Halaman
Peraturan Perundang-udangan Nasional
83
Peraturan Perundang-undangan Nasional
83
Bab III
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada akhir Pembelajaran siswa diharapkan dapat:
1.
menjelaskan pengertian dan fungsi peraturan
perundang-undangan nasional;
2.
menjelaskan bentuk dan tata urutan perundang-
undangan nasional;
3.
menguraikan proses pembuatan undang-undang dan
peraturan daerah;
4.
memberikan contoh-contoh ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan;
5.
mengenal instrumen anti korupsi dan pengertian anti
korupsi.
Peraturan Perundang-
Undangan Nasional
84
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
PETA KONSEP
84
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
Perundang-Undangan
Nasional
Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan
Nasional
Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan
Nasional
Proses Penyusunan
Peraturan Perundang-
undangan
Menaati Peraturan
Perundang-undangan
Nasional
Contoh-contoh
Pelaksanaan Peraturan
Perundang-undangan
Contoh-contoh
Penyimpangan terhadap
Peraturan Perundang-
undangan
Peraturan Perundang-udangan Nasional
85
P
asal 1 ayat (3) UUD 1945 mengenai sistem pemerintahan Indonesia
menyebutkan bahwa
“Negara Indonesia adalah negara hukum”
. Artinya,
negara Indonesia tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, tetapi negara
termasuk didalamnya pemerintah dan lembaga negara lain, dalam
melaksanakan tugas dan tindakannya harus selalu dilandasi oleh hukum
serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Hukum dalam suatu negara dapat menjelma dalam berbagai wujud
antara lain berupa peraturan perundang-undangan.
A. Tata Urutan Peraturan Perundang-
Undangan Nasional
Untuk mengatur masyarakat dan menyelenggarakan kesejahteraan
seluruh rakyat Indonesia, pemerintah mengeluarkan berbagai peraturan
negara yang disebut dengan peraturan perundang-undangan. Semua
peraturan perundangan itu harus berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.
Peraturan perundang-undangan
ialah setiap putusan tertulis yang dibuat,
ditetapkan, dan dikeluarkan oleh lembaga dan atau pejabat negara yang
menjalankan fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku.
Gambar 3.1
Di gedung inilah para wakil rakyat merancang suatu undang-undang.
Sumber
:
Gatra, Januari 2004
86
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
Perundang-undangan merupakan proses pembuatan peraturan negara
yang diawali dengan perencanaan/rancangan, pembahasan, pengesahan dan
akhirnya pengundangan peraturan yang bersangkutan. Adapun pejabat atau
instansi manakah yang akan merancang, membahas, mengesahkan,
menetapkan dan mengundangkan tergantung kepada jenis dan tingkat
peraturan yang bersangkutan. Dalam pasal 20 UUD 1945 dinyatakan bahwa
DPR merupakan pemegang kekuasaan pembentuk Undang-undang. Akan
tetapi, setiap rancangan undang-undang harus di bahas oleh DPR dan
Presiden. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan persetujuan bersama.
Selanjutnya rancangan undang-undang tersebut disahkan oleh presiden.
Akhirnya diundangkan dalam lembaran negara oleh Sekretariat Negara.
1. Tata Urutan Perundang-undangan Nasional
Menurut UU RI No.10 Tahun 2004
Dalam UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan-undangan
pasal 7 disebutkan jenis dan hirarki perundang-undangan yang terdiri atas:
a.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
b.
Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.
c.
Peraturan pemerintah.
d.
Peraturan presiden.
e.
Peraturan daerah.
Peraturan yang tertinggi dalam perundang-undangan itu merupakan
pedoman dalam pembuatan aturan hukum yang ada di bawahnya. Dasar
Gambar 3.2
Perundang-
undangan sebelum di sahkan
harus dibahas dulu dalam
sidang DPR.
Sumber:
Tempo, 24 Juli 2000
Peraturan Perundang-udangan Nasional
87
PENGAYAAN
yuridis yang berlaku dalam tata urutan perundang-undangan telah
dikemukakan oleh Hans Kelsen dengan teori Piramida Hukum (
stufenbau
theory
). Dalam
Stufenbau Theory
ini Hans Kelsen menjelaskan bahwa:
a.
Norma-norma hukum tersusun dari yang paling rendah derajatnya
sampai pada norma yang tertinggi.
b.
Setiap norma berdasarkan atas norma yang lebih tinggi yaitu norma
dasar (
grundnorms
).
c.
Norma yang paling rendah tidak boleh bertentangan isinya dengan
norma yang lebih tinggi derajatnya.
d.
Norma yang lebih tinggi bersifat mendasar dan umum serta norma yang
lebih rendah bersifat aktual dan khusus sehingga lebih besar jumlahnya.
e.
Suatu norma hukum hanya dapat dicabut oleh instansi yang
menetapkannya atau oleh instansi lain yang lebih tinggi derajatnya.
f.
Norma yang lebih rendah derajatnya tidak dapat membatalkan
berlakunya norma hukum yang lebih tinggi.
