Halaman
Menganalisis
Cerpen
4
Pelajaran
Membaca cerpen merupakan satu kegiatan yang mengasyikkan.
Namun, tahukah Anda proses kreatif membuat cerpen? Coba Anda
perhatikan sebuah cerpen dengan teliti, apakah unsur-unsur pembentuk
cerpen tersebut? Setelah mengetahui unsur-unsur pembentuk cerpen
tersebut, Anda dapat membuat sebuah cerpen dengan memanfaatkan
unsur-unsur tersebut. Ide penulisan cerpen pun dapat diambil dari
kisah hidup orang lain. Anda dapat menulis sisi unik atau pengalaman
menarik kehidupan orang lain. Cerpen yang Anda buat dapat Anda
bukukan dalam buku kumpulan cerpen. Selanjutnya, Anda dapat
membuat resensi dari kumpulan cerpen tersebut.
S
u
m
b
e
r
:
w
w
w
.
f
r
i
e
n
d
s
t
e
r
.
c
o
m
44
Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia untuk Kelas XII Program IPA dan IPS
Peta Konsep
Kegiatan membaca cerpen
Penokohan
Pengalaman unik
Identitas buku
Mencatat hal-hal penting
Kelemahan
Pengalaman menarik
Inti cerita
Mencatat informasi
menarik
Keunggulan
Kesimpulan
Latar
dapat
sumber ide
terlebih dahulu
Tema
Amanat
Konflik
Menjelaskan unsur-unsur intrinsik cerpen
Menulis cerpen berdasarkan kisah hidup orang lain
Meresensi buku kumpulan cerpen
Menyampaikan inti sari buku
Alokasi waktu untuk Pelajaran 4 ini adalah 16 jam pelajaran.
1 Jam pelajaran = 45 menit
45
Menganalisis Cerpen
Ada sebuah ungkapan dari orang bijak, yaitu "pengalaman
adalah guru terbaik". Anda ingat-ingat kembali pengalaman yang
pernah Anda alami, baik pengalaman menyenangkan maupun
tidak menyenangkan. Mengapa pengalaman dikatakan sebagai guru
terbaik? Pengalaman yang dialami, apalagi pengalaman yang tidak
menyenangkan merupakan pelajaran berharga bagi orang yang
pernah mengalaminya. Dengan belajar dari pengalaman, kita tidak
akan jatuh ke lubang yang sama. Artinya, kita dapat menghindari
atau mengantisipasi sesuatu yang tidak baik buat kita.
Pengalaman dikatakan guru terbaik karena pengalaman meng-
ajarkan sebuah hikmah secara langsung, tidak menggurui dan tidak
akan pernah marah kepada siswanya. Selain belajar dari pengalaman
sendiri, Anda pun dapat belajar dari pengalaman orang lain, seperti
dari teman, saudara, atau pengalaman orang lain yang didengar
atau dibaca dari media lain. Salah satu contoh pengalaman orang
lain dapat dibaca dalam sebuah cerpen. Dalam cerpen, pengarang
berusaha untuk menulis pengalamannya, baik yang merupakan
kisah nyata maupun rekaan.
Bagaimana cara memahami isi sebuah cerpen? Langkah pertama
yang dilakukan adalah membaca cerpen dan mengidentifikasi unsur-
unsur intrinsiknya. Unsur-unsur intrinsik itu terdiri atas unsur tokoh,
peristiwa, latar, tema, dan pesan.
Bacalah cerpen berikut dengan cermat.
Menjelaskan Unsur
Intrinsik Cerpen
A
Ad
bh
k
di
bij k
i
"
l
Dalam pelajaran ini, Anda diharapkan dapat mengidentifikasi
unsur-unsur cerpen dan dapat menjelaskan unsur-unsur intrinsik
cerpen, seperti penokohan, peristiwa, latar, tema, dan pesan. Selain
itu, Anda dapat mengaitkan pesan isi cerpen dengan kehidupan
sehari-hari.
Darmon
Karya Harris Effendi Thahar
Dari suara dan sopan santunnya menyapa,
saya cukup simpati. Tetapi melihat tampangnya,
pakaiannya, dan bungkus rokok yang sekilas saya
lihat di kantung kemejanya, saya kurang berkenan.
"Saya Darmon, teman anak Bapak, Maya, yang
mengantar malam-malam sehabis demo tempo
hari."
"Oh, ya? Saya tidak ingat kamu waktu itu. Tetapi,
saya pikir Maya masih belum pulang dari kampus.
Mau menunggu?" tawar saya tanpa sengaja dan saya
berharap dia cepat-cepat pergi. Tetapi, tampaknya
dia lebih lihai dari yang saya duga.
"Tidak apa-apa Pak, kebetulan saya sudah
lama ingin ketemu Bapak, ngomong-ngomong soal
sikap pemerintah terhadap gerakan reformasi oleh
mahasiswa."
"Oh, apa tidak salah? Saya kan bukan pejabat,
cuma pegawai negeri biasa," kilah saya sambil
terus menyiram pot-pot bonsai kesayangan saya di
teras.
"Justru itu, Pak. Kalau Bapak seorang pejabat
atau bekas pejabat, pasti Bapak terlibat KKN dan
tidak suka dengan saya karena saya salah seorang
dari mahasiswa yang ikut mendemo pejabat teras
di daerah ini."
Entah bagaimana, saya merasa tersanjung dan
mulai simpati pada anak muda itu, meski dalam hati
bercampur rasa was-was kalau-kalau dia ternyata
pacar Maya. Lebih jauh lagi, rasanya, Maya tak
pantas pacaran dengannya. Setidaknya, menurut
keinginan saya, pacar Maya, yang sekarang baru
sembilan belas usianya itu, haruslah tampan dan
46
Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia untuk Kelas XII Program IPA dan IPS
kelihatan punya wawasan luas. Ini Darmon, seperti
yang diperkenalkannya tadi, kelihatan tidak intelek
dan lebih mirip kernet bus kota.
Ia begitu saja mengikuti langkah kaki saya
memilih tanaman-tanaman kecil saya yang patut
disemprot air karena kelihatan kering. Seperti-
nya Darmon tidak begitu tertarik dengan tanam-
an, malah mencecar saya dengan pertanyaan-
pertanyaan sekitar politik dalam negeri.
"Ngomong-ngomong, kamu jurusan apa?"
"Pertanian. Budi Daya Pertanian," jawabnya
datar.
Saya terkesima dan telanjur menduga ia
belajar sosial politik, mulai kurang simpati karena
dia justru tidak tertarik dengan hobi saya.
"Ngomong-ngomong, kamu tahu tidak, nama
latin bonsai yang ini?"
"Oh, pohon asem ini? Kalau tidak salah,
Tamaridus indica."
"Kalau yang ini?" uji saya lebih jauh, kalau
memang ia mahasiswa fakultas pertanian.
"Ini jenis Ficus, Pak. Ini sefamili dengan karet.
Tepatnya yang ini Ficus benyamina."
"Kok kamu kelihatan tidak tertarik?"
"Bukan itu soalnya, Pak saya pikir, ini ke-
senangan orang yang sudah mapan seperti Bapak.
Tidak mungkin saya menggandrungi tanaman yang
membutuhkan perhatian besar dan halus ini dalam
keadaan liar seperti ini."
"Liar? Kamu merasa orang liar?"
"Nah, Bapak salah duga lagi. Bukan saya orang
liar, tetapi situasi perkuliahan, praktikum, kegiatan
kemahasiswaan, dan tambah lagi situasi sekarang
yang membuat mobilitas saya tinggi. Jadi, bolehlah
disebut liar, namun dalam pengertian yang saya
sebutkan tadi."
Diam-diam saya merasa ditemani. Saya me-
nawarkan duduk berdua sambil minum kopi di
teras. Saya ingin tahu lebih jauh apa yang ada dalam
hati pemuda mirip gembel itu.
"Maaf, kalau disuguhi kopi begini, keinginan
merokok saya jadi muncul. Bapak keberatan?"
ujarnya.
"Inah, bawa asbak rokok ke sini," desak
saya kepada pembantu yang baru saja masuk
setelah menghidangkan dua cangkir kopi. "Nah,
itu tandanya saya tidak keberatan. Sekarang, coba
kamu ceritakan keinginan kamu terhadap kondisi
negara ini setelah pemilu nanti. Bapak mau tahu
langsung dari aktivis reformasi."
Darmon tersenyum miring sambil meng-
hembuskan asap rokoknya yang kelihatan mahal.
Lalu ia buka suara. "Saya jadi kikuk, Bapak perlaku-
kan saya seperti anak kecil terus."
"Kamu pikir begitu? rasanya kok ndak."
"Apa bedanya Bapak tanya saya begini 'Apa
cita-citamu, Mon?' Sama saja kan? Maksud saya,
pertanyaan Bapak itu terlalu umum."
"Mestinya saya tanya apa? Baik, begini. Menurut
kamu, Mon, bagaimana prospek perekonomian
bangsa Indonesia setelah pemilu?"
