Gambar Sampul Sejarah Indonesia   · Bab 3 Islamisasi dan Silang Budaya di Nusantara
Sejarah Indonesia · Bab 3 Islamisasi dan Silang Budaya di Nusantara
Restu Gunawan, Amurwani Dwi Lestariningsih, dan Sardiman

24/08/2021 14:07:41

SMA 10 K-13 revisi 2017

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

168

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Bab III

Islamisasi dan Silang

Budaya di Nusantara

Islamisasi adalah proses sejarah yang panjang yang bahkan

sampai kini masih terus berlanjut... Kalau para ahli sejarah

mempersoalkan tentang asal usul nasionalisme Indonesia, atau

integrasi bangsa, mereka menyebutkan Islam sebagai salah satu

faktor utama maka hal itu bisa diartikan pada sifat Islam yang

universal dan pada jaringan ingatan kolektif yaitu keterkaitan

para ulama di Nusantara dalam berbagai corak jaringan sosial

guru-murid, murid sesama murid; penulis-dan-pembaca, dan

tak kurang pentingnya ulama-umara serta ulama dan umat.

(Taufik Abdullah, 1996)

Kedatangan Islam ke Nusantara mempunyai sejarah yang panjang.

Satu di antaranya adalah tentang interaksi ajaran Islam dengan

masyarakat di Nusantara yang kemudian memeluk Islam. Lewat

jaringan perdagangan, Islam dibawa masuk sampai ke lingkungan

istana. Interaksi budaya Islam dengan budaya yang ada sebelumnya

memunculkan sebuah jaringan keilmuan, akulturasi budaya dan

perkembangan kebudayaan Islam. Uraian berikut akan mencoba

menjabarkan proses Islamisasi di Indonesia dan mengurai simpul

dari silang budaya yang sampai kini masih terus berlanjut.

169

Sejarah Indonesia

PETA KONSEP

Islamisasi dan Silang Budaya

di Nusantara

Kedatangan Islam di Nusantara

Seni Bangunan

Seni Rupa dan ukir

Seni Sastra dan Aksara

Sistem Kesenian

Kalender

Islam dan Jaringan

Perdagangan antarpulau

Islam Masuk Istana Raja

Jaringan Keilmuan di Nusantara

Kerajaan Islam di Sumatra,

Jawa, Kalimantan, Sulawesi,

Maluku, Papua dan Nusa

Tenggara

Proses dimulai dari

Membentuk

Membentuk

Membentuk

Menyebabkan

Menyebabkan

Proses Melalui

Berbentuk

Akulturasi dan Perkembangan

Budaya Islam

Berproses melalui

Proses Integrasi Nusantara

170

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

A.

Kedatangan Islam ke Nusantara

„

Mengamati Lingkungan

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari uraian ini, diharapkan kamu dapat:

1. menganalisis kedatangan Islam di Nusantara,

2. mengenal kerajaan Islam yang ada di Nusantara,

3. mendeskripsikan akulturasi dan perkembangan budaya

Islam

Sumber :Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah. jilid III. Jakarta: PT Ichtiar

Baru van Hoeve.

Gambar 3.2

Peta jejak masuknya Islam ke Nusantara berdasarkan nomor urut

171

Sejarah Indonesia

Gambar di depan memperlihatkan jalur masuknya Islam ke

Nusantara yang kemudian melahirkan sebuah interaksi antara ajaran

Islam dengan penduduk Nusantara. Wujud dari keberlangsungan

interaksi yang hingga kini masih terlihat adalah banyaknya umat

Muslim Indonesia yang menjalankan ibadah haji dan umrah.

Di samping itu tidak sedikit para ulama dari Timur Tengah yang

berkunjung ke Indonesia dalam rangka berdakwah. Bagi umat

Islam di Indonesia, berbagai bentuk interaksi tersebut akan semakin

memantapkan keimanan dan ketakwaan terhadap ajaran agamanya.

Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah kapan dan dari mana

kira-kira pertama kali Islam masuk ke Kepulauan Indonesia serta

bagaimana prosesnya? Untuk mendapatkan informasi dan bahan

diskusi tentang proses masuknya Islam ke Indonesia, mari kita kaji

uraian berikut.

„

Memahami Teks

Terdapat berbagai pendapat mengenai proses masuknya

Islam ke Kepulauan Indonesia, terutama perihal waktu dan tempat

asalnya.

Pertama

, sarjana-sarjana Barat—kebanyakan dari Negeri

Belanda—mengatakan bahwa Islam yang masuk ke Kepulauan

Indonesia berasal dari Gujarat sekitar abad ke-13 M

atau abad ke-7 H. Pendapat ini mengasumsikan bahwa

Gujarat terletak di India bagian barat, berdekatan

dengan Laut Arab. Letaknya sangat strategis, berada

di jalur perdagangan antara timur dan barat. Pedagang

Arab yang bermahzab Syafi’i telah bermukim di Gujarat

dan Malabar sejak awal tahun Hijriyah (abad ke-7 M).

Orang yang menyebarkan Islam ke Indonesia menurut

Pijnapel bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan

para pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam

dan berdagang ke dunia Timur. Pendapat J. Pijnapel

kemudian didukung oleh C. Snouck Hurgronye, dan

J.P. Moquetta (1912). Argumentasinya didasarkan pada

Sumber : Von Koeningveld. 1989.

Snouck Hugronje dan Islam.

Jakarta: Girimukti Pasaka..

Gambar 3.3

Christiaan Snouck

Hurgronje

172

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada 17 Dzulhijjah 831

H atau 1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan

makam Maulana Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik,

Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan batu nisan yang

terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta kemudian berkesimpulan

bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya

dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar

kaligrafi khas Gujarat.

Kedua

, Hoesein Djajadiningrat mengatakan bahwa Islam yang

masuk ke Indonesia berasal dari Persia (Iran sekarang). Pendapatnya

didasarkan pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang

antara masyarakat Parsi dan Indonesia. Tradisi tersebut antara lain:

tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum

Syiah atas kematian Husein bin Ali, seperti yang berkembang dalam

tradisi

tabot

di Pariaman di Sumatra Barat dan Bengkulu.

Sumber : Kartodirdjo,Sartono dkk, 2012, 700 Tahun Majapahit Suatu Bunga Rampai, Dinas Pariwisata Daerah

Propinsi Daerah Jawa Timur.

Gambar 3.4

Nisan dari Tralaya yang bercorak Islam menandakan bahwa Islam sudah masuk pada masa

Majapahit

173

Sejarah Indonesia

Ketiga

, Buya Hamka (Haji Abdul Malik Karim

Amrullah) mengatakan bahwa Islam berasal

dari tanah kelahirannya, yaitu Arab atau Mesir.

Proses ini berlangsung pada abad pertama

Hijriah atau abad ke-7 M. Senada dengan

pendapat Hamka, teori yang mengatakan

bahwa Islam berasal dari Mekkah dikemukakan

Anthony H. Johns. Menurutnya, proses

Islamisasi dilakukan oleh para musafir (kaum

pengembara) yang datang ke Kepulauan

Indonesia. Kaum ini biasanya mengembara

dari satu tempat ke tempat lainnya dengan

motivasi hanya pengembangan agama Islam.

Semua teori di atas bukan mengada-ada,

tetapi mungkin bisa saling melengkapi. Islamisasi

di Kepulauan Indonesia merupakan hal yang

kompleks dan hingga kini prosesnya masih terus

berjalan. Pasai dan Malaka, adalah tempat di mana

tongkat estafet Islamisasi dimulai. Pengaruh Pasai

kemudian diwarisi Aceh Darussalam. Sedangkan

Johor tidak pernah bisa melupakan jasa dinasti

Palembang yang pernah berjaya dan mengislamkan

Malaka. Demikian pula Sulu dan Mangindanao

akan selalu mengingat Johor sebagai pengirim

Islam ke wilayahnya. Sementara itu Minangkabau

akan selalu mengingat Malaka sebagai pengirim

Islam dan tak pernah melupakan Aceh sebagai

peletak dasar tradisi surau di Ulakan. Sebaliknya

Pahang akan selalu mengingat pendatang dari

Minangkabau yang telah membawa Islam.

Peranan para perantau dan penyiar agama Islam

dari Minangkabau juga selalu diingat dalam tradisi

Luwu dan Gowa-Tallo.

Sumber: Kartodirdjo,Sartono dkk, 2012,

700 Tahun Majapahit suatu Bunga Rampai,

Dinas Pariwisata Daerah propinsi Daerah

Jawa Timur.

Gambar 3.5

Batu Nisan Makam Maulana

Malik Ibrahim (w. 822 H/1419 H) di

Gresik, Jawa Timur

Salah satu naskah yang

terkenal dari Sulawesi

Selatan adalah I La Galigo

yang berisi epik mitos

penciptaan peradaban

Bugis di Sulawesi Selatan.

Epik ini ditulis antara abad

13 dan 15 dalam bentuk

puisi, huruf lontarak

dengan bahasa Bugis

Kuno. Naskah ini sudah

diakui sebagai Memory of

The World oleh UNESCO

pada tahun 2011.

174

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Nah, marilah kita pelajari awal masuknya Islam di Nusantara.

Pada pertengahan abad ke-15, ibu kota Campa, Wijaya jatuh ke

tangan Vietnam yang datang dari utara. Dalam kenangan historis

Jawa, Campa selalu diingat dalam kaitannya dengan Islamisasi. Dari

sinilah Raden Rahmat anak seorang putri Campa dengan seorang

Arab, datang ke Majapahit untuk menemui bibinya yang telah

kawin dengan raja Majapahit. Ia kemudian dikenal sebagai Sunan

Ampel salah seorang wali tertua.

Sunan Giri yang biasa disebut sebagai ‘paus’

dalam sumber Belanda bukan saja berpengaruh

di kalangan para wali tetapi juga dikenang

sebagai penyebar agama Islam di Kepulauan

Indonesia bagian Timur. Raja Ternate Sultan

Zainal Abidin pergi ke Giri (1495) untuk

memperdalam pengetahuan agama. Tak lama

setelah kembali ke Ternate, Sultan Zainal

Abidin mangkat, tetapi beliau telah menjadikan

Ternate sebagai kekuatan Islam. Di bagian

lain, Demak telah berhasil mengislamkan

Banjarmasin. Mata rantai proses Islamisasi di

Kepulauan Indonesia masih terus berlangsung.

Jaringan kolektif keislaman di Kepulauan

Indonesia inilah nantinya yang mempercepat

proses terbentuknya nasionalisme Indonesia.

Sumber : Kartodirdjo,Sartono dkk, 2012,

700 Tahun Majapahit suatu Bunga

Rampai, Dinas Pariwisata Daerah

propinsi Daerah Jawa Timur.

Gambar 3.6

Nisan Putri Campa di

Trowulan

175

Sejarah Indonesia

Uji Kompetensi

Tugas Individu

1.

Bagaimana pendapat kamu tentang berbagai teori masuknya

Islam ke Indonesia? Jelaskan pendapat kamu!

2.

Proses Islamisasi di Indonesia berlangsung dalam waktu yang

panjang bahkan masih terus berlangsung. Berikan penjelasan!

3.

Sebutkan beberapa peran tokoh pengembang agama Islam di

Indonesia!

4.

Mengapa Islam bisa cepat diterima oleh masyarakat di Indonesia?

5.

Coba kamu diskusikan tentang upacara tabot di Bengkulu atau

tabuik di Pariaman! Jelaskan hubungannya dengan proses

masuknya Islam ke Indonesia!

Tugas Kelompok

Setelah kamu memahami proses masuk dan berkembangnya Islam

di Nusantara, coba amati dan perhatikan beberapa fenomena sosial

yang terkait dengan Islam di sekitar tempat tinggal kamu. Buatlah

kelompok dan catatan atas permasalahan berikut ini:

1.

Buatlah denah dan peta tentang proses kedatangan Islam di

Indonesia!

2.

Di lingkungan masyarakat di Indonesia terutama di pedesaan

masih sering ada kegiatan kenduri atau selamatan untuk suatu

kegiatan, peristiwa atau peringatan kejadian tertentu yang

disertai dengan doa-doa secara Islam, sementara kalau dilihat

asal usulnya di ajaran Islam tidak ada. Mengapa dan bagaimana

pendapat kamu?

176

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

B.

Islam dan Jaringan Perdagangan Antarpulau

„

Mengamati Lingkungan

Kepulauan Indonesia memiliki laut dan daratan yang luas.

Para nelayan pergi melaut dan pulang dengan membawa hasil

tangkapannya. Begitu juga di pelabuhan terlihat lalu lalang kapal

yang membongkar dan memuat barang. Sungguh menakjubkan

hamparan laut yang sangat luas ciptaan Tuhan. Coba kamu

renungkan alam semesta, lautan dan daratan semua diciptakan-

Nya untuk kepentingan hidup kita. Marilah kita syukuri semua itu

dengan menjaga lingkungan laut dan daratan sebaik-baiknya.

Sejak lama laut telah berfungsi sebagai jalur pelayaran

dan perdagangan antarsuku bangsa di Kepulauan Indonesia

dan bangsa-bangsa di dunia. Pelaut tradisional Indonesia telah

memiliki keterampilan berlayar yang dipelajari dari nenek moyang

secara turun-temurun. Bagi para pelaut, samudra bukan sekadar

Sumber :Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah. jilid III. Jakarta: PT Ichtiar

Baru van Hoeve.

Gambar 3.7

Kapal-kapal Cina yang sudah berlayar hingga ke Kepulauan Indonesia

177

Sejarah Indonesia

suatu bentangan air yang sangat luas. Setiap perubahan warna,

pola gerak air, bentuk gelombang, jenis burung, dan ikan yang

mengitarinya dapat membantu pelaut dalam mengambil keputusan

atau tindakan untuk menentukan arah perjalanan. Sejak dulu

mereka sudah mengenal teknologi arah angin dan musim untuk

menentukan perjalanan pelayaran dan perdagangan. Kapal

pedagang yang berlayar ke selatan menggunakan musim utara

dalam Januari atau Februari dan kembali lagi pulang jika angin

bertiup dari selatan dalam Juni, Juli, atau Agustus. Angin musim

barat daya di Samudra Hindia adalah antara April sampai Agustus,

cara yang paling diandalkan untuk berlayar ke timur. Mereka dapat

kembali pada musim yang sama setelah tinggal sebentar—tapi

kebanyakan tinggal untuk berdagang—untuk menghindari musim

perubahan yang rawan badai dalam Oktober dan kembali dengan

musim timur laut.

Bacaan berikut akan memaparkan tentang aktivitas

perdagangan antarpulau pada masa awal perkembangan Islam

di Indonesia. Memahami aktivitas pelayaran dan perdagangan

antarpulau yang membawa serta pesan-pesan agama ini dapat

menjadi pelajaran dan menambah rasa syukur terhadap Tuhan

Yang Maha Esa.

„

Memahami Teks

Berdasarkan data arkeologis seperti prasasti-prasasti maupun

data historis berupa berita-berita asing, kegiatan perdagangan di

Kepulauan Indonesia sudah dimulai sejak abad pertama Masehi. Jalur-

jalur pelayaran dan jaringan perdagangan Kerajaan Sriwijaya dengan

negeri-negeri di Asia Tenggara, India, dan Cina terutama berdasarkan

berita-berita Cina telah dikaji, antara lain oleh W. Wolters (1967).

Demikian pula dari catatan-catatan sejarah Indonesia dan Malaya

yang dihimpun dari sumber-sumber Cina oleh W.P Groeneveldt,

telah menunjukkan adanya jaringan–jaringan perdagangan antara

kerajaan-kerajaan di Kepulauan Indonesia dengan berbagai negeri

terutama dengan Cina. Kontak dagang ini sudah berlangsung sejak

178

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

abad-abad pertama Masehi sampai dengan abad ke-16. Kemudian

kapal-kapal dagang Arab juga sudah mulai berlayar ke wilayah Asia

Tenggara sejak permulaan abad ke-7. Dari literatur Arab banyak

sumber berita tentang perjalanan mereka ke Asia Tenggara.

Adanya jalur pelayaran tersebut menyebabkan munculnya jaringan

perdagangan dan pertumbuhan serta perkembangan kota-kota

pusat kesultanan dengan kota-kota bandarnya pada abad ke-13

sampai abad ke-18 misalnya, Samudra Pasai, Malaka, Banda Aceh,

Jambi, Palembang, Siak Indrapura, Minangkabau, Demak, Cirebon,

Banten, Ternate, Tidore, Goa-Tallo, Kutai, Banjar, dan kota-kota

lainnya.

Dari sumber literatur Cina, Cheng Ho mencatat terdapat

kerajaan yang bercorak Islam atau kesultanan, antara lain, Samudra

Pasai dan Malaka yang tumbuh dan berkembang sejak abad ke-13

sampai abad ke-15, sedangkan Ma Huan

juga memberitakan adanya komunitas-

komunitas Muslim di pesisir utara Jawa

bagian timur. Berita Tome Pires dalam

Suma Oriental

(1512-1515) memberikan

gambaran mengenai keberadaan

jalur pelayaran jaringan perdagangan,

baik regional maupun internasional. Ia

menceritakan tentang lalu lintas dan

kehadiran para pedagang di Samudra

Pasai yang berasal dari Bengal, Turki,

Arab, Persia, Gujarat, Kling, Malayu,

Jawa, dan Siam. Selain itu Tome Pires

juga mencatat kehadiran para pedagang

di Malaka dari Kairo, Mekkah, Aden,

Abysinia, Kilwa, Malindi, Ormuz, Persia,

Rum, Turki, Kristen Armenia, Gujarat,

Chaul, Dabbol, Goa, Keling, Dekkan,

Malabar, Orissa, Ceylon, Bengal, Arakan,

Pegu, Siam, Kedah, Malayu, Pahang,

Patani, Kamboja, Campa, Cossin Cina,

Sumber :Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012.

Indonesia Dalam Arus Sejarah. jilid III. Jakarta: PT

Ichtiar Baru van Hoeve.

Gambar 3.8

Laksamana Cheng Ho

179

Sejarah Indonesia

Cina, Lequeos, Bruei, Lucus, Tanjung Pura,

Lawe, Bangka, Lingga, Maluku, Banda, Bima,

Timor, Madura, Jawa, Sunda, Palembang, Jambi,

Tongkal, Indragiri, Kapatra, Minangkabau, Siak,

Arqua, Aru, Tamjano, Pase, Pedir, dan Maladiva.

Berdasarkan kehadiran sejumlah

pedagang dari berbagai negeri dan bangsa di

Samudra Pasai, Malaka, dan bandar-bandar

di pesisir utara Jawa sebagaimana diceritakan

Tome Pires, kita dapat mengambil kesimpulan

adanya jalur-jalur pelayaran dan jaringan

perdagangan antara beberapa kesultanan di

Kepulauan Indonesia baik yang bersifat regional

maupun internasional.

Hubungan pelayaran dan perdagangan antara Nusantara

dengan Arab meningkat menjadi hubungan langsung dan dalam

intensitas tinggi. Dengan demikian aktivitas perdagangan dan

pelayaran di Samudra Hindia semakin ramai. Peningkatan pelayaran

tersebut berkaitan erat dengan makin majunya perdagangan di

masa jaya pemerintahan Dinasti Abbasiyah (750-1258). Dengan

ditetapkannya Baghdad menjadi pusat pemerintahan menggantikan

Damaskus (Syam), aktivitas pelayaran dan perdagangan di Teluk

Persia menjadi lebih ramai. Pedagang Arab yang selama ini hanya

berlayar sampai India, sejak abad ke-8 mulai masuk ke Kepulauan

Indonesia dalam rangka perjalanan ke Cina. Meskipun hanya transit,

tetapi hubungan Arab dengan kerajaan-kerajaan di Kepulauan

Indonesia terjalin secara langsung. Hubungan ini menjadi semakin

ramai manakala pedagang Arab dilarang masuk ke Cina dan

koloni mereka dihancurkan oleh Huang Chou, menyusul suatu

pemberontakan yang terjadi pada 879 H. Orang–orang Islam

melarikan diri dari Pelabuhan Kanton dan meminta perlindungan

Raja Kedah dan Palembang.

Sumber : Ensiklopedi Jakarta Jilid I. 2005.

Gambar 3.9

Pedagang Arab dari

Hadramaud

180

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Ditaklukkannya Malaka oleh Portugis pada 1511, dan usaha

Portugis selanjutnya untuk menguasai lalu lintas di selat tersebut,

mendorong para pedagang untuk mengambil jalur alternatif, dengan

melintasi Semenanjung atau pantai barat Sumatra ke Selat Sunda.

Pergeseran ini melahirkan pelabuhan perantara yang baru, seperti

Aceh, Patani, Pahang, Johor, Banten, Makassar dan lain sebagainya.

Saat itu, pelayaran di Selat Malaka sering diganggu oleh bajak

laut. Perompakan laut sering terjadi pada jalur-jalur perdagangan

yang ramai, tetapi kurang mendapat pengawasan oleh penguasa

setempat. Perompakan itu sesungguhnya merupakan bentuk kuno

kegiatan dagang. Kegiatan tersebut dilakukan karena merosotnya

keadaan politik dan mengganggu kewenangan pemerintahan yang

berdaulat penuh atau kedaulatannya di bawah penguasa kolonial.

Akibat dari aktivitas bajak laut, rute pelayaran perdagangan yang

semula melalui Asia Barat ke Jawa lalu berubah melalui pesisir

Sumatra dan Sunda. Dari pelabuhan ini pula para pedagang singgah

di Pelabuhan Barus, Pariaman, dan Tiku.

Perdagangan pada wilayah timur Kepulauan Indonesia lebih

terkonsentrasi pada perdagangan cengkih dan pala. Dari Ternate

dan Tidore (Maluku) dibawa barang komoditas ke Somba Opu, ibu

kota Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan. Somba Opu pada abad

ke-16 telah menjalin hubungan perdagangan dengan Patani, Johor,

Banjar, Blambangan, dan Maluku. Adapun Hitu (Ambon) menjadi

Gambar 3.10.

Situasi Bandar Makassar

Sumber :Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta:

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

181

Sejarah Indonesia

pelabuhan yang menampung komoditas cengkih yang datang dari

Huamual (Seram Barat), sedangkan komoditias pala berpusat di

Banda. Semua pelabuhan tersebut umumnya didatangi oleh para

pedagang Jawa, Cina, Arab, dan Makassar. Kehadiran pedagang

itu mempengaruhi corak kehidupan dan budaya setempat, antara

lain ditemui bekas koloninya seperti Maspait (Majapahit), Kota Jawa

(Jawa) dan Kota Mangkasare (Makassar).

Pada abad ke-15, Sulawesi Selatan telah didatangi pedagang

Muslim dari Malaka, Jawa, dan Sumatra. Dalam perjalanan

sejarahnya, masyarakat Muslim di Gowa terutama Raja Gowa

Muhammad Said (1639-1653) dan putra penggantinya, Hasanuddin

(1653-1669) telah menjalin hubungan dagang dengan Portugis.

Bahkan Sultan Muhammad Said dan Karaeng Pattingaloang turut

memberikan saham dalam perdagangan yang dilakukan Fr. Vieira,

meskipun mereka beragama Katolik. Kerja sama ini didorong

oleh adanya usaha monopoli perdagangan rempah-rempah yang

dilancarkan oleh kompeni Belanda di Maluku.

Hubungan Ternate, Hitu dengan Jawa sangat erat sekali. Ini

ditandai dengan adanya seorang raja yang dianggap benar-benar

telah memeluk Islam ialah Zainal Abidin (1486-1500) yang pernah

belajar di Madrasah Giri. Ia dijuluki sebagai Raja Bulawa, artinya

raja cengkih, karena membawa cengkih dari Maluku sebagai

persembahan. Cengkih, pala, dan bunga pala (

fuli

) hanya terdapat

di Kepulauan Indonesia bagian timur, sehingga banyak barang yang

sampai ke Eropa harus melewati jalur perdagangan yang panjang

dari Maluku sampai ke Laut Tengah. Cengkih yang diperdagangkan

adalah putik bunga tumbuhan hijau (

szygium aromaticum

atau

caryophullus aromaticus

) yang dikeringkan. Satu pohon ini ada

yang menghasilkan cengkih sampai 34 kg. Hamparan cengkih

ditanam di perbukitan di pulau-pulau kecil Ternate, Tidore, Makian,

dan Motir di lepas pantai barat Halmahera dan baru berhasil ditanam

di pulau yang relatif besar, yaitu Bacan, Ambon dan Seram.

182

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Meningkatnya ekspor lada dalam kancah

perdagangan internasional, membuat pedagang

Nusantara mengambil alih peranan India sebagai

pemasok utama bagi pasaran Eropa yang berkembang

dengan cepat. Selama periode (1500-1530) banyak

terjadi gangguan di laut sehingga bandar-bandar

Laut Tengah harus mencari pasokan hasil bumi Asia

ke Lisabon. Oleh karena itu secara berangsur jalur

perdagangan yang ditempuh pedagang muslim

bertambah aktif, ditambah dengan adanya perang

di laut Eropa, penaklukan Ottoman atas Mesir (1517)

dan pantai Laut Merah Arabia (1538) memberikan

dukungan yang besar bagi berkembangnya pelayaran

Islam di Samudra Hindia.

Meskipun banyak kota bandar, namun

yang berfungsi untuk melakukan ekspor dan impor

komoditas pada umumnya adalah kota-kota bandar besar yang

beribu kota pemerintahan di pesisir, seperti Banten, Jayakarta,

Cirebon, Jepara - Demak, Ternate, Tidore, Gowa-Tallo, Banjarmasin,

Malaka, Samudra Pasai, Kesultanan Jambi, Palembang dan Jambi.

Kesultanan Mataram berdiri dari abad ke-16 sampai ke-18. Meskipun

kedudukannya sebagai kerajaan pedalaman, wilayah kekuasaannya

meliputi sebagian besar Pulau Jawa yang merupakan hasil ekspansi

Sultan Agung. Kesultanan Mataram juga memiliki kota-kota bandar,

seperti Jepara, Tegal, Kendal, Semarang, Tuban, Sedayu, Gresik,

dan Surabaya.

Dalam proses perdagangan telah terjalin hubungan antaretnis

yang sangat erat. Berbagai etnis dari kerajaan-kerajaan tersebut

kemudian berkumpul dan membentuk komunitas. Oleh karena itu,

muncul nama-nama kampung berdasarkan asal daerah. Misalnya,di

Jakarta terdapat perkampungan Keling, Pekojan, dan kampung-

kampung lainnya yang berasal dari daerah-daerah asal yang jauh

dari kota-kota yang dikunjungi, seperti Kampung Melayu, Kampung

Bandan, Kampung Ambon, dan Kampung Bali.

Gambar 3.11

Cengkih, lada, dan

pala.

Sumber : Taufik Abdullah dan A.B

Lapian (ed). 2012. Indonesia Dalam

Arus Sejarah. jilid III. Jakarta: PT Ichtiar

Baru van Hoeve.

183

Sejarah Indonesia

Untuk memperdalam materi

ini kamu dapat membaca buku

Taufik Abdullah dan Adrian B.

Lapian,

Indonesia Dalam Arus

Sejarah,

jilid III.

Pada zaman pertumbuhan dan perkembangan Islam, sistem

jual beli barang masih dilakukan dengan cara barter. Sistem barter

dilakukan antara pedagang-pedagang dari daerah pesisir dengan

daerah pedalaman, bahkan kadang-kadang langsung kepada

petani. Transaksi itu dilakukan di pasar, baik di kota maupun desa.

Tradisi jual-beli dengan sistem barter hingga kini masih dilakukan

oleh beberapa masyarakat sederhana yang berada jauh di daerah

terpencil. Di beberapa kota pada masa

pertumbuhan dan perkembangan Islam telah

menggunakan mata uang sebagai nilai tukar

barang. Mata uang yang dipergunakan tidak

mengikat pada mata uang tertentu, kecuali

ada ketentuan yang diatur pemerintah daerah

setempat.

Kemunduran perdagangan dan kerajaan yang berada di

daerah tepi pantai disebabkan karena kemenangan militer dan

ekonomi Belanda, dan munculnya kerajaan-kerajaan agraris di

pedalaman yang tidak menaruh perhatian pada perdagangan.

