangkanya mirip dengan kerangka

sepeda balap.

Setangnya agak datar, sangat berbeda jauh dengan

setang sepeda balap yang melengkung. Sadelnya biasa terbuat

dari kulit (entah kulit apa) dengan per yang sangat empuk.

Remnya dihubungkan oleh besi yang sangat panjang, bukan oleh

kawat yang biasa ada di sepeda mini atau sepeda balap. Rodanya

lebih mirip dengan roda sepeda balap. Aku kira, itu saja yang

bisa kuberikan tentang ciri-ciri sepedaku. Jelas, kan?

****

Orang-orang yang kulewati dan kebetulan kenal denganku

tersenyum ramah. Beberapa di antara mereka bahkan

menegurku. ”Bagaimana dagangannya, Kek?” Seperti biasa aku

hanya menunjuk pada daganganku dan mereka yang bertanya

mengangguk. Bahkan ada yang tertawa, kendati mereka tidak

menyapaku dan tidak bertanya. Aku tidak tahu kenapa mereka

tertawa. Apakah daganganku lucu? Ah, lupakan saja dengan

mereka. Sebagai pedagang memang harus siap dengan segala

perlakuan yang diberikan oleh masyarakat sebagai calon

Komp Bahasa SMA 3 Bhs

180

pelanggan. Prinsipku sebagai pedagang adalah yang penting

dagangannya laku, itu saja. Dan aku kira prinsipku itu juga

dipakai oleh pedagang-pedagang lainnya.

Aku kembali tersenyum pada daganganku. Kukayuh sepeda

tuaku dengan sekuat tenaga. Sepeda tua yang telah setia

menemaniku berdagang, ke mana pun, sejauh apa pun. Dan

sekali lagi, selalu saja ada orang-orang yang tersenyum ramah

padaku karena mereka mengenalku. Aku sendiri kadang-kadang

merasa heran terhadap tingkah mereka itu. Bukan apa-apa,

karena sebagian besar dari mereka tidak kukenal. Mungkin hal

inilah yang membuat para pedagang merasa

kerasan

dengan

karier dagangnya. Banyak dikenal orang. Bukankah hal tersebut

yang sangat diharapkan oleh setiap orang?

Beberapa orang, dan selalu begitu, kembali kulewati sambil

tersenyum. Sebagai pedagang aku memang harus terlihat ramah.

Dan senyum adalah senjata utama untuk menunjukkan bahwa

aku sangat ramah. Di antara mereka kemudian ada yang ber-

tanya, ”Bagaimana dagangannya, Kek? Masih menjual barang

yang sama?” Aku mengangguk dan menunjuk daganganku.

Mereka yang bertanya pun mengangguk. Dan seperti yang

sudah-sudah, di antara mereka ada yang tertawa kendati mereka

tidak menyapaku dan tidak bertanya. Setelah tertawa mereka

menambahkan, ”Barang dagangannya sudah pasti tidak akan

basi, ya, Kek” Aku mengangguk. Kemudian yang lain ikut-

ikutan, ”Tentu saja tidak basi, soalnya kakek selalu mengganti

dagangannya ketika hari sudah menjelang malam hari?” tanya

yang lain. Sebelum kujawab aku melihat ke atas langit, dan

tampaknya suasana langit sedang cerah. Aku pun mengangguk,

karena daganganku memang sangat tergantung dengan cuaca.

Jika pada sore hari aku melihat cuaca tidak bersahabat alias

mendung, dapat dipastikan aku tidak berdagang. Semua orang

yang mengenalku pasti akan mengerti, karena pada cuaca seperti

itu barang daganganku lenyap dan sulit untuk ditemukan. Di

pasar mana pun juga tidak akan ditemukan.

Siang hari, jika cuaca tidak mendukung, misalnya dengan

adanya hujan, aku tidak akan melanjutkan berdagang. Mungkin

sama dengan pedagang-pedagang lainnya, yaitu berteduh.

Kecuali jika ia adalah pedagang jasa payung atau lebih dikenal

dengan ojek payung. Kalau aku beruntung, daganganku akan

basah dan orang-orang merasa kasihan padaku. Tetapi, kalau

sedang sial, dan hal ini pernah terjadi, barang daganganku lenyap

dan sulit untuk ditemukan. Di pasar mana pun juga tidak akan

ditemukan.

Seni dan Hiburan

181

itulah yang kulakukan saat ini. Aku memperdagangkan barang

yang tidak dijual oleh pedagang lainnya. Bahkan aku tidak hanya

men-dagangkan barangnya saja, tetapi juga jasanya. Hebat,

bukan?