"Ini insting saya saja, Pak, ya. Menurut saya
kalau tidak terjadi perang karena tidak puas,
karena curang lagi misalnya, ekonomi kita bakal
merangkak pelan sekali. Butuh waktu tiga sampai
lima tahun. Kita baru bisa bangkit lagi setelah tujuh
tahun," ujarnya lancar.
Saya mulai kagum dengan keberaniannya,
kepolosannya, dan kelancarannya berbicara.
Selama ini tidak ada anak muda yang bicara dengan
gaya selancar dan sejujur dia, apalagi anak buah
di kantor. Tiba-tiba saya menginginkan anak buah
saya seperti Darmon. Tidak perlu membungkuk-
bungkuk dan mengucapkan maaf berkali-kali,
padahal yang diterimanya adalah haknya sendiri.
Senja mulai merambat. Kami terlibat dalam
percakapan yang menarik. Bahkan, ketika Maya
pulang, mendorong pintu pagar, hampir-hampir
tidak menjadi perhatian benar bagi Darmon. Dia
hanya saling tersenyum, meski saya tahu, di belakang
saya mereka pasti akrab sekali. Justru Darmon pula
yang mengingatkan saya tentang senja.
"Pak, sudah senja. Terima kasih atas waktu
Bapak untuk saya. Saya pamit dulu."
"Bagaimana kalau Maghrib di sini saja?"
terlontar begitu saja dari mulut saya. Saya merasa
telanjur, jangan-jangan dia tidak seagama dengan
saya.
"Terima kasih, saya selalu mengusahakan shalat
Maghrib dan Isya di masjid. Assalamu’alaikum."
Di meja makan, malam itu, saya mau tahu
reaksi Maya. Sedapatnya saya ingin tahu aspirasi
anak-anak agar tidak terlalu dalam jurang pemisah
antargenerasi. Dari bacaan-bacaan, sering orang
tua disalahkan karena tidak nyambung dengan
keinginan anak-anak. Saya tak mau menjadi orang
tua yang konyol. Oleh sebab itu, saya menanyai
Maya di hadapan mamanya dan adiknya, Pada, yang
kini sudah siswa SMA kelas satu.
"Kok, kamu tidak keluar lagi, Darmon ke sini
kan, mau ketemu kamu, Maya."
"Ih, Papa. Orang begitu saja dilayani," jawab-
nya.
"Jadi, dia bukan pacar kamu?"
"Amit-amit, Pa. Kalau yang begituan, di kampus
banyak, tuh."
"Maksud Papa, meski dia bukan pacar kamu,
kalau dia datang baik-baik ingin ketemu, tidak ada
salahnya ditemui sebentar. Papa tidak keberatan."
"Kan, sudah ada Papa yang melayani. Asyik lagi,
pakai ketawa-ketawa ngakak. Untuk Papa ketahui,
dia itu sekarang lebih banyak mangkal di markas
reformasi. Kuliah jarang dan nilai semesternya
anjlok semua. Orang seperti itu tidak punya masa
depan, lho, Pa."
"Apa dia pemusik
rock
?" tanya Papa.
47
Menganalisis Cerpen
"Tau. Orang lain fakultas, lagi pula, saya cuma
kenal waktu demo tempo hari," jawab Maya.
"Kenapa?"
"Rambutnya panjang segitu, mestinya, dia
ngerock
. Zaman sekarang, rambut anak muda, kan,
kayak Papa ini, cepak."
"Mama dengar sekilas tadi, dia ngomong
politik tinggi sama Papa kamu di teras. Sekolah saja
berantakan, kok mau-maunya omong politik. Apa
dia itu bisa menyelesaikan sembako?"
"Wong, tampangnya serem, ya, Nya?" Inah ikut
bicara sambil menuangkan air ke gelas istri saya.
"Ya, kamu lihat waktu ngasih kopi tadi, ya?
Mama juga tidak sudi kalau pacar kamu kumal
begitu, Maya."
Saya cuma mengunyah makanan diam-diam
karena kalau mama anak-anak sudah buka bicara
larinya pasti ke sembako, hidup susah, makan gaji
tanpa tambahan. Ujung-ujungnya, akan sampai soal
saya, yang tidak pandai berinduk semang sehingga
tak pernah kebagian memegang proyek, padahal
sudah dua puluh tahun bekerja sebagai pegawai
negeri.
"Papamu ini memang sudah dari sononya
aneh-aneh," Rini, istri saya, sudah mulai seperti
yang saya duga.
"Memangnya, Papa aneh?"
"Mahasiswa gembel begitu saja diajak ngobrol
ngalor-ngidul. Akrab lagi. Kemaren ini, Sanip datang
menawarkan taktik untuk menggaet proyek, eh,
malah disuruh pergi."
"Dia. Sanip itu, memang, biang kongkalikong
di kantor. Yang penting kantungnya penuh. Tidak
peduli itu bukan uang nenek moyangnya. Dia itu
sudah pernah kena peringatan. Untung bos kami
masih kasihan. Kalau tidak, dia itu diadili," jelas
saya.
"Makanya, pandai-pandai, agar kita bisa hidup
agak lumayan."
Saya cepat-cepat mencuci tangan, meski masih
tersisa nasi dan lauk di piring. Saya mau cepat-
cepat ke teras, mendinginkan suhu badan di bulan
Februari yang panas, setelah hampir enam bulan
tidak diguyur hujan.
"Moneter, ya, moneter, orang-orang hidup
pada senang juga. Papa kalian? Jangankan mem-
perbaiki mobil, malah dijual. Sekarang, rasain, tiap
pagi berebut bus kota."
Saya merasa bersyukur, istri saya tukang
protes sejak dulu. Kalau tidak, mungkin saya sudah
tidak bergairah lagi bekerja. Saya tidak perlu
bersedih karena menurut saya, masih banyak orang
Indonesia yang hidupnya memalukan, meskipun
berpendidikan lumayan.
Sebagai kepala subbagian, saya selalu datang
tepat waktu. Seperti biasa, selalu saja saya orang
pertama, itu biasa. Tetapi ketika lewat di meja
Sanip, saya jadi marah. Ternyata, surat edaran yang
saya suruh kirim atas nama bos masih bertumpuk
di mejanya. Begitu saya melihat batang hidungnya,
langsung saya tuntut.
"Hei, edaran itu belum juga kamu kirim?"
"Ya, ya, Pak. Pagi ini, saya suruh Mardambin
mengirimnya."
"Janji, ya?"
"Janji, Pak."
"Kamu sudah ngopi?"
"Sud...eh, belum Pak."
"Ke kantin, ayo, ikut saya."
"Terima kasih, Pak. Saya ikut!"
Saya mau tertawa, tetapi saya tahan. Tiba-
tiba saya ingin menggantinya dengan Darmon.
Dan, tiba-tiba pula, sewaktu minum kopi di kantin
saya katakan pada Sanip agar dia meniru vitalitas
kejujuran dan keberanian seperti Darmon.
"Darmon yang mana, Pak?"
Saya tertawa. Kali ini, tidak bisa saya tahan.
"Ada anak muda, mahasiswa, aktivis reformasi,
tukang demo dan kelihatan kumal, serta rambut-
nya tak terurus, tetapi dia pintar."
Sanip memandang wajah saya, seperti ada
sesuatu yang hendak dikatakannya. Sanip meng-
hirup kopinya pelan-pelan, lalu membuang pandang
jauh ke depan, menembus tembok kantor.
"Mengapa kamu, kok, sedih amat kelihatan-
nya, Nip?"
"Habis, Bapak menyindir saya."
"Kenapa? Kamu tersinggung, ya? Meski saya
atasan kamu, usia kita, kan, hampir sama. Kamu
jangan sungkan-sungkan berkata jujur seperti
Darmon yang saya kenal itu."
"Saya, memang, cuma tamat SMA, tidak
sarjana seperti Bapak. Tetapi saya ingin anak saya
jadi sarjana. Dia lulus UMPTN di fakultas pertanian.
Tetapi kini, saya tak sanggup membiayainya lagi
hingga semester ini dia istirahat kuliah. Kasihan
dia!"
"Siapa anakmu?"
"Darmon!"
Sumber
: Kumpulan cerpen
Dua Tengkorak Kepala
,
cerpen pilihan Kompas, 2000
48
Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia untuk Kelas XII Program IPA dan IPS
Setelah membaca cerpen "Darmon" tersebut, Anda tentunya
sudah mempunyai gambaran mengenai unsur-unsur tema, tokoh,
latar, dan pesan yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan uraian
tentang tokoh dan penokohan, tokoh Darmon merupakan tokoh
utama karena dialah yang menjadi sumber percakapan, sengketa,
penyebab munculnya suatu peristiwa, dan penentu alur dalam cerita.
Penokohan terhadap Darmon cukup menarik karena secara bentuk
lahir ia tampak kumal dan mirip gembel, tetapi ia baik, cerdas, dan
memiliki cita-cita mulia. Selain itu, Darmon juga dapat disebut tokoh
protagonis mengingat kelebihan dan perilaku baik yang ia miliki.