Uji Kompetensi

1.

Berdasarkan berita Tome Pires, buatlah peta jalur perdagangan

di bagian timur Kepulauan Indonesia!

2.

Jelaskan dan buatlah peta jalur perdagangan alternatif setelah

Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511!

3.

Menurut kamu mengapa para pedagang waktu itu memilih jalur

perairan atau laut?

184

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Sumber :Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta:

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Gambar 3.12

Keraton Yogyakarta

C.

Islam Masuk Istana Raja

„

Mengamati Lingkungan

Kamu tahu gambar di atas, bangunan apa dan di mana? Itu

adalah salah satu pusat pemerintahan keraton yang bersifat Islam

dan masih berfungsi sampai sekarang, yaitu Keraton Yogyakarta.

Di Indonesia, keraton semacam ini pada perkembangannya

memiliki peranan dan posisi yang sangat penting. Selain berfungsi

sebagai simbol perkembangan pemerintahan Islam, keraton juga

menjadi lambang perjuangan kemerdekaan. Di sana para raja atau

tokoh-tokohnya mengibarkan panji-panji perlawanan terhadap

penjajahan. Islam yang masuk ke istana memang telah menyemai

bibit-bibit kemerdekaan dan persamaan.

Pada bagian ini kamu akan mempelajari secara garis besar

awal pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di

Indonesia. Uraian ini terutama dipusatkan pada beberapa pusat

kekuasaan Islam yang berada di berbagai daerah, seperti di Sumatra,

Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan bahkan di Indonesia bagian timur,

seperti Maluku dan Papua. Kerajaan-kerajaan yang tidak diuraikan

pada bab ini, dapat kamu cari informasinya melalui berbagai buku

yang ada.

185

Sejarah Indonesia

„

Memahami teks

1.

Kerajaan Islam di Sumatra

Sejak awal kedatangan Islam, Pulau Sumatra termasuk

daerah pertama dan terpenting dalam pengembangan agama Islam

di Indonesia. Dikatakan demikian mengingat letak Sumatra yang

strategis dan berhadapan langsung dengan jalur perdangan dunia,

yakni Selat Malaka. Berdasarkan catatan Tomé Pires dalam

Suma

Oriental

(1512-1515) dikatakan bahwa di Sumatra, terutama di

sepanjang pesisir Selat Malaka dan pesisir barat Sumatra terdapat

banyak kerajaan Islam, baik yang besar maupun yang kecil. Di

antara kerajaan-kerajaan tersebut antara lain Aceh, Biar dan Lambri,

Pedir, Pirada, Pase, Aru, Arcat, Rupat, Siak, Kampar, Tongkal,

Indragiri, Jambi, Palembang, Andalas, Pariaman, Minangkabau,

Tiku, Panchur, dan Barus. Menurut Tomé Pires, kerajaan-kerajaan

tersebut ada yang sedang mengalami pertumbuhan, ada pula yang

sedang mengalami perkembangan, dan ada pula yang sedang

mengalami keruntuhannya.

a. Samudra Pasai

Samudra Pasai diperkirakan tumbuh berkembang

antara tahun 1270 hingga 1275, atau pertengahan abad

ke-13. Kerajaan ini terletak lebih kurang 15 km di sebelah

timur Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam, dengan

sultan pertamanya bernama Sultan Malik as-Shaleh (wafat

tahun 696 H atau 1297 M). Dalam kitab

Sejarah Melayu

dan

Hikayat Raja-Raja Pasai

diceritakan bahwa Sultan

Malik as-Shaleh sebelumnya hanya seorang kepala Gampong

Samudra bernama Marah Silu. Setelah menganut agama

Islam kemudian berganti nama dengan Malik as-Shaleh.

Berikut ini merupakan urutan para raja-raja yang memerintah

di Kesultanan Samudra Pasai:

1.

Sultan Malik as-Shaleh (696 H/1297 M);

2.

Sultan Muhammad Malik Zahir (1297-1326);

3.

Sultan Mahmud Malik Zahir (± 1346-1383);

186

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

4.

Sultan Zainal Abidin Malik Zahir (1383-1405);

5.

Sultanah Nahrisyah (1405-1412);

6.

Abu Zain Malik Zahir (1412);

7.

Mahmud Malik Zahir (1513-1524).

Nama sultan yang disebut terdapat dalam sumber

Sejarah Melayu dan Hikayat Raja-Raja Pasai. Nama-nama itu,

kecuali nama Sultan Malikush Shaleh juga terdapat dalam

mata uang emas yang disebut dengan dirham.

Pada masa pemerintahan Sultan Malik as-Shaleh,

Kerajaan Pasai mempunyai hubungan dengan negara Cina.

Seperti yang disebutkan dalam sumber sejarah Dinasti Yuan,

pada 1282 duta Cina bertemu dengan Menteri Kerajaan

Sumatra di Quilan yang meminta agar Raja Sumatra

mengirimkan dutanya ke Cina. Pada tahun itu pula disebutkan

bahwa kerajaan Sumatra mengirimkan dutanya yang bernama

Sulaiman dan Syamsuddin.

Menurut Tome Pires, Kesultanan Samudera Pasai

mencapai puncaknya pada awal abad ke-16. Kesultanan itu

mengalami kemajuan di berbagai bidang kehidupan seperti

politik, ekonomi, pemerintahan, keagamaan, dan terutama

ekonomi perdagangan. Diceritakan pula bahwa Kesultanan

Samudera Pasai selalu mengadakan hubungan persahabatan

dengan Malaka, bahkan hubungan persahabatan itu diperkuat

dengan perkawinan. Para pedagang yang pernah mengunjungi

Pasai berasal dari berbagai negara seperti, Rumi, Turki, Arab,

Persia (Iran), Gujarat, Keling, Bengal, Melayu, Jawa, Siam, Kedah,

dan Pegu. Sementara barang komoditas yang diperdagangkan

adalah lada, sutera, dan kapur barus. Di samping komoditas

itu sebagai penghasil pendapatan Kesultanan Samudera Pasai,

juga diperoleh pendapat dari pajak yang dipungut dari pajak

barang ekspor dan impor. Dalam sumber-sumber sejarah

juga dijelaskan, bahwa Kesultanan Samudera Pasai telah

menggunakan mata uang seperti uang kecil yang disebut

dengan ceitis. Uang kecil itu ada yang terbuat dari emas dan

ada pula yang terbuat dari dramas.

187

Sejarah Indonesia

Dalam bidang keagamaan, Ibnu Batuta menjelaskan

bahwa Kesultanan Samudera Pasai juga dikunjungi oleh para

ulama dari Persia, Suriah (Syria), dan Isfahan. Dalam catatan

Ibnu Batuta disebutkan bahwa Sultan Samudera Pasai sangat

taat terhadap agama Islam yang bermazhab Syafi’i. Sultan

selalu dikelilingi oleh para ahli teologi Islam.

Kesultanan Samudera Pasai mempunyai peranan

penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara. Malaka

menjadi kerajaan yang bercorak Islam karena amat erat

hubungannya dengan Kerajaan Samudera Pasai. Hubungan

tersebut semakin erat dengan diadakannya pernikahan antara

putra-putri sultan dari Pasai dan Malaka sehingga pada awal

abad-15 atau sekitar 1414 M tumbuhlah Kesultanan Islam

Malaka, yang dimulai dengan pemerintahan Parameswara.

Dalam

Hikayat Patani

terdapat cerita tentang

pengislaman Raja Patani yang bernama Paya Tu Nakpa

dilakukan oleh seorang dari Pasai yang bernama Syaikh Sa’id,

karena berhasil menyembuhkan Raja Patani. Setelah masuk

Islam, raja berganti nama menjadi Sultan Isma’il Syah Zill

Allah fi al-Alam dan juga ketiga orang putra dan putrinya

yaitu Sultan Mudaffar Syah, Siti Aisyah, dan Sultan Mansyur.

Pada masa pemerintahan Sultan Mudaffar Syah juga datang

lagi seorang ulama dari Pasai yang bernama Syaikh Safi’uddin

yang atas perintah raja ia mendirikan masjid untuk orang-

orang Muslim di Patani. Demikian pula jenis nisan kubur yang

disebut Batu Aceh menjadi nisan kubur raja-raja di Patani,

Malaka, dan Malaysia. Pada umumnya nisan kubur tersebut

berbentuk menyerupai nisan kubur Sultan Malik as-Shaleh

dan nisan-nisan kubur dari sebelum abad ke-17. Dilihat

dari kesamaan jenis batu serta cara penulisan dan huruf-

huruf bahkan dengan cara pengisian ayat-ayat al-Qur’an

dan nuansa kesufiannya, jelas Samudera Pasai mempunyai

peranan penting dalam persebaran Islam di beberapa tempat

di Asia Tenggara dan demikian pula di bidang perekonomian

dan perdagangan. Namun, sejak Portugis menguasai Malaka

188

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

pada 1511 dan meluaskan kekuasaannya, maka

Kerajaan Islam Samudera Pasai mulai dikuasai

sejak 1521. Kemudian Kerajaan Aceh Darussalam

di bawah pemerintahan Sultan Ali Mughayat

Syah lebih berhasil menguasai Samudera Pasai.

Kerajaan-kerajaan Islam yang terletak di pesisir

seperti Aru, Kedir, dan lainnya lambat laun

berada di bawah kekuasaan Kerajaan Islam

Aceh Darussalam yang sejak abad ke-16 makin

mengalami perkembangan politik,ekonomi-

perdagangan, kebudayaan dan keagamaan.

b. Kesultanan Aceh Darussalam

Pada 1520 Aceh berhasil memasukkan

Kerajaan Daya ke dalam kekuasaan Aceh

Darussalam. Tahun 1524, Pedir dan Samudera Pasai

ditaklukkan. Kesultanan Aceh Darussalam di bawah Sultan

Ali Mughayat Syah menyerang kapal Portugis di bawah

komandan Simao de Souza Galvao di Bandar Aceh.

Pada 1529 Kesultanan Aceh mengadakan persiapan

untuk menyerang orang Portugis di Malaka, tetapi batal karena

Sultan Ali Mughayat Syah wafat pada 1530 dan dimakamkan

di Kandang XII, Banda Aceh. Di antara penggantinya yang

terkenal adalah Sultan Alauddin Riayat Syah al-Qahhar (1538-

1571). Usaha-usahanya adalah mengembangkan kekuatan

angkatan perang, perdagangan, dan mengadakan hubungan

internasional dengan kerajaan Islam di Timur Tengah,

seperti Turki, Abessinia (Ethiopia), dan Mesir. Pada 1563 ia

mengirimkan utusannya ke Konstantinopel untuk meminta

bantuan dalam usaha melawan kekuasaan Portugis.

Sumber: Kartodirdjo,Sartono dkk, 2012,

700 Tahun Majapahit suatu Bunga Rampai,

Dinas Pariwisata Daerah propinsi Daerah

Jawa Timur.

Gambar 3.13

Nisan yang memuat ayat

18 Surat Ali Imran

189

Sejarah Indonesia

Dua tahun kemudian datang bantuan dari Turki berupa

teknisi-teknisi, dan dengan kekuatan tentaranya Sultan

Alauddin Riayat Syah at-Qahhar menyerang dan menaklukkan

banyak kerajaan, seperti Batak, Aru, dan Barus. Untuk

menjaga keutuhan Kesultanan Aceh, Sultan Alauddin Riayat

Syah al-Qahhar menempatkan suami saudara perempuannya

di Barus dengan gelar Sultan Barus, dua orang putra sultan

diangkat menjadi Sultan Aru dan Sultan Pariaman dengan

gelar resminya Sultan Ghari dan Sultan Mughal, dan di daerah-

daerah pengaruh Kesultanan Aceh ditempatkan wakil-wakil

dari Aceh.

Kemajuan Kesultanan Aceh Darussalam pada masa

pemerintahan Sultan Iskandar Muda mengundang perhatian

para ahli sejarah. Di bidang politik Sultan Iskandar Muda

telah menundukkan daerah-daerah di sepanjang pesisir timur

dan barat. Demikian pula Johor di Semenanjung Malaya

telah diserang, dan kemudian

rnengakui kekuasaan Kesultanan

Aceh Darussalam. Kedudukan

Portugis di Malaka terus-menerus

mengalami ancaman dan serangan,

meskipun keruntuhan Malaka

sebagai pusat perdagangan di Asia

Tenggara baru terjadi sekitar tahun

1641 oleh VOC (

Verenigde Oost

Indische Compagnie)

Belanda

.

Perluasan kekuasaan politik VOC

sampai Belanda pada dekade abad

ke-20 tetap menjadi ancaman bagi

Kesultanan Aceh.

Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012.

Indonesia Dalam Arus Sejarah. Jilid III. Jakarta. PT

Ichtiar Baru van Hoeve.

Gambar 3.14

Makam Sultan Iskandar Muda

(1607-1636) di Aceh

Untuk memperdalam masalah ini kamu bisa membaca buku

A. Hasymy.

Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di

Indonesia.

dan Marwati Djoened Poesponegoro.

Sejarah

Nasional Indonesia Jilid I.

190

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

c.

Kerajaan-Kerajaan Islam di Riau

Kerajaan Islam yang ada di Riau dan Kepulauan Riau

menurut berita Tome Pires (1512-1515 ) antara lain Siak,

Kampar, dan Indragiri. Kerajaan Kampar, Indragiri, dan Siak

pada abad ke-13 dan ke-14 dalam kekuasaan Kerajaan Melayu

dan Singasari-Majapahit, maka kerajaan-kerajaan tersebut

tumbuh menjadi kerajaan bercorak Islam sejak abad ke-15.

Pengaruh Islam yang sampai ke daerah-daerah itu mungkin

akibat perkembangan Kerajaan Islam Samudera Pasai dan

Malaka. Jika kita dasarkan berita Tome Pires, maka ketiga

Kerajaan Kampar, Indragiri dan Siak senantiasa melakukan

perdagangan dengan Malaka bahkan memberikan upeti

kepada Kerajaan Malaka. Ketiga kerajaan di pesisir Sumatra

Timur ini dikuasai Kerajaan Malaka pada masa pemerintahan

Sultan Mansyur Syah (wafat 1477). Bahkan pada masa

pemerintahan putranya, Sultan Ala’uddin Ri’ayat Syah (wafat

1488) banyak pulau di Selat Malaka (orang laut) termasuk

Lingga-Riau, masuk kekuasaan Kerajaan Malaka. Siak

menghasilkan padi, madu, lilin, rotan, bahan-bahan apotek,

dan banyak emas. Kampar menghasilkan barang dagangan

seperti emas, lilin, madu, biji-bijian, dan kayu gaharu. Indragiri

menghasilkan barang-barang perdagangan, seperti Kampar,

Sumber: Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta: Kementerian Kebudayaan

dan Pariwisata.

Gambar 3.15

Masjid Pulau Penyengat di Kepulauan Riau

191

Sejarah Indonesia

tetapi emas dibeli dari pedalaman Minangkabau.

Siak menjadi daerah kekuasaan Malaka sejak

penaklukan oleh Sultan Mansyûr Syah di mana ditempatkan

raja-raja sebagai wakil Kemaharajaan Melayu. Ketika Sultan

Mahmud Syah I berada di Bintan, Raja Abdullah yang

bergelar Sultan Khoja Ahmad Syah diangkat di Siak. Pada

1596 yang menjadi Raja Siak ialah Raja Hasan putra Ali Jalla

Abdul Jalil, sementara saudaranya yang bernama Raja Husain

ditempatkan di Kelantan. Kemudian di Kampar ditempatkan

Raja Muhammad. Sejak VOC Belanda menguasai Malaka pada

1641 sampai abad ke-18 praktis ketiga kerajaan, yaitu Siak,

Kampar, dan Indragiri berada di bawah pengaruh kekuasaan

politik dan ekonomi–perdagangan VOC. Perjanjian pada 14

Januari 1676 berisi, bahwa hasil timah harus dijual hanya

kepada VOC.

Demikian pula dengan ditemukan tambang emas dari

Petapahan, Kerajaan Siak, juga terikat oleh ikatan perjanjian

monopoli perdagangan sehingga Raja Kecil pada 1723

mendirikan kerajaan baru di Buantan dekat Sabak Auh di

Sungai Jantan Siak yang kemudian disebut juga Kerajaan Siak.

Raja Kecil kemudian sebagai sultan memakai gelar Sultan Abdul

Jalil Rahmad Syah (1723-1748), dan selama pemerintahannya

ia meluaskan daerah kekuasaannya sambil melakukan

perlawanan-perlawanan terhadap kekuasaan politik VOC,

bahkan sering muncul armadanya di Selat Malaka. Pada

1750, Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah memindahkan ibu kota

kerajaan dari Buantan ke Mempura yang terletak di tepi Sunai

Memra Besar, Sungai Jantan diubah namanya menjadi Sungai

Siak dan kerajaannya disebut Kerajaan Siak Sri Indrapura.

Karena VOC, yang kantor dagangnya ada di Pulau Guntung

di mulut Sungai Siak, sering mengganggu lalu lintas kapal-

kapal Kerajaan Siak Sri Indrapura, maka Sultan Abdul Jalil

Rahmad Syah dengan pasukannya pada 1760 menyerang

benteng VOC.

192

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Kerajaan Siak di bawah pemerintahan Sultan Sa’id

Ali (1784-1811) banyak berjasa bagi rakyatnya. Ia berhasil

memakmurkan kerajaan dan ia dikenal sebagai seorang

Sultan yang jujur. Daerah-daerah yang pada masa Raja Kecil

melepaskan diri dari Kerajaan Siak dan berhasil ia kuasai

kembali. Sultan Sa’id Ali memundurkan diri sebagai Sultan

Siak pada 1811 dan kemudian pemerintahannya diganti oleh

putranya, Tengku Ibrahim. Di bawah pemerintahan Tengku

Ibrahim inilah Kerajaan Siak mengalami kemunduran sehingga

banyak orang yang pindah ke Bintan, Lingga Tambelan,

Terenggano, dan Pontianak. Ditambah lagi dengan adanya

perjanjian dengan VOC pada 1822 di Bukit Batu yang isinya

menekankan Kerajaan Siak tidak boleh mengadakan ikatan-

ikatan atau perjanjian-perjanjian dengan negara-negara lain

kecuali dengan Belanda. Dengan demikian, Kerajaan Siak

Sri Indrapura semakin sempit geraknya dan semakin banyak

dipengaruhi politik penjajahan Hindia-Belanda.

Gambar 3.16

Masjid Indrapuri di Aceh Besar

Sumber :Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta:

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

193

Sejarah Indonesia

Sebagaimana telah disebutkan bahwa Kerajaan Kampar

sejak abad ke-15 berada di bawah Kerajaan Malaka. Pada

masa pemerintahannya, Sultan Abdullah di Kampar tidak

mau menghadap Sultan Mahmud Syah I di Bintan selaku

pemegang kekuasaan Kemaharajaan Melayu. Akibatnya

Sultan Mahmud Syah I mengirimkan pasukannya ke Kampar.

Sultan Abdullah minta bantuan Portugis, dan berhasil

mempertahankan Kampar. Ketika Sultan Abdullah dibawa ke

Malaka oleh Portugis, maka Kampar ada di bawah pembesar-

pembesar kerajaan, di antaranya Mangkubumi Tun Perkasa

yang mengirimkan utusan ke Kemaharajaan Melayu di bawah

pimpinan Sultan Abdul Jalil Syah I yang memohon agar di

Kampar ditempatkan raja.

Hasil permohonan tersebut dikirimkan seorang pembesar

dari Kemaharajaan Melayu ialah Raja Abdurrahman bergelar

Maharaja Dinda Idan berkedudukan di Pekantua. Hubungan

antara Kerajaan Kampar di bawah pemerintahan Maharaja

Lela Utama dengan Siak dan Kuantan diikat dengan hubungan

perdagangan. Tetapi masa pemerintahan penggantinya

Maharaja Dinda II memindahkan ibu kota Kerajaan Kampar

pada 1725 ke Pelalawan yang kemudian mengganti Kerajaan

Kampar menjadi Kerajaan Pelalawan. Kemudian kerajaan

tersebut tunduk kepada Kerajaan Siak, dan pada 4 Februari

1879 dengan terjadinya perjanjian pengakuannya Kampar

berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Kerajaan

Indragiri sebelum 1641 yang berada di bawah Kemaharajaan

Malayu berhubungan erat dengan Portugis, tetapi setelah

Malaka diduduki VOC, mulailah berhubungan dengan VOC

yang mendirikan kantor dagangnya di Indragiri berdasarkan

perjanjian 28 Oktober 1664.

Pada 1765, Sultan Hasan Shalahuddin Kramat Syah

memindahkan ibukotanya ke Japura tetapi dipindahkan lagi pada

5 Januari 1815 ke Rengat oleh Sultan Ibrahim atau Raja Indragiri

XVII. Sultan Ibrahim inilah yang ikut serta berperang dengan Raja

194

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Haji di Teluk Ketapang pada 1784. Demikianlah, kekuasaan politik

kerajaan ini sama sekali hilang berdasarkan Tractat van Vrede en

Vriend-schap 27 September 1838, berada di bawah pemerintahan

Hindia Belanda, yang berarti jalannya pemerintahan Kerajaan

Indragiri ditentukan pemerintah Hindia Belanda.

d. Kerajaan Islam di Jambi

Berdasarkan temuan-temuan arkeologis kemungkinan

kehadiran Islam di daerah Jambi diperkirakan dimulai

sejak abad ke-9 atau abad ke-10 sampai abad ke-13.

Kemungkinan pada masa itu proses Islamisasi masih terbatas

pada perorangan. Karena proses Islamisasi besar-besaran

bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya Kerajaan

Islam Jambi sekitar 1500 M di bawah pemerintahan Orang

Kayo Hitam yang juga meluaskan “Bangsa XII” dari “Bangsa

IX”, anak Datuk Paduka Berhala. Konon menurut Undang-

Undang Jambi, Datuk Paduka Berhala adalah orang dari Turki

yang terdampar di Pulau Berhala yang kemudian dikenal

dengan sebutan Ahmad Salim. Ia menikah dengan Putri

Salaro Pinang Masak yang sudah Muslim, turunan raja-raja

Pagarruyung yang kemudian melahirkan Orang Kayo Hitam,

Sultan Kerajaan Jambi yang terkenal. Karena itu kemungkinan

besar penyebaran Islam sudah terjadi sejak sekitar tahun 1460

atau pertengahan abad ke-15.

Menurut Sila-sila Keturunan Raja Jambi, dari pernikahan

antara Datuk Paduka Berhala dengan Putri Pinang Masak,

melahirkan juga tiga saudaranya Orang Kayo Hitam yaitu

Orang Kayo Pingai, Orang Kayo Pedataran/Kedataran, dan

Orang Kayo Gemuk (seorang putri). Yang menjadi pengganti

Datuk Paduka Berhala ialah Orang Kayo Hitam yang beristri

salah seorang putri dari saudara ibunya ialah Putri Panjang

Rambut. Pengganti Orang Kayo Hiam ialah Panembahan

Ilang di Aer yang setelah wafat dimakamkan di Rantau Kapas

sehingga terkenal pula dengan Panembahan Rantau Kapas.

Masa pemerintahan Datuk Paduka Berhala beserta Putri Pinang

195

Sejarah Indonesia

Masak sekitar tahun 1460, Orang Kayo Pingai sekitar tahun

1480, Orang Kayo Pedataran sekitar tahun 1490. Sedangkan

masa pemerintahan Orang Kayo Hitam sendiri sekitar tahun

1500, Panembahan Rantau Kapas sekitar antara tahun 1500

hingga 1540, Panembahan Rengas Pandak cucu Orang Kayo

Hitam sekitar tahun 1540 M, Panembahan Bawah Sawoh cicit

Orang Kayo Hitam sekitar tahun 1565.

Setelah Panembahan Bawah Sawoh meninggal dunia,

pemerintahan digantikan oleh Panembahan Kota Baru

sekitar tahun 1590, dan kemudian diganti lagi oleh Pangeran

Keda yang bergelar Sultan Abdul Kahar pada 1615. Sejak

masa pemerintahan Kerajaan Islam Jambi di bawah Sultan

Abdul Kahar itulah orang-orang VOC mulai datang untuk

menjalin hubungan perdagangan. Mereka membeli hasil-

hasil Kerajaan Jambi terutama lada. Dengan izin Sultan Jambi

pada 1616, Kompeni Belanda (VOC) mendirikan lojinya di

Muara Kompeh. Tetapi beberapa tahun kemudian ialah pada

1636 loji tersebut ditinggalkan karena rakyat Jambi tidak mau

menjual hasil-hasil buminya kepada VOC. Sejak itu hubungan

Kerajaan Jambi dengan VOC makin renggang, ditambah pada

1642 Gubernur Jenderal VOC Antonio van Diemen menuduh

Jambi bekerja sama dengan Mataram.

Pada masa pemerintahan Sultan Sri Ingalogo (1665-

1690) terjadi peperangan antara Kerajaan Jambi dengan

Kerajaan Johor di mana Kerajaan Jambi mendapat bantuan

VOC dan akhirnya menang. Meskipun demikian, sebagai upah

bantuan itu VOC berturut-turut menyodorkan perjanjian pada

12 Juli 1681, 20 Agustus 1681, 11 Agustus 1683, dan 20

Agustus 1683. Pada hakikatnya perjanjian-perjanjian tersebut

menguatkan monopoli pembelian lada, dan sebaliknya VOC

memaksakan untuk penjualan kain dan opium. Beberapa

tahun kemudian terjadi penyerangan kantor dagang VOC

oleh rakyat Jambi dan kepala pedagang VOC, Sybrandt Swart

terbunuh pada 1690 dan Sultan Jambi dituduh terlibat. Oleh

196

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

karena itu, Sultan Sri Ingalogo ditangkap dan diasingkan

mula-mula ke Batavia dan akhirnya ke Pulau Banda. Sultan

penggantinya ialah Pangeran Dipati Cakraningrat yang

bergelar Sultan Kiai Gede. Dengan demikian, Sultan Ratu

yang lebih berhak disingkirkan dan ia dengan sejumlah

pengikutnya pindah ke Muaratebo, membawa keris pusaka

Sigenjei, keris lambang bagi Raja-Raja Jambi yang mempunyai

hak atas kerajaan. Sejak itulah terus-menerus terjadi konflik

yang memuncak dengan pemberontakan dan perlawanan

Sultan Thâhâ Sayf al-Dîn yang dipusatkan terutama di

daerah Batanghari Hulu. Di daerah inilah pada pertempuran

yang sengit, Sultan Thaha gugur pada 1 April 1904 dan ia

dimakamkan di Muaratebo.

e. Kerajaan Islam di Sumatra Selatan

Sejak Kerajaan Sriwijaya mengalami kelemahan

bahkan runtuh sekitar abad ke-14, mulailah proses Islamisasi

sehingga pada akhir abad ke-15 muncul komunitas Muslim

di Palembang. Palembang pada akhir abad ke-16 sudah

merupakan daerah kantong Islam terpenting atau bahkan

pusat Islam di bagian selatan “Pulau Emas”. Bukan saja

karena reputasinya sebagai pusat perdagangan yang banyak

dikunjungi pedagang Arab/Islam pada abad-abad kejayaan

Sriwijaya, tetapi juga dibantu oleh kebesaran Malaka yang

tak pernah melepaskan keterlibatannya dengan Palembang

sebagai tanah asalnya.

Palembang sekitar awal abad ke-16 sudah ada di bawah

pengaruh kekuasaan Kerajaan Demak masa pemerintahan

Pate Rodim seperti diberitakan Tome Pires (1512-1515)

bahkan pada waktu itu penduduk Palembang berjumlah

lebih kurang 10.000 orang. Tetapi banyak yang mati dalam

serangan membantu Demak terhadap Portugis di Malaka.