Namun, apa pun hebatnya aku sebagai seorang pedagang,

keberhasilan berdagangku kali ini juga karena pengalamanku

yang berpuluh-puluh tahun di dunia dagang. Benar jika ada orang

yang pernah mengatakan dan menjadikan petuah untuk generasi-

generasi mendatang bahwa guru yang paling baik dan utama

adalah pengalaman. Pengalaman siapa pun. Pengalaman kita

sendiri atau pengalaman orang lain. Ambil hikmahnya.

Aku pernah berdagang buah-buahan. Kebetulan aku pernah

menceritakan hal ini pada pelanggan-pelangganku. Waktu itu

aku berdagang bukan satu macam buah saja, tetapi buah-buahan.

Ya, aku berdagang bermacam-macam buah-buahan. Tidak perlu

aku jelaskan kalau aku berdagang semangka, mangga, pisang,

salak, dan lain-lain. Dan tentu saja kalau waktu itu aku juga

memakai sepeda

onthel-

ku. Aku giat sekali menjajakan

daganganku. Dari caraku menjajakan hingga membuat orang

senang dan juga kualitas buah-buahanku yang selalu nomor satu

plus harga daganganku yang murah, aku berhasil menguasai

per-dagangan buah-buahan. Hampir setiap hari daganganku

selalu habis. Benar-benar habis. Bahkan, kalau dihitung-hitung

atau dikalkulasikan per bulannya,

omzetku saat itu adalah sama

dengan orang yang bekerja di perusahaan besar dengan gaji 15

juta per bulannya. Bayangkan, 15 juta per bulan! Dan jumlah

itu sama dengan 180 juta per tahun atau 1,44 miliar per windu-

nya.

Tetapi aku bukanlah seseorang yang gila harta. Aku bukan

seorang konglomerat yang terus saja menimbun harta atau seperti

pegawai negeri yang mengambil sedikit keuntungan perusahaan

Aneh? Aku kira tidak. Aku memang

berdagang yang tidak dilakukan oleh

pedagang lainnya. Wajar, kan, kalau seorang

pedagang harus kreatif. Pedagang harus

dituntut untuk memper-dagangkan suatu

barang atau jasa yang tidak dilakukan oleh

pedagang lainnya. Kalaupun sama barang

dagangannya, ia harus lebih kreatif lagi

mengolah barang dagangannya menjadi lebih

menarik, atau membuat cara menjajakannya

lebih menarik lagi. Itu pelajaran pertama

kalau ingin menjadi seorang pedagang. Dan

Komp Bahasa SMA 3 Bhs

182

tiap bulannya atau tiap ada proyek. Aku bukan seperti mereka.

Aku terus saja berdagang buah-buahan dengan sepeda antikku

sementara, harta itu juga terus mengalir ke kantung-kantung

yang bermanfaat seperti panti asuhan, yayasan sosial, masjid,

dan lain-lain tempat yang membutuhkan uang. Aku menyisihkan

untuk keluargaku seperlunya saja, tidak berlebihan. Aku terus

saja berdagang buah-buahan hingga aku merasa bosan berdagang

buah-buahan. Ya, hingga aku merasa bosan berdagang buah-

buahan.

Kemudian aku beralih menjadi pedagang kue-kue. Kebetulan

aku juga pernah menceritakan hal ini pada pelanggan-pelangganku.

Waktu itu aku berdagang bukan satu macam kue saja, tetapi

kue-kue. Ya, aku berdagang bermacam-macam kue. Tidak perlu

aku jelaskan kalau aku berdagang kue bolu, kue serabi, kue

black

forest,

kue mega mendung, kue pancong, dan lain-lain. Dan tentu

saja kalau waktu itu aku juga memakai sepeda

onthel-

ku. Aku

giat sekali menjajakan daganganku. Dari cara menjajakan hingga

membuat orang senang dan juga kualitas kue-kueku yang selalu

nomor satu plus harga daganganku yang murah, aku berhasil

menguasai perdagangan kue-kue. Hampir setiap hari daganganku

selalu habis. Benar-benar habis. Bahkan, kalau dihitung-hitung

atau dikalkulasikan per bulannya,

omzetku saat itu adalah sama

dengan orang yang bekerja di perusahaan besar dengan gaji 20

juta per bulannya. Bayangkan, 20 juta per bulan! Lebih besar

keuntungannya dibanding ketika aku berdagang buah-buahan

sebelumnya. Dan jumlah itu sama dengan 240 juta per tahun

atau 1,92 miliar per windunya.