Tokoh protagonis adalah tokoh utama dan biasanya memiliki watak
yang baik. Sementara tokoh antagonis adalah tokoh yang menentang
tokoh utama. Keunikan tokoh Darmon juga dapat diidentifikasi dari
jalan pikirannya yang tergambarkan dalam percakapannya dengan
tokoh aku, misalnya pada percakapan berikut.
"Kok kamu kelihatan tidak tertarik?"
"Bukan itu soalnya, Pak. Saya pikir, ini kesenangan orang yang
sudah mapan seperti Bapak. Tidak mungkin saya menggandrungi
tanaman yang membutuhkan perhatian besar dan halus ini
dalam keadaan liar seperti ini."
"Liar? Kamu merasa orang liar?"
"Nah, Bapak salah duga lagi. Bukan saya orang liar, tetapi
situasi perkuliahan, praktikum, kegiatan kemahasiswaan, dan
tambah lagi situasi sekarang yang membuat mobilitas saya tinggi.
Jadi, bolehlah disebut liar, namun dalam pengertian yang saya
sebutkan tadi."
Bahkan ketika Maya pulang, mendorong pintu pagar, hampir-
hampir tidak menjadi perhatian benar bagi Darmon."
"Mahasiswa gembel begitu saja diajak ngobrol ngalor-ngidul.
Akrab lagi. Kemaren ini, Sanip datang menawarkan taktik untuk
menggaet proyek, eh, malah disuruh pergi."
"Dia. Sanip itu, memang, biang kongkalikong di kantor. Yang
penting kantungnya penuh. Tidak peduli itu bukan uang nenek
moyangnya. Dia itu sudah pernah kena peringatan. Untung, bos
kami masih kasihan. Kalau tidak, dia itu diadili," jelas saya.
"Makanya, pandai-pandai, agar kita bisa hidup agak
lumayan."
Dari percakapan tersebut, terlihat bahwa jalan pikiran Darmon
sulit ditebak sehingga penuh kejutan. Dia juga tampak dingin dalam
menghadapi peristiwa, yaitu saat bertemu Maya, padahal tujuan
utama dia berkunjung adalah bertemu Maya.
Perhatikan kutipan berikut.
Tokoh aku, Maya, Rini, dan Sanip adalah tokoh-tokoh yang
membentuk konflik. Tokoh aku adalah seorang pegawai negeri yang
jujur. Adapun tokoh Rini (istri tokoh aku) adalah orang yang hanya
mementingkan hal material. Hal itu terlihat dari percakapan mereka
berikut.
Tokoh Rini dan Sanip dapat disebut juga sebagai tokoh anta-
gonis karena perilakunya negatif. Demikian juga, tokoh Maya yang
melecehkan tokoh Darmon.
49
Menganalisis Cerpen
"Ih, papa. Orang begitu saja dilayani," jawabnya.
"Jadi, dia bukan pacar kamu?"
"Amit-amit, Pa. Kalau yang begituan, di kampus banyak, tuh."
Tokoh aku berperan dalam mengantarkan cerita. Tokoh Rini
berperan dalam membentuk konflik. Adapun tokoh Sanip sangat
berperan dalam membentuk akhir cerita yang mengejutkan dan
menggantung. Sama sekali tidak diduga bahwa Darmon ternyata anak
Sanip. Alur menggantung karena berakhir pada klimaks dan tidak
ada penyelesaian. Misalnya, tidak diceritakan bagaimana nasib tokoh
Darmon dan Sanip selanjutnya. Apakah Anda mempunyai pendapat
lain mengenai peran tokoh-tokoh dalam cerpen "Darmon"? Kemukakan
pendapat Anda dan diskusikanlah dengan teman-teman Anda.
Setelah mengidentifikasi penokohan dan alur, Anda dapat me-
nanggapi cerpen tersebut. Misalnya, seperti tanggapan berikut.
1. Dalam ruang yang sempit, cerpen "Darmon" mampu meng-
ungkapkan banyak hal besar, yaitu masalah reformasi, korupsi,
perilaku mahasiswa yang beragam, perilaku pegawai negeri
selaku pelayan masyarakat, serta lingkaran antara perjuangan
reformasi dan tuntutan memenuhi kebutuhan hidup. Hal itu
terlihat dalam tokoh Darmon seorang mahasiswa pejuang
reformasi berayahkan Sanip, pegawai negeri yang sering
melakukan tindak korupsi.
2. Dialog antara tokoh aku dan Rini kurang intens sehingga konflik
yang terbangun kurang mencuat. Akibatnya, cerita terkesan ber-
jalan datar dan memuncak pada akhir cerita.
Cerita para tokoh dalam cerpen tersebut dapat dijadikan sebuah
pelajaran yang amat berharga bagi kita. Bagaimana menyikapi
suatu permasalahan seperti yang terjadi antara tokoh cerpen tersebut
merupakan sebuah pelajaran berharga yang didapatkan dari sebuah
kegiatan membaca cerpen.
Kaidah
Bahasa
Di dalam cerpen "Darmon", terdapat kalimat
Setidaknya,
menurut saya, pacar Maya, yang sekarang baru sembilan belas
usianya itu, haruslah tampan dan kelihatan berwawasan luas
.
Kalimat tersebut menimbulkan makna ganda.
a. Orang yang baru sembilan belas usianya adalah Maya.
b. Orang yang baru sembilan belas usianya adalah pacar Maya.
Kalimat yang menimbulkan makna ganda disebut kalimat
ambigu. Agar tidak ambigu, kalimat tersebut dapat diperbaiki
menjadi kalimat berikut.
Setidaknya, menurut saya, adalah Maya, yang sekarang
baru berusia sembilan belas tahun itu, memiliki pacar yang
tampan dan kelihatan berwawasan luas.
Contoh kalimat ambigu yang lain adalah:
Tangan kanan ketua organisasi pemuda itu sakit.
Kalimat tersebut dapat menimbulkan makna ganda karena
adanya makna konotasi dan denotasi dari kata
tangan kanan.
a. Tangan sebelah kanan ketua organisasi pemuda itu sakit
(makna denotasi).
b. Orang yang menjadi kepercayaan ketua organisasi pemuda
sedang sakit (makna konotasi).
50
Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia untuk Kelas XII Program IPA dan IPS
1. Buatlah sebuah kelompok yang terdiri atas tiga orang.
2. Bacalah cerpen berikut dengan teliti.
3. Identifikasilah unsur-unsur yang ada dalam cerpen tersebut.
4. Diskusikan nilai-nilai yang terdapat dalam cerpen tersebut.
Lukisan ini dibuat oleh seorang pelukis, yang
sekarang alih profesi sebagai pedagang sebuah toko.
Dia memajang lukisan itu di tengah-tengah tokonya.
Menurut pemilik toko, lukisan yang dibuatnya itu
adalah karya bagus yang tidak bisa dibuat lagi. Namun,
harus dinikmati oleh banyak orang.
Lukisan itu berbentuk seorang perempuan
yang berwajah biasa. Namun, kelihatan sangat
bersenang hati. Itu gambar Sumi.
Sumi sudah tidak ingat, kalau dia pernah dilukis.
Sebab kini dia istrinya Bejo, lelaki sedesanya. Sumi
mencintai suaminya. Ucapan suami adalah perintah
bagi Sumi, yang diterimanya dengan
lego lilo
.
Pada suatu kali temannya, Juminten, yang
bekerja di pabrik datang dan bercerita. "Hidup
sebagai buruh pabrik, gajinya kecil. Tapi, aku senang,
daripada menunggu uang dari suamiku, yang kadang
memberi tapi lebih banyak tidak. Aku bisa jalan-
jalan ke mana saja dengan uangku."
Sumi sebetulnya ingin juga mencoba, barang
sebulan atau dua bulan, agar bisa beli baju dan
jalan-jalan seperti Juminten. Tentu saja, Bejo tidak
pernah memberi izin kepada Sumi dan dengan
telak Bejo bicara kepada Juminten, "Kalau suamimu
mengizinkan kau kerja di pabrik, itu urusannya. Tapi,
kau paham kan kalau Sumi itu hakku."
Ketika Bejo berkata begitu kepada Juminten,
di tempat yang lain, pemilik lukisan bercerita ke
seorang langganannya, mahasiswi yang suka ngebon
di tokonya. "Sumi seorang perempuan sederhana
yang sangat menikmati hidup ini."
Mahasiswi itu menimpali, "Betul Pak, mungkin
perempuan seperti dia lebih bisa menikmati hidup
ini. Saya terkadang iri sebab dia bisa memecahkan
kehidupan ini dengan cara yang sederhana."
Sumi yang sedang dibicarakan, baru saja
ditampar suaminya. Karena Sumi masih bicara
tentang keinginannya untuk bekerja di kota.
"Kalau saya dengar ucapanmu lagi, kamu tahu
sendiri akibatnya!"