Mereka berdagang dengan Malaka dan Pahang dengan jung-

jung sebanyak 10 atau 12 setiap tahunnya. Komoditas yang

diperdagangkan adalah beras dan bahan makanan, katun,

197

Sejarah Indonesia

rotan, lilin, madu, anggur, emas, besi, kapur barus, dan lain-

lainnya. Meskipun kedudukan Palembang sebagai pusat

penguasa Muslim sudah ada sejak 1550, nama tokoh yang

tercatat menjadi sultan pertama Kesultanan Palembang ialah

Susuhunan Sultan Abdurrahman Khalifat al-Mukminin Sayyid

al-Iman/Pangeran Kusumo Abdurrahman/Kiai Mas Endi sejak

1659 sampai 1706. Palembang berturut-turut diperintah

oleh 11 sultan sejak 1706 dan sultan yang terakhir, Pangeran

Kromojoyo/Raden Abdul Azim Purbolinggo (1823-1825).

Kontak pertama Kesultanan Palembang dengan VOC

terjadi pada 1610, tetapi karena VOC tidak dipedulikan

kepentingannya maka selalu terjadi kerenggangan. Pada 1658

wakil dagang VOC, Ockersz beserta pasukannya dibunuh

dan dua buah kapalnya yaitu Wachter dan Jacatra dirampas.

Akibatnya pada 4 November 1659 terjadi peperangan antara

Kesultanan Palembang dengan VOC di bawah pimpinan

Laksamana Joan van der Laen. Pada perang ini Keraton

Kesultanan Palembang dibakar. Demikian pula Kuta dan

permukiman penduduk Cina, Portugis, Arab dan bangsa-

bangsa lainnya yang berada di seberang Kuta juga dibakar.

Kota Palembang dapat direbut lagi oleh pasukan Palembang

dan kemudian dilakukan pembangunan-pembangunan,

kecuali Masjid Agung yang hingga kini masih dapat disaksikan

Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah. Jilid III. Jakarta: PT Ichtiar

Baru van Hoeve.

Gambar 3.17

Mesjid Agung Palembang yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Mahmud

Badaruddin

198

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

meskipun sudah ada beberapa perubahan. Masjid agung

mulai dibangun 28 Jumadil Awal 1151 H atau 26 Mei 1748

M pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I

(1724-1758). Pada masa pemerintahan putranya yaitu Sultan

Ahmad Najmuddin (1758-1774) syiar agama Islam makin

pesat. Pada waktu itu, berkembanglah hasil-hasil sastra

keagamaan dari tokoh-tokoh, antara lain, Abdussamad al-

Palimbani, Kemas Fakhruddin, Kemas Muhammad ibn Ahmad,

Muhammad Muhyiddin ibn Syaikh Shibabuddin, Muhammad

Ma’ruf ibn Abdullah, dan lainnya. Mengenai ulama terkenal

Abdussamad bin Abdullah al-Jawi al-Palimbani (1704-1789),

telah dibicarakan Azyumardi Azra dalam

Historiografi Islam

Kontemporer

secara lengkap tentang riwayatnya, ajaran serta

kitab-kitabnya dan guru-guru sufi serta tarekatnya.

Dalam perjalanan sejarahnya, Kesultanan Palembang

sejak pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II mendapat

serangan dari pasukan Hindia Belanda pada Juli 1819 atau

yang dikenal sebagai Perang Menteng (diambil dari kata

Muntinghe). Serangan besar-besaran oleh

pasukan Belanda pimpinan J.C. Wolterboek

yang terjadi pada Oktober 1819 juga

dapat dipukul mundur oleh prajurit-prajurit

Kesultanan Palembang. Tetapi pihak Belanda

pada Juni 1821 mencoba lagi melakukan

penyerangan dengan banyak armada di bawah

pimpinan panglima Jenderal de Kock. Sultan

Mahmud Badaruddin II ditangkap kemudian

dibuang ke Ternate. Kesultanan Palembang

sejak 7 Oktober 1823 dihapuskan dan

kekuasaan daerah Palembang berada langsung

di bawah Pemerintah Hindia Belanda dengan

penempatan Residen Jon Cornelis Reijnst yang

tidak diterima. Sultan Ahmad Najaruddin Prabu

Anom karena memberontak akhirnya ditangkap

Gambar 3.18

Jenderal de Kock

Sumber :Harsja. Bachtiar, Peter B.R. Carey,

Onghokham. 2009. Raden Saleh: Anak

Belanda, Mooi Indie dan Nasionalisme.

Jakarta: Komunitas Bambu.

199

Sejarah Indonesia

kemudian diasingkan ke Banda, dan seterusnya dipindahkan

ke Menado.

f. Kerajaan Islam di Sumatra Barat

Islam di daerah Lampung tidak akan dibicarakan karena

daerah ini sudah sejak awal masuk kekuasaan Kesultanan

Banten, karena itu yang akan dibicarakan pada bagian ini

ialah Kerajaan Islam di Sumatra Barat. Mengenai masuk dan

berkembangnya Islam di daerah Sumatra Barat masih sukar

dipastikan. Berdasarkan berita Cina dari Dinasti T’ang yang

menyebutkan sekitar abad ke-7 (674 M) ada kelompok orang-

orang Arab (Ta’shih) dan disebutkan oleh W.P. Goeneveldt,

wilayah perkampungan mereka berada di pesisir barat

Sumatra. Islam yang datang dan berkembang di Sumatra

Barat diperkirakan pada akhir abad ke-14 atau abad 15, sudah

memperoleh pengaruhnya di kerajaan besar Minangkabau.

Bahwa Islam sudah masuk ke daerah Minangkabau pada

sekitar akhir abad ke-15 mungkin dapat dihubungkan

dengan cerita yang terdapat dalam naskah kuno dari Kerinci

tentang Siak Lengih Malin Sabiyatullah asal Minangkabau

yang mengenalkan Islam di daerah Kerinci, semasa dengan

Putri Unduk Pinang Masak, Dayang Baranai, Parpatih Nan

Sabatang yang kesemuanya berada di daerah Kerinci. Tome

Pires (1512-1515) juga mencatat keberadaan tempat-tempat

seperti Pariaman, Tiku, bahkan Barus. Dari ketiga tempat ini

diperoleh barang-barang perdagangan, seperti emas, sutra,

damar, lilin, madu kamper, kapur barus, dan lainnya. Setiap

tahun ketiga tempat tersebut juga didatangi dua atau tiga

kapal dari Gujarat yang membawa barang dagangannya

antara lain pakaian.

Melalui pelabuhan-pelabuhannya sejak abad ke-15

dan ke-16 hubungan antara daerah Sumatra Barat dengan

berbagai negeri terjalin dalam hubungan perdagangan antara

lain dengan Aceh. Pada masa Iskandar Muda, Pariaman

merupakan salah satu daerah yang berada di bawah

200

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

pengaruh Kerajaan Aceh penggantinya. Pada abad ke-17

M, terdapat ulama terkenal di Sumatra Barat salah seorang

murid Abdurrauf al-Sinkili yang terkenal bernama Syaikh

Burhanuddin (1646-1692) di Ulakan. Ia mendirikan surau

dan tak disangsikan lagi Ulakan merupakan pusat keilmuan

Islam di Minangkabau. Tarekat Syattariyah yang diajarkannya

tersebar di daerah Minangkabau dan ajaran tasawufnya

cenderung kepada syariah dan dapat dikatakan sebagai

ajaran neo-sufisme. Syaikh Burhanuddin dalam masyarakat

setempat dikenal sebagai Tuanku Ulakan. Penyebaran Islam

yang bersifat pembaruan dan menjangkau lebih jauh lagi

mencapai klimaksnya pada awal abad ke-19.

Sejak awal abad ke-16 sampai awal abad ke-19 di

daerah Minangkabau senantiasa terdapat kedamaian, sama-

sama saling menghargai antara kaum adat dan kaum agama,

antara hukum adat dan syariah Islam sebagaimana tercetus

dalam pepatah “Adat bersandi syara, syara bersandi adat”.

Sejak awal abad ke-19 timbul pembaruan Islam di daerah

Sumatra Barat yang membawa pengaruh Wahabiyah dan

kemudian memunculkan “Perang Padri “, perang antara

golongan adat dan golongan agama. Wilayah Minangkabau

mempunyai seorang raja yang berkedudukan di Pagarruyung.

Raja tetap dihormati sebagai lambang negara tetapi tidak

mempunyai kekuasaan, karena hakikatnya kekuasaan ada

di tangan para panghulu yang tergabung dalam Dewan

Penghulu atau Dewan Negari.

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minangkabau

lambat laun terjadi kebiasaan buruk seperti main judi,

menyabung ayam, menghisap madat dan minum-minuman

keras. Para pembesarnya tidak dapat mencegah bahkan

di antaranya turut serta. Terkait dengan hal itu, kaum

ulamanya yang kelak dinamakan kaum “Padri” berkeinginan

mengadakan perbaikan mengembalikan kehidupan

masyarakat Minangkabau kepada kemurnian Islam. Di antara

201

Sejarah Indonesia

kaum ulama itu Tuanku Kota Tua dari kampung Kota Tua di

dataran Agam mengajarkan kemurnian Islam berdasarkan

al-Qur’an dan hadis. Sementara itu, pada 1803 tiga orang

haji kembali dari Makkah yaitu Haji Miskin dari Pandai Sikat,

Haji Sumanik dari Delapan Kota, dan Haji Piabang dari Tanah

Datar. Ketika Haji Miskin melarang penyabungan ayam di

kampungnya, maka kaum adat melawan sehingga Haji Miskin

dikejar-kejar dan ketika sampai ke Kota Lawas ia mendapat

perlindungan dari Tuanku Mensiangan. Dari sini Haji Miskin

lari ke Kamang dan bertemu dengan Tuanku Nan Renceh

yang akhirnya melalui pertemuan beberapa tokoh ulama

terutama di darah Luhak Agam dibentuklah kelompok yang

disebut “Padri” yang tujuan utamanya ialah memperjuangkan

tegaknya syara dan membasmi kemaksiatan. Mereka itu terdiri

atasTuanku Nan Renceh, Tuanku Bansa, Tuanku Galung,

Tuanku Lubuk Aer, Tuamku Padang Lawas, Tuanku Padang

Luar, Tuanku Kubu Ambelan, dan Tuanku Kubu Senang.

Kedelapan ulama Padri itu disebut Harimau Nan

Salapan. Perjuangan kaum Padri itu makin kuat, tetapi pihak

kaum Adat dibantu Belanda untuk keuntungan politik dan

ekonominya. Hal ini membuat kaum Padri melawan dua

kelompok sekaligus yaitu kaum Adat dan kaum penjajah

Belanda termasuk perlawanan bangsa Indonesia terhadap

kolonialisme Belanda. Pada awal abad ke-19, Belanda dengan

adanya celah pertentangan antara kaum adat dengan kaum

ulama dalam Perang Padri, memakai kesempatan demi

keuntungan politik dan ekonominya. Tahun 1830-1838,

ditandai dengan perlawanan Padri yang meningkat dan

penyerbuan Belanda secara besar-besaran. Perlawanan Padri

diakhiri dengan tertangkapnya pemimpin-pemimpin Padri

terutama Tuanku Imam Bonjol dalam pertempuran Benteng

Bonjol, pada 25 Oktober 1837. Dengan demikian, pemerintah

Hindia Belanda pada akhir 1838 berhasil mengukuhkan

kekuasaan politik dan ekonominya di daerah Minangkabau

atau di Sumatra Barat. Tuanku Imam Bonjol kemudian

202

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

diasingkan ke Cianjur, dan pada 19 Januari 1839 dibuang ke

Ambon, serta pada 1841 dipindahkan ke Menado kemudian

ia wafat di tempat itu pada 6 November 1864.

Uji Kompetensi

Buatlah peta Sumatra. Kemudian gambarkan sebaran letak kerajaan-

kerajaan pada peta tersebut! Kerjakan dalam kelompok!

2.

Kerajaan Islam di Jawa

Tahukah kamu kapan dan bagaimana proses Islamisasi di

tanah Jawa? Islam masuk ke Jawa melalui pesisir utara Pulau Jawa.

Bukti sejarah tentang awal mula kedatangan Islam di Jawa antara

lain ialah ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah

yang wafat tahun 475 H atau 1082 M di Desa Leran, Kecamatan

Manyar, Gresik. Dilihat dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah

keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di Persia.

Di samping itu, di Gresik juga ditemukan makam Maulana

Malik Ibrahim dari Kasyan (satu tempat di Persia) yang meninggal

pada tahun 822 H atau 1419 M. Agak ke pedalaman, di Mojokerto

juga ditemukan ratusan makam Islam kuno. Makam tertua berangka

tahun 1374. Diperkirakan makam-makam ini ialah makam keluarga

istana Majapahit. Berdasarkan informasi ini, tentu kamu dapat

mengambil kesimpulan bahwa Islam itu sudah lama masuk ke

Pulau Jawa, jauh sebelum bangsa Barat menjejakkan kaki di pulau

ini. Untuk lebih jelasnya marilah kita paparkan sekelumit kerajaan-

kerajaan Islam di Pulau Jawa.

a.

Kerajaan Demak

Para ahli memperkirakan Demak berdiri tahun 1500.

Sementara Majapahit hancur beberapa waktu sebelumnya.

Menurut sumber sejarah lokal di Jawa, keruntuhan

Majapahit terjadi sekitar tahun 1478. Hal ini ditandai dengan

candrasengkala,

Sirna Hilang Kertaning Bhumi

yang berarti

203

Sejarah Indonesia

memiliki angka tahun 1400 Saka. Raja pertama Kerajaan

Demak adalah Raden Fatah, yang bergelar Sultan Alam

Akbar Al-Fatah. Raden Fatah memerintah Demak dari tahun

1500-1518. Menurut cerita rakyat Jawa Timur, Raden Fatah

merupakan keturunan raja terakhir dari Kerajaan Majapahit,

yaitu Raja Brawijaya V. Di bawah pemerintahan Raden

Fatah, Kerajaan Demak berkembang dengan pesat karena

memiliki daerah pertanian yang luas sebagai penghasil bahan

makanan, terutama beras. Selain itu, Demak juga tumbuh

menjadi sebuah kerajaan maritim karena letaknya di jalur

perdagangan antara Malaka dan Maluku. Oleh karena itu

Kerajaan Demak disebut juga sebagai sebuah kerajaan yang

agraris-maritim. Barang dagangan yang diekspor Kerajaan

Demak antara lain beras, lilin dan madu. Barang-barang itu

diekspor ke Malaka, Maluku dan Samudera Pasai.

Gambar 3.19

Peta pengaruh kesultanan Demak meliputi Sumatra Selatan dan

Kalimantan

Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah. Jilid

III. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.

204

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Pada masa pemerintahan Raden Fatah, wilayah

kekuasaan Kerajaan Demak cukup luas, meliputi Jepara,

Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi dan beberapa daerah di

Kalimantan. Daerah-daerah pesisir di Jawa bagian Tengah

dan Timur kemudian ikut mengakui kedaulatan Demak dan

mengibarkan panji-panjinya. Kemajuan yang dialami Demak

ini dipengaruhi oleh jatuhnya Malaka ke tangan Portugis.

Karena Malaka sudah dikuasai oleh Portugis, maka para

pedagang yang tidak simpatik dengan kehadiran Portugis di

Malaka beralih haluan menuju pelabuhan-pelabuhan Demak

seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik. Pelabuhan-

pelabuhan tersebut kemudian berkembang menjadi

pelabuhan transit.

Selain tumbuh sebagai pusat perdagangan, Demak

juga tumbuh menjadi pusat penyebaran agama Islam. Para

wali yang merupakan tokoh penting pada perkembangan

Kerajaan Demak ini, memanfaatkan posisinya untuk lebih

menyebarkan Islam kepada penduduk Jawa. Para wali juga

berusaha menyebarkan Islam di luar Pulau Jawa. Penyebaran

agama Islam di Maluku dilakukan oleh Sunan Giri sedangkan

Gambar 3.20

Masjid Agung Demak merupakan bekas peninggalan Kerajaan

Demak

Sumber :Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta:

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

205

Sejarah Indonesia

di daerah Kalimantan Timur dilakukan oleh seorang penghulu

dari Kerajaan Demak yang bernama Tunggang Parangan.

Setelah Kerajaan Demak lemah maka muncul Kerajaan

Pajang.

b.

Kerajaan Mataram

Setelah Kerajaan Demak berakhir, berkembanglah

Kerajaan Pajang di bawah pemerintahan Sultan Hadiwijaya.

Di bawah kekuasaannya, Pajang berkembang baik. Bahkan

berhasil mengalahkan Arya Penangsang yang berusaha

merebut kekuasaannya. Tokoh yang membantunya

mengalahkan Arya Penangsang di antaranya adalah Ki Ageng

Pemanahan (Ki Gede Pemanahan). la diangkat sebagai bupati

(adipati) di Mataram. Kemudian putranya, Raden Bagus

(Danang) Sutawijaya diangkat anak oleh Sultan Hadiwijaya

dan dibesarkan di istana. Sutawijaya dipersaudarakan dengan

putra mahkota, bernama Pangeran Benowo.

Pada tahun 1582, Sultan Hadiwijaya meninggal dunia.

Penggantinya, Pangeran Benowo merupakan raja yang

lemah. Sementara Sutawijaya yang menggantikan Ki Gede

Pemanahan justru semakin menguatkan kekuasaannya

sehingga akhirnya Istana Pajang pun jatuh ke tangannya.

Sutawijaya segera memindahkan pusaka Kerajaan Pajang

ke Mataram. Sutawijaya sebagai raja pertama dengan gelar:

Panembahan Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama

.

Pusat kerajaan ada di Kota Gede, sebelah tenggara Kota

Yogyakarta sekarang. Panembahan Senapati digantikan oleh

putranya yang bernama Mas Jolang (1601-1613). Mas Jolang

kemudian digantikan oleh putranya bernama Mas Rangsang

atau lebih dikenal dengan nama Sultan Agung (1613-1645).

Pada masa pemerintahan Sultan Agung inilah Mataram

mencapai zaman keemasan.

206

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Dalam bidang politik pemerintahan, Sultan Agung

berhasil memperluas wilayah Mataram ke berbagai daerah

yaitu, Surabaya (1615), Lasem, Pasuruhan (1617), dan Tuban

(1620). Di samping berusaha menguasai dan mempersatukan

berbagai daerah di Jawa, Sultan Agung juga ingin mengusir

VOC dari Kepulauan Indonesia. Kemudian diadakan dua kali

serangan tentara Mataram ke Batavia pada tahun 1628 dan

1629.

Mataram berkembang menjadi kerajaan agraris. Dalam

bidang pertanian, Mataram mengembangkan daerah-daerah

persawahan yang luas. Seperti yang dilaporkan oleh Dr. de

Han, Jan Vos dan Pieter Franssen bahwa Jawa bagian tengah

adalah daerah pertanian yang subur dengan hasil utamanya

adalah beras. Pada abad ke-17, Jawa benar-benar menjadi

lumbung padi. Hasil-hasil yang lain adalah kayu, gula, kelapa,

kapas, dan hasil palawija.

Gambar 3.21

Masjid Agung Surakarta

Sumber :Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta:

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

207

Sejarah Indonesia

Di Mataram dikenal beberapa kelompok dalam

masyarakat. Ada golongan raja dan keturunannya, para

bangsawan dan rakyat sebagai kawula kerajaan. Kehidupan

masyarakat bersifat feodal karena raja adalah pemilik tanah

beserta seluruh isinya. Sultan dikenal sebagai

panatagama,

yaitu pengatur kehidupan keagamaan. Oleh karena itu,

Sultan memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Rakyat sangat

hormat dan patuh, serta hidup mengabdi pada sultan.

Bidang kebudayaan juga maju pesat. Seni bangunan,

ukir, lukis, dan patung mengalami perkembangan. Kreasi-

kreasi para seniman, misalnya terlihat pada pembuatan

gapura-gapura, serta ukir-ukiran di istana dan tempat ibadah.

Seni tari yang terkenal adalah Tari Bedoyo Ketawang. Dalam

prakteknya, Sultan Agung memadukan unsur-unsur budaya

Islam dengan budaya

Hindu-Jawa. Sebagai

contoh, di Mataram

diselenggarakan

perayaan sekaten

untuk memperingati

hari kelahiran Nabi

Muhammad saw,

Gambar 3.22

Tradisi Sekaten yang masih ada hingga saat ini

Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah. Jilid

III. Jakarta. PT Ichtiar Baru van Hoeve.

208

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

dengan membunyikan gamelan Kyai Nagawilaga dan Kyai

Guntur Madu. Kemudian juga diadakan upacara grebeg.

Grebeg diadakan tiga kali dalam satu tahun, yaitu setiap

tanggal 10 Dzulliijah (Idul Adha), 1 Syawal (Idul Fitri), dan

tanggal 12 Rabiulawal (Maulid Nabi). Bentuk dan kegiatan

upacara grebeg adalah mengarak gunungan dari keraton ke

depan masjid agung. Gunungan biasanya dibuat

dari berbagai makanan, kue, dan hasil bumi

yang dibentuk menyerupai gunung. Upacara

grebeg merupakan sedekah sebagai rasa syukur

dari raja kepada Tuhan Yang Maha Esa dan juga

sebagai pembuktian kesetiaan para bupati dan

punggawa kerajaan kepada rajanya.

Sultan Agung wafat pada 1645. Ia dimakamkan di

Bukit Imogiri. Ia digantikan oleh putranya yang bergelar

Amangkurat I. Akan tetapi, pribadi raja ini sangat berbeda

dengan pribadi Sultan Agung. Amangkurat I adalah seorang

raja yang lemah, berpandangan sempit, dan sering bertindak

Untuk memperdalam masalah

ini kamu bisa membaca buku

J.H. de Graaf & T.H. Pigeud.

Kerajaan Islam Pertama

di Jawa: Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI.

Gambar 3.23

Keraton Surakarta

Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah. Jilid

III. Jakarta. PT Ichtiar Baru van Hoeve.

209

Sejarah Indonesia

kejam. Mataram mengalami kemunduran apalagi adanya

pengaruh VOC yang semakin kuat. Dalam perkembangannya

Kerajaan Mataram akhirnya dibagi dua berdasarkan Perjanjian

Giyanti (1755). Sebelah barat menjadi Kesultanan Yogyakarta

dan sebelah timur menjadi Kasunanan Surakarta.

c. Kesultanan Banten

Kerajaan Banten berawal sekitar tahun

1526

, ketika

Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir

barat Pulau Jawa, dengan menaklukkan beberapa kawasan

pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan

militer serta kawasan perdagangan. Maulana Hasanuddin,

putera Sunan Gunung Jati berperan dalam penaklukan

tersebut. Setelah penaklukan tersebut, Maulana Hasanuddin

atau lebih sohor dengan sebutan Fatahillah, mendirikan

benteng pertahanan yang dinamakan

Surosowan

, yang

kemudian hari menjadi pusat pemerintahan, yakni Kesultanan

Banten.

Pada awalnya, kawasan Banten dikenal dengan nama

Banten Girang yang merupakan bagian dari Kerajaan Sunda.

Kedatangan pasukan kerajaan di bawah pimpinan Maulana

Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan

wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam. Kemudian

dipicu oleh adanya kerja sama Sunda-Portugis dalam bidang

ekonomi dan politik, hal ini dianggap dapat membahayakan

kedudukan Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka

mengusir Portugis dari Malaka tahun 1513. Atas perintah

Sultan Trenggono, Fatahillah melakukan penyerangan dan

penaklukan Pelabuhan Sunda Kelapa sekitar tahun 1527,

yang waktu itu masih merupakan pelabuhan utama dari

Kerajaan Sunda.

Selain mulai membangun benteng pertahanan di

Banten, Fatahillah juga melanjutkan perluasan kekuasaan

ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan dalam

210

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu ia juga

telah melakukan kontak dagang dengan raja

Malangkabu

(Minangkabau, Kerajaan Indrapura), Sultan Munawar Syah

dan dianugerahi

keris oleh raja tersebut.

Seiring dengan kemunduran Demak terutama setelah

meninggalnya Sultan Trenggono, maka Banten melepaskan

diri dan menjadi kerajaan yang mandiri. Pada 1570 Fatahillah

wafat. Ia meninggalkan dua orang putra laki-laki, yakni

Pangeran Yusuf dan Pangeran Arya (Pangeran Jepara).

Dinamakan Pangeran Jepara, karena sejak kecil ia sudah

diikutkan kepada bibinya (Ratu Kalinyamat) di Jepara. Ia

kemudian berkuasa di Jepara menggantikan Ratu Kalinyamat,

sedangkan Pangeran Yusuf menggantikan Fatahillah di

Banten.

Sumber: Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta:

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Gambar 3.24

Masjid Agung Banten

211

Sejarah Indonesia

Pangeran Yusuf melanjutkan usaha-usaha perluasan

daerah yang sudah dilakukan ayahandanya. Tahun 1579,

daerah-daerah yang masih setia pada Pajajaran ditaklukkan.

Untuk kepentingan ini Pangeran Yusuf memerintahkan

membangun kubu-kubu pertahanan. Tahun 1580, Pangeran

Yusuf meninggal dan digantikan oleh putranya, yang bernama

Maulana Muhammad. Pada 1596, Maulana Muhammad

melancarkan serangan ke Palembang. Pada waktu itu

Palembang diperintah oleh Ki Gede ing Suro (1572 - 1627).

Ki Gede ing Suro adalah seorang penyiar agama Islam dari

Surabaya dan perintis perkembangan pemerintahan kerajaan

Islam di Palembang. Kala itu Kerajaan Palembang lebih setia

kepada Mataram dan sekaligus merupakan saingan Kerajaan

Banten. Itulah sebabnya, Maulana Muhammad melancarkan

serangan ke Palembang. Kerajaan Palembang dapat

dikepung dan hampir saja dapat ditaklukkan. Akan tetapi,

Sultan Maulana Muhammad tiba-tiba terkena tembakan

musuh dan meninggal. Oleh karena itu, ia dikenal dengan

sebutan Prabu Seda ing Palembang. Serangan tentara Banten

terpaksa dihentikan, bahkan akhirnya ditarik mundur kembali

ke Banten.

Gugurnya Maulana Muhammad menimbulkan berbagai

perselisihan di istana. Putra Maulana Muhammad yang

bernama Abumufakir Mahmud Abdul Kadir, masih kanak-

kanak. Pemerintahan dipegang oleh sang Mangkubumi. Akan

tetapi, Mangkubumi berhasil disingkirkan oleh Pangeran

Manggala. Pangeran Manggala berhasil mengendalikan

kekuasaan di Banten. Baru setelah Abumufakir dewasa dan

Pangeran Manggala meninggal tahun 1624, maka Banten

secara penuh diperintah oleh Sultan Abumufakir Mahmud

Abdul Kadir.

Pada tahun 1596 orang-orang Belanda datang di

pelabuhan Banten untuk yang pertama kali. Terjadilah

perkenalan dan pembicaraan dagang yang pertama antara

212

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

orang-orang Belanda dengan para

pedagang Banten. Tetapi dalam

perkembangannya, orang-orang

Belanda bersikap angkuh dan sombong,

bahkan mulai menimbulkan kekacauan

di Banten. Oleh karena itu, orang-orang

Banten menolak dan mengusir orang-

orang Belanda. Akhirnya, orang-orang

Belanda kembali ke negerinya. Dua

tahun kemudian, orang-orang Belanda

datang lagi. Mereka menunjukkan sikap

yang baik, sehingga dapat berdagang di

Banten dan di Jayakarta.

Menginjak abad ke-17 Banten mencapai zaman keemasan.

Daerahnya cukup luas. Setelah Sultan Abumufakir meninggal,

ia digantikan oleh putranya bernama Abumaali Achmad.

Setelah Abumaali Achmad, tampillah sultan yang terkenal,

yakni Sultan Abdulfattah atau yang lebih dikenal dengan

nama Sultan Ageng Tirtayasa. Ia memerintah pada tahun

1651 - 1682.

Pada masa pemerintahan

Sultan Ageng Tirtayasa, Banten terus mengalami kemajuan.

Letak Banten yang strategis mempercepat perkembangan

dan kemajuan ekonomi Banten. Kehidupan sosial budaya

juga mengalami kemajuan. Masyarakat umum hidup dengan

rambu-rambu budaya Islam.

Secara politik pemerintahan Banten juga semakin kuat.