Tetapi sekali lagi kujelaskan bahwa aku bukanlah seorang

yang gila harta. Aku bukan seorang lintah darat yang terus saja

menimbun harta dari orang-orang yang meminjamkan kemudian

menyita sawah atau tanahnya setelah mereka tidak mampu bayar

atau seperti penemu harta karun yang tiba-tiba saja menjadi kaya

mendadak lalu terus mencari harta-harta karun lainnya meskipun

tempatnya sudah dimiliki orang lain. Aku bukan seperti mereka.

Aku terus saja berdagang kue-kue dengan sepeda antikku

sementara harta itu juga terus mengalir ke kantung-kantung yang

bermanfaat seperti Panti Wreda, korban bencana alam, musala,

dan lain-lain tempat yang membutuhkan uang. Aku menyisihkan

untuk keluargaku seperlunya saja, tidak berlebihan. Aku terus

saja berdagang kue-kue hingga aku merasa bosan berdagang

kue-kue. Ya, hingga aku merasa bosan berdagang kue-kue.

Apa aku perlu meneruskan cerita tentang pengalamanku

berdagang? Ah, aku kira tidak usah dan dicukupkan sampai di

Seni dan Hiburan

183

sini saja. Aku takut Anda merasa bosan dengan membaca

pengalaman-pengalamanku berdagang ini persis seperti ke-

bosanan para pelangganku yang mendengarkan ceritaku ini.

.............................................................................................

Ah, hari sudah sore. Aku harus mengganti daganganku.

Rumahku tinggal 500 meter lagi di hadapanku dan orang-orang

yang bertemu denganku dan kebetulan kenal terus menyapaku.

”Baru pulang dagang, Kek?” atau ”Mau ganti dagangan, Kek?”

atau seperti yang sudah-sudah ”Malam ini masih mau berdagang,

Kek?” Dan juga seperti yang sudah-sudah aku hanya mengangguk

dan tersenyum.

Seperti biasa, aku menderingkan bel sepedaku yang telah

setia menemaniku berdagang ke mana pun dan sejauh apa pun

ketika sudah berada di halaman rumah. Dan aku yakin, seperti

yang sudah-sudah, cucuku akan berlari-lari keluar rumah

menyambutku. ”Kakeeeek,” teriaknya senang. Aku pun juga

begitu senang dan langsung memeluknya erat. Namun ketika

istriku keluar, seperti yang sudah-sudah, aku langsung tidak

berani menatapnya dan tidak mau mendengarkan ucapannya.

Cerita ini memang akan berakhir, dan karenanya, aku kira, aku

harus mendengar ucapan istriku itu yang terdengar terus berulang-

ulang ketika aku tiba di rumah saat mengganti dagangan dan

pulang dari berdagang, bahkan juga saat akan berangkat ber-

dagang. Bukan apa-apa, aku hanya tidak ingin Anda merasa

penasaran dengan ceritaku ini, bahkan merasa sebal dengan

ceritaku yang bertele-tele dan berulang-ulang.

Istriku mengatakan, ”Kenapa kamu masih tidak mau berubah?

Buang jauh-jauh khayalanmu untuk berdagang itu. Mana

buktinya? Bukti kalau kamu memang berdagang. Kerjaanmu

tidak lebih hanya jalan-jalan saja dengan sepeda bututmu itu.

Dagang apaan? Dagang mimpi. Masih untung anak-anakmu mau

membantu meringankan beban rumah tangga kita. Kalau tidak,

sudah pasti akan kujual sepeda bututmu itu dari dulu.”

Itulah kata-kata istriku yang terdengar terus berulang-ulang

ketika aku tiba di rumah saat mengganti dagangan dan pulang

dari berdagang, bahkan juga saat akan berangkat berdagang.

Istriku memang tidak tahu kalau aku berdagang apa. Tetapi aku

berjanji sepenuh hatiku, terutama pada cucuku, akan mewariskan

sepeda antikku ini padanya ketika aku telah lelah dan bosan

berdagang matahari dan bulan. Dan Anda pembaca, adalah

saksinya.

***

Papanggungan, 14 November 2003

Dikutip tanpa pengubahan

Komp Bahasa SMA 3 Bhs

184

3.

Sebutkan dan jelaskan unsur-unsur yang membangun sebuah

pementasan drama!

4.

Gubahlah cerpen ”Sepeda Tua dan Seorang Pedagang” di atas

menjadi sebuah naskah monolog drama!

5.

Simaklah sebuah sinetron di televisi. Buatlah kritik terhadap

sinetron tersebut!

Kata Berhikmah

Mujur sepanjang hari, malang sepanjang mata.

Kecelakaan datangnya sewaktu-waktu. Karena itu, kita harus senantiasa berhati-hati.