Sumi tertunduk. Dia takut sekali dengan ucap-
an suaminya.
Pemilik toko itu, selanjutnya berkata kepada
teman bicaranya. "Saya tertarik melukis dia. Karena
saya anggap dia begitu bahagia."
Dan mahasiswi itu cepat-cepat menjawab,
"Yah, kadang-kadang kita tidak bisa tahu lagi apa
yang kita kerjakan untuk menghadapi hidup yang
desak-mendesak ini."
Sementara itu, tiba-tiba Sumi ingin sekali
punya anak. Dia merasa perlu memiliki anak yang
pintar, agar bisa membawanya ke kota untuk belanja
dan jalan-jalan. Tetapi Bejo tidak setuju dengan
pikirannya. Menurut Bejo, dia kan sudah punya tiga
anak dari suaminya yang terdahulu. Dan lagi Sumi
sudah berjanji akan menjadi ibu dari anak-anaknya.
Bejo mengatakan, sebaiknya dua atau tiga tahun
lagi mereka punya anak, kalau Bejo sudah punya
pekerjaan yang lebih bagus. Sumi sebetulnya ingin
membantah.
Seorang penggemar seni datang ke Pedagang
itu, menawar gambar Sumi yang tersenyum dengan
harga yang selalu diimpikan oleh setiap pelukis. Di
sisi lain, di kebun jati, Sumi merasa sulit bernapas.
Dia membayangkan, betapa bagusnya kehidupan
orang lain. Seandainya dia punya anak dari Bejo ...
Tapi memang, pada saat ini, Bejo tidak ingin punya
anak dari Sumi! Bejo sekarang, rupanya lebih suka
pergi dengan perempuan lain. Menurut Bejo, Sumi
tidak bisa jadi perempuan yang baik karena angan-
angannya berkeliaran tentang kehidupan di kota.
Padahal Bejo sudah merasa jadi suami yang baik
sehingga yang salah pasti Sumi.
Mahasiswi itu sibuk memotret gambar Sumi,
yang sebentar lagi dijual ke seorang kolektor.
"Suatu saat, saya kepingin ketemu tokoh
Bapak itu. Karena perempuan itu begitu bahagia.
Sedang saya sendiri, sulit mengklarifikasi, meng-
arifkan, apa arti bahagia ini."
Sumi sedang bicara dengan orangtuanya,
"Sebenarnya, saya takut sekali ke kota, Pak. Tetapi
Bapak mestinya tahu, kalau suami saya sebentar lagi
akan menikah dengan tetangga sebelah rumah."
"Kamu tidak pernah mau belajar jadi istri
yang baik," kata bapaknya berang.
Sumi gelagapan. Dia merasa salah dan tidak
tahu apa yang bisa diucapkan kepada bapaknya.
Rasanya dia begitu jenuh pada Bejo, tapi dia sendiri
tidak bisa menerangkan, jelasnya bagaimana?
Sumi ke kota, sebagai buruh pabrik. Di
antara jam-jam kerja, dia merindukan keluarganya,
bahkan Bejo yang kabarnya sudah menikah dengan
perempuan lain.
Sumi dan Gambarnya
Karya Ratna Indraswari Ibrahim
Uji
Materi
51
Menganalisis Cerpen
Kedip lampu jalanan aneh, membuat dia
merasa kangen dengan kebun jati, Bejo, dan
desanya.
"Jadi, Sumi sudah sebulan di kota ini," kata
pedagang itu.
"Pak, saya ingin melihat lukisan saya. Kata
Bapak, di lukisan itu saya begitu bahagia."
"Maaf ya Sum, lukisan itu sudah saya jual.’’
Sumi tertegun Bukankah pedagang itu
pernah berjanji, tak bakal menjualnya, sekali pun
gambarnya ditawar mahal.
Dengan kacau dia pulang ke rumah
kontrakkannya yang sedang sepi. Dia tersedot
pada suatu pikiran yang aneh. Apakah mungkin
Bejo dan pelukis ini yang membuat dia tidak
sesenang dulu? Cepat-cepat pikiran itu segera
dimatikan. Dia ingin kerja lebih keras seperti
Juminten, agar dapat gaji lumayan. Tapi akhir-
akhir ini, sering terpikir olehnya kedua lelaki itu
(Bejo dan pelukis) yang pernah dicintainya. Dan
keduanya kini membiarkan dia terlempar ke kamar
sempit ini. Yah, Sumi memang tidak puas terhadap
segala hal. Entah sejak kapan kamar kontrakan
yang dihuni lima orang ini membuat Sumi sering
merasa kepanasan sehingga dia sulit tidur. Padahal
kerja di pabrik sangat melelahkan.
Lukisan Sumi terpampang di rumah mewah
sang kolektor. Lantas, seorang bule tertarik pada
gambar Sumi. Dia membelinya untuk disimpan
di museum negerinya yang dingin. Menurut si
Bule, lukisan itu akan mengajarkan bangsanya,
bagaimana tersenyum terhadap hidup ini. Waktu
itu Sumi sedang menghitung rupiahnya. Dia selalu
ingin membelikan adiknya sebuah tas sekolah yang
bergambar. Tapi selalu uangnya hampir tak tersisa.
Oleh karena itu, dia bercerita kepada Juminten,
ingin membinasakan dua orang lelaki itu. Juminten
yang mendengar ucapan Sumi tertawa. Bukankah
ada lelaki lain yang diam-diam mencintainya, Pardi,
mandor di pabrik mereka. Menurut Juminten,
Pardi lebih baik dari si pelukis dan Bejo. Sumi
tidak mau ngomong. Dia mencintai dua lelaki itu.
Sedang Pardi, sebaik apa pun, dia tidak pernah men-
cintainya.
Mahasiswi dan pedagang itu sedang terharu
karena sebentar lagi, lukisan itu akan diangkut ke
negeri Bule yang membelinya. Si Bule menghibur
mahasiswi ini, "Saya akan merawatnya baik-baik.
Siapa tahu Anda suatu hari kelak mengunjungi
negeri kami. Anda akan melihat, betapa cintanya
kami pada lukisan yang berwajah Anda semua.
Profil yang sederhana dan bahagia."
Dan gambar Sumi memang sedang ter-
senyum. Sedang Sumi sendiri, sedang menangis. Dia
mendengar kabar dari kampung kalau Bejo sudah
punya seorang anak lelaki dari istrinya yang baru.
Dan lukisannya bakal diangkut ke negeri lain.
"Saya akan membinasakan mereka! Saya tidak
bakal puas kalau tidak membinasakan Bejo dan
pelukis itu," jerit Sumi sambil menangis.
Juminten memberi nasihat, "Sudahlah Sum,
pokoknya Pardi sungguh-sungguh cinta sama kamu.
Buat apa mikir orang yang tidak cinta pada kita."
"’Bukan itu masalahnya!" kata Sumi ber-
teriak.
"Jadi apa?" kata Juminten.
Sumi sendiri tidak bisa menerangkan. Cuma
saja dia merasa kebenciannya kepada kedua lelaki
itu semakin melebar dan kuat.
Dan mahasiswi itu berkata kepada pedagang,
"Lukisan Sumi sudah berangkat ya, Pak? Mestinya
saya memberi selamat pada pelukisnya. Apakah
Bapak punya minat untuk melukis kembali, setelah
karya Bapak yang gemilang itu?"
Pedagang itu menggelengkan kepala.
Sumi adalah masa muda yang tidak bisa
kembali. Sungguh!
Sumi sedang menuju rumah pelukis. Dia
akan membunuh pelukis itu lebih dahulu. Setelah
itu Bejo. Kemarin pabrik menciutkan karyawan-
nya. Dia termasuk yang diberhentikan. Bukankah
kesedihan ini tidak pernah dipedulikan oleh orang
yang telah mengambil seluruh hati dan tubuhnya
tanpa dia pernah menuntut imbalan?
Ketika sedang menuju rumah yang dimaksud,
dia dihadang oleh Pardi. "Apa betul kau mau
membinasakan orang?"
Sumi tidak menjawab. Dan Pardi berjalan di
sebelahnya.
"Apakah itu cita-citamu? Sebaiknya kau
mampir dulu ke rumahku, untuk omong-omong."
Sumi merasa malu dan capek. Lantas dia
berhenti. Pardi dengan sigap berkata, "Mengapa
mesti membinasakan orang lain? Mengapa kita
tidak kawin saja?"
Sumi dengan heran menatap Pardi. Jadi,
yang ngomong barusan bukan pelukis atau Bejo
suaminya?
Sumi sudah berada di muka toko. Dilihat-
nya pelukis dan mahasiswi itu sedang ngobrol.
Pedagang yang melihat ekspresi Sumi, gemetar.
"Sum, apa maumu dengan pisau itu. Kalau
kamu mau pinjam uang, katakanlah. Kita kan
teman dari dulu. Dan saya tidak pernah bersalah
kepadamu."