Perluasan wilayah kekuasaan terus dilakukan bahkan sampai

ke daerah yang pernah dikuasai Kerajaan Pajajaran. Namun

ada sebagian masyarakat yang menyingkir di pedalaman

Banten Selatan karena tidak mau memeluk agama Islam.

Mereka tetap mempertahankan agama dan adat istiadat

Gambar 3.25

Pelabuhan Banten pada abad ke-

16 M

Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012.

Indonesia Dalam Arus Sejarah. Jilid III. Jakarta. PT

Ichtiar Baru van Hoeve.

213

Sejarah Indonesia

nenek moyang. Mereka dikenal dengan masyarakat Badui.

Mereka hidup mengisolir diri di tanah yang disebut tanah

Kenekes

. Mereka menyebut dirinya orang-orang

Kejeroan.

Dalam bidang kebudayaan, seni bangunan mengalami

perkembangan. Beberapa jenis bangunan yang masih tersisa,

antara lain, Masjid Agung Banten, bangunan keraton dan

gapura-gapura.

Pada masa akhir pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa

timbul konflik di dalam istana. Sultan Ageng Tirtayasa yang

berusaha menentang VOC, kurang disetujui oleh Sultan Haji

sebagai raja muda. Keretakan di dalam istana ini dimanfaatkan

VOC dengan politik

devide et impera

. VOC membantu Sultan

Haji untuk mengakhiri kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa.

Berakhirnya kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa membuat

semakin kuatnya kekuasaan VOC di Banten. Raja-raja yang

berkuasa berikutnya, bukanlah raja-raja yang kuat. Hal ini

membawa kemunduran Kerajaan Banten.

d. Kesultanan Cirebon

Menurut berita Tome Pires sekitar 1513 diberitakan

Cirebon sudah termasuk ke daerah Jawa di bawah kekuasaan

Kerajaan Demak. Penguasa di Cirebon ialah Lebe Usa sebagai

bawahan Pate Rodim. Cirebon terutama mengekspor beras

dan banyak bahan makanan lainnya. Kota ini berpenduduk

sekitar 1.000 orang. Menurut Tome Pires Islam sudah hadir di

kota Cirebon 40 tahun sebelum kehadiran Tome Pires sendiri.

Perkiraan kehadiran Islam di kota Cirebon menurut

sumber lokal

Tjarita Purwaka Tjaruban Nagari

karya

Pangeran Arya Cerbon pada 1720 M, dikatakan bahwa

Syarif Hidayatullah datang ke Cirebon pada 1470 M, dan

mengajarkan Islam di Gunung Sembung, bersama-sama Haji

Abdullah Iman atau Pangeran Cakrabumi. Syarif Hidayatullah

214

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

kawin dengan Pakungwati dan pada 1479 ia menggantikan

mertuanya sebagai Penguasa Cirebon, lalu mendirikan

keraton yang diberi nama Pakungwati di sebelah timur

Keraton Sultan Kasepuhan kini. Syarif Hidayatullah terkenal

juga dengan gelaran Susuhunan Jati atau Sunan Gunung

Jati, seorang dari walisongo dan juga ia mendapat julukan

Pandita-Ratu

sejak berfungsi sebagai wali penyebar Islam

di Tatar Sunda dan sebagai kepala pemerintahan. Sejak

itu Cirebon menghentikan upeti ke pusat Kerajaan Sunda

Pajajaran di Pakuan. Sebenarnya Islam sudah mulai disebarkan

meski mungkin masih terbatas daerahnya. Pangeran

Cakrabumi alias Haji Abdullah Iman dan juga Syaikh Datuk

Kahfi yang telah mempelopori pendirian pesantren sebagai

tempat mengajar dan penyebaran agama Islam untuk daerah

sekitarnya. Pada masa pemerintahan Sunan Gunung Jati

Islam makin diintensifkan dengan pendirian Masjid Agung

Cipta Rasa di sisi barat alun-alun Keraton Pakungwati. Islam

diluaskan ke berbagai daerah, antara lain, ke Kuningan,

Talaga, dan Galuh sekitar 1528-1530, dan ke Banten sekitar

1525-1526 bersama putranya Maulana Hasanuddin. Sekitar

1527 ia mendorong menantunya, panglima yang dikirimkan

Pangeran Trenggana dari Demak untuk menyerang Kalapa

yang masih dikuasai Kerajaan Sunda. Ketika itu Kerajaan

Sunda sudah mengadakan hubungan dengan Portugis dari

Malaka sejak 1522.

Sunan Gunung Jati wafat pada 1568, ia dimakamkan

di Bukit Sembung atau yang dikenal dengan makam

Gunung Jati. Penggantinya di Cirebon ialah buyutnya yang

kelak dikenal sebagai Panembahan Ratu putra Pangeran

Suwarga yang telah meninggal dunia pada 1565. Pada

masa pemerintahannya hubungan dengan Mataram masih

diteruskan melalui jalur kekeluargaan antara lain dengan

pernikahan kakak perempuan Panembahan Ratu yaitu Ratu

Ayu Sakluh dengan Sultan Agung Mataram (1613-1645),

yang melahirkan Amangkurat I (1614-1677).

215

Sejarah Indonesia

Keberadaan Kesultanan Cirebon menjelang akhir abad

ke-17 diwarnai dengan perjanjian-perjanjian VOC antara lain

perjanjian pada tanggal 7 Januari 1681. Lewat perjanjian

tersebut Kesultanan Cirebon mulai dicampuri politik

kolonial VOC. Selain itu di bidang ekonomi-perdagangan,

VOC mendapatkan hak monopoli seperti pakaian dan

opium. Demikian pula ekspor komoditas lada, beras, kayu,

gula, dan sebagainya berada di tangan VOC. Sejak 1697,

kekuasaan Keraton Kasepuhan dan Kanoman terbagi lagi

atas Kacirebonan dan Kaprabonan. Karena itu menurut

pendapat Sharon Sidiqque, Kesultanan Cirebon sejak 1681

sampai 1940 mengalami kemerosotan karena kolonialisme.

Meskipun pendapat beberapa ahli agak berbeda namun

dapat dikatakan Kesultanan Cirebon merupakan pusat syiar

keagamaan dengan penyebarannya berlangsung sebelum

168I. Tasawuf dan tarekat-tarekat keagamaan Islam seperti

Kubrawiyah, Qadariyah, Syattariyah, dan kemudian Tijaniyah

berkembang di Cirebon. Cirebon sebagai pusat keagamaan

banyak menghasilkan naskah-naskah kuno seperti

Babad

Cerbon, Tarita Puwaka Tjaruban Nagari, Pepakem Cerbon

,

dan lainnya.

3.

Kerajaan-Kerajaan Islam di Kalimantan

Di samping Sumatra dan Jawa, ternyata di Kalimantan

juga terdapat beberapa kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam.

Apakah kamu sudah mengetahui nama kerajaan-kerajaan Islam

yang tumbuh di Kalimantan? Di antara kerajaan Islam itu adalah

Kesultanan Pasir (1516), Kesultanan Banjar (1526-1905), Kesultanan

Kotawaringin, Kerajaan Pagatan (1750), Kesultanan Sambas (1671),

Kesultanan Kutai Kartanegara, Kesultanan Berau (1400), Kesultanan

Sambaliung (1810), Kesultanan Gunung Tabur (1820), Kesultanan

Pontianak (1771), Kesultanan Tidung, dan Kesultanan Bulungan

(1731).

216

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

a. Kerajaan Pontianak

Kerajaan-kerajaan yang terletak di daerah Kalimantan

Barat antara lain Tanjungpura dan Lawe. Kedua kerajaan

tersebut pernah diberitakan Tome Pires (1512-1551).

Tanjungpura dan Lawe menurut berita musafir Portugis

sudah mempunyai kegiatan dalam perdagangan baik dengan

Malaka dan Jawa, bahkan kedua daerah yang diperintah

oleh Pate atau mungkin adipati kesemuanya tunduk kepada

kerajaan di Jawa yang diperintah Pati Unus. Tanjungpura dan

Lawe (daerah Sukadana) menghasilkan komoditas seperti

emas, berlian, padi, dan banyak bahan makanan. Banyak

barang dagangan dari Malaka yang dimasukkan ke daerah

itu, demikian pula jenis pakaian dari Bengal dan Keling yang

berwarna merah dan hitam dengan harga yang mahal dan

yang murah. Pada abad ke-17, kedua kerajaan itu telah

berada di bawah pengaruh kekuasaan Kerajaan Mataram

terutama dalam upaya perluasan politik dalam menghadapi

ekspansi politik VOC.

Demikian pula Kotawaringin yang kini sudah termasuk

wilayah Kalimantan Barat pada masa Kerajaan Banjar juga

sudah masuk dalam pengaruh Mataram, sekurang-kurangnya

sejak abad ke-16. Meskipun kita tidak mengetahui dengan

pasti kehadiran Islam di Pontianak, konon ada pemberitaan

bahwa sekitar abad ke-18 atau 1720 ada rombongan

pendakwah dari Tarim (Hadramaut) yang di antaranya datang

ke daerah Kalimantan Barat untuk mengajarkan membaca al-

Qur’an, ilmu fikih, dan ilmu hadis. Mereka di antaranya Syarif

Idrus bersama anak buahnya pergi ke Mampawah, tetapi

kemudian menelusuri sungai ke arah laut memasuki Kapuas

Kecil sampailah ke suatu tempat yang menjadi cikal bakal kota

Pontianak. Syarif Idrus kemudian diangkat menjadi pimpinan

utama masyarakat di tempat itu dengan gelar Syarif Idrus ibn

Abdurrahman al-Aydrus yang kemudian memindahkan kota

dengan pembuatan benteng atau kubu dari kayu-kayuan

217

Sejarah Indonesia

untuk pertahanan. Sejak itu Syarif Idrus ibn Abdurrahman

al-Aydrus dikenal sebagai Raja Kubu. Daerah itu mengalami

kemajuan di bidang perdagangan dan keagamaan, sehingga

banyak para pedagang yang berdatangan dari berbagai negeri.

Pemerintahan Syarif Idrus (lengkapnya: Syarif Idrus al-Aydrus

ibn Abdurrahman ibn Ali ibn Hassan ibn Alwi ibn Abdullah ibn

Ahmad ibn Husin ibn Abdullah al-Aydrus) memerintah pada

1199-1209 H atau 1779-1789 M.

Cerita lainnya mengatakan bahwa pendakwah dari

Tarim (Hadramaut) yang mengajarkan Islam dan datang ke

Kalimantan bagian barat terutama ke Sukadana ialah Habib

Husin al-Gadri. Ia semula singgah di Aceh dan kemudian

ke Jawa sampai di Semarang. Di tempat itulah ia bertemu

dengan pedagang Arab bernama Syaikh, karena itulah maka

Habib Husin al-Gadri berlayar ke Sukadana. Kesaktiannya

menyebabkan ia mendapat banyak simpati dari raja, Sultan

Matan dan rakyat. Kemudian Habib Husin al-Gadri pindah dari

Matan ke Mempawah untuk meneruskan syiar Islam. Setelah

wafat ia diganti oleh salah seorang putranya yang bernama

Sumber: Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta:

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Gambar 3.26

Masjid Agung Sambas

218

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Pangeran Sayid Abdurrahman Nurul Alam. Ia pergi dengan

sejumlah rakyatnya ke tempat yang kemudian dinamakan

Pontianak dan di tempat inilah ia mendirikan keraton dan

masjid agung. Pemerintahan Syarif Abdurrahman Nur Alam

ibn Habib Husin al-Gadri pada 1773-1808, digantikan oleh

Syarif Kasim ibn Abdurrahman al-Gadri pada 1808-1828 dan

selanjutnya Kesultanan Pontianak di bawah pemerintahan

sultan-sultan keluarga Habib Husin al-Gadri.

b. Kerajaan Banjar (Banjarmasin)

Kerajaan Banjar (Banjarmasin) terdapat di daerah

Kalimantan Selatan yang muncul sejak kerajaan-kerajaan

bercorak Hindu yaitu Negara Dipa, Daha, dan Kahuripan yang

berpusat di daerah hulu Sungai Nagara di Amuntai. Kerajaan

Nagara Dipa masa pemerintahan Putri Jungjung Buih dan

patihnya Lembu Amangkurat, pernah mengadakan hubungan

dengan Kerajaan Majapahit. Mengingat pengaruh Majapahit

sudah sampai di daerah Sungai Nagara, Batang Tabalung,

Barito, dan sebagainya tercatat dalam kitab

Nagarakertagama

.

Hubungan tersebut juga dibuktikan dalam cerita

Hikayat

Banjar

dan

Kronik Banjarmasin

. Pada waktu menghadapi

peperangan dengan Daha, Raden Samudera minta bantuan

Kerajaan Demak sehingga mendapat kemenangan. Sejak

itulah Raden Samudera menjadi pemeluk agama Islam

dengan gelar Sultan Suryanullah. Yang mengajarkan agama

Islam kepada Raden Samudera dengan patih-patih serta

rakyatnya ialah seorang penghulu Demak. Proses Islamisasi

di daerah itu, menurut A.A. Cense, terjadi sekitar 1550 M.

Sejak pemerintahan Sultan Suryanullah, Kerajaan Banjar

atau Banjarmasin meluaskan kekuasaannya sampai Sambas,

Batanglawai Sukadana, Kotawaringin, Sampit, Madawi, dan

Sambangan. Sebagai tanda daerah takluk biasanya pada

waktu-waktu tertentu mengirimkan upeti kepada Sultan

Suryanullah sebagai penguasa Kerajaan Banjar. Setelah Sultan

Suryanullah wafat, ia digantikan oleh putra tertuanya dengan

gelar Sultan Rahmatullah. Ketika menjabat sebagai raja, ia

219

Sejarah Indonesia

masih mengirimkan upeti ke Demak, yang pada waktu itu

sudah menjadi Kerajaan Pajang. Setelah Sultan Rahmatullah,

yang memerintah Kerajaan Banjarmasin ialah seorang

putranya yang bergelar Sultan Hidayatullah. Pengganti

Sultan Hidayatullah ialah Sultan Marhum Panambahan atau

dikenal dengan gelar Sultan Mustain Billah yang pada masa

pemerintahannya berupaya memindahkan ibu kota kerajaan

ke Amuntai. Ketika memerintah pada awal abad ke-17 Sultan

Mustain Billah ditakuti oleh kerajaan-kerajaan sekitarnya dan

ia dapat menghimpun lebih kurang 50.000 prajurit. Demikian

kuatnya Kerajaan Banjar sehingga dapat membendung

pengaruh politik dari Tuban, Arosbaya, dan Mataram, di

samping menguasai daerah-daerah kerajaan di Kalimantan

Timur, Tenggara, Tengah, dan Barat.

Pada abad ke-17 di Kerajaan Banjar ada seorang

ulama besar yang bernama Muhammad Arsyad ibn Abdullah

al-Banjari (1710-1812) lahir di Martapura. Atas biaya

kesultanan masa Sultan Tahlil Allah (1700-1745) pergi belajar

ke Haramayn selama beberapa tahun. Sekembalinya dari

Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah. Jilid

III. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.

Gambar 3.27

Masjid peninggalan Kesultanan Banjar, Kesultanan Islam di

Kalimantan

220

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Haramayn ia mengajarkan fikih atau syariah, dengan kitabnya

Sabîl al-Muhtadîn

. Ia ahli di bidang tasawuf dengan karyanya

Khaz al-Ma’rifah

. Mengenai riwayat, ajaran dan guru-guru

serta kitab-kitab hasil karyanya secara panjang lebar telah

dibicarakan oleh Azyumardi Azara dalam

Jaringan Ulama

Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan

XVIII

. Sejak wafatnya Sultan Adam, pada 1 November 1857,

pergantian sultan-sultan mulai dicampuri oleh kepentingan

politik Belanda sehingga terjadi pertentangan-pertentangan

antara keluarga raja, terlebih setelah dihapuskannya Kerajaan

Banjar oleh Belanda. Perlawanan-perlawanan terhadap

Belanda itu terus-menerus dilakukan terutama antara tahun

1859-1863, antara lain oleh Pangeran Antasari, Pangeran

Demang Leman, Haji Nasrun dan lainnya. Perlawanan

terhadap penjajah Belanda itu sebenarnya terus dilakukan

sampai tahun-tahun selanjutnya.

4.

Kerajaan-Kerajaan Islam di Sulawesi

Di daerah Sulawesi juga tumbuh kerajaan-kerajaan bercorak

Islam. Munculnya kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi tidak terlepas

dari perdagangan yang berlangsung ketika itu. Berikut ini adalah

beberapa kerajaan Islam di Sulawesi di antaranya Gowa-Tallo, Bone,

Wajo dan Soppeng, dan Kesultanan Buton. Dari sekian banyak

kerajaan-kerajaan itu yang terkenal antara lain Kerajaan Gowa-Tallo

a. Kerajaan Gowa-Tallo

Kerajaan Gowa-Tallo sebelum menjadi kerajaan Islam

sering berperang dengan kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan,

seperti dengan Luwu, Bone, Soppeng, dan Wajo. Kerajaan

Luwu yang bersekutu dengan Wajo ditaklukan oleh Kerajaan

Ulasan di atas hanya salah satu dari kerajaan yang ada

di Kalimantan. Kamu dapat mencari informasi lebih

mendalam tentang kerajaan Islam lainnya yang ada di

Kalimantan

221

Sejarah Indonesia

Gowa-Tallo. Kemudian Kerajaan Wajo menjadi daerah

taklukan Gowa menurut

Hikayat Wajo.

Dalam serangan

terhadap Kerajaan Gowa-Tallo, Karaeng Gowa meninggal

dan seorang lagi terbunuh sekitar pada 1565. Ketiga Kerajaan

Bone, Wajo, dan Soppeng mengadakan persatuan untuk

mempertahankan kemerdekaannya yang disebut perjanjian

Tellumpocco,

sekitar 1582. Sejak Kerajaan Gowa resmi

sebagai kerajaan bercorak Islam pada 1605, Gowa meluaskan

pengaruh politiknya, agar kerajaan-kerajaan lainnya juga

memeluk Islam dan tunduk kepada Kerajaan Gowa-Tallo.

Kerajaan-kerajaan yang tunduk kepada Kerajaan Gowa-

Tallo antara lain Wajo pada 10 Mei 1610, dan Bone pada 23

November 1611.

Di daerah Sulawesi Selatan proses Islamisasi makin

mantap dengan adanya para mubalig yang disebut Dato’

Tallu (Tiga Dato), yaitu Dato’ Ri Bandang (Abdul Makmur atau

Khatib Tunggal) Dato’ Ri Pattimang (Dato’ Sulaemana atau

Khatib Sulung), dan Dato’ Ri Tiro (Abdul Jawad alias Khatib

Bungsu), ketiganya bersaudara dan berasal dari Kolo Tengah,

Minangkabau. Para mubalig itulah yang mengislamkan Raja

Luwu yaitu Datu’ La Patiware’ Daeng Parabung dengan gelar

Sultan Muhammad pada 15-16 Ramadhan 1013 H (4-5

Sumber :Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta:

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Gambar 3.28

Masjid Bau-Bau, Sulawesi Tenggara

222

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Februari 1605 M). Kemudian disusul oleh Raja Gowa dan Tallo

yaitu Karaeng Matowaya dari Tallo yang bernama I Mallingkang

Daeng Manyonri (Karaeng Tallo) mengucapkan syahadat pada

Jumat sore, 9 Jumadil Awal 1014 H atau 22 September 1605

M dengan gelar Sultan Abdullah. Selanjutnya Karaeng Gowa

I Manga’ rangi Daeng Manrabbia mengucapkan syahadat

pada Jumat, 19 Rajab 1016 H atau 9 November 1607 M.

Perkembangan agama Islam di daerah Sulawesi Selatan

mendapat tempat sebaik-baiknya bahkan ajaran sufisme

Khalwatiyah dari Syaikh Yusuf al-Makassari juga tersebar di

Kerajaan Gowa dan kerajaan lainnya pada pertengahan abad

ke-17. Karena banyaknya tantangan dari kaum bangsawan

Gowa maka ia meninggalkan Sulawesi Selatan dan pergi

ke Banten. Di Banten ia terima oleh Sultan Ageng Tirtayasa

bahkan dijadikan menantu dan diangkat sebagai mufti di

Kesultanan.

Dalam sejarah Kerajaan Gowa perlu dicatat

tentang sejarah perjuangan Sultan Hasanuddin dalam

mempertahankan kedaulatannya terhadap upaya penjajahan

Sumber :Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam.

Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Gambar 3.29

Makam Sultan Alauddin, Raja Gowa

223

Sejarah Indonesia

politik dan ekonomi kompeni (VOC) Belanda. Semula VOC

tidak menaruh perhatian terhadap Kerajaan Gowa-Tallo yang

telah mengalami kemajuan dalam bidang perdagangan. Berita

tentang pentingnya Kerajaan Gowa-Tallo didapat setelah

kapal Portugis dirampas oleh VOC pada masa Gubernur

Jendral J. P. Coen di dekat perairan Malaka. Di dalam kapal

tersebut terdapat orang Makassar. Dari orang Makassar itulah

ia mendapat berita tentang pentingnya Pelabuhan Somba Opu

sebagai pelabuhan transit terutama untuk mendatangkan

rempah-rempah dari Maluku. Pada 1634 VOC memblokir

Kerajaan Gowa tetapi tidak berhasil. Peristiwa peperangan

dari waktu ke waktu terus berjalan dan baru berhenti antara

1637-1638. Sempat tercipta perjanjian damai namun tidak

kekal karena pada 1638 terjadi perampokan kapal orang Bugis

yang bermuatan kayu cendana, dan muatannya dijual kepada

orang Portugis. Perang di Sulawesi Selatan ini berhenti setelah

terjadi perjanjian Bongaya pada 1667 yang sangat merugikan

pihak Gowa-Tallo.

Sumber :Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam.

Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Gambar 3.30

Makam Datuk Patimang, salah satu penyebar Islam di

Sulawesi Selatan

224

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

b. Kerajaan Wajo

Berita tentang tumbuh dan berkembangnya Kerajaan

Wajo terdapat pada sumber hikayat lokal. Di hikayat lokal

tersebut ada cerita yang menghubungkan tentang pendirian

Kampung Wajo yang didirikan oleh tiga orang anak raja dari

kampung tetangga Cinnotta’bi yaitu berasal dari keturunan

dewa yang mendirikan kampung dan menjadi raja-raja dari

ketiga bagian (

limpo

) bangsa Wajo: Bettempola, Talonlenreng,

dan Tua. Kepala keluarga dari mereka menjadi raja di seluruh

Wajo dengan gelar Batara Wajo. Batara Wajo yang ketiga

dipaksa turun tahta karena kelakuannya yang buruk dan

dibunuh oleh tiga orang Ranreng. Menarik perhatian kita

bahwa sejak itu raja-raja di Wajo tidak lagi turun temurun

tetapi melalui pemilihan dari seorang keluarga raja menjadi

arung-matoa

artinya raja yang pertama atau utama.

Selama keempat

arung-matoa

dewan pangreh-praja

diperluas dengan tiga

pa’betelompo

(pendukung panji), 30

arung-ma’bicara

(raja hakim), dan tiga duta, sehingga jumlah

anggota dewan berjumlah 40 orang. Mereka itulah yang

memutuskan segala perkara. Kerajaan Wajo memperluas

daerah kekuasaannya sehingga menjadi Kerajaan Bugis yang

besar. Wajo pernah bersekutu dengan Kerajaan Luwu dan

bersatu dengan Kerajaan Bone dan Soppeng dalam perjanjian

Tellum Pocco pada 1582. Wajo pernah ditaklukan Kerajaan

Gowa dalam upaya memperluas Islam dan pernah tunduk

pada 1610. Di samping itu diceritakan pula dalam hikayat

tersebut bahwa bagaimana Dato’ ri Bandang dan Dato’

Sulaeman memberikan pelajaran agama Islam terhadap raja-

raja Wajo dan rakyatnya dalam masalah kalam dan fikih. Pada

waktu itu di Kerajaan Wajo dilantik pejabat-pejabat agama

atau syura dan yang menjadi kadi pertama di Wajo ialah

konon seorang wali dengan mukjizatnya ketika berziarah ke

Mekkah. Diceritakan bahwa di Kerajaan Wajo selama 1612

sampai 1679 diperintah oleh sepuluh orang

arung-matoa

.

Persekutuan dengan Gowa pada suatu waktu diperkuat dengan

225

Sejarah Indonesia

memberikan bantuan dalam peperangan tetapi berulangkali

Gowa juga mencampuri urusan pemerintah Kerajaan Wajo.

Kerajaan Wajo sering pula membantu Kerajaan Gowa pada

peperangan baru dengan Kerajaan Bone pada 1643, 1660,

dan 1667. Kerajaan Wajo sendiri pernah ditaklukkan Kerajaan

Bone tetapi karena didesak maka Kerajaan Bone sendiri

takluk kepada Kerajaan Gowa-Tallo. Perang besar-besaran

antara Kerajaan Gowa-Tallo di bawah Sultan Hasanuddin

melawan VOC pimpinan Speelman yang mendapat bantuan

dari Aru Palaka dari Bone berakhir dengan perjanjian Bongaya

pada 1667. Sejak itu terjadi penyerahan Kerajaan Gowa pada

VOC dan disusul pada 1670 Kerajaan Wajo yang diserang

tentara Bone dan VOC sehingga jatuhlah ibukota Kerajaan

Wajo yaitu Tosora.

Arung-matoa

to Sengeng gugur.

Arung-

matoa

penggantinya terpaksa menandatangani perjanjian di

Makassar tentang penyerahan Kerajaan Wajo kepada VOC

5.

Kerajaan-Kerajaan Islam di Maluku Utara

Kepulauan Maluku menduduki posisi penting dalam

perdagangan dunia di kawasan timur Nusantara. Mengingat

keberadaan daerah Maluku ini maka tidak mengherankan jika

sejak abad ke-15 hingga abad ke-19 kawasan ini menjadi wilayah

perebutan antara bangsa Spanyol, Portugis dan Belanda.

Sejak awal diketahui bahwa di daerah ini terdapat dua

kerajaan besar bercorak Islam, yakni Ternate dan Tidore. Kedua

kerajaan ini terletak di sebelah barat Pulau Halmahera, Maluku

Utara. Kedua kerajaan itu pusatnya masing-masing di Pulau Ternate

dan Tidore, tetapi wilayah kekuasaannya mencakup sejumlah pulau

di Kepulauan Maluku dan Papua.

Tanda-tanda awal kehadiran Islam di daerah Maluku dapat

diketahui dari sumber-sumber berupa naskah-naskah kuno dalam

bentuk hikayat seperti Hikayat Hitu, Hikayat Bacan,dan hikayat-

226

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

hikayat setempat lainnya. Sudah tentu sumber berita asing seperti

Cina, Portugis, dan lainnya amat menunjang cerita sejarah daerah

Maluku itu.

Kerajaan Ternate

Pada abad ke-14 dalam kitab

Negarakartagama,

karya

Mpu Prapanca tahun 1365 M menyebut Maluku dibedakan

dengan Ambon yaitu Ternate. Hal itu juga dapat dihubungkan

dengan

Hikayat Ternate

yang antara lain menyebutkan

Moeloka (Maluku) artinya Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan.

Pada abad ke-14, masa Kerajaan Majapahit sudah sering terjadi

hubungan pelayaran dan perdagangan antara pelabuhan-

pelabuhan terutama Tuban dan Gresik dengan daerah

Hitu, Ternate, Tidore bahkan Ambon. Pada abad tersebut

pelabuhan-pelabuhan yang masih di bawah Majapahit juga

sudah didatangi para pedagang Muslim. Untuk memperoleh

komoditi berupa rempah-rempah terutama cengkeh dan

pala, para pedagang Muslim dari Arab dan Timur Tengah

lainnya itu juga sangat mungkin mendatangi daerah Maluku.

Gambar 3.31

Masjid Sultan Ternate

Sumber: Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta:

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

227

Sejarah Indonesia

Hikayat Ternate

menyebutkan bahwa turunan raja-raja

Maluku: Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan, berasal dari Jafar

Sadik dari Arab. Dalam tradisi setempat dikatakan bahwa Raja

Ternate ke-12 bernama Molomatea (1350-1357) bersahabat

dengan orang-orang Muslim Arab yang datang ke Maluku

memberikan petunjuk pembuatan kapal. Demikian pula

diceritakan bahwa pada masa pemerintahan Raja Marhum

di Ternate, datang seorang alim dari Jawa bernama Maulana

Husein yang mengajarkan membaca al-Qur’an dan menulis

huruf Arab yang indah sehingga menarik raja dan keluarganya

serta masyarakatnya. Meskipun demikian, mungkin waktu itu

agama Islam belum begitu berkembang. Perkembangannya

baru pada masa Raja Cico atau putranya Gopi Baguna dan

dengan Zainul Abidin pergi ke Jawa belajar agama, iman

Islam, dan tauhid makrifat Islam. Zainul Abidin (1486-1500)

yang mendapat ajaran Islam dari Giri dan mungkin dari Prabu

Atmaka di Jawa dikenal sebagai Raja Bulawa artinya Raja

Cengkeh. Sekembalinya dari Jawa ia membawa mubalig yang

bernama Tuhubahalul.

Hubungan perdagangan antara Maluku dengan Jawa

oleh Tome Pires (1512-1515) juga sudah diberitakan bahkan

ia memberikan gambaran Ternate yang didatangi kapal-kapal

dari Gresik milik Pate Cusuf, dan Raja Ternate yang sudah

memeluk Islam ialah Sultan Bem Acorala dan hanya Raja

Ternate yang menggunakan gelar Sultan, sedangkan yang

lainnya masih memakai gelar raja-raja di Tidore, Kolano.

Pada waktu itu diceritakan Sultan Ternate sedang berperang

dengan mertuanya yang menjadi raja di Tidore namanya

Raja Almansor. Ternate, Tidore, Bacan, Makyan, Hitu dan

Banda pada masa kehadiran Tome Pires sudah banyak yang

beragama Islam. Bila Islam memasuki daerah Maluku, Tome

Pires mengatakan “50 tahun” lalu yang berarti antara tahun

1460-1465. Tahun-tahun tersebut menunjukkan persamaan

dengan berita Antonio yang mengatakan bahwa Islam di

daerah Maluku mulai 80 atau 90 tahun lalu dari kehadirannya

228

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

di daerah Maluku (1540-1545) yang lebih kurang terjadi pada

1460-1463. Kerajaan Ternate sejak itu makin mengalami

kemajuan baik di bidang ekonomi-perdagangan maupun di

bidang politik, lebih-lebih setelah Sultan Khairun putra Sultan

Zainal Abidin menaiki tahta sekitar 1535, Kerajaan Ternate

berhasil mempersatukan daerah-daerah di Maluku Utara.

Tetapi persatuan daerah-daerah dalam Kerajaan Ternate itu

mulai pecah karena kedatangan orang-orang Portugis dan

juga orang-orang Spanyol ke Tidore dalam upaya monopoli

perdagangan terutama rempah-rempah. Di kalangan kedua

bangsa itu juga terjadi persaingan monopoli perdagangan

Portugis memusatkan perhatiannya kepada Ternate,

sedangkan pedagang Spanyol kepada Tidore.

Pada 1565 Sultan Khairun dengan rakyatnya

mengadakan penyerangan-penyerangan terhadap Portugis.

Karena hampir terdesak, pihak Portugis melakukan penipuan

dengan dalih untuk mengadakan perundingan tetapi ternyata

Sultan Khairun dibunuh pada 1570. Hal tersebut tentu

menyebabkan makin marahnya rakyat Ternate. Perlawanan

rakyat itu diteruskan di bawah pimpinan putranya, Sultan

Baabullah yang pada 28 Desember 1577 berhasil mengusir

orang-orang Portugis dari Ternate, menyingkir ke pulau

dekat Tahula tidak jauh dari Tidore, tetapi tetap diganggu

oleh orang-orang Ternate agar menyingkir dari tempat itu.

Sultan Baabullah menyatakan dirinya sebagai penguasa

seluruh Maluku bahkan mendapat pengakuan kekuasaannya

sampai ke berbagai daerah Mindanao, Menado, Sangihe, dan

daerah-daerah Nusa Tenggara. Sultan Baabullah mendapat

julukan sebagai “Penguasa 72 Kepulauan” dan menganggap

sebagai kerajaan seluruh wilayah dan sangat berkuasa. Sultan

Untuk memperdalam materi ini kamu bisa membaca buku

buku “

Indonesia dalam Arus Sejarah

Jilid III.

229

Sejarah Indonesia

Baabullah wafat pada 1583. Selain Kerajaan Ternate, kamu

dapat mencari sumber lain tentang Kerajaan Tidore, Bacan,

Jailolo dan juga proses Islamisasi di Ambon.

6.

Kerajaan-Kerajaan Islam di Papua

Sumber-sumber sejarah menunjukkan bahwa penyebaran

Islam di Papua sudah berlangsung sejak lama. Bahkan, berdasarkan

bukti sejarah terdapat sejumlah kerajaan-kerajaan Islam di Papua,

yakni: (1) Kerajaan Waigeo (2) Kerajaan Misool (3) Kerajaan Salawati

(4) Kerajaan Sailolof (5) Kerajaan Fatagar (6) Kerajaan Rumbati

(terdiri dari Kerajaan Atiati, Sekar, Patipi, Arguni, dan Wertuar)

(7) Kerajaan Kowiai (Namatota) (8). Kerajaan Aiduma (9) Kerajaan

Kaimana.

Berdasarkan sumber tradisi lisan dari keturunan raja-raja di

Raja Ampat-Sorong, Fakfak, Kaimana dan Teluk Bintuni-Manokwari,

Islam sudah lebih awal datang ke daerah ini. Ada beberapa pendapat

mengenai kedatangan Islam di Papua.

Pertama

, Islam datang

di Papua tahun 1360 yang disebarkan oleh mubaligh asal Aceh,

Abdul Ghafar. Pendapat ini juga berasal dari sumber lisan yang

disampaikan oleh putra bungsu Raja Rumbati ke-16 (Muhamad

Sidik Bauw) dan Raja Rumbati ke-17 (H. Ismail Samali Bauw). Abdul

Ghafar berdakwah selama 14 tahun (1360-1374) di Rumbati dan

sekitarnya. Ia kemudian wafat dan dimakamkan di belakang masjid

Kampung Rumbati tahun 1374.

Kedua

, pendapat yang menjelaskan bahwa agama Islam

pertama kali mulai diperkenalkan di tanah Papua, tepatnya di

jazirah Onin (Patimunin-Fakfak) oleh seorang sufi bernama Syarif

Muaz al-Qathan dengan gelar Syekh Jubah Biru dari negeri Arab.

Pengislaman ini diperkirakan terjadi pada pertengahan abad ke-16,

dengan bukti adanya Masjid Tunasgain yang berumur sekitar 400

tahun atau di bangun sekitar tahun 1587.

230

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Ketiga,

pendapat yang mengatakan bahwa Islamisasi di Papua,

khususnya di Fakfak dikembangkan oleh pedagang-pedagang Bugis

melalui Banda dan Seram Timur oleh seorang pedagang dari Arab

bernama Haweten Attamimi yang telah lama menetap di Ambon.

Proses pengislamannya dilakukan dengan cara khitanan. Di bawah

ancaman penduduk setempat jika orang yang disunat mati, kedua

mubaligh akan dibunuh, namun akhirnya mereka berhasil dalam

khitanan tersebut kemudian penduduk setempat berduyun-duyun

masuk agama Islam.

Keempat,

pendapat yang mengatakan Islam di Papua berasal

dari Bacan. Pada masa pemerintahan Sultan Mohammad al-Bakir,

Kesultanan Bacan mencanangkan syiar Islam ke seluruh penjuru

negeri, seperti Sulawesi, Fiilipina, Kalimantan, Nusa Tenggara, Jawa

dan Papua. Menurut Thomas Arnold, Raja Bacan yang pertama kali

masuk Islam adalah Zainal Abidin yang memerintah tahun 1521.

Pada masa ini Bacan telah menguasai suku-suku di Papua serta pulau-

pulau di sebelah barat lautnya, seperti Waigeo, Misool, Waigama, dan

Salawati. Sultan Bacan kemudian meluaskan kekuasaannya hingga ke

Semenanjung Onin Fakfak, di barat laut Papua tahun 1606. Melalui

pengaruhnya dan para pedagang muslim, para pemuka masyarakat

di pulau-pulau kecil itu lalu memeluk agama Islam. Meskipun pesisir

menganut agama Islam, sebagian besar penduduk asli di pedalaman

masih tetap menganut animisme.

Kelima

, pendapat yang mengatakan bahwa Islam di Papua

berasal dari Maluku Utara (Ternate-Tidore). Sumber sejarah Kesultanan

Tidore menyebutkan bahwa pada tahun 1443 Sultan Ibnu Mansur

(Sultan Tidore X atau Sultan Papua I) memimpin ekspedisi ke daratan

tanah besar (Papua). Setelah tiba di wilayah Pulau Misool dan Raja

Ampat, kemudian Sultan Ibnu Mansur mengangkat Kaicil Patrawar

putera Sultan Bacan dengan gelar Komalo Gurabesi (Kapita Gurabesi).

Kapita Gurabesi kemudian dikawinkan dengan putri Sultan Ibnu

Mansur bernama Boki Tayyibah. Kemudian berdiri empat kerajaan di

Kepulauan Raja Ampat tersebut, yakni Kerajaan Salawati, Kerajaan

Misool atau Kerajaan Sailolof, Kerajaan Batanta, dan Kerajaan Waigeo.

231

Sejarah Indonesia

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

proses Islamisasi tanah Papua, terutama di daerah pesisir barat pada

pertengahan abad ke-15, dipengaruhi oleh kerajaan-kerajaan Islam

di Maluku (Bacan, Ternate dan Tidore). Hal ini didukung oleh faktor

letaknya yang strategis, yang merupakan jalur perdagangan rempah-

rempah (

spices road

) di dunia.

Penelitian tentang Islamisasi di Papua sampai saat ini belum

begitu banyak, mungkin kamu bisa melakukan penelitian sendiri

dengan membaca berbagai bacaan yang ada di perpustakaan sekolah,

atau melacak sumber informasi di internet atau website.

7. Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusa Tenggara

Kehadiran Islam di daerah Nusa Tenggara antara lain ke Lombok

diperkirakan terjadi sejak abad ke-16 yang diperkenalkan Sunan

Perapen, putra Sunan Giri. Islam masuk ke Sumbawa kemungkinan

datang lewat Sulawesi, melalui dakwah para mubalig dari Makassar

antara 1540-1550. Kemudian berkembang pula kerajaan Islam salah

satunya adalah Kerajaan Selaparang di Lombok.

a. Kerajaan Lombok dan Sumbawa

Selaparang merupakan pusat kerajaan Islam di Lombok

di bawah pemerintahan Prabu Rangkesari. Pada masa itulah

Selaparang mengalami zaman keemasan dan memegang

hegemoni di seluruh Lombok. Dari Lombok, Islam disebarkan

ke Pejanggik, Parwa, Sokong, Bayan, dan tempat-tempat

lainnya. Konon Sunan Perapen meneruskan dakwahnya dari

Lombok menuju Sumbawa. Hubungan dengan beberapa negeri

dikembangkan terutama dengan Demak.

Kerajaan-kerajaan di Sumbawa Barat dapat dimasukkan

kepada kekuasaan Kerajaan Gowa pada 1618. Bima ditaklukkan

pada 1633 dan kemudian Selaparang pada 1640. Pada abad ke-

17 seluruh Kerajaan Islam Lombok berada di bawah pengaruh

232

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

kekuasaan Kerajaan Gowa. Hubungan antara Kerajaan Gowa

dan Lombok dipererat dengan cara perkawinan seperti Pemban

Selaparang, Pemban Pejanggik, dan Pemban Parwa. Kerajaan-

kerajaan di Nusa Tenggara mengalami tekanan dari VOC setelah

terjadinya perjanjian Bongaya pada 18 November 1667. Oleh

karena itu pusat Kerajaan Lombok dipindahkan ke Sumbawa pada

1673 dengan tujuan untuk dapat mempertahankan kedaulatan

kerajaan-kerajaan Islam di pulau tersebut dengan dukungan

pengaruh kekuasaan Gowa. Sumbawa dipandang lebih strategis

daripada pusat pemerintahan di Selaparang mengingat ancaman

dan serangan dari VOC terus-menerus terjadi.

b. Kerajaan Bima

Bima merupakan pusat pemerintahan atau kerajaan

Islam yang menonjol di Nusa Tenggara dengan nama rajanya

yang pertama masuk Islam ialah Ruma Ta Ma Bata Wada yang

bergelar Sultan Bima I atau Sultan Abdul Kahir. Sejak itu pula

terjalin hubungan erat antara Kerajaan Bima dengan Kerajaan

Gowa, lebih-lebih sejak perjuangan Sultan Hasanuddin kandas

akibat perjanjian Bongaya. Setelah Kerajaan Bima terus-

menerus melakukan perlawanan terhadap masuknya politik

dan monopoli perdagangan VOC akhirnya juga tunduk di

bawah kekuasaannya. Ketika VOC mau memperbaharui

perjanjiannya dengan Bima pada 1668 ditolak oleh Raja Bima,

Tureli Nggampo; ketika Tambora merampas kapal VOC pada

1675 maka Raja Tambora, Kalongkong dan para pembesarnya

diharuskan menyerahkan keris-keris pusakanya kepada Holsteijn.

Pada 1691, ketika permaisuri Kerajaan Dompu terbunuh, Raja

Kerajaan Bima ditangkap dan diasingkan ke Makassar sampai

meninggal dunia di dalam penjara. Di antara kerajaan-kerajaan

di Lombok, Sumbawa, Bima, dan kerajaan-kerajaan lainnya

sepanjang abad ke-18 masih menunjukkan pemberontakan

dan peperangan, karena pihak VOC senantiasa memaksakan

kehendaknya dan mencampuri pemerintahan kerajaan-kerajaan,

bahkan menangkapi dan mengasingkan raja-raja yang melawan.

233

Sejarah Indonesia

Sebenarnya jika kita membicarakan sejarah Kerajaan

Bima abad ke-19 dapat diperkaya oleh gambaran rinci dalam

Syair Kerajaan Bima yang menurut telaah filologi Cambert Loir

diperkirakan sangat mungkin syair tersebut dikarang sebelum

1833 M, sebelum Raja Bicara Abdul Nabi meletakkan jabatannya

dan diganti oleh putranya. Pendek kata syair itu dikarang oleh

Khatib Lukman barangkali pada 1830 M. Syair itu ditulis dalam

huruf Jawi dengan bahasa Melayu. Dalam syair itu diceritakan

empat peristiwa yang terjadi di Bima pada pertengahan abad

ke-19, yaitu, letusan Gunung Tambora, wafat dan pemakaman

Sultan Abdul Hamid pada Mei 1819, serangan bajak laut,

penobatan Sultan Ismail pada 26 November 1819, Sultan Abdul

Hamid dan Wazir Abdul Nabi, pelayaran Sultan Abdul Hamid

ke Makassar pada 1792, kontrak Bima pada 26 Mei 1792,

pelantikan Raja Bicara Abdul Nabi, serta kedatangan Sultan

Ismail, Reinwardt, dan H. Zollinger yang mengunjungi Sumbawa

dan menemui Sultan.

`

234

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Uji Kompetensi

1.

Jelaskan latar belakang berdirinya Kerajaan Demak!

2. Bagaimana proses berdirinya Kerajaan Mataram?

3

Gambarkan skema struktur birokrasi pemerintahan Kerajaan

Mataram!

4. Diskusikan dan buat tulisan ringkas tentang kejatuhan kerajaan

Banten ke tangan VOC (3-6 halaman)!

5.

Tuliskan biografi singkat Sultan Ageng Tirtayasa!

6.

Jelaskan apa makna dan pelajaran yang kita peroleh tentang

Perjanjian Bongaya di Sulawesi!

7.

Dari nama-nama kerajaan di Sulawesi di atas, kamu pilih satu

dan berikan penjelasan secara singkat tentang kerajaan tersebut,

misalnya kapan berdiri, siapa rajanya, pernahkah berperang

melawan Belanda dan sebagainya!

8.

Jelaskan proses Islamisasi di Maluku!

9.

Ceritakan secara singkat tentang Sultan Baabullah!

10.

Ceritakan hubungan antara kerajaan Ternate dan Tidore dengan

tokoh-tokoh ulama dari Gresik!

11.

Buatlah peta dunia (kamu dapat memfotokopi pada atlas)

kemudian gambarkan pelabuhan-pelabuhan yang pada masa Islam

digunakan sebagai bandar-bandar perdagangan dan berperan

dalam penyebaran Islam sampai di Indonesia!

12. Rumuskan nilai-nilai karakter yang dapat diperoleh setelah belajar

perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia! Nilai apa saja

yang sekiranya dapat kamu amalkan?

235

Sejarah Indonesia

D.

Jaringan Keilmuan di Nusantara

„

Memahami teks

Pada bagian ini kamu akan memahami hubungan antara istana

sebagai pusat kekuasaan dan pendidikan. Perkembangan lembaga

pendidikan dan pengajaran di masjid-masjid kesultanan sangat

ditentukan oleh dukungan penguasa. Sultan bukan saja mendanai

kegiatan-kegiatan masjid, tetapi juga mendatangkan para ulama, baik

dari mancanegara, terutama Timur Tengah, maupun dari kalangan

ulama pribumi sendiri. Para ulama yang kemudian juga difungsikan

sebagai pejabat-pejabat negara, bukan saja memberikan pengajaran

agama Islam di masjid-masjid negara, tetapi juga di istana sultan. Para

sultan dan pejabat tinggi rupanya juga menimba ilmu dari para ulama.

Seperti halnya yang terjadi di Kerajaan Islam Samudera Pasai dan

Kerajaan Malaka.

Ketika Kerajaan Samudera Pasai mengalami kemunduran

dalam bidang politik, tradisi keilmuannya tetap berlanjut. Samudera

Pasai terus berfungsi sebagai pusat studi Islam di Nusantara. Namun,

ketika Kerajaan Malaka telah masuk Islam, pusat studi keislaman

tidak lagi hanya dipegang oleh Samudera Pasai. Malaka kemudian

juga berkembang sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara, bahkan

mungkin dapat dikatakan berhasil menyainginya. Kemajuan ekonomi

Kerajaan Malaka telah mengundang banyak ulama dari mancanegara

untuk berpartisipasi dengan lebih intensif dalam proses pendidikan

dan pembelajaran agama Islam.

Kerajaan Malaka dengan giat melaksanakan pengajian dan

pendidikan Islam. Hal itu terbukti dengan berhasilnya kerajaan ini

dalam waktu singkat melakukan perubahan sikap dan konsepsi

masyarakat terhadap agama, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Proses pendidikan sebagian berlangsung di kerajaan. Perpustakaan

sudah tersedia di istana dan difungsikan sebagai pusat penyalinan

kitab-kitab dan penerjemahannya dari bahasa Arab ke bahasa Melayu.

236

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Karena perhatian kerajaan yang tinggi terhadap pendidikan Islam,

banyak ulama dari mancanegara yang datang ke Malaka, seperti dari

Afghanistan, Malabar, Hindustan, dan terutama dari Arab. Banyaknya

para ulama besar dari berbagai negara yang mengajar di Malaka

telah menarik para penuntut ilmu dari berbagai kerajaan Islam di Asia

Tenggara untuk datang. Dari Jawa misalnya, Sunan Bonang dan Sunan

Giri pernah menuntut ilmu ke Malaka dan setelah menyelesaikan

pendidikannya mereka kembali ke Jawa dan mendirikan lembaga

pendidikan Islam di tempat masing-masing.

Hubungan antar kerajaan Islam, misalnya Samudera Pasai,

Malaka, dan Aceh Darussalam, sangat bermakna dalam bidang

budaya dan keagamaan. Ketiganya tersohor dengan sebutan Serambi

Mekkah dan menjadi pusat pendidikan dan pengajaran agama Islam di

Indonesia. Untuk mengintensifkan proses Islamisasi, para ulama telah

mengarang, menyadur, dan menerjemahkan karya-karya keilmuan

Islam. Sultan Iskandar Muda adalah raja yang sangat memperhatikan

pengembangan pendidikan dan pengajaran agama Islam. Ia mendirikan

Masjid Raya Baiturrahman, dan memanggil Hamzah al Fanzuri dan

Syamsuddin as Sumatrani sebagai penasihat. Syekh Yusuf al Makassari

ulama dari Kesultanan Goa di Sulawesi Selatan pernah menuntut

ilmu di Aceh Darussalam sebelum melanjutkan ke Mekkah. Melalui

pengajaran Abdur Rauf as Singkili telah muncul ulama Minangkabau

Syekh Burhanuddin Ulakan yang terkenal sebagai pelopor pendidikan

Islam di Minangkabau dan Syekh Abdul Muhyi al Garuti yang berjasa

menyebarkan pendidikan Islam di Jawa Barat. Karya-karya susastra dan

keagamaan dengan segera berkembang di kerajaan-kerajaan Islam.

Kerajaan-kerajaan Islam itu telah merintis terwujudnya idiom kultural

yang sama, yaitu Islam. Hal itu menjadi pendorong terjadinya interaksi

budaya yang makin erat.

Di Banten, fungsi istana sebagai lembaga pendidikan juga

sangat mencolok. Pada abad ke-17, Banten sudah menjadi pusat

ilmu pengetahuan Islam di pulau Jawa. Para ulama dari berbagai

negara menjadikan Banten sebagai tempat untuk belajar. Martin van

237

Sejarah Indonesia

Bruinessen menyatakan, “Pendidikan agama cukup menonjol ketika

Belanda datang untuk pertama kalinya pada 1596 dan menyaksikan

bahwa orang-orang Banten memiliki guru-guru yang berasal dari

Mekkah”.

Di Palembang, istana (keraton) juga difungsikan sebagai pusat

sastra dan ilmu agama. Banyak Sultan Palembang yang mendorong

perkembangan intelektual keagamaan, seperti Sultan Ahmad

Najamuddin I (1757-1774) dan Sultan Muhammad Baha’uddin

(1774-1804). Pada masa pemerintahan mereka, telah muncul banyak

ilmuwan asal Palembang yang produktif melahirkan karya-karya ilmiah

keagamaan: ilmu tauhid, ilmu kalam, tasawuf, tarekat, tarikh, dan al-

Qur’an. Perhatian sultan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan

Islam tercermin pada keberadaan perpustakaan keraton yang memiliki

koleksi cukup lengkap dan rapi.

Berkembangnya pendidikan dan pengajaran Islam, telah berhasil

menyatukan wilayah Nusantara yang sangat luas. Dua hal yang

mempercepat proses itu yaitu penggunaan aksara Arab dan bahasa

Melayu sebagai bahasa pemersatu

(lingua franca)

. Semua ilmu yang

diberikan di lembaga pendidikan Islam di Nusantara ditulis dalam

aksara Arab, baik dalam bahasa Arab maupun dalam bahasa Melayu

atau Jawa. Aksara Arab itu disebut dengan banyak sebutan, seperti

huruf Jawi (di Melayu) dan huruf pegon (di Jawa). Luasnya penguasaan

aksara Arab ke Nusantara telah membuat para pengunjung asal Eropa

ke Asia Tenggara terpukau oleh tingginya tingkat kemampuan baca

tulis yang mereka jumpai.

Pada 1579, orang Spanyol merampas sebuah kapal kecil dari

Brunei. Orang Spanyol itu menguji apakah orang-orang Melayu yang

menyatakan diri sebagai budak-budak sultan itu dapat menulis. Dua

dari tujuh orang itu dapat (menulis), dan semuanya mampu membaca

surat kabar berbahasa Melayu sendiri-sendiri.

238

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Berkembangnya pendidikan Islam di istana-istana raja seolah

menjadi pendorong munculnya pendidikan dan pengajaran di

masyarakat. Setelah terbentuknya berbagai ulama hasil didikan dari

istana-istana, maka murid-muridnya melakukan pendidikan ke tingkatan

yang lebih luas, dengan dilangsungkannya pendidikan di rumah-

rumah ulama untuk masyarakat umum, khususnya sebagai tempat

pendidikan dasar, layaknya kuttâb di wilayah Arab. Sebagaimana

kuttâb (lembaga pendidikan dasar di Arab sejak masa Rasulullah)

yang biasa mengambil tempat di rumah-rumah ulama, di Nusantara

pendidikan dasar berlangsung di rumah-rumah guru. Pelajaran yang

diberikan terutama membaca al-Qur’an, menghafal ayat-ayat pendek,

dan belajar bacaan salat lima waktu. Dan ini diperkirakan sama tuanya

dengan kehadiran Islam di wilayah ini.

Di Nusantara, masjid-masjid yang berada di pemukiman

penduduk yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat menjalankan

fungsi pendidikan dan pengajaran untuk masyarakat umum. Di sinilah

terjadi demokratisasi pendidikan dalam sejarah Islam. Demikianlah

yang terjadi di wilayah-wilayah Islam di Nusantara, seperti Malaka dan

kemudian Johor, Aceh Darussalam, Minangkabau, Palembang, Demak,

Cirebon, Banten, Pajang, Mataram, Gowa-Tallo, Bone, Ternate, Tidore,

Banjar, Papua dan lain sebagainya. Bahkan mungkin karena memiliki

tingkat otonomi dan kebebasan tertentu, di masjid proses pendidikan

dan pengajaran mengalami perkembangan. Tidak jarang di antaranya

berkembang menjadi sebuah lembaga pendidikan yang cukup

kompleks, seperti meunasah di Aceh, surau di Minangkabau, langgar

di Kalimantan dan pesantren di Jawa.

Untuk memperdalam tentang jaringan keilmuan ini kamu

dapat membaca buku Taufik Abdullah dan Adrian B. Lapian,

Indonesia dalam Arus Sejarah

,

jilid III

dan Sartono

Kartodirdjo.

Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900

dari Emporium sampai Empirium

.

239

Sejarah Indonesia

Uji Kompetensi

Coba kamu tulis satu artikel pendek (3-5 halaman) yang membahas

jaringan keilmuan Islam di Nusantara, kemudian diskusi secara

kelompok. Bahan dapat diperoleh melalui internet dan perpustakaan

sekolah. Tetapi ingat sumber dari internet maksimal 20% dari sumber

teks yang diperoleh dari wawancara atau perpustakaan.

E. Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam

„

Mengamati lingkungan

Gambar 3.32

Menara Masjid Kudus

Sumber: Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta:

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

240

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Coba kamu perhatikan gambar menara Masjid Kudus. Bentuknya

unik seperti candi langgam Jawa Timur. Di bagian atas ada beduk

yang dibunyikan seiring datangnya waktu salat. Itulah bentuk nyata

akulturasi dalam kebudayaan di Indonesia. Di Nusantara banyak

terdapat bangunan yang akulturatif dan budaya non fisik yang

merupakan perpaduan antara budaya Islam dengan budaya lain.

Untuk lebih menghayati perkembangan hasil budaya ini, kamu dapat

mengkaji uraian berikut

„

Memahami Teks

Berkembangnya kebudayaan Islam di Kepulauan Indonesia telah

menambah khasanah budaya nasional Indonesia, serta ikut memberikan

dan menentukan corak kebudayaan bangsa Indonesia. Akan tetapi

karena kebudayaan yang berkembang di Indonesia sudah begitu kuat

di lingkungan masyarakat maka berkembangnya kebudayaan Islam

tidak menggantikan atau memusnahkan kebudayaan yang sudah ada.

Dengan demikian terjadi akulturasi antara kebudayaan Islam dengan

kebudayaan yang sudah ada.

Hasil proses akulturasi antara kebudayaan praIslam dengan

ketika Islam masuk tidak hanya berbentuk fisik kebendaan seperti

seni bangunan, seni ukir atau pahat, dan karya sastra tetapi juga

menyangkut pola hidup dan kebudayaan non fisik lainnya. Beberapa

contoh bentuk akulturasi akan ditunjukkan pada paparan berikut.