Sumi melihat pedagang itu dengan perasaan
aneh. Benarkah dia tak punya alasan untuk mem-
binasakan atau dendam pada lelaki yang mem-
berinya cinta, dan menariknya kembali kala dia baru
saja mengenal dunia, dan merasa jadi perempuan?
"Kalau kamu tidak keluar dari sini, saya akan
lapor polisi!’’
Tiba-tiba Sumi merasa lemas dan keluar dari
toko ini.
52
Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia untuk Kelas XII Program IPA dan IPS
"Bapak seharusnya tidak sekasar itu pada
simbol kebahagiaan kita!"
Pedagang itu tidak menjawab. Dan mahasiswi
itu sendiri tidak bisa berpikir apa pun lagi.
Juminten memberi nasihat, "Kita cuma orang
biasa. Tidak usah berpikir aneh-aneh. Lebih baik
kau menikah saja dengan Pardi. Siapa tahu Pardi
akan memberimu anak kembar."
"Entahlah Jum, saya merasa tidak bisa semudah
itu. Kedua lelaki itu telah mengambil seluruh jiwa
dan raga saya."
Kemudian Sumi menangis dan Juminten me-
meluknya sembari turut menangis.
Suatu saat, mahasiswi itu berkesempatan
mengunjungi negara si Bule, tempat gambar Sumi
dipajang di salah satu museumnya.
"Yah, saya kira Anda sekarang tahu, kan? Kami
merawatnya dengan baik sekali sehingga gambar
itu masih tersenyum bahagia."
Itu memang gambar Sumi yang masih ter-
senyum.
Sumi sendiri sedang sulit tersenyum. Bersama
Pardi dia mesti menghidupi empat anaknya.
Itu memang Sumi dan gambarnya.
Sumber
: Kumpulan cerpen
Sumi
dan
Gambarnya
,
2002
Sastrawan dan
Karyanya
Harris Effendi Thahar
dilahirkan di Tembilahan
(Riau) pada
tanggal 4 Januari 1950. Ia kuliah di IKIP Padang dan memperoleh
gelar Sarjana Muda pada tahun 1976 dari Jurusan Pendidikan Teknik
Arsitektur. Kini, dia menjadi wartawan di Padang dan mengajar di
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Padang.
Setelah menamatkan program S1 dan S2 di Universitas Negeri
Padang tahun 1995, ia menjadi dosen tamu di Universitas Tasmania,
Australia. Ia menulis sajak dan cerpen. Kumpulan sajaknya adalah
Lagu
Sederhana Merdeka
(1979) dan kumpulan cerpen
Si Padang
(2003). Cerpen-cerpennya dimuat di harian
Kompas
. Cerpen-
cerpennya sering terpilih dalam seleksi cerpen terbaik
Kompas
. Karya
tulis lainnya adalah
Kiat Menulis Cerpen
(1999).
Sumber
:
Ensiklopedi
Sastra Indonesia
, 2004
Menulis Cerpen Berdasarkan
Kehidupan Orang Lain
B
Dalam pelajaran ini, Anda diharapkan dapat mencatat topik-
topik tentang kehidupan orang lain (berdasarkan situasi dan kondisi
setempat); menulis cerpen tentang kehidupan orang lain dengan
memerhatikan unsur-unsur cerpen; dan menanggapi cerpen yang
ditulis teman.
Pernahkah Anda menulis cerpen? Cerpen dapat menceritakan
apa saja. Dalam praktiknya, pengarang harus memiliki ketangkasan
menulis dan menyusun cerita yang menarik. Di Kelas X, Anda
telah mempelajari cerpen. Ada dua cara menulis cerpen bagi yang
masih belajar, yaitu dengan menulis sinopsisnya terlebih dahulu
dan mengamati gambar yang tersaji. Dengan cara ini, orang-orang
yang tidak terbiasa dan tidak berbakat menulis cerita pendek akan
mudah mengembangkan idenya menjadi sebuah cerita. Apalagi,
Sumber
:
Ensiklopedi
Sastra Indonesia
, 2004
53
Menganalisis Cerpen
dengan banyak berlatih menulis dan banyak membaca cerita pendek
karangan orang lain, Anda pasti akan dapat menulis cerpen.
Berikut ini adalah hal-hal yang biasanya dialami oleh penulis
pemula dalam menulis cerpen.
1.
Pembukaan cerpen yang panjang (bertele-tele)
. Sebenarnya,
pembukaan tidak perlu terlalu panjang. Ada baiknya, bagi
pemula, untuk membaca kembali naskah dan memotong
pembuka cerpen yang dirasa sudah terwakili pada paragraf-
paragraf berikutnya.
2.
Penulis kadang bercerita kian kemari dan bagian terpenting justru
hanya disinggung sebentar
. Dengan demikian, tidak ada konsep
yang matang. Sebaiknya, struktur cerpen adalah sebagai berikut:
pengenalan yang ringkas, pembangunan konflik cukup jelas, luas,
dan lengkap, serta pengakhiran konflik secukupnya.
3.
Penggunaan bahasa yang cukup kuno
. Masih banyak penulis
pemula yang menggunakan bahasa seperti pada zaman pujangga
baru. Gunakanlah bahasa yang ringkas, langsung, spontan, dan
hidup.
4.
Judul kurang memberikan gambaran akan apa yang diceritakan
.
Judul harus membangun isi. Hindarilah penggunaan judul yang
denotatif (lugas). Intinya, judul harus mampu menggugah pembaca
untuk membaca cerpen yang Anda buat.
Jika Anda menulis cerita pendek, jangan melupakan unsur-
unsur intrinsik, seperti tema, alur, penokohan, latar, sudut pandang,
dan lain-lain.
Ide untuk membuat cerita pendek dapat diambil dari kisah hidup
seseorang, baik pengalaman menarik dan menyenangkan, maupun
pengalaman yang menyedihkan.
Berikut adalah contoh langkah-langkah yang dapat dilakukan
dalam membuat cerpen berdasarkan kisah hidup orang lain.
1. Carilah bagian dari kisah hidup orang lain yang Anda anggap
menarik. Bagian yang kurang menarik, atau tidak menarik sama
sekali, sebaiknya diabaikan.
2. Galilah bagian yang menarik tersebut, lalu kembangkan
ceritanya sesuai keinginan Anda.
3. Kalau perlu, carilah sudut pandang yang unik, agar cerita yang
Anda tulis menjadi lebih menarik.
1. Buatlah sebuah cerpen berdasarkan kejadian nyata atau
peristiwa yang terjadi sesuai gambar di samping ini.
2. Bacakanlah cerpen tersebut di depan kelas.
3. Teman-teman memberikan tanggapan atas cerpen Anda.
Sumber
:
www.detik.com
Uji
Materi
Gambar 4.1
Menulis cerpen memerlukan
konsentrasi dan kedisiplinan yang
tinggi.
Sumber
:
Dokumentasi pribadi
54
Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia untuk Kelas XII Program IPA dan IPS
Kegiatan
Lanjutan
Buatlah sebuah cerpen yang menceritakan pengalaman unik
teman, saudara, atau tetangga Anda. Kembangkan cerpen ter-
sebut dengan penokohan, konflik, alur, latar, dan sudut pandang.
Bacakan hasilnya untuk ditanggapi oleh teman-teman Anda.
Cerpen yang paling bagus dapat ditampilkan di mading atau
dikirimkan ke media massa.
Masih ingatkah Anda cara menulis resensi buku fiksi dan
nonfiksi? Di Kelas X dan Kelas XI, Anda telah mempelajari teknik
penulisan resensi tersebut. Coba Anda ingat-ingat kembali.
Perlu diingat, resensi tidak sama dengan sinopsis karena resensi
merupakan penilaian seseorang secara kritis setelah membaca isi
buku resensi berisikan kelebihan atau kekurangan sebuah buku.
Unsur-unsur yang terdapat dalam resensi adalah sebagai berikut.
1. Judul resensi;
2. Identitas buku (judul buku, pengarang, penerbit, tahun terbit,
kota terbit, dan harga buku);
3. Kepengarangan (latar belakang pengarang dan buku yang
diresensi);
4. Inti cerita;
5. Persoalan yang terdapat dalam buku;
6. Penilaian (keunggulan dan kekurangan).
Bacalah contoh resensi berikut.
Menulis Resensi Buku
Kumpulan Cerpen
C
Dalam pelajaran ini, Anda diharapkan dapat menulis resensi
buku kumpulan cerpen dengan memperhatikan kriteria penulisan
resensi serta menentukan keunggulan dan kelemahan resensi buku
kumpulan cerpen.