1. Seni Bangunan

Seni dan arsitektur bangunan Islam di Indonesia sangat unik,

menarik dan akulturatif. Seni bangunan yang menonjol di zaman

perkembangan Islam ini terutama masjid, menara serta makam.

a. Masjid dan Menara

Dalam seni bangunan di zaman perkembangan Islam,

nampak ada perpaduan antara unsur Islam dengan kebudayaan

praIslam yang telah ada. Seni bangunan Islam yang menonjol

241

Sejarah Indonesia

adalah masjid. Fungsi utama dari masjid, adalah tempat

beribadah bagi orang Islam. Masjid atau mesjid dalam bahasa

Arab mungkin berasal dari bahasa Aramik atau bentuk bebas

dari perkataan

sajada

yang artinya merebahkan diri untuk

bersujud. Dalam bahasa Ethiopia terdapat perkataan

mesgad

yang dapat diartikan dengan kuil atau gereja. Di antara dua

pengertian tersebut yang mungkin primer ialah tempat orang

merebahkan diri untuk bersujud ketika salat atau sembahyang.

Pengertian tersebut dapat dikaitkan dengan salah satu

hadis sahih al-Bukhârî yang menyatakan bahwa “Bumi ini

dijadikan bagiku untuk masjid (tempat salat) dan alat pensucian

(buat tayamum) dan di tempat mana saja seseorang dari umatku

mendapat waktu salat, maka salatlah di situ.” Jika pengertian

tersebut dapat dibenarkan dapat pula diambil asumsi bahwa

ternyata agama Islam telah memberikan pengertian perkataan

masjid atau mesjid itu bersifat universal.

Dengan sifat universal itu, orang-orang Muslim diberikan

keleluasaan untuk melakukan ibadah salat di tempat manapun

asalkan bersih. Karena itu tidak mengherankan apabila ada

orang Muslim yang melakukan salat di atas batu di sebuah

sungai, di atas batu di tengah sawah atau ladang, di tepi jalan,

di lapangan rumput, di atas gubug penjaga sawah atau ranggon

(Jawa, Sunda), di atas bangunan gedung dan sebagainya.

Meskipun pengertian hadist tersebut memberikan keleluasaan

bagi setiap Muslim untuk salat, namun dirasakan perlunya

mendirikan bangunan khusus yang disebut masjid sebagai

tempat peribadatan umat Islam. Masjid sebenarnya mempunyai

fungsi yang luas yaitu sebagai pusat untuk menyelenggarakan

keagamaan Islam, pusat untuk mempraktikkan ajaran-ajaran

persamaan hak dan persahabatan di kalangan umat Islam.

Demikian pula masjid dapat dianggap sebagai pusat kebudayaan

bagi orang-orang Muslim.

242

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Di Indonesia sebutan masjid serta bangunan tempat

peribadatan lainnya ada bermacam-macam sesuai dan

tergantung kepada masyarakat dan bahasa setempat. Sebutan

masjid, dalam bahasa Jawa lazim disebut mesjid, dalam bahasa

Sunda disebut masigit, dalam bahasa Aceh disebut meuseugit,

dalam bahasa Makassar dan Bugis disebut masigi.

Bangunan masjid-masjid kuno di Indonesia memiliki ciri-ciri

sebagai berikut:

1) Atapnya berupa atap tumpang, yaitu atap yang bersusun,

semakin ke atas semakin kecil dan tingkat yang paling atas

berbentuk limas. Jumlah tumpang biasanya selalu gasal/ ganjil,

ada yang tiga, ada juga yang lima. Ada pula yang tumpangnya

dua, tetapi yang ini dinamakan tumpang satu, jadi angka gasal

juga. Atap yang demikian disebut meru. Atap masjid biasanya

masih diberi lagi sebuah kemuncak/ puncak yang dinamakan

mustaka.

2) Tidak ada menara yang berfungsi sebagai tempat

mengumandangkan adzan. Berbeda dengan masjid-masjid di

luar Indonesia yang umumnya terdapat menara. Pada masjid-

masjid kuno di Indonesia untuk menandai datangnya waktu

salat dilakukan dengan memukul beduk atau kentongan.

Yang istimewa dari Masjid Kudus dan Masjid Banten adalah

menaranya yang bentuknya begitu unik. Bentuk menara Masjid

Kudus merupakan sebuah candi langgam Jawa Timur yang telah

diubah dan disesuaikan penggunaannya dengan diberi atap

tumpang. Pada Masjid Banten, menara tambahannya dibuat

menyerupai mercusuar.

3) Masjid umumnya didirikan di ibu kota atau dekat istana

kerajaan. Ada juga masjid-masjid yang dipandang keramat yang

dibangun di atas bukit atau dekat makam. Masjid-masjid di

zaman Wali Sanga umumnya berdekatan dengan makam.

243

Sejarah Indonesia

b. Makam

Bangunan makam muncul saat perkembangan Islam

pada periode perkembangan kerajaan Islam. Bahkan kalau

yang meninggal itu orang terhormat wali atau raja, bangunan

makamnya nampak begitu megah bahkan ada bangunan

semacam rumah yang disebut cungkup. Kemudian kalau kita

perhatikan letak makam orang-orang yang dianggap suci

biasanya berada di dekat masjid di dataran rendah dan ada pula

di dataran tinggi atau di atas bukit.

Makam-makam yang lokasinya di dataran dekat masjid

agung, bekas kota pusat kesultanan antara lain makam sultan-

sultan Demak di samping Masjid Agung Demak, makam raja-

raja Mataram-Islam Kota Gede (D.I. Yogyakarta), makam sultan-

sultan Palembang, makam sultan-sultan di daerah Nanggroe

Aceh, yaitu kompleks makam di Samudera Pasai, makam

sultan-sultan Aceh di Kandang XII, Gunongan dan di tempat

lainnya di Nanggroe Aceh, makam sultan-sultan Siak Indrapura

(Riau), makam sultan-sultan Palembang, makam sultan-sultan

Banjar di Kuin (Banjarmasin), makam sultan-sultan di Martapura

(Kalimantan Selatan), makam sultan-sultan Kutai (Kalimantan

Timur), makam Sultan Ternate di Ternate, makam sultan-sultan

Goa di Tamalate, dan kompleks makam raja-raja di Jeneponto

dan kompleks makam di Watan Lamuru (Sulawesi Selatan),

makam-makam di berbagai daerah lainnya di Sulawesi Selatan,

serta kompleks makam Selaparang di Nusa Tenggara.

Gambar 3.33

Kompleks makam raja-raja Kesultanan Palembang Kawah Tengkurep

Sumber: Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta:

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

244

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Di beberapa tempat terdapat makam-makam yang

meski tokoh yang dikubur termasuk wali atau syaikh namun,

penempatannya berada di daerah dataran tinggi. Makam tokoh

tersebut antara lain, makam Sunan Bonang di Tuban, makam

Sunan Derajat (Lamongan), makam Sunan Kalijaga di Kadilangu

(Demak), makam Sunan Kudus di Kudus, makam Maulana

Malik Ibrahim dan makam Leran di Gresik (Jawa Timur), makam

Datuk Ri Bkalianng di Takalar (Sulawesi Selatan), makam Syaikh

Burhanuddin (Pariaman), makam Syaikh Kuala atau Nuruddin ar-

Raniri (Aceh) dan masih banyak para dai lainnya di tanah air yang

dimakamkan di dataran.

Makam-makam yang terletak di tempat-tempat tinggi

atau di atas bukit-bukit sebagaimana telah dikatakan di atas,

masih menunjukkan kesinambungan tradisi yang mengandung

unsur kepercayaan pada ruh-ruh nenek moyang yang sebenarnya

sudah dikenal dalam pengejawantahan pendirian punden-

punden berundak Megalitik. Tradisi tersebut dilanjutkan pada

masa kebudayaan Indonesia Hindu-Buddha yang diwujudkan

dalam bentuk bangunan-bangunan yang disebut candi.

Antara lain Candi Dieng yang berketinggian 2.000 meter di

atas permukaan laut, Candi Gedongsanga, Candi Borobudur.

Percandian Prambanan, Candi Ceto dan Candi Sukuh di daerah

Surakarta, Percandian Gunung Penanggungan dan lainnya.

Menarik perhatian kita bahwa makam Sultan Iskandar Tsani

dimakamkan di Aceh dalam sebuah bangunan berbentuk

gunungan yang dikenal pula unsur meru.

Setelah kebudayaan Indonesia Hindu-Buddha mengalami

keruntuhan dan tidak lagi ada pendirian bangunan percandian,

unsur seni bangunan keagamaan masih diteruskan pada

masa tumbuh dan berkembangnya Islam di Indonesia melalui

proses akulturasi. Makam-makam yang lokasinya di atas bukit,

makam yang paling atas adalah yang dianggap paling dihormati

misalnya Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah di Gunung

Sembung, di bagian teratas kompleks pemakaman Imogiri ialah

245

Sejarah Indonesia

makam Sultan Agung Hanyokrokusumo. Kompleks makam

yang mengambil tempat datar misalnya di Kota Gede, orang

yang paling dihormati ditempatkan di bagian tengah. Makam

walisongo dan sultan-sultan pada umumnya ditempatkan dalam

bangunan yang disebut cungkup yang masih bergaya kuno

dan juga dalam bangunan yang sudah diperbaharui. Cungkup-

cungkup yang termasuk kuno antara lain cungkup makam

Sunan Giri, Sunan Derajat, dan Sunan Gunung Jati. Demikian

juga cungkup makam sultan-sultan yang dapat dikatakan

masih menunjukkan kekunoannya walaupun sudah mengalami

perbaikan contohnya cungkup makam sultan-sultan Demak,

Banten, dan Ratu Kalinyamat (Jepara).

Di samping bangunan makam, terdapat tradisi

pemakaman yang sebenarnya bukan berasal dari ajaran Islam.

Misalnya, jenazah dimasukkan ke dalam peti. Pada zaman

kuno ada peti batu, kubur batu dan lainnya. Sering pula di

atas kubur diletakkan bunga-bunga. Pada hari ke-3, ke-7, ke-

40, ke-100, satu tahun, dua tahun, dan 1000 hari diadakan

selamatan. Saji-sajian dan selamatan adalah unsur pengaruh

kebudayaan pra-Islam, tetapi doa-doanya secara Islam. Hal ini

jelas menunjukkan perpaduan. Sesudah upacara terakhir (seribu

hari) selesai, barulah kuburan diabadikan, artinya diperkuat

dengan bangunan dan batu. Bangunan ini disebut jirat atau

kijing. Nisannya diganti dengan nisan

batu. Di atas jirat sering didirikan semacam

rumah yang di atas disebut cungkup. Dalam

kaitan dengan makam Islam ada juga istilah

masjid makam. Apa yang dimaksud masjid

makam itu?

2. Seni Ukir

Pada masa perkembangan Islam di zaman madya, berkembang

ajaran bahwa seni ukir, patung, dan melukis makhluk hidup, apalagi

manusia secara nyata, tidak diperbolehkan. Di Indonesia ajaran

Untuk lebih mendalami materi

ini, silakan membaca buku R.

Soekmono,

Pengantar Sejarah

Kebudayaan Indonesia III.

246

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

tersebut ditaati. Hal ini menyebabkan seni patung di Indonesia pada

zaman madya, kurang berkembang. Padahal pada masa sebelumnya

seni patung sangat berkembang, baik patung-patung bentuk manusia

maupun binatang. Akan tetapi, sesudah zaman madya, seni patung

berkembang seperti yang dapat kita saksikan sekarang ini.

Walaupun seni patung untuk menggambarkan makhluk hidup

secara nyata tidak diperbolehkan. Akan tetapi, seni pahat atau seni ukir

terus berkembang. Para seniman

tidak ragu-ragu mengembangkan

seni hias dan seni ukir dengan motif

daun-daunan dan bunga-bungaan

seperti yang telah dikembangkan

sebelumnya. Kemudian juga

ditambah seni hias dengan huruf

Arab (kaligrafi). Bahkan muncul

kreasi baru, yaitu kalau terpaksa

ingin melukiskan makhluk hidup,

akan disamar dengan berbagai

hiasan, sehingga tidak lagi jelas-

jelas berwujud binatang atau

manusia.

Banyak sekali bangunan-bangunan Islam yang dihiasi dengan

berbagai motif ukir-ukiran. Misalnya, ukir-ukiran pada pintu atau tiang

pada bangunan keraton ataupun masjid, pada gapura atau pintu

gerbang. Dikembangkan juga seni hias atau seni ukir dengan bentuk

tulisan Arab yang dicampur dengan ragam hias yang lain. Bahkan ada

seni kaligrafi yang membentuk orang, binatang, atau wayang.

3. Aksara dan Seni Sastra

Tersebarnya Islam di Indonesia membawa pengaruh dalam

bidang aksara atau tulisan. Abjad atau huruf-huruf Arab sebagai

abjad yang digunakan untuk menulis bahasa Arab mulai digunakan di

Indonesia. Bahkan huruf Arab digunakan di bidang seni ukir. Berkaitan

dengan itu berkembang seni kaligrafi

Gambar 3.34

Ukiran di Mimbar Masjid Gelgel, Klungkung,

Bali

Sumber: Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah Indonesia

Masa Islam. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

247

Sejarah Indonesia

Di samping pengaruh sastra Islam dan Persia, perkembangan

sastra di zaman madya tidak terlepas dari pengaruh unsur sastra

sebelumnya. Dengan demikian terjadilah akulturasi antara sastra Islam

dengan sastra yang berkembang di zaman pra-Islam. Seni sastra di

zaman Islam terutama berkembang di Melayu dan Jawa. Dilihat dari

corak dan isinya, ada beberapa jenis seni sastra seperti berikut.

1) Hikayat adalah karya sastra

yang berisi cerita sejarah ataupun

dongeng. Dalam hikayat banyak

ditulis berbagai peristiwa yang

menarik, keajaiban, atau hal-hal

yang tidak masuk akal. Hikayat ditulis

dalam bentuk gancaran (karangan

bebas atau prosa). Hikayat-hikayat

yang terkenal, misalnya

Hikayat

Iskandar Zulkarnain

,

Hikayat Raja-

Raja Pasai

,

Hikayat Khaidir

,

Hikayat

si Miskin

,

Hikayat 1001 Malam

,

Hikayat Bayan Budiman

, dan

Hikayat Amir Hamzah

.

2) Babad mirip dengan hikayat. Penulisan babad seperti tulisan

sejarah, tetapi isinya tidak selalu berdasarkan fakta. Jadi, isinya

campuran antara fakta sejarah, mitos, dan kepercayaan. Di

tanah Melayu terkenal dengan sebutan tambo atau salasilah.

Contoh babad adalah

Babad Tanah Jawi

,

Babad Cirebon,

Babad Mataram,

dan

Babad Surakarta

.

3) Syair berasal dari perkataan Arab untuk menamakan karya

sastra berupa sajak-sajak yang terdiri atas empat baris setiap

baitnya. Contoh syair sangat tua adalah syair yang tertulis pada

batu nisan makam putri Pasai di Minye Tujoh.

Gambar 3.35

Naskah Hikayat Amir Hamzah

Sumber: Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah

Indonesia Masa Islam. Jakarta: Kementerian

Kebudayaan dan Pariwisata.

248

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

4) Suluk merupakan karya sastra yang berupa kitab-kitab dan

isinya menjelaskan soal-soal tasawufnya. Contoh suluk yaitu

Suluk Sukarsa, Suluk Wujil

, dan

Suluk Malang Sumirang

.

4. Kesenian

Di Indonesia, Islam menghasilkan kesenian bernafas Islam

yang bertujuan untuk menyebarkan ajaran Islam. Kesenian tersebut,

misalnya sebagai berikut.

1) Permainan debus, yaitu tarian yang pada puncak acara

para penari menusukkan benda tajam ke tubuhnya tanpa

meninggalkan luka. Tarian ini diawali dengan pembacaan ayat-

ayat dalam Al Quran dan salawat nabi. Tarian ini terdapat di

Banten dan Minangkabau.

2) Seudati, sebuah bentuk tarian dari Aceh. Seudati berasal

dan kata syaidati yang artinya permainan orang-orang besar.

Seudati sering disebut saman artinya delapan. Tarian ini aslinya

dimainkan oleh delapan orang penari. Para pemain menyanyikan

lagu yang isinya antara lain salawat nabi

3) Wayang, termasuk wayang kulit. Pertunjukan wayang sudah

berkembang sejak zaman Hindu, akan tetapi, pada zaman

Islam terus dikembangkan. Kemudian berdasarkan cerita Amir

Hamzah dikembangkan pertunjukan wayang golek.

5. Kalender

Menjelang tahun ketiga pemerintahan Khalifah Umar bin

Khattab, beliau berusaha membenahi kalender Islam. Perhitungan

tahun yang dipakai atas dasar peredaran bulan (komariyah). Umar

menetapkan tahun 1 H bertepatan dengan tanggal 14 September 622

M, sehingga sekarang kita mengenal tahun Hijriyah.

249

Sejarah Indonesia

Sistem kalender itu juga berpengaruh di Nusantara. Bukti

perkembangan sistem penanggalan (kalender) yang paling nyata adalah

sistem kalender yang diciptakan oleh Sultan Agung. Ia melakukan

sedikit perubahan, mengenai nama-nama bulan pada tahun Saka.

Misalnya bulan Muharam diganti dengan Sura dan Ramadhan diganti

dengan Pasa. Kalender tersebut dimulai tanggal 1 Muharam tahun

1043 H. Kalender Sultan Agung dimulai tepat dengan tanggal 1 Sura

tahun 1555 Jawa (8 Agustus 1633).

Masih terdapat beberapa bentuk lain dan akulturasi antara

kebudayaan pra-Islam dengan kebudayaan Islam. Misalnya upacara

kelahiran perkawinan dan kematian. Masyarakat Jawa juga mengenal

berbagai kegiatan selamatan dengan bentuk kenduri. Selamatan

diadakan pada waktu tertentu. Misalnya, selamatan atau kenduri pada

10 Muharam untuk memperingati Hasan-Husen (putra Ali bin Abu

Thalib), Maulid Nabi (untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad),

Ruwahan (Nyadran) untuk menghormati para leluhur atau sanak

keluarga yang sudah meninggal.

Uji Kompetensi

1. Jelaskan bagaimana wayang dapat digunakan dalam proses

Islamisasi di Pulau Jawa!

2.

Diskusikan bagaimana proses akulturasi antara budaya lama

dengan budaya Islam dapat berlangsung secara damai dan saling

melengkapi? Uraikan jawaban kamu dan presentasikan!

3. Coba kamu lakukan penelitian sederhana dengan melakukan

wawancara atau pengamatan di lingkungan kamu tinggal atau

sekitar sekolah, tuliskan hasil-hasil budaya yang berhubungan

dengan akulturasi budaya Islam (tulisan antara 3 – 5 halaman)!

250

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

F. Proses Integrasi Nusantara

„

Mengamati Lingkungan

Integrasi suatu bangsa adalah hal yang sangat penting dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan adanya integrasi akan

melahirkan satu kekuatan bangsa yang ampuh dan segala persoalan

yang timbul dapat dihadapi bersama-sama. Negara Kesatuan Republik

Indonesia adalah wujud konkret dari proses integrasi bangsa. Proses

integrasi bangsa Indonesia ini ternyata sudah berlangsung cukup lama

bahkan sudah dimulai sejak awal tarikh masehi. Pada abad ke-16

proses integrasi bangsa Indonesia mulai mengalami kemajuan pesat

sejak proses Islamisasi. Coba kamu perhatikan dari bacaan di atas

hubungan antara ulama dari berbagai daerah telah mempercepat

proses persatuan bangsa-bangsa di kepulauan Indonesia. Ulama-

ulama dari Minangkabau misalnya sudah berhasil mengislamkan

saudara-saudara kita di Sulawesi, begitu juga ulama Sulawesi juga

telah berperan dalam mengislamkan saudara-saudara kita di Bima,

Nusa Tenggara, Kepulauan Riau dan sebagainya, begitu juga ulama

dari Jawa Timur telah mengislamkan Ternate dan Tidore, tentu kalau

diurai satu persatu maka hubungan antar ulama ini telah menyatukan

seluruh wilayah Indonesia bahkan sampai ke Malaka dan Singapura.

„

Memahami Teks

1. Peranan Para Ulama dalam Proses Integrasi

Agama Islam yang masuk dan berkembang di Nusantara

mengajarkan kebersamaan dan mengembangkan toleransi dalam

kehidupan beragama. Islam mengajarkan persamaan dan tidak

mengenal kasta-kasta dalam kehidupan masyarakat. Konsep ajaran

Islam memunculkan perilaku ke arah persatuan dan persamaan

derajat. Disisi lain, datangnya pedagang-pedagang Islam di Indonesia

mendorong berkembangnya tempat-tempat perdagangan di daerah

pantai. Tempat-tempat perdagangan itu kemudian berkembang

menjadi pelabuhan dan kota-kota pantai. Bahkan kota-kota pantai

251

Sejarah Indonesia

yang merupakan bandar dan pusat perdagangan, berkembang

menjadi kerajaan. Timbulnya kerajaan-kerajaan Islam merupakan

awal terjadinya proses integrasi. Meskipun masing-masing kerajaan

memiliki cara dan faktor pendukung yang berbeda-beda dalam proses

integrasinya.

2. Peran Perdagangan Antarpulau

Proses integrasi juga terlihat melalui kegiatan pelayaran dan

perdagangan antarpulau. Sejak zaman kuno, kegiatan pelayaran dan

perdagangan sudah berlangsung di Kepulauan Indonesia. Pelayaran

dan perdagangan itu berlangsung dari daerah yang satu ke daerah

yang lain, bahkan antara negara yang satu dengan negara yang lain.

Kegiatan pelayaran dan perdagangan pada umumnya berlangsung

dalam waktu yang lama. Hal ini, menimbulkan pergaulan dan hubungan

kebudayaan antara para pedagang dengan penduduk setempat.

Kegiatan semacam ini mendorong terjadinya proses integrasi.

Pada mulanya penduduk di suatu pulau cukup memenuhi

kebutuhan hidupnya dengan apa yang ada di pulau tersebut. Dalam

perkembangannya, mereka ingin mendapatkan barang-barang yang

terdapat di pulau lain. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, terjadilah

hubungan dagang antar pulau. Angkutan yang paling murah dan mudah

adalah angkutan laut (kapal/perahu), maka berkembanglah pelayaran

dan perdagangan. Terjadinya pelayaran dan perdagangan antarpulau

di Kepulauan Indonesia yang diikuti pengaruh di bidang budaya

turut berperan serta mempercepat perkembangan proses integrasi.

Misalnya, para pedagang dari Jawa berdagang ke Palembang, atau para

pedagang dari Sumatra berdagang ke Jepara. Hal

ini menyebabkan terjadinya proses integrasi antara

Sumatra dan Jawa. Para pedagang di Banjarmasin

berdagang ke Makassar, atau sebaliknya. Hal

ini menyebabkan terjadi proses integrasi antara

masyarakat Banjarmasin (Kalimantan) dengan

masyarakat Makassar (Sulawesi). Para pedagang

Untuk lebih mendalami, silakan

membaca buku

Sartono

Kartodirdjo

.

Pengantar

Sejarah Indonesia Baru

1500-1900 dari Emporium

sampai Empirium.

252

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Makassar dan Bugis memiliki peranan penting dalam proses integrasi.

Mereka berlayar hampir ke seluruh Kepulauan Indonesia bahkan jauh

sampai ke luar Kepulauan Indonesia.

Pulau-pulau penting di Indonesia, pada umumnya memiliki pusat-

pusat perdagangan. Sebagai contoh di Sumatra terdapat Aceh, Pasai,

Barus, dan Palembang. Jawa memiliki beberapa pusat perdagangan

misalnya Banten Sunda Kelapa, Jepara, Tuban, Gresik, Surabaya, dan

Blambangan. Kemudian di dekat Sumatra ada bandar Malaka. Malaka

berkembang sebagai bandar terbesar di Asia Tenggara. Tahun 1511

Malaka jatuh ke tangan Portugis. Akibatnya perdagangan Nusantara

berpindah ke Aceh. Dalam waktu singkat Aceh berkembang sebagai

bandar dan menjadi sebuah kerajaan yang besar. Para pedagang dari

pulau-pulau lain di Indonesia juga datang dan berdagang di Aceh.

Sementara itu, sejak awal abad ke-16 di Jawa berkembang

Kerajaan Demak dan beberapa bandar sebagai pusat perdagangan. Di

kepulauan Indonesia bagian tengah maupun timur juga berkembang

kerajaan dan pusat-pusat perdagangan. Dengan demikian, terjadi

hubungan dagang antardaerah dan antarpulau. Kegiatan perdagangan

antarpulau mendorong terjadinya proses integrasi yang terhubung

melalui para pedagang. Proses integrasi itu juga diperkuat dengan

berkembangnya hubungan kebudayaan. Bahkan juga ada yang diikuti

dengan perkawinan.

3. Peran Bahasa

Perlu juga kamu pahami bahwa bahasa juga memiliki peran

yang strategis dalam proses integrasi. Kamu tahu bahwa Kepulauan

Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau yang dihuni oleh aneka ragam

suku bangsa. Tiap-tiap suku bangsa memiliki bahasa masing-masing.

Untuk mempermudah komunikasi antarsuku bangsa, diperlukan satu

bahasa yang menjadi bahasa perantara dan dapat dimengerti oleh

semua suku bangsa. Jika tidak memiliki kesamaan bahasa, persatuan

tidak akan terjadi karena di antara suku bangsa timbul kecurigaan dan

prasangka lain.

253

Sejarah Indonesia

Bahasa merupakan sarana pergaulan. Bahasa Melayu digunakan

hampir di semua pelabuhan-pelabuhan di Kepulauan Nusantara.

Bahasa Melayu sejak zaman kuno sudah menjadi bahasa resmi negara

Melayu (Jambi). Pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, bahasa Melayu

dijadikan bahasa resmi dan bahasa ilmu pengetahuan. Hal ini dapat

dilihat dalam Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 M, Prasasti Talang Tuo

tahun 684 M, Prasasti Kota Kapur tahun 685 M, dan Prasasti Karang

Berahi tahun 686 M.

Para pedagang di daerah-daerah sebelah timur Nusantara, juga

menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Dengan

demikian, berkembanglah bahasa Melayu ke seluruh Kepulauan

Nusantara. Pada mulanya bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa

dagang. Akan tetapi lambat laun bahasa Melayu tumbuh menjadi

bahasa perantara dan menjadi

lingua franca

di seluruh Kepulauan

Nusantara. Di Semenanjung Malaka (Malaysia seberang), pantai timur

Pulau Sumatra, pantai barat Pulau Sumatra, Kepulauan Riau, dan

pantai-pantai Kalimantan, penduduk menggunakan bahasa Melayu

sebagai bahasa pergaulan.

Masuk dan berkembangnya agama Islam, mendorong

perkembangan bahasa Melayu. Buku-buku agama dan tafsir al-

Qur’an juga mempergunakan bahasa Melayu. Ketika menguasai

Malaka, Portugis mendirikan sekolah-sekolah dengan menggunakan

bahasa Portugis, namun kurang berhasil. Pada tahun 1641 VOC

merebut Malaka dan kemudian mendirikan sekolah-sekolah dengan

menggunakan bahasa Melayu. Jadi, secara tidak sengaja, kedatangan

VOC secara tidak langsung ikut mengembangkan bahasa Melayu.

Uji Kompetensi

1.

Diskusikan mengapa bahasa Melayu cepat berkembang di

Nusantara?

2.

Bagaimana Islam dapat mempercepat proses integrasi bangsa

Indonesia? Uraikan jawaban kamu dalam 2 - 3 lembar!

254

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Kesimpulan

1. Perkembangan Islam di Nusantara tidak pernah terlepas dari

dinamika Islam di kawasan-kawasan lain. Karena itu, adalah

keliru pandangan yang menganggap seolah-olah Islam Nusantara

berkembang secara tersendiri serta terisolasi dari perkembangan

dan dinamika Islam di tempat-tempat lain. Peradaban Islam

Nusantara juga menampilkan ciri-ciri dan karakter yang khas, relatif

berbeda dengan peradaban Islam di wilayah-wilayah perabadan

Muslim lainnya, misalnya Arab, Turki, Persia, Afrika Hitam, dan

Dunia Barat.

2. Islam yang datang pertama kali adalah Islam yang umumnya

dibawa para guru pengembara Sufi, yang mengembara dari

satu tempat ke tempat lain untuk menyebarkan Islam. Islam

sufistik yang dibawa para guru pengembara ini jelas memiliki

kecenderungan kuat untuk lebih menerima terhadap tradisi dan

praktik keagamaan lokal. Bagi guru-guru Sufi pengembara ini,

yang paling penting adalah pengucapan dua kalimah syahadat,

setelah itu barulah memperkenalkan ketentuan-ketentuan hukum

Islam.

3. Masyarakat Nusantara pada umumnya adalah masyarakat pesisir

yang kehidupan mereka tergantung pada perdagangan antarpulau

dan antarbenua. Sedangkan mereka yang berada di pedalaman

adalah masyarakat agraris, yang kehidupan mereka tergantung

kepada pertanian.

4. Dalam bidang kebudayaan, umat Islam mempunyai ciri yang

khusus pula dari budaya material (

material culture

) dalam

kehidupan sehari-hari, sampai kepada budaya spiritual (

spiritual

culture

). Bahkan sampai sekarang kita masih bisa menyaksikan

berbagai kesinambungan tertentu antara tradisi Islam dengan

tradisi budaya spiritual praIslam yang sedikit banyak diwarnai

tradisi Hindu, Buddha, dan bahkan tradisi keagamaan spritual

lokal.

255

Sejarah Indonesia

5. Faktor pemersatu terpenting di antara berbagai suku bangsa

Nusantara adalah Islam. Islam mengatasi perbedaan-perbedaan

yang terdapat di antara berbagai suku bangsa dan menjadi identitas

yang mengatasi batas-batas geografis, sentimen etnis, identitas

kesukuan, adat istiadat dan tradisi lokal lainnya. Tentu saja, sejauh

menyangkut pemahaman dan pengamalan Islam, terdapat pula

perbedaan-perbedaan tertentu terhadap doktrin dan ajaran Islam

sesuai rumusan para ulama, bukan dengan identitas suku bangsa.

6. Faktor pemersatu kedua, yaitu bahasa Melayu. Bahasa ini sebelum

kedatangan Islam digunakan hanya di lingkungan etnis terbatas,

yakni suku bangsa Melayu di Palembang, Riau, Deli (Sumatra

Timur), dan Semenanjung Malaya. Terdapat bahasa-bahasa lain

yang digunakan lebih banyak orang suku bangsa lain di Nusantara,

seperti bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Bahasa Melayu yang lebih

egaliter dibanding bahasa Jawa, diadopsi sebagai

lingua franca

oleh para penyiar Islam, ulama, dan pedagang. Kedudukan bahasa

Melayu sebagai

lingua franca

Islam di Nusantara bertambah kuat

ketika bahasa Melayu ditulis dengan aksara Arab. Bersamaan

dengan adopsi huruf-huruf Arab, maka dilakukan pula pengenalan

dan penyesuaian pada aksara Arab tertentu untuk kepentingan

bahasa-bahasa lokal di Nusantara. Kedudukan bahasa Melayu itu

menjadi semakin lebih kuat lagi ketika para ulama menulis banyak

karya mereka dengan bahasa Melayu berhuruf Jawi tersebut,

sehingga pada gilirannya, tulisan Jawi menjadi alat komunikasi dan

dakwah tertulis bagi masyarakat Melayu-Nusantara menggantikan

beberapa bentuk tulisan yang berkembang sebelumnya.

7. Warisan terbaik dari sejarah zaman Islam lainnya ialah adanya

pengintegrasian Nusantara lewat nasionalisme keagamaan dan

jaringan perdagangan antarpulau.

256

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!

1.

Uraikan secara ringkas periode proses evolusi bumi!

2.

Untuk menggambarkan masa kehidupan manusia purba, lebih tepat

menggunakan istilah pra-aksara dibandingkan prasejarah. Mengapa demikian?

3.

Jelaskan alasan Sangiran disebut sebagai laboratorium situs manusia purba di

Asia!

4.

Jelaskan hubungan antara manusia yang sudah bertempat tinggal dengan adanya

sistem kepercayaan!

5.

Bagaimana peninggalan sejarah berupa benda dan karya seni bisa menyebar ke

berbagai wilayah di Indonesia?

6.

Jelaskan teori-teori mengenai masuknya Hindu-Buddha di Kepulauan Indonesia!

7.

Mengapa Ratu Sima dari Kerajaan Kalingga dikenal sebagai pemimpin wanita

yang tegas?

8.

Mengapa Kerajaan Sriwijaya dikatakan sebagai pusat pembelajaran agama

Buddha Mahayana di seluruh Asia Tenggara?

9.

Muhammad Yamin menyebutkan Kerajaan Sriwijaya sebagai negara nasional

pertama. Jelaskan mengapa demikian!

10.

Jelaskan alasan Airlangga memerintahkan Mpu Bharada untuk

membagi

kerajaannya menjadi Kediri dan Janggala!

LATIHAN ULANGAN

257

Sejarah Indonesia

11.

Jelaskan mengapa perdagangan lewat jalur perairan atau laut lebih populer

dibandingkan perdagangan lewat jalur darat!

12.

Jelaskan peran Sriwijaya dan Majapahit dalam proses integrasi antarpulau pada

masa Hindu-Buddha!

13.

Sebutkan beberapa peran tokoh pengembang agama Islam di Indonesia!

14.

Anthony H. Johns mengatakan bahwa proses Islamisasi dilakukan oleh para

musafir dari Mekkah yang datang ke Kepulauan Indonesia. Jelaskan teori serupa

yang dikemukakan oleh Hoesein Djajadiningrat!

15.

Mengapa bahasa Melayu cepat berkembang di Nusantara?

16.

Uraikan mengenai bentuk-bentuk akulturasi kebudayaan Islam dengan

kebudayaan yang sudah ada di Nusantara!

17.

Berdasarkan bukti sejarah, Islam sudah masuk ke Papua pada pertengahan abad

ke-15. Jelaskan teori yang mengatakan proses Islamisasi di Papua terutama yang

dilakukan di pesisir barat!

18.

Jelaskan bagaimana awal terjadinya konflik kaum Adat dengan kaum Padri di

Sumatra Barat!

19.

Ceritakan hubungan antara Kerajaan Ternate dan Tidore dengan tokoh-tokoh

ulama Gresik!

20.

Rumuskan nilai-nilai karakter yang dapat diperoleh setelah belajar perkembangan

kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia!

258

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

GLOSARIUM

arca

patung yang terbuat dari batu yang berbentuk manusia atau

binatang

aksara Pallawa

aksara yang dipakai untuk menuliskan bahasa dari

India Selatan dan diturunkan dari Aksara Brahmi, disebut juga

dengan Aksara Grantha

akuwu

jabatan kepala daerah pada masa Kediri abad ke-12

arjunawiwaha

karya sastra lama yang menceritakan kisah Airlangga

bagian dari kitab

Mahabharata

artefak

benda atau pecahan benda kecil berupa alat-alat

perlengkapan hidup yang dibuat, atau digunakan oleh

manusia di zaman kuno

arung-matoa

artinya raja yang pertama atau utama

batu inti (

core

)

bahan baku yang dikerjakan (dipangkas) untuk

pembuatan alat (alat batu inti) atau untuk menghasilkan

serpih atau bilah yang kemudian dijadikan alat

batuan kersikan

batuan yang telah mengalami mineralisasi melalui

penyerapan silika di dalamnya. Selain terhadap batuan, juga

sering terjadi dalam tanaman

breksi

batuan klastik butiran kasar, terdiri dari fragmen batu segitiga

atau runcing, yang dibungkus oleh matriks butiran halus yang

tersemenkan

candi

bangunan kuno yang terbuat batu , sebagai tempat pemujaan,

atau penyimpanan abu jenazah raja-raja, pendeta-pendeta

Hindu-Buddha pada masa klasik

ceitis

adalah mata uang seperti uang kecil yang digunakan pada

masa Kerajaan Samudra Pasai

259

Sejarah Indonesia

debus

, yaitu tarian yang pada puncak acara para penari menusukkan

benda tajam ke tubuhnya tanpa meninggalkan luka

devide et impera

politik adu domba, menjadikan berselisih

(bertikai) di antara pihak yang sepaham

dharma

mempersembahkan, membaktikan

dhatugagdha

pembuat alat-alat yang terbuat dari logam

dramas,

yaitu mata uang pada masa Kerajaan Samudra Pasai yang

dibaut dari emas yang apabila dibandingkan dengan harga

mata uang Portugis crusade, yaitu 9 drama sama dengan 1

crusado yang juga sam dengan 500 cash. Mata uang emas itu

dibuatdari serbukan emas dan perak.

ekofak (

ecofact

)

tinggalan berupa sisa lingkungan organik yang

non-artefaktual, tetapi memiliki relevansi kultural, misalnya

sisa fauna atau vegetasi yang mengkait dengan kehidupan

manusia di masa lampau

ekskavasi

metode prinsipal yang dipakai dalam memperoleh

data arkeologi dengan cara menggali tanah dengan teknik

perekaman seluruh tinggalan atau gejala dan konteksnya

secara sistematis dalam tiga dimensi

endapan teras

merupakan salah satu perlapisan yang terdiri atas

gravel konglomerat, merupakan hasil dari pengangkatan

dasar sungai

evolusi

perkembangan makhluk hidup yang terjadi secara gradual

dalam skala waktu geologis, dari organisme yang sangat

sederhana menuju bentuk yang kompleks. Produk akhir suatu

evolusi akan sangat berbeda dibandingkan dengan produk

awalnya

fauna

himpunan binatang dalam suatu sistem ekologi

flora

himpunan tumbuhan dalam suatu sistem ekologi

fluvial

berhubungan dengan sungai atau terjadi di dalam sungai

formasi

massa perlapisan batuan yang secara dominan terdiri dari

tipe litologi tertentu ataupun gabungan dari beberapa tipe

litologi, yang merupakan dasar dari unit litostratigrafi. Formasi

dapat dikombinasikan ke dalam grup atau dibagi menjadi

member

260

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

fosil

sisa-sisa, jejak, atau cetakan dari mahluk hidup (tanaman,

binatang, dan manusia) yang terawetkan dalam lapisan

bumi selama waktu geologis atau prasejarah. Atau, segala

bukti tentang kehidupan masa silam. Sebuah tulang atau

kayu dapat disebut sebagai fosil setelah secara smpurna

mengalami proses fosilisasi (yaitu bergantinya zat organik

menjadi anorganik)

grebeg

diadakan tiga kali dalam satu tahun, yaitu setiap tanggal

10 Dzulliijah (Idul Adha), 1 Syawal (Idul Fitri), dan tanggal

12 Rabiulawal (Maulud Nabi). Bentuk dan kegiatan upacara

grebeg adalah mengarak gunungan dari keraton ke depan

masjid agung

hominid

(Latin), makhluk sebagai kera besar mendekati genus

manusia tetapi agak di bawah sedikit dari

Homo sapiens

dan termasuk makhluk cerdas dari keluarga simpanse

gorila

(

Gorilla

), orangutan

dan manusia

(

Homo

)

holosen

kala yang kedua dari zaman quarter, setelah Kala yang

pertama (Pleistosen), berlangsung sekitar 11.800 tahun yang

lalu hingga saat ini

jawadwipa

sebutan Pulau Jawa dalam bahasa sanskerta

kakawin

kesusastraan dalam bentuk puisi pada masa Jawa Kuno

kapak genggam (

hand axe

)

alat batu inti yang dipangkas secara

bifasial pada seluruh atau sebagian besar permukaan hingga

menciptakan bentuk-bentuk yang simetris

kapak pembelah (

cleaver)

alat serpih besar yang dipangkas secara

bifasial dengan tajaman yang melebar

karst

sebuah topografi yang dibentuk oleh batu gamping, dolomite,

atau gypsum melalui pelarutan, dicirikan oleh pembentukan

gua atau drainase bawah tanah

kranium

tengkorak secara lengkap, yang terdiri atas atap tengkorak,

dasar tengkorak, muka, rahang atas dan rahang bawah

kumbhakaraka

pembuat periok tanah liat yang dibakar

lancipan (

point

)

alat yang bentuknya mengarah pada segitiga

dengan salah satu sudutnya merupakan bagian yang sengaja

diruncingkan. Selain untuk melubangi, lancipan dapat

digunakan sebagai alat penusuk dengan cara mengikatkan

pangkalnya pada tangkai dari kayu atau sebagai mata panah

261

Sejarah Indonesia

megalitik

budaya yang pada umumnya diwujudkan dalam bentuk

batu-batu besar, pendiriannya dimaksudkan sebagai lambang

atau sarana pemujaan terhadap arwah nenek moyang

mesolitik

budaya yang berkembang pada periode transisi antara

paleolitik dan neolitik,

dicirikan oleh kehidupan berburu

dan meramu dengan produk teknologi litik yang khas, berupa

alat-alat mikrolit. Terminologi mesolitik terutama berlaku di

Eropa, yakni pada periode yang berlangsung antara 12.000

dan 6.000 tahun lalu

meunasah

merupakan bangunan umum di desa-desa sebagai

tempat melaksanakan upacara agama, pendidikan agama,

bermusyawarah, dan sebagainya (di Aceh)

mufti

, pemberi fatwa untuk memutuskan masalah yg berhubungan

dengan hukum Islam

neolitik

budaya yang dicirikan oleh kehidupan menetap dalam

perkampungan dengan mengandalkan hasil kegiatan

pertanian dan membuat serta menggunakan produk-produk

teknologi inovasi, seperti pengupaman untuk alat-alat batu,

pembuatan tembikar, pertenunan, dan pelayaran

nirwana

keadaan dan ketentraman smpurna bagi setiap wujud

eksistensi karena berakhirnya kelahiran kembali ke dunia

nomaden

pola hidup yang berpindah-pindah dari suatu tempat ke

tempat lain secara berkesinambungan

padmasana

takhta atau singgasana

paleogeografi

ilmu tentang geografi fisik, baik seluruh atau sebagian

dari pemukaan bumi, dalam kurun geologis yang telah berlalu

paleolitik

budaya tertua yang dicirikan oleh kehidupan mengembara,

berburu dan meramu dengan membuat peralatan litik berupa

alat-alat serpih dan alat-alat batu inti yang masih sederhana

paleolitik Atas

periodisasi budaya dalam prasejarah di Eropa,

berlangsung di sekitar

35.000 - 12.000 tahun yang lalu,

umumnya merupakan produk budaya Manusia Modern Awal

paleolitik Bawah

periodisasi budaya dalam prasejarah di Eropa,

yang dimulai dari kehadiran manusia pertama hingga sekitar

125.000 tahun yang lalu, umumnya merupakan produk

budaya Homo erectus

262

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

paleolitik Tengah

periodisasi budaya dalam prasejarah Eropa yang

berlangsung antara 125.000 hingga 35.000 tahun yang lalu.

Umumnya merupakan produk budaya manusia Neanderthal.

Budaya ini sering disebut sebagai budaya Mousterian

paleontologi

ilmu tentang kehidupan masa lalu dalam waktu

geologis, berdasarkan pada fosil-fosil tanaman dan binatang,

termasuk hubungannya dengan tanaman, binatang, dan

lingkungan sekarang, maupun dengan kronologi sejarah

bumi

pangreh-praja

adalah penguasa lokal pada masa pemerintahan

kolonial Belanda untuk menangani daerah jajahannya

Perjanjian

Tellum Pocco

perjanjian antara Kerajaan Wajo yang

bersekutu dengan Kerajaan Luwu dan bersatu dengan

Kerajaan Bone dan Soppeng pada tahun 1582

prasasti

piagam yang tertulis pada batu, tembaga, dan sebagainya

pleistosen

kala pertama dari Zaman Kuarter, setelah Pliosen dan

sebelum Holosen. Kala Pleistosen mulai sekitar 1.8 juta tahun

yang lalu dan berakhir pada 11.800 tahun yang lalu, dan dibagi

menjadi 3 tingkatan, yaitu Kala Pleistosen Bawah (1.8 hingga

0.8 juta tahun yang lalu), Pleistosen Tengah (0.8 hingga 0.12

juta tahun lalu), dan Pleistosen Atas (antara 120.000 hingga

11.800 tahun yang lalu)

pliosen

suatu masa pada Zaman Tersier, sesudah Miosen dan

sebelum Pleistosen, antara 5-1.8 juta tahun yang lalu

primus inter pares

(latin: yang pertama di antara yang setara),

suatu tipe kepemimpinan yang mula-mula dan juga dapat

ditemukan dalam koloni hewan

protosejarah

masa transisi dari Zaman prasejarah ke Zaman

sejarah dicirikan oleh mulai munculnya tulisan tentang suatu

masyarakat yang tinggal di wilayah tertentu, tetapi masyarakat

tersebut belum mengerti dan menggunakan tulisan

ramayana

cerita epos dari India yang digubah oleh Walmiki yang

menceritakan petualangan Rama, titisan dari dewa Wisnu

dalam mitologi Hindu

saka

tahun Jawa yang didasarkan dari cerita Aji Saka ke tanah Jawa,

dimulai 78 tahun sesudah masehi

263

Sejarah Indonesia

sang Amurwwabhumi

gelar yang diberikan kepada Ken Arok,

ketika ia berhasil menguasai seluruh kerajaan di Jawa

sanggha,

berarti perjamuan atau persaudaraan para Bhikkhu

sanskerta

bahasa kesusastraan Hindu kuno

seni cadas (

rock art

)

karya yang diwujudkan di permukaan cadas

dalam bentuk lukisan (

rock painting

), pahatan (

rock carving

),

dan goresan (

rock engraving

)

serpih (

flake

)

kepingan atau serpihan yang sengaja dihasilkan dari

bahan baku atau batu inti lewat pemangkasan. Disebut alat

serpih jika memiliki retus-retus pengerjaan atau perimping

bekas pakai

serut (

scraper)

alat serpih yang dicirikan oleh keberadaan retus

bersambung menutupi seluruh atau sebagian besar sisi alat.

Keletakan retus menciptakan berbagai tipe-tipe serut, seperti

serut ujung, serut samping, dan lain-lain

seudati

, sebuah bentuk tarian dari Aceh. Seudati berasal dan

kata syaidati yang artinya permainan orang-orang besar.

Seudati sering disebut saman artinya delapan. Tarian ini

aslinya dimainkan oleh delapan orang penari. Para pemain

menyanyikan lagu yang isinya antara lain salawat nabi

situs (

site

)

lokasi penemuan artefak, ekofak, atau fitur sebagai sisa

aktivitas manusia

spesies

kelompok organisme, baik manusia, binatang, ataupun

tumbuhan, yang dalam perkawinannya dapat memberikan

keturunan dengan struktur, kebiasaan, dan fungsi yang sama.

Dalam hierakhinya, spesies berada setingkat di bawah genus

syahadat

merupakan persaksian dan pengakuan (ikrar) yang benar,

diikrarkan dengan lisan dan dibenarkan dengan hati bahwa

tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasul

Allah

tabot

adalah upacara tradisional masyarakat Bengkulu untuk

mengenang tentang kisah kepahlawanan dan kematian cucu

Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib dalam

peperangan dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid di padang

Karbala, Irak pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah (681 M)

264

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Tahun Hijriah atau

tarikh Islam

yang dimulai ketika nabi Muhammad

SAW berpindah ke Medinah. Perhitungan tahun yang dipakai

atas dasar peredaran bulan (komariyah). Umar menetapkan

tahun 1 H bertepatan dengan tanggal 14 September 622 M

tauhid makrifat

adalah penyerahan diri kepada TuhanYang Maha

Esa, yang naik setingkat demi setingkat sehingga sampai ke

tingkat keyakinan yg kuat

tsunami (Jepang)

mengacu gelombang air laut yang besar,

yang diakibatkan oleh gempa bawah laut atau gunung api.

Gelombang tsunami ini dicirikan oleh kecepatan rambat

yang luar biasa hingga 950 kilometer/jam, dengan panjang

gelombang mencapai 200 kilometer, dan waktu yang lama

(bervariasi dari 5 menit hingga beberapa jam). Istilah Indonesia

untuk tsunami mungkin lebih tepat disebut dengan istilah

“air bengis” (aie bangih: Minangkabau), salah satu nama

kota pantai yang diduga sering mengalami serangan air bah

dari laut itu

yuwaraja

rajamuda, biasa dipangku oleh anak sulung seorang

putra permaisuri

zaman

Glasial

periode yang dicirikan oleh terjadinya penurunan

suhu global hingga menimbulkan terjadinya pengesan di

kutub dan di pegunungan. Gejala ini menimbulkan penurunan

muka laut yang signifikan hingga menciptakan daratan yang

luas. Periode ini sering juga disebut “zaman Es”

zaman Interglasial

zaman di antara dua zaman Glasial, dicirikan

oleh kenaikan temperatur hingga mencairkan es di kutub dan

pegunungan. Sebagai konsekwensinya terjadi kenaikan muka

laut hingga mengurangi luas daratan

265

Sejarah Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

------------. 1995. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum 1c (sesuai

dengan Kurikulum 1994). Surabaya: Kendang Sari.

------------. 1995. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum 1c (sesuai

dengan Kurikulum 1994). Surabaya: Kendang Sari.

-----------. 1995. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum 1b (sesuai

dengan Kurikulum 1994). Surabaya: Kendang Sari.

-----------. 1995. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum 1b (sesuai

dengan Kurikulum 1994). Surabaya: Kendang Sari.

-----------. 2011. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1.

Yogyakarta: Kanisius.

-----------. 2011. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1.

Yogyakarta: Kanisius.

-----------. 2011. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2.

Yogyakarta: Kanisius.

-----------. 2011. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2.

Yogyakarta: Kanisius.

-----------. dan Truman Simanjuntak. 2011. Sangiran Menjawab

Dunia (Edisi Khusus). Jawa Tengah: Balai Pelestarian Situs

Manusia Purba Sangiran.

---------. 2012. Indonesia dalam Arus Sejarah. Jilid III. Jakarta: PT

Ichtiar Baru van Hoeve bekerja sama dengan Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan RI.

---------. 1994. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai

Pustaka

---------. 1994. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai

Pustaka

266

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

---------. 1994. Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai

Pustaka.

---------. 1994. Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai

Pustaka.

---------. 2012. Indonesia dalam Arus Sejarah. Jilid II. Jakarta: PT

Ichtiar Baru van Hoeve bekerja sama dengan Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan RI.

---------. 2012. Indonesia dalam Arus Sejarah. Jilid II. Jakarta: PT

Ichtiar Baru van Hoeve bekerja sama dengan Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan RI.

--------. 1985. Sejarah Nasional Indonesia 2 untuk Sekolah Lanjutan

Tingkat Atas. Jakarta: Depdikbud.

--------. 1985. Sejarah Nasional Indonesia 2 untuk Sekolah Lanjutan

Tingkat Atas. Jakarta: Depdikbud.

--------. 2010. Atlas Sejarah Indonesia Masa Klasik (Hindu-Buddha),

Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

--------. 2011. Atlas Prasejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta:

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Abdullah, Taufik. 1996. Islam dan Pluralisme di Asia Tenggara.

Jakarta: LIPI.

Abdullah, Taufik. dan Adrian B. Lapian (eds.). 2012. Indonesia dalam

Arus Sejarah Jilid I. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve bekerja

sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI

Adrisijanti, Inajati dan Andi Putranto (ed). 2009. Membangun

Kembali Prambanan. Yogyakarta: Balai Pelestarian

Peninggalan Purbakala.

Anonim. 1988. Seri Penerbitan Sejarah Peradaban Manusia Zaman

Mataram Kuno. Jakarta: Gita Karya.

Anonim. 1988. Seri Penerbitan Sejarah Peradaban Manusia Zaman

Mataram Kuno. Jakarta: Gita Karya.

Anonim. 1990. Seri Penerbitan Sejarah Peradaban Manusia zaman

Mataram Islam. Jakarta: Multiguna.

Azra, Azyumardi. 2002. Historiografi Islam Kontemporer: Wacana,

Aktualitas dan Aktor Sejarah. Jakarta: Penerbit Gramedia

Pustaka Utama.

267

Sejarah Indonesia

Badrika, I Wayan. 2006. Sejarah untuk SMA Kelas X. Jakarta:

Erlangga.

Badrika, I Wayan. 2006. Sejarah untuk SMA Kelas X. Jakarta:

Erlangga.

C. G. G. J. Van Steenis, 2006. Flora Pegunungan Jawa. Jakarta:

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

C. G. G. J. Van Steenis, 2006. Flora Pegunungan Jawa. Jakarta:

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Daldjoeni, N.1992. Geografi kesejarahan II Indonesia. Bandung:

Alumni.

Daldjoeni, N.1992. Geografi kesejarahan II Indonesia. Bandung:

Alumni.

Direktorat Permuseuman. 1997. Untaian Manik-Manik Nusantara.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Direktorat Permuseuman. 1997. Untaian Manik-Manik Nusantara.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Forestier, Hubert. 2007. Ribuan Gunung, Ribuan Alat Batu:

Prasejarah Song Keplek, Gunung Sewu, Jawa Timur. Jakarta:

KPG, EFEO, Puslit Arkenas.

Graaf, H.J. de & T.H. Pigeud. 1986. Kerajaan Islam Pertama di Jawa:

Tinjauan Sejarah Politik abad XV dan XVI. Jakarta: Pustaka

Utama Grafiti & KITLV.

Hall, D. G . E. 1988. Sejarah Asia Tenggara. Sutabaya: PT Usaha

Nasional.

Hall, D. G . E. 1988. Sejarah Asia Tenggara. Sutabaya: PT Usaha

Nasional.

Hasymy, A. 1989. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di

Indonesia. Medan: Penerbit Alma’arif.

Kartodirdjo, Sartono.1987. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-

1900 dari Emporium sampai Empirium. Jakarta: Gramedia

Kartodirdjo, Sartono.1987. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-

1900 dari Emporium sampai Empirium. Jakarta: Gramedia

Koentjaraningrat. 1997. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.

Jakarta: Penerbit Djambatan

268

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Koentjaraningrat. 1997. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.

Jakarta: Penerbit Djambatan

Kristinah, Endang dan Aris Soviyani. 2007. Mutiara-Mutiara

Majapahit. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.

Kristinah, Endang dan Aris Soviyani. 2007. Mutiara-Mutiara

Majapahit. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.

Lombard, Denis. 2005. Nusa Jawa : Silang Budaya, Bagian III

: Wawasan Kerajaan-Kerajaan Konsentris. Jakarta: PT.

Gramedia.

Lombard, Denis. 2005. Nusa Jawa: Silang Budaya, Bagian III:

Wawasan Kerajaan-Kerajaan Konsentris. Jakarta: PT.

Gramedia.

Munandar, Agus Aris (ed). 2007. Sejarah Kebudayaan Indonesia.

Religi dan Falsafah, Direktorat Geografi Sejarah. Jakarta:

Departemen Budaya dan Pariwisata.

Munandar, Agus Aris (ed). 2007. Sejarah Kebudayaan Indonesia.

Religi dan Falsafah, Direktorat Geografi Sejarah. Jakarta:

Departemen Budaya dan Pariwisata.

Mustopo, M. Habib, dkk. 2010. Sejarah 1, Jakarta: Yudhistira.

Mustopo, M. Habib, dkk. 2010. Sejarah 1, Jakarta: Yudhistira.

Notosusanto, Nugroho dkk. 1985. Sejarah Nasional Indonesia 1

untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Jakarta: Depdikbud.

Notosusanto, Nugroho dkk. 1985. Sejarah Nasional Indonesia 1

untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Jakarta: Depdikbud.

Pane, Sanusi. 1965. Sejarah Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Pane, Sanusi. 1965. Sejarah Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Poesponegoro, Marwati Djoened (dkk). 1993. Sejarah Nasional

Indonesia Jilid I, Jakarta: Balai Pustaka.