Estetika Kefasihan Pengarang Bercerita
Kembali dunia sastra Indonesia digairahkan oleh
penerbitan buku kumpulan cerpen berjudul
Potongan
Cerita di Kartu Pos
karya Agus Noor. Cerpen ini
merupakan buku kelima yang dihasilkannya, setelah
sebelumnya ia menerbitkan buku kumpulan cerpen
yang berjudul
Memorabilia
(1999),
Bapak Presiden
Judul Buku
:
Potongan Cerita di Kartu Pos
Pengarang
: Agus Noor
Penerbit
: Penerbit Buku Kompas
Cetakan
: I, September 2006
Tebal Buku
: vi+173 Halaman
55
Menganalisis Cerpen
yang Terhormat
(2000),
Selingkuh Itu Indah
(2001), dan
Rendezvous: Kisah Cinta yang Tak Setia
(2004).
Sedikit berbeda dengan buku-buku kumpulan
cerpen sebelumnya, di dalam buku ini, Agus Noor
terlihat lebih matang dalam bereksperimen. Misalnya,
pada cerpen yang berjudul "Puzzle Kematian Girin-
dra". Cerpen yang dibagi dalam beberapa bagian ini
berkisah tentang misteri kematian tokoh Girindra.
Cerita berkelindan pada sejumlah kemungkinan pe-
nyebab kematian Girindra dan tokoh-tokoh yang
terlibat dalam kehidupan Girindra. Hal yang menarik
adalah teknik penceritaan bagaikan permainan
puzzle
.
Jadi, pembaca yang telah mengikuti alur cerita sampai
bagian lima, misalnya, ada kemungkinan harus mem-
baca kembali bagian pertama lagi karena ada petunjuk
teknis dari pengarang bahwa penyebab atau alasan
tertentu terdapat di bagian pertama.
Teknik penceritaan yang tak lazim semacam ini,
jelas menuntut kejelian dan ketangkasan penguasaan
alur. Saya kira, sebagai pengarang, Agus Noor telah
berhasil membangun irama keterkejutan kepada
pembaca: teknik penceritaan yang dipaparkannya
berhasil menimbulkan ketegangan.
Teknik penceritaan menarik lainnya ada pada cerpen
yang berjudul "Potongan-potongan Cerita di Kartu
Pos." Cerpen ini menceritakan bahwa seorang tokoh
telah mendapatkan beberapa kiriman kartu pos. Tokoh
tersebut mendapatkan kartu-kartu pos yang, ternyata,
bersambung. Setiap kartu pos memuat potongan cerita
yang akan dilanjutkan pada kartu pos berikutnya. Tentu
saja, dari segi teknik penceritaan dapat dikatakan bahwa
teknik semacam itu merupakan model cerita berbingkai
dengan media berupa kartu pos.
Hal yang perlu dikritik adalah, terlepas dari
keberhasilannya membangun teknik penceritaan yang
mengedepankan aspek alur, Agus Noor menggiring
pembaca ke suatu paradigma, yaitu bahwa pengem-
bangan estetika sungguh tak terbatas. Di sinilah
seorang pengarang akan diuji: apakah seorang pen-
garang berperan sebagai pencerita yang piawai atau
hanya melanjutkan klise bahwa kerja mengarang ter-
jebak pada gaya-gaya tertentu yang seolah-olah men-
jadi pakem, baik realis, surealis, absurd, maupun yang
lainnya tanpa dapat memperbaikinya, misalnya dari
sisi teknik penceritaan.
Bagi saya, alternatif teknik penceritaan yang
dikembangkan oleh Agus Noor, misalnya teknik
bercerita seperti permainan puzzle dan cerita
berbingkai, telah mengonkretkan kredonya sendiri
bahwa sebaiknya cerpen-cerpen ditulis dengan cara
yang berbeda-beda. Agus Noor adalah pengarang yang
senantiasa menganjurkan bahwa keterbatasan ruang
eksperimentasi cerpen di koran harus menemukan
solusinya. Rupa-rupanya, format buku menjadi pilihan
memikat untuk mengembangkan eksperimentasi
karena aspek keluasan halaman, keterbebasan dari risiko
"norma moral dan sosial", dan sebagainya. Meskipun
demikian, tidak semua cerpen Agus Noor yang ada di
buku ini memuat aspek eksperimentasi, terutama dalam
hal teknik penceritaan dan panjang halaman. Beberapa
cerpen lainnya masih tetap "berformat" koran, padahal
jika mau dikembangkan lagi, cerpen tersebut dapat lebih
menarik.
Bagi saya, membaca cerpen-cerpen Agus
Noor di
buku ini, berarti mengukuhkan pandangan
bahwa ruang-ruang alternatif penjelajahan imajinasi
sebaiknya senantiasa diciptakan. Kita tahu, banyak
cerpenis Indonesia yang telanjur terjebak pada
"tema-tema dan teknik yang monoton", katakanlah
yang "konvensional" dengan penggambaran deskripsi
realisme warna lokal. Bakan, belakangan ini, muncul
cerpen-cerpen yang mengemban unsur-unsur
seksisme sebagai wilayah ekspresi. Dengan kata lain,
sesungguhnya banyak tema dan penceritaan yang
teknik dapat diambil dan
digarap, selain yang sudah
umum dikerjakan oleh sejumlah cerpenis lain.
Sumber
:
www.ndorokakung.com
56
Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia untuk Kelas XII Program IPA dan IPS
Kegiatan
Lanjutan
Sumber
:
Dokumentasi pribadi
1. Apakah resensi tersebut sudah memenuhi unsur-unsur yang
harus ada ketika seseorang menulis resensi?
2. Sebutkan apa saja kekurangan atau kelebihan resensi tersebut.
3. Apa yang diungkapkan penulis terhadap karya sastra yang di-
resensinya?
1. Bacalah buku kumpulan cerpen terbitan baru.
2. Buatlah resensi bukunya dengan memperhatikan
unsur-unsur resensi.
3. Mintalah teman Anda untuk menanggapi resensi
tersebut.
4. Perbaikilah resensi tersebut berdasarkan saran
teman Anda.
5. Cobalah kirimkan resensi tersebut ke media massa
lokal atau tingkat nasional.
Dengan kata lain pula, sebuah cerpen tidak harus
terbebani oleh pesan moral jika ingin bereksperimen.
Resep estetik yang dapat dipraktikkan oleh para
penulis cerpen lain setelah membaca buku ini
adalah soal penguasaan/kefasihan teknik bercerita
yang, memang, memegang peranan penting. Selain
itu, tentunya, penjelasan tema yang merupakan inti
sebuah cerpen harus dikuasai dengan baik.
Satmoko Budi Santoso
(Pembaca sastra dan cerpenis)
Uji
Materi
Sumber
:
www.pontianak.com
57
Menganalisis Cerpen
Apakah kegiatan membaca merupakan bagian dari kegiatan
Anda? Membaca menghasilkan banyak manfaat bagi kehidupan
Anda. Jika senang membaca, Anda akan pandai memahami persoalan
dan tentunya pengetahuan Anda akan terus bertambah.
Salah satu hasil dari membaca adalah mampu membuat inti sari
dari buku yang dibaca. Inti sari buku tersebut dapat disampaikan
kepada orang lain.
Berikut ini adalah contoh inti sari buku.
Menyampaikan Inti Sari
Buku Nonfiksi
D
Dalam pelajaran ini, Anda diharapkan dapat mencantumkan
hal-hal yang menarik atau mengagumkan dari buku nonfiksi,
menyampaikan hal-hal yang menarik atau yang mengagumkan tentang
tokoh, dan memberikan komentar tehadap isi penyampaian.
Kebenaran yang Terungkap
Oleh Adam Kristian
The True Power of Water
(Hikmah Air dalam
Olahjiwa/HADO) merupakan buku yang ditulis oleh
Masaru Emoto dan diterbitkan oleh MQ Publishing.
Dalam buku ini, dibahas keajaiban-
keajaiban air. Air dapat menjadi
sumber kehidupan. Sebaliknya,
air juga merupakan sumber ben-
cana yang dapat menyebabkan
kehancuran alam semesta dan
kematian makhluk hidup.
Dalam buku ini, dijelaskan
pula bahwa pada zaman Yunani
kuno, orang harus benar-benar
menghargai air. Banyak mitos
Yunani yang dibuat berdasarkan
usaha untuk melindungi air.
Kemudian, ilmu pengetahuan
muncul dan menutupi mitos-
mitos ini karena dianggap tidak
ilmiah. Air pun kehilangan nilai
mistiknya dan hanya dipandang sebagai zat yang biasa
saja. Dalam budaya modern, kita telah kehilangan
penghargaan terhadap air dan telah terbawa arus
pemikiran bahwa teknologi mampu menyelesaikan
segalanya. Terkadang kita mengatakan "air murni
tidaklah murni". Air yang dimurnikan dalam tanaman
yang dirawat, bukanlah air yang dapat membentuk
kristal yang indah. Sesungguhnya, yang dibutuhkan
air bukanlah pemurnian, melainkan penghargaan
(hlm. 154). Hal ini disebabkan oleh pemikiran bahwa
kita menghargai air, air pun akan menghargai kita.
Air akan memberikan yang terbaik untuk manusia
yang menghargainya.