Poesponegoro, Marwati Djoened (dkk). 1993. Sejarah Nasional

Indonesia Jilid I, Jakarta: Balai Pustaka.

Proyek Penelitian dan Pencacatan Kebudayaan. 1978. Sejarah Daerah

Bali, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Proyek Penelitian dan Pencacatan Kebudayaan. 1978. Sejarah Daerah

Bali, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

269

Sejarah Indonesia

Rangkuti, Nurhadi. 2006.”Trowulan, Situs-Kota Majapahit” dalam

Majapahit. Jakarta: Indonesian Heritage Society.

Rangkuti, Nurhadi. 2006.”Trowulan, Situs-Kota Majapahit” dalam

Majapahit. Jakarta: Indonesian Heritage Society.

Reid, Anthony (ed.). 2002. Indonesia Heritage (Jilid III): Sejarah

Modern Awal, Jakarta: Grolier Internasional.

Reid, Anthony (ed.). 2002. Indonesia Heritage (Jilid III): Sejarah

Modern Awal, Jakarta: Grolier Internasional.

Ricklef, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta:

PT Serambi Ilmu Semesta.

Ricklef, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta:

PT Serambi Ilmu Semesta.

Santos, Arysio. 2010. Atlantis The Lost Continent Finally Found

(Terj). Jakarta: Ufuk Press.

Santos, Arysio. 2010. Atlantis The Lost Continent Finally Found

(Terj). Jakarta: Ufuk Press.

Sardiman AM dan Kusriyantinah. 1995. Sejarah Nasional dan

Sejarah Umum (sesuai dengan Kurikulum 1994), Surabaya:

Kendangsari.

Sardiman AM dan Kusriyantinah. 1995. Sejarah Nasional dan

Sejarah Umum (sesuai dengan Kurikulum 1994), Surabaya:

Kendangsari.

Setiadi, Idham Bachtiar (ed). 2011. 100 Tahun Pemugaran Candi

Borobudur. Jakarta: Direktorat Tinggalan Purbakala, Direktorat

Jenderal Sejarah dan Purbalaka, Kementerian Pariwisata dan

Ekonomi Kreatif.

Setiadi, Idham Bachtiar (ed). 2011. 100 Tahun Pemugaran Candi

Borobudur. Jakarta: Direktorat Tinggalan Purbakala, Direktorat

Jenderal Sejarah dan Purbalaka, Kementerian Pariwisata dan

Ekonomi Kreatif.

Soekmono, R. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia III,

Yogyakarta: Kanisius.

Soekmono, R. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia III,

Yogyakarta: Kanisius.

Suwarno, P.J. 1994. Hamengku Buwono IX dan Sistem Birokrasi

Pemerintahan Yogyakarta 1942-1974: Sebuah Tinjauan

Historis. Yogyakarta: PT Kanisius.

270

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Suwarno, P.J. 1994. Hamengku Buwono IX dan Sistem Birokrasi

Pemerintahan Yogyakarta 1942-1974: Sebuah Tinjauan

Historis. Yogyakarta: PT Kanisius.

Tjahjono, Gunawan (dkk). 2007. Sejarah Kebudayaan Indonesia:

Arsitektur. Jakarta: Direktorat Geografi Sejarah, Departemen

Kebudayaan dan Pariwisata.

Tjahjono, Gunawan (dkk). 2007. Sejarah Kebudayaan Indonesia:

Arsitektur. Jakarta: Direktorat Geografi Sejarah, Departemen

Kebudayaan dan Pariwisata.

Utomo, Bambang Budi. 2009. Atlas Sejarah Indonesia Masa

Prasejarah (Hindu-Buddha). Jakarta: Kementerian Kebudayaan

dan Pariwisata.

Utomo, Bambang Budi. 2010. Atlas Sejarah Indonesia Masa Klasik

(Hindu-Buddha), Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan

Pariwisata.

Vlekke, Bernard H.M. 2008. Nusantara Sejarah Indonesia. Jakarta:

PT. Gramedia.

Vlekke, Bernard H.M. 2008. Nusantara Sejarah Indonesia. Jakarta:

PT. Gramedia.

Wallace, Alfred Russel. 2009. Kepulauan Nusantara. Jakarta:

Komunitas Bambu.

Wallace, Alfred Russel. 2009. Kepulauan Nusantara. Jakarta:

Komunitas Bambu.

Wanggai, Toni Victor M. 2009. Rekonstruksi Sejarah Umat Islam di

Tanah Papua. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Departemen

Agama RI.

Widianto, Harry. 2011. Jejak Langkah Setelah Sangiran (Edisi

Khusus). Jawa Tengah: Balai Pelestarian Situs Manusia Purba

Sangiran.

Wilson, J. Tuzo. 1994. “Lempeng Tektonik” dalam Tony S. Rahmadie

(terj). Ilmu Pengetahuan Populer. Jilid 2. Grolier International

Wilson, J. Tuzo. 1994. “Lempeng Tektonik” dalam Tony S. Rahmadie

(terj). Ilmu Pengetahuan Populer. Jilid 2. Grolier International

Yayasan Untuk Indonesia. 2005. Ensiklopedi Jakarta. Jakarta: Dinas

Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta.

Yayasan Untuk Indonesia. 2005. Ensiklopedi Jakarta. Jakarta: Dinas

Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta.

271

Sejarah Indonesia

Profil Penulis

Nama Lengkap

:

Amurwani Dwi Lestariningsih, S.Sos.,

M.Hum.

Telp Kantor/HP

:

08121098998.

E-mail

:

[email protected].

Alamat Kantor

:

Kompleks Kemdikbud, Gedung E lantai 9,

JL. Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta

Bidang Keahlian

:

Sejarah Lisan.

Riwayat Pekerjaan/Profesi dalam 10 tahun terakhir:

1.

Kepala Sub. Direktorat Pemahaman Sejarah (2007-2012).

2.

Kepala Sub. Direktorat Sejarah (2012-2015).

3.

Kepala Sub. Direktorat Nasional (2015- sekarang).

Riwayat Pendidikan Tinggi dan Tahun Belajar:

1.

S2: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Jurusan Sejarah, Universitas

Indonesia (2004-2006).

2.

S1: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Sosiologi,

Universitas Sebelas Maret (1988 – 1994).

Judul Buku dan Tahun Terbit (10 Tahun Terakhir):

1.

Pancasila : Nilai Budaya, Ideologi Bangsa, dan Harapan Kita,

(Penerbit Kemenbudpar-2010).

2.

Panglima Soedirman Pejuang Tanpa Pamprih (Tim), (Penerbit

Kemenbudpar-2010).

3.

Gerwani : Kisah Tahanan Politik Wanita di Kamp Plantungan,

(Penerbit Kompas-2011).

4.

Malam Bencana 1965 Dalam Belitan Krisis Nasional Buku I, (Penerbit

Yayasan Obor-2013).

5.

MPR hingga Reformasi, (Penerbit MPR-2012).

6.

Indonesia Across Orders: Arus Bawah Sejarah Bangsa (1930-1960),

(Penerbit Yayasan Obor-2012).

7.

Buku Pelajaran Sejarah Kelas X; Kurikulum 2013, (Penerbit

Kemdikbud-2012)

8.

Buku Pegangan Guru Sejarah Kelas X, Kurikulum 2013, (Penerbit

Kemdikbud-2012).

9.

Buku Pelajaran Sejarah Kelas XI; Kurikulum 2013, (Penerbit

Kemdikbud-2013)

10.

Buku Pegangan Guru Sejarah Kelas XI, Kurikulum 2013, (Penerbit

Kemdikbud-2013).

272

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Nama Lengkap

: Dr. Restu Gunawan, M.Hum

Telp Kantor/HP

: 08128142102

E-mail

: [email protected]

Alamat Kantor

: Direktorat Warisan Diplomas

Budaya, Dtijen Kebudayaan,

Kemendikbud, Gedung E, lantai 10,

Komplek Kemendikbud,

Senayan Jakarta

Bidang Keahlian

: Sejarah Indonesia

Riwayat Pekerjaan/Profesi dalam 10 tahun terakhir:

1.

Kasi Penulisan Sejarah Nasional Badan Pengembangan Kebudayaan

Dan Pariwisata (2002-2003)

2.

Kasubid Sejarah Indonesia Kementerian Kebudayaan Dan Pariwisata

(2003-2005)

3.

Kasi Lingkungan Sosial Departemen Kebudayaan Dan Pariwisata (2005-

2008)

4.

Kasubdit Peradaban Sejarah Departemen Kebudayaan Dan Pariwisata

(2008-2012)

5.

Kasubdit Diplomasi Budaya Kemendikbud (2012-2015)

6.

Kasubdit Diplomasi Budaya Luar Negeri Kemendikbud (2015-sekarang)

Riwayat Pendidikan Tinggi dan Tahun Belajar:

1.

S3: Jurusan Sejarah, Universitas Indonesia (2004 –2008)

2.

S2: Jurusan Sejarah, Universitas Indonesia (1999 –2002)

2.

S1: Jurusan Sejarah, Universitas Sebelas Maret (1987–1992)

Judul Buku dan Tahun Terbit (10 Tahun Terakhir):

1.

Pes di Jawa dan Penanganannya dalam Buku Dialog Peradaban dan

Kebudayaan dalam 70 Tahun Prof. Dr. Taufik Abdullah (2007)

2.

Muhammad Yamin dan Cita-cita Persatuan

(2004)

3.

Konflik Lokal Pasca Gerakan 30 September 1965 (Editor) (2013)

4.

Gerakan Pemuda dan Wanita dalam buku Indonesia dalam Arus Sejarah

jilid 5 (2010)

5.

Dari Keluarga Berencana sampai Puskesmas dalam buku Indonesia

dalam Arus Sejarah jilid 8 (2010)

6.

Memoar KPH Jenderal Herman Sarens Sudiro (2012)

7.

Pedoman Penulisan Sejarah Lokal

(2008)

8.

Pedoman Penulisan Geografi Sejarah (2009)

9.

Merajut Simpul-simpul Ke-Indonesiaan Melalui Simpul Pengasingan

(2005)

10.

Modul Dasar Pelatihan Sejarah Tingkat Dasar (2009)

11.

Peranan Komisi Tiga Negara Dalam Penyelesaian Konflik Indonesia –

Belanda 1947 – 1949 (1992)

273

Sejarah Indonesia

12.

Memoar Prajurit KIM (Koninklijk Institute voor de Marine) Belanda

(2006)

13.

Toponim Surakarta (2008).

14.

Toponim Jakarta (Kearifan Lokal Dalam Penamaan Kota) (2009)

15.

Gagalnya Sistem Kanal: Pengendalian Banjir Jakarta dari Masa ke

Masa (2010).

16.

Malam Jahanam; Indonesia Dalam Belitan Krisis 1965; jilid I (Editor

Bersama Taufik Abdullah dan Sukri Abdurrahman) (2013).

17.

Malam Jahanam; Indonesia Dalam Belitan Krisis 1965; jilid 2 (Editor

Bersama Taufik Abdullah dan Sukri Abdurrahman) (2013).

18.

Malam Jahanam; Indonesia Dalam Belitan Krisis 1965; jilid 3 (Editor

Bersama Taufik Abdullah dan Sukri Abdurrahman) (2013).

19.

MPR: Dari Masa Pembentukannya Hingga Reformasi (2012).

20.

Soedirman: Pejuang Tanpa Pamrih (Tim) (2010)

21.

Pancasila Nilai Budaya dan Pedoman Hidup (Tim) (2011)

22.

Sejarah Pangan di Indonesia (Tim) (2012).

23.

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern (2014).

24.

Presiden-Presiden RI dari Sukarno sampai SBY (2014).

25.

Berita di Sekitar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (2015).

274

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Nama Lengkap

:

Sardiman AM. M.Pd.

Telp Kantor/HP

:

0274 548202/0811255660.

E-mail

:

[email protected].

Alamat Kantor

:

Jl. Colombo No.1, Yogyakarta

Bidang Keahlian

:

Pendidikan Sejarah; Sejarah Pemikiran.

Riwayat Pekerjaan/Profesi dalam 10 tahun terakhir:

Dosen Pendidikan Sejarah, FIS-UNY, sejak tahun 1980.

Riwayat Pendidikan Tinggi dan Tahun Belajar:

1.

S3: Ilmu Pendidikan Kons. IPS, Pascasarjana UNY, th 2013- sedang

menyusun disertasi)

2.

S2: Pendidikan Sejarah UNS (1986-1990)

3.

S1: Pendidikan Sejarah FKIS-IKIP Yogyakarta ( 1970-1976).

Judul Buku dan Tahun Terbit (10 Tahun Terakhir):

1.

Memahami Sejarah, Yogyakarta: Bigraaf, (2004)

2.

Guru Bangsa: Sebuah Biografi Jenderal Sudirman, Yogyakarta:

Ombak (2008).

3.

Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, (2014: cetak ke-22)

4.

Demokratisasi dan Defeodalisasi Masa Umar bin Abdul Aziz,

Yogyakarta: UnyPress, (2015).

5.

IPS Terpadu; Buku teks Pelajaran IPS, Surakarta: Tiga Serangkai

(2007).

Judul Penelitian (10 Tahun Terakhir):

1.

Sejarah dan Profil Bangsa Yahudi dalam Al-Qur’an: Kajian terhadap

Surat Al Baqarah, 2008.

2.

Dinamika Kebijakan Pendidikan pada Masa Orde Baru (Kebijakan

Menteri Daoed Joesoef dan Nugroho Notosusanto), 2012

3.

Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara: Kajian terhadap Taman

Indria dan Konsep Paguron Tamansiswa, 2013.

275

Sejarah Indonesia

Profil Penelaah

Nama Lengkap

:

Baha` Uddin, S.S., M.Hum

Telp Kantor/HP

:

0274-513096/081226563523

E-mail

:

[email protected]

Alamat Kantor

:

Fakultas Ilmu Budaya UGM, Jl. Sosio-Humaniora

No. 1 Bulaksumur, Yogyakarta

Bidang Keahlian

:

Sejarah Indonesia

Riwayat Pekerjaan/Profesi dalam 10 tahun terakhir:

1.

Staf Pengajar, Jurusan Sejarah, FIB-UGM (1999- sekarang)

2.

Staf Peneliti, Pusat Studi Korea UGM (1998-sekarang)

3.

Staf Peneliti Pusat Manajemen Kesehatan Pelayanan Kesehatan FK

UGM (2000-2001)

4.

Staf Dewan Kebudayaan Prop. DIY

(2005)

5.

Anggota Revisi Kurikulum IPS Sejarah SMA, BSNP,Depdiknas

(2005-

2006)

6.

Anggota Unit Laboratorium Terpadu FIB UGM (2006-sekarang)

7.

Dosen Pembimbing Lapangan KKN PPM Pembrantasan Buta Aksara

LPPM UGM di Jember, Jatim (2006)

8.

Dosen Pembimbing Lapangan KKN PPM Pembrantasan Buta Aksara

LPPM UGM di Jember dan Banyuwangi, Jatim (2007)

9.

Dosen Pembimbing Lapangan KKN PPM Pembrantasan Buta Aksara,

LPPM UGM di Wonosobo, Jawa Tengah (2008)

10.

Dosen Pembimbing Tutor Program Layanan Masyarakat Pembrantasan

Buta Aksara, LPPM UGM di Wonosobo, Jawa Tengah (2008)

11.

Reviewer Buku Pelajaran IPS Sejarah SMU, BNSP Depdiknas (2007)

12.

Bendahara Jurusan Sejarah FIB UGM (2007 - 2012)

13.

Sekretaris Jurusan Sejarah FIB-UGM (2007-2015)

14.

Reviewer Buku Pelajaran IPS Sejarah SD & SMP, BNSP Depdiknas (2008)

15.

Tim Teknis Program Layanan Masyarakat Pembrantasan Buta Aksara

LPPM UGM (2008)

16.

Reviewer Buku Pelajaran Sejarah Kurikulum 2013 (2013-2015)

Riwayat Pendidikan Tinggi dan Tahun Belajar:

1.

S2: Program Pascasarjana/Program Studi Humaniora/Universitas

Gadjah Mada (2000 – 2005).

2.

S1: Fakultas Sastra/Jurusan Sejarah/Prodi Ilmu Sejarah/Universitas

Gadjah Mada (1993 – 1998).

Judul Buku Yang Telah Ditelaah dan Tahun Terbit (10 Tahun Terakhir):

1.

Penelaah Buku Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah

Umum dan Sederajat-Depdiknas (2007)

2.

Penelaah Buku Mata Pelajaran IPS Terpadu untuk Sekolah Dasar dan

Sekolah Menengah Pertama-Depdiknas (2008)

276

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

3.

Penelaah Buku Pelajaran IPS Sejarah SD & SMP-Depdiknas (2008)

4.

Penelaah Buku Pelajaran IPS Sejarah SMA-Depdiknas (2011)

5.

Penelaah Buku Pengayaan IPS dan Sejarah Kurikulum 2013, Kemendikbud (2013).

5.

Penelaah Buku Palajaran Sejarah Kelas XI Kurikulum 2013, Kemendikbud (2013).

7.

Penelaah Buku Palajaran Sejarah Kelas XII Kurikulum 2013, Kemendikbud (2013).

8.

Penelaah Buku Non-Teks IPS dan Sejarah Kurikulum 2013 Kemendikbud (2014).

9.

Penelaah Buku Pelajaran Sejarah Indonesia Kelas X SMALB Kurikulum 2013

Kemendikbud (2015).

10.

Penelaah Buku Pelajaran Sejarah Indonesia Kelas XI SMALB Kurikulum 2013

Kemendikbud (2015).

Judul Penelitian (10 Tahun Terakhir):

1.

Pemahaman Antarbudaya dan Budaya Kerja pada Karyawan PT LG Electronics

Indonesia, Legok, Tangerang, Banten (2005).

2.

Dari Mantri Hingga Dokter Jawa: Studi Tentang Kebijakan Pemerintah Kolonial

dalam Penanganan Penyakit Cacar dan Pengaruhnya terhadap Pelayanan Kesehatan

Masyarakat Jawa pada Abad XIX sampai Awal Abad XX (2006).

3.

Studi Teknis Tamansari Pasca Gempa Bidang Sejarah (2007).

4.

Sejarah Perkembangan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (2008)

5.

Dinamika Pergerakan Perempuan di Indonesia (2009).

6.

Lebaran dan Kontestasi Gaya Hidup: Perubahan sensibilitas Masyarakat Gunung Kidul

Tahun 1990-an (2009).

7.

Dari Gropyokan hingga Sayembara: Studi Kebijakan Pemerintah Lokal Kadipaten

Pakualaman dalam Pengendalian Penyakit Pes Tahun 1916 - 1932 (2009).

8.

Sejarah dan Silsilah Kesultanan Kotawaringin (2009).

9.

Hari Jadi Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta (2010)

10.

Kebijakan Propaganda Kesehatan pada Masa Kolonial di Jawa (2010)

11.

Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Komunitas dalam Bidang Kesehatan dan

Pembangunan Pedesaan di Banjarnegara 1972-1989 (2011).

12.

Antara Tradisi dan Mentalitas: Dinamika Kehidupan Komunitas Pengemis di Dusun

Wanteyan, Grabag, Magelang (2011).

13.

Penyakit Sosial Masyarakat di Kadipaten Pakualaman pada masa Pakualam VIII (1906-

1937) (2012).

14.

Warisan Sejarah, Preservasi dan Konflik Sosial Di Ujung Timur Jawa:

Pemberdayaan Masyarakat Lokal Dan Penyelamatan Warisan Sejarah Dan Budaya Situs

Kerajaan Macan Putih Di Kabupaten Banyuwangi (2012)

15.

Kretek Indonesia: Dari Nasionalisme Hingga Warisan Budaya (2013)

16.

Sejarah Nasionalisasi Aset-aset BUMN: Dari Perusahaan Kolonial Menjadi Perusahaan

Nasional (2013).

17.

Westernisasi dan Paradoks Kebudayaan: Elit Istana Jawa Pada Masa Paku Alam V (1878-

1900) (2013)

18.

Pemetaan Daerah Rawan Konflik Sosial di DIY (2013)

19.

Bangsawan Terbuang: Studi Tentang Transformasi Identitas Bangsawan Jawa di

Ambon 1718-1980an (2014)

20.

Kajian Hari Jadi Daerah Istimewa Yogyakarta (2015)

21.

Ensiklopedi Budaya Kabupaten Kulonprogo (2015)

277

Sejarah Indonesia

Nama Lengkap

: Prof. Dr. Hariyono, M.Pd

Telp Kantor/HP

: 0341-562778 / 0818380812

E-mail

: [email protected]

Alamat Kantor

: Jl. Semarang 5 Malang

Bidang Keahlian

: Sejarah Indonesia

Riwayat pekerjaan/profesi dalam 10 tahun terakhir:

Dosen Sejarah di Universitas Negeri Malang (1988 – sekarang)

Riwayat Pendidikan Tinggi dan Tahun Belajar:

1.

S3: Fakultas Ilmu Budaya / Ilmu Sejarah / Universitas Indonesia (1999 –

2004)

2.

S2: PPs / Pendidikan Sejarah / IKIP Jakarta (1990 – 1995)

3.

S1: Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial/Pendidikan Sejarah/IKIP Malang

(1982 – 1986)

Judul Buku Yang Telah Ditelaah dan Tahun Terbit (10 Tahun Terakhir):

1.

Nasionalisme Indonesia, Kewarganegaraan dan Pancasila. Malang. UM

Press (2010)

2.

Kedaulatan Indonesia Dalam Perjalanan Sejarah Politik. Malang. UM

Press (2011)

3.

Nasionalisme dan Generasi Muda Indonesia. Surabaya. Sekretariat Dae

-

rah Propinsi Jawa Timur (2012)

4.

Arsitektur Demokrasi Indonesia; Gagasan Awal Demokrasi Para Pendiri

Bangsa. Malang. Setara Press (2013)

5.

Dinamika Revolusi Nasional. Malang. Aditya Media (2013)

6.

Ideologi Pancasila, Roh Progresif Nasionalisme Indonesia. Malang.

Intrans Publishing (2014)

Judul Penelitian (10 Tahun Terakhir):

1.

Pemikiran Demokrasi menurut Pendiri Bangsa

2.

Sistem Among : Pemikiran Ki Hajar Dewantara

3.

Kekuasaan Raffles di Indonesia

278

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

Nama Lengkap

:

Dr. Mumuh Muhsin Z., M.Hum.

Telp Kantor/HP

:

022-7796482/08112322511

E-mail

:

[email protected]

Alamat Kantor

:

Jl. Raya Bandung-Sumedang km. 21

Jatinangor, Sumedang

Bidang Keahlian

:

Ilmu Sejarah

Riwayat Pekerjaan/Profesi dalam 10 tahun terakhir:

1.

Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Budaya (2016-2021)

2.

Ketua MSI Cabang Jawa Barat sejak (2010-sekarang)

3.

Sekretaris Prodi S2 Kajian Budaya FIB Unpad (2011-2013).

Riwayat Pendidikan Tinggi dan Tahun Belajar:

1.

S3: Fakultas Sastra/Jurusan Ilmu Sejarah/Program Studi Ilmu Sejarah/

Universitas Padjadjaran (2010)

2.

S2: Fakultas Pascasarjana/Jurusan Ilmu Humaniora/Program Studi

Sejarah/

Universitas Gadjah Mada (1993)

3.

S1: Fakultas Sastra/Jurusan Sejarah Universitas Padjadjaran (1986)

Judul Penelitian (10 Tahun Terakhir):

1.

Priangan Abad ke-19; Kondisi Geografi, Ekonomi, dan Sosial (2008)

2.

Jatigede dalam Tinjauan Sejarah dan Budaya (2008)

3.

Kondisi Sosial-Ekonomi Cianjur Abad ke-19. (2009)

4.

Identifikasi Masalah Kebudayaan Sunda Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa

Yang Akan Datang (2011)

5.

Bunga Rampai; Mozaik Budaya dan Sejarah dari Kampung Naga hingga

Partai Rakyat Pasundan (editor) (2012)

6.

Bunga Rampai; Pelangi Tradisi dan Sejarah dari Kampung Adat Kuta

hingga Peran Ulama Banten (editor) (2012)

7.

Bunga Rampai; Pelestarian Budaya dan Sejarah Lokal (editor) (2012)

8.

Inventarisasi dan Dokumentasi Sistem Mata Pencaharian yang Ada dan

Berkembang di Jawa Barat (2012)

9.

Kearifan Budaya Masyarakat Nelayan Jawa Barat dalam Menghadapi

Perubahan Ekosistem (2013)

279

Sejarah Indonesia

Nama Lengkap

: Dr. Mohammad Iskandar

Telp Kantor/HP

: 08129689391

E-mail

: [email protected]

Alamat Kantor

: Komplek UI, Jl. Margomda Raya, Depok,

Jabar

Bidang Keahlian

: Sejarah

Riwayat pekerjaan/profesi dalam 10 tahun terakhir:

Dosen Ilmu Sejarah di Universitas Indonesia, Depok (2010 – 2016)

Riwayat Pendidikan Tinggi dan Tahun Belajar:

1.

S3: Fakultas Ilmu Pengetahuaj Budaya/Program Studi Sejarah –

Universitas Indonesia

2.

S2: Fakultas Ilmu Pengetahuaj Budaya/Program Studi Sejarah –

Universitas Indonesia

3.

S1: Fakultas Ilmu Pengetahuaj Budaya/Program Studi Sejarah –

Universitas Indonesia

Judul Buku Yang Telah Ditelaah dan Tahun Terbit (10 Tahun Terakhir):

1.

Buku Sejarah Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI (Erlangga -2013)

2.

Buku Sejarag Indonesia untuk SMA/MA Kelas XII (Erlangga – 2014)

3.

Sejarah Para Pemikir Indonesia (Depbudpar – 2004)

4.

Sejarah Kebudayaan Indonesia: Sistem Ilmu Pengetahuan (Raja

Grafindo Persada/ Rajawali Pers – 2009)

Judul Penelitian (10 Tahun Terakhir):

1.

De Javascge Bank 1828 – 1953. (Bank Indonesia – 2014)

2.

Perjuangan bangsa mendirikan Bank Sentral (Bank Indonesia –

2015)

280

Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

P

rofil Editor

Nama Lengkap

: M

artina Safitry, SS.

Telp Kantor/HP

: 08156028439

E-mail

: mar

[email protected]

Alamat Kantor

: Komplek UI, Jl

. Margomda Raya, Depok, Jabar

Bidang Keahlian

: S

ejarah Kesehatan

R

iwayat pekerjaan/profesi dalam 10 tahun terakhir:

1.

Kepala pr

omosi marketing penerbit Komunitas Bambu (2008-2011)

2.

P

engajar IPS dan Bahasa Indonesia di Bimbingan Belajar MAESTRO

(2011)

3.

A

sisten peneliti pada pembuatan buku Sejarah Penyakit Kelamin di

Jawa karya Gani Ahmad Jaelani (2011)

4.

P

engajar Sejarah SMA di Perguruan Islam Al-Izhar Pondok Labu (2012)

R

iwayat Pendidikan Tinggi dan Tahun Belajar:

1.

S2: I

lmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

(2011-sekarang)

2.

S1: I

lmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran (2003-2007)

Judul

Buku Yang Telah Ditelaah dan Tahun Terbit (10 Tahun Terakhir):

1.

A

sal Usul Nama Tempat di Jakarta terbitan Masup Jakarta (2011)

2.

Suk

arno, orang kiri dan G30S terbitan Komunitas Bambu (2009)

3.

A

nti Cina Kapitalisme Cina Dan Gerakan Cina Sejarah Etnis Cina di

Indonesia terbitan Komunitas Bambu (2009)

4.

Buk

u siswa dan buku guru Sejarah Indonesia kelas 10 dan kelas 11

kurikulum 2013 terbitan Kemendikbud (2013-2014)

5.

Buk

u Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia jilid 1-2 terbitan

Kemendikbud (2015)

Judul

Penelitian (10 Tahun Terakhir):

Epidemi pes di afdeeling Malang 1910-1917 , Skripsi Universitas

Padjadjaran (2007)

HIDUP MENJADI

LEBIH INDAH

TANPA NARKOBA.