The True Power of Water
adalah sebuah buku
yang lahir dari sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Dr. Masaru Emoto. Masaru
Emoto, lahir di Yokohama bulan
Juli 1943. la berhasil menyelesaikan
studinya di Universitas Yokohama,
Departemen Humanity dan Sains,
Jurusan Hubungan Internasional.
Tahun 1986, ia mendirikan IHM
Corporation di Tokyo. bulan Oktober
1992, ia menerima gelar
Doctor
of Alternative Medicine
dari Open
International University. Perkenal-
annya dengan konsep
microcluster
water
di Amerika Serikat dan
teknologi Analisis Resonansi, ia
menyebabkan menemukan misteri
tentang air. Beberapa karyanya, antara
lain
Messages from Water, The Hidden
Messages in W
ater.
Selanjutnya, dalam buku ini dijelaskan bahwa
menurut Masaru Emoto, air yang sensitif terhadap
suatu bentuk energi yang sulit dilihat disebut
Hado. Bentuk energi yang sulit dilihat inilah yang
dapat memengaruhi kualitas air dan kristal air yang
terbentuk. Pada buku pertamanya yang berjudul
The
Hidden Messages in Water,
kata Hado diartikan sebagai
"fluktuasi gelombang". Sementara dalam bukunya kali
ini, kata Hado berarti semua energi yang sulit dilihat
yang ada di alam semesta. Menurutnya, semua benda
58
Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia untuk Kelas XII Program IPA dan IPS
yang ada di dunia ini memiliki gelombang atau Hado.
Energi ini dapat berbentuk positif atau negatif dan mudah
dipindahkan dari satu benda ke benda lain.
Setiap benda memunyai gelombang intrinsik
tersendiri. Benda yang dimaksud di sini adalah
semua materi atom yang membentuk molekul dan
partikel subatom yang membentuk atom. Dengan
kata lain, setiap partikel subatom mempunyai gelombang
intrinsik tersendiri. Pikiran dan tubuh kita dipengaruhi
oleh gelombang intrinsik benda lain yang kita gunakan
untuk membentuk resonansi. Dalam hubungan antar-
manusia, kerapkali kita mengatakan bahwa kita tidak
cocok dengan seseorang. Sebenarnya, hal ini berkaitan
dengan gelombang dan resonansi. (hlm. 25–27).
Proses Penemuan
Proses penemuannya tentang kekuatan air
berawal ketika seorang temannya memerkenalkan
suatu jenis air yang bekerja dengan luar biasa pada
kakinya yang sakit. Sejak itu, Emoto tidak dapat lepas
dari air. Berbagai buku tentang air telah dibacanya,
namun tak satu pun yang dapat memberinya inspirasi.
Sampai suatu saat dia membaca buku
The Day That
Lightning Chased the Housewife: And Other Mysteries of
Science
karya David Savold. Dia tertarik dengan salah
satu pokok bahasannya: "Apakah Ada Kristal-Kristal
Salju yang Identik?" Dalam buku itu, David Savold
menyimpulkan bahwa selama lebih dari jutaan tahun
belum pernah ditemukan adanya dua kristal salju
yang identik. Hal inilah yang kemudian mengilhami
pikirannya untuk membekukan air dan melihat
kristalnya.
Berbagai percobaan akhirnya dilakukannya.
Untuk mendukung penelitiannya, Emoto mengajak
seorang teman kerjanya yang ahli dalam observasi
menggunakan mikroskop. Dia adalah Dr. Kazuya
Ishibashi. Berbulan-bulan mereka melakukan per-
cobaan, namun gambar kristal air yang diinginkan
tak kunjung dapat diambil. Dengan semangat yang
tak kenal menyerah dan rasa optimisme yang tinggi
dari Emoto, serta kesabaran dan ketelatenan yang
tinggi dan Ishibashi, akhirnya mereka berdua dapat
mengambil gambar kristal air yang pertama kali di
dunia (September 1994). Gambar itu berupa kristal
heksagonal persegi enam yang sangat indah.
Setelah penemuan itu, mereka berdua terus
melakukan pengambilan gambar kristal air dari
sumber air di seluruh penjuru Jepang. Hasilnya
memang berbeda-beda. Setiap sampel air yang
diambil dari berbagai kota di Jepang memiliki
gambar kristal yang berbeda, bahkan ada yang
tidak dapat membentuk kristal. Atas dasar itu,
Emoto menyimpulkan bahwa air merespons setiap
informasi apapun yang terjadi di sekelilingnya,
baik berupa kata-kata maupun kegiatan manusia
di sekitarnya. Lingkungan yang cenderung buruk
akan memengaruhi secara negatif kualitas Hado
airnya. Begitu pula sebaliknya. Hal yang sama akan
terjadi pada manusia. Jika hidup di lingkungan yang
buruk, kita akan cenderung ikut menjadi buruk.
Hal ini disebabkan oleh sifat energi itu sendiri. Jika
di sekitar kita terdapat energi negatif yang kuat,
energi itu cenderung menarik kita ke arah negatif,
begitu pula sebaliknya.
Kekuatan Kata dan Doa
Sebenarnya air memiliki sifat yang sangat
sensitif. la akan merespons setiap kata yang kita
ucapkan. Apabila kita mengirimkan Hado yang baik
kepada air dengan mengatakan kata-kata positif, air
akan memersembahkan kristal-kristal yang indah.
Doa juga mengeluarkan energi yang dapat mengubah
kualitas air. Dengan memberikan doa ke air, berarti
kita mengirimkan Hado kepada air, dan air kemudian
menggunakan kekuatannya untuk menjawab doa-
doa ini. Kita dapat mengirimkan Hado yang lebih
Sumber
:
www.wordpress.com
59
Menganalisis Cerpen
kuat jika kita mengucapkan doa dalam bentuk
past
tense
(sudah terjadi) daripada dalam bentuk
future
tense
(belum terjadi) (hlm. 114).
Suatu ketika, Emoto mendengar bahwa Pendeta
Houki Kato dari kuil Buddha khusus Jepang memiliki
kemampuan yang luar biasa. Dengan doa, sang pendeta
sanggup mengubah air bendungan Fujiwara yang keruh
menjadi jernih. Emoto kemudian menemui Pendeta
Houki Kato untuk meminta izin mengikuti prosesi
doa yang dipimpinnya. Sebelum acara pembacaan doa
dimulai, Emoto menyempatkan melihat dan mengambil
sampel air bendungan Fujiwara. Selanjutnya, Pendeta
Kato membacakan mantra dan doa selama satu jam,
sambil membuat suasana menyejukkan di sekitarnya.
Setelah selesai, sekitar lima belas menit kemudian
seorang staf yang menemaninya berteriak, "Hai! Lihat,
warna air tersebut berubah cepat!"
Air dalam bendungan tersebut benar-benar
menjadi lebih jernih. Sebelum pembacaan doa, tidak
ada satu pun bayangan pada permukaan air karena air
masih terlalu kotor. Akan tetapi, setelah pembacaan
doa, bayangan pohon di sekitar bendungan mulai
tampak pada permukaan air bendungan Fujiwara.
Dalam bahasa Jepang, ada istilah
kotodama
, yang
berarti ruh kata. Tidak diragukan lagi, kata-
kata Pendeta Kato pasti telah mengandung ruh.
Sebelum kembali ke Tokyo, Emoto menyempatkan
untuk mengambil sampel air bendungan Fujiwara
sebelum dan setelah pembacaan doa. Walaupun
sudah berulang kali, tetap saja tidak ada kristal yang
terbentuk dari air yang diambil sebelum pembacaan
doa. Sebaliknya, air yang diambil setelah pembacaan
doa membentuk kristal yang sangat
indah.
Peristiwa itu semakin memperkuat pemikiran
Emoto, bahwa kata-kata dan doa dapat mengubah
kualitas Hado air. Akhirnya, setelah beberapa kali
melakukan percobaan, Emoto berhasil menemukan
cara membuat air Hado yang berkualitas baik
untuk pengobatan. Dengan penemuan ini, dia
mulai membuka pengobatan alternatif ala air Hado.
Hasilnya, sungguh luar biasa. Banyak penyakit
yang oleh ilmu kedokteran modern tidak dapat
disembuhkan, tetapi dengan pengobatan ala air
Hado, Emoto dapat menyelamatkan banyak orang.
Sekarang ini, pengobatan air Hado mulai digunakan
di seluruh dunia.
Dalam buku ini, dijelaskan pula tentang potensi
air yang luar biasa. Salah satunya, potensi air berupa
gelombang energi yang berpengaruh pada tubuh
manusia. Dr. Masaru Emoto, melalui riset ilmiahnya
selama bertahun-tahun, telah berhasil menjadikan
air untuk pengobatan alternatif terhadap berbagai
gangguan kesehatan. Penemuan Masaru Emoto
ini merupakan terobosan rahasia Pencipta yang
disingkap abad ini. P
enemuan Masaru Emoto
sekaligus memerlihatkan adanya keterkaitan antara
alam dan jiwa yang selama ini dianggap terpisah oleh
pemikiran
materialisme Newtonian, dan
sekaligus
bukti adanya T
uhan.
Sumber
: Majalah
Matabaca
, Februari 2007 (dengan
penyesuaian)
Setelah Anda membaca inti sari buku tersebut, Anda menemukan
hal-hal yang berhubungan dengan buku tersebut. Selain itu, Anda
juga dapat menemukan tanggapan atas isi buku tersebut. Memang,
sebagai pembaca, Anda patut dan berhak mengharapkan bahwa isi
buku tersebut sesuai dengan harapan Anda. Namun, dalam sebuah
inti sari buku, Anda tentunya tidak dapat memperoleh semua yang
dikehendaki. Untuk itu, Anda dapat membaca buku tersebut.
Berdasarkan isi ringkasan buku
The True Power of Water
, jawablah
pertanyaan-pertanyaan berikut.
1. Apakah keajaiban air yang diteliti oleh Masaru Emoto?
2. Bagaimanakah hubungan air dengan kekuatan doa berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Masaru Emoto?
3. Apa sajakah contoh keajaiban air yang ada dalam kehidupan
sehari-hari?
4. Bagaimanakah proses penelitian air yang dilakukan oleh Masaru
Emoto untuk membuktikan teorinya?
5. Bagaimanakah hubungan air dengan unsur gelombang?
Uji
Materi
60
Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia untuk Kelas XII Program IPA dan IPS
Rangkuman
1. Unsur-unsur intrinsik cerpen antara lain adalah penokohan,
latar, konflik, tema, dan pesan. Semua unsur tersebut saling
melengkapi dan menjadikan cerpen utuh.
2. Cerpen dapat dibuat tidak hanya berdasarkan ide atau khayalan
pengarang saja, tetapi juga dapat dibuat berdasarkan kisah
hidup atau pengalaman orang lain. Pengalaman tersebut dapat
merupakan pengalaman yang menyenangkan, menyedihkan,
maupun unik.
3. Pengalaman seseorang yang akan ditulis menjadi cerpen dapat
dikembangkan sesuai imajinasi pengarangnya agar cerpen
menjadi lebih menarik.
Kegiatan
Lanjutan
1. Tuliskanlah inti sari buku yang pernah Anda baca.
2. Kemukakanlah hal apa saja yang terdapat dalam buku
tersebut.
3. Mintalah pendapat teman-teman Anda atas isi inti sari
yang Anda buat.
Kaidah
Bahasa
Jika Anda perhatikan dalam bacaan "Kebenaran yang
Terungkap", terdapat kata
antarmanusia
. Kata tersebut merupakan
gabungan bentuk terikat
antar-
dan kata
manusia
. Kata
antar-
merupakan bentuk terikat sehingga
tidak dapat berdiri sendiri. Kata
yang merupakan bentuk terikat harus digabungkan dengan unsur
lain. Bentuk terikat lainnya yang ikut memperkaya kosakata bahasa
Indonesia adalah sebagai berikut.
1.
adi-
(menyatakan sesuatu yang luar biasa, lebih dari yang
lain)
2.
antar-
(menyatakan antara dalam lingkungan atau hubungan
yang sama)
3.
anti-
(menyatakan melawan)
4.
swa-
(menyatakan sendiri, berdiri sendiri)
5.
pra-
(menyatakan sebelum)
6.
semi-
(menyatakan setengah, tengah-tengah)
7.
mono-
(menyatakan satu, tunggal)
8.
pasca-
(menyatakan sudah)
9.
de-
(menyatakan mengurangi, keluar dari, suatu ubahan dari)
10.
maha-
(menyatakan lebih)
61
Menganalisis Cerpen
Refleksi Pelajaran
Ketika membaca cerpen, pernahkah terbersit di hati
bahwa Anda mampu menulis cerpen tersebut? Dengan
mempelajari cerpen, Anda akan dapat membuat cerpen
dengan baik. Perhatikan para cerpenis dalam menuangkan
idenya. Anda pun dapat menulis cerpen dengan baik jika
terus belajar dan berlatih. Begitu pula dengan belajar menulis
resensi buku. Anda akan mampu menilai keunggulan
dan kekurangan sebuah buku serta menganalisis isinya.
Manfaat menulis resensi buku adalah memberi gambaran
kepada pembaca tentang kualitas isi buku. Anda pun dapat
mengirimkan resensi yang dibuat ke media massa. Coba
Anda baca resensi buku yang ada di media massa, seperti
di koran dan majalah.
4. Membuat ringkasan isi buku dilakukan dengan membaca dan
menemukan hal-hal penting dari buku tersebut. Hal-hal itu
berupa informasi-informasi penting, hal-hal yang unik, dan lain-
lain. Kemudian, buatlah ringkasan berupa inti sari dari hal-hal
penting dan unik dari isi buku tersebut. Dalam menyampaikan
inti sari buku, sertakan pula data-data penting dari buku tersebut
untuk mendukung inti sari yang disampaikan.
Soal Pemahaman Pelajaran 4
Kerjakan soal-soal berikut.
Bacalah cerpen berikut.
Sungai
Karya Sapardi Djoko Damono
Aku bersahabat dengan sebuah sungai. Sejak
muncul dari mata air di gunung itu, ia segera mengenalku
dan tampaknya telah jatuh cinta padaku. Ia tidak
bertepuk sebelah tangan. Tentu, aku tidak tahu mengapa.
Pada hakikatnva, ia baik, meskipun perangainya suka
berubah-ubah menurut penilaian sementara orang. Ia
menjalani hidup yang sukar. Begitu muncul dari mata
air, ia harus mencari jalannya sendiri, meliuk-liuk, terus
bergerak agar tetap dianggap sebagai sungai.
Kami selalu bercakap-cakap tentang segala sesuatu
yang ditempuhnya. Katakanlah, kesukaran hidupnya.
Lereng gunung, hutan, daerah yang terjal berbatu-
batu lembah yang tak terbayangkan luasnya-malah di
beberapa tempat ia harus terjun beberapa ratus meter
tingginya. Dan orang merayakannya.
Di musim hujan, air yang tercurah dari langit sering
tidak bisa ditampungnya. Bahkan, ia yang berasal dari
mata air di gunung itu seolah-olah lenyap begitu saja
dalam banjir yang konon bisa menghanyutkan apa saja.
Tetapi ia tidak pernah mengeluh dan oleh karenanya
aku, bahkan, semakin mencintainya. Di dalam perjalanan
hidupnya yang sukar itu, aku senantiasa menemaninya.
Aku diam-diam mencintai kelokan-kelokannya yang
jika dipandang dari atas, tampak seperti lukisan abstrak.
Aku diam-diam mengagumi suara riciknya ketika ia
bernyanyi menghindari bebatuan, disaksikan oleh pohon-
an rindang yang suka tumbuh di sepanjang tepinya.
Apalagi, jika kebetulan ada beberapa ekor burung
yang berkicau di ranting-ranting pohonan itu. Aku, ter-
utama sekali, suka diam-diam terpesona oleh gemuruh
62
Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia untuk Kelas XII Program IPA dan IPS
1. Identifikasilah unsur-unsur berikut dalam cerpen tersebut.
a. penokohan
b. latar
c. alur
d. tema
e. pesan
2. Menurut Anda, ide cerpen tersebut berasal dari pengalaman
seseorang atau bukan? Jelaskan.
suaranya. Ketika ia harus terjun dari ketinggian ratusan
meter itu, mengingatkanku pada beberapa penggal
sampak dalam gending Jawa dan simfoni Bethoven. Di
beberapa tempat ,ia, bahkan, menggodaku untuk terjun
ke airnya yang jernih dan tenang; ini adalah puncak cinta
kita, katanya.
Singkat kata, kami senantiasa bersama-sama.
Sampai pada suatu waktu ketika kami harus menye-
berangi sebuah padang pasir. Ia tampak bingung
gamang. Seperti putus asa. Bujukanku tak mempan; aku
akan lenyap dan meninggalkanmu, katanya. Tidak, kau
akan menyusup di bawah samudra pasir itu dan tidak
lenyap, kataku. Aku sendiri, sebenarnya, agak ragu-ragu
dan cemas. Namun, aku yakin bahwa cinta kami tidak
mungkin dipisahkan, bahkan, oleh padang pasir. Kami
pun ternyata memang harus berpisah meskipun tetap
saling mencintai. Katanya, ia akan menyusup di bawah
samudra pasir itu sementara aku diharapkannya untuk
terus saja menempuh perjalananku. Dalam perjalananku
di bawah matahari yang terik, yang selama ini telah
menjadi saksi cinta kami, kami bisa saja bertemu dan
melepas rindu. Untuk itu, aku harus menggali dan terus
menggali, tanpa putus asa, agar bisa mencapainya jauh
di bawah sana. Hanya dengan begitu, ia bisa muncrat
ke atas dan menjelma genangan air kecil; itulah wujud
cinta kami.
Sumber
: Majalah
Kalam
, 2001