Tata urutan Perudang-undangan di Indonesia disamping UU No. 10
Tahun 2004, sebelum terdapat ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 (tentang
Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan), dan
Ketetapan MPRS No XX/MPRS/1966 (tentang Memorandum DPR mengenai
Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan Peraturan Perundangan RI).
Simak dan bandingkanlah tata urutan perundangan tersebut berikut ini:
TAP MPR No. III/MPR/2000
TAP MPRS No. XX/MPRS/1996
1. UUD Negara RI Tahun 1945
1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR
2. Ketetapan MPR
3. Undang-undang
3. Undang-undang/Perpu
4. Peraturan Pemerintah Pengganti
4. Peraturan Pemerintah
Undang-undang/Perpu
5. Peraturan Pemerintah (PP)
5. Keputusan presiden
6. Keputusan Presiden (Kepres)
6. Peraturan-peraturan pelaksanaan
lainnya seperti:
a.
Peraturan Menteri
b.
Instruksi Menteri
c.
dan lain-lainnya
7. Peraturan Daerah (Perda)
88
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
Sumber
:
Prof. HAS Natabaya, S.H., LL.M. 2006. “Sistem Peraturan Perundang-Undangan Indonesia.” Hal 153.
Bagan 3.1
Sistem Peraturan Perundang-undangan berdasarkan UUD Negara RI tahun
1945, TAP MPR No. I/MPR/2003, UU No. 10/2004, UU No. 32/2004, dan berbagai
Undang-undang lainnya.
Berikut ini adalah UU No. 10/2004 dikaitkan dengan UUD 1945 sebagai
hukum dasar peraturan perundang-undangan Indonesia. Juga dikaitkan
dengan UU No. 32/2004, UU No. 18/2001 tentang Otonomi Khusus untuk
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan UU No. 21/2001 tentang Otonomi
Khusus Provinsi Papua dan berbagai UU lainnya.
UUD Negara RI
Tahun1945
TAP MPR
UU/PERPU
MPR
PP
Presiden
Menteri
LPND/B/KM
Gubenur
DPR
DPD
Perpres dll
Permen dll
Perkep
LPND/B/KM
Perda-Prov
DPRD PROV
DPRD
KABUP/KOTA
Pergub
Perda
Perbupati
Perdes
Kepala Desa
Pancasila
(Sumber Dari Segala Sumber Hukum Negara)
BAPERDES
Bupati/Walikota
Peraturan Perundang-udangan Nasional
89
Bentuk perundang-undangan nasional Indonesia mengikuti hirarki yang
dikemukakan Hans Kelsen. Hal ini tampak dalam UU RI No.10 Tahun 2004
yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan salah satu sumber hukum yang
sekaligus sebagai peraturan yang tertinggi. Undang-Undang Dasar 1945
dijadikan pedoman bagi peraturan lainnya.
b.
Undang-undang
adalah produk DPR. Pembahasannya dilakukan bersama
presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama dan akan disahkan
presiden. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang adalah
peraturan yang dikeluarkan presiden dalam keadaan memaksa dan
harus mendapat persetujuan DPR pada persidangan berikutnya (pasal
22 ayat 2). Jika tidak disetujui peraturan itu harus dicabut.
c.
Peraturan pemerintah ditetapkan oleh presiden untuk menjalankan
undang-undang (pasal 5 ayat (2)).
d.
Peraturan presiden
ialah peraturan yang dibuat presiden untuk
melaksanakan pemerintahan negara atau peraturan pemerintah.
e.
Peraturan daerah
ialah peraturan yang ditetapkan oleh kepala daerah
bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Aturan perundangan tersebut tidak boleh diubah urutannya. Hal ini di
karenakan aturan perundangan sudah disusun berdasarkan tinggi rendahnya
badan penyusun peraturan perundangan, dan menunjukkan tinggi rendahnya
tingkat kedudukan/derajat masing-masing peraturan negara tersebut.
2. Proses Penyusunan Peraturan Perundang-
Undangan Nasional
Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa peraturan perundangan berarti
peraturan mengenai tata cara pembuatan peraturan negara. Peraturan negara
meliputi segala peraturan baik yang dibuat oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah, tidak terbatas pada undang-undang saja.
a. Para Pembentuk Peraturan Perundang-undangan
Nasional
Perundang-undangan dapat terjadi di tingkat pemerintah pusat,
pemerintah daerah, kerja sama antara pihak eksekutif dan legislatif serta dapat
terjadi pada pihak eksekutif saja. Untuk tingkat pemerintah pusat kita
mengenal undang-undang yang merupakan hasil kompromi antara DPR dan
Presiden. Pada tingkat pemerintah daerah kita mengenal peraturan daerah,
sebagai hasil kerja sama antara kepala daerah dan DPRD. Demikian pula
90
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
untuk mengeluarkan surat keputusan atau instruksi, peraturan pemerintah
atau Perpu, maka yang berwenang mengeluarkan adalah Presiden, mungkin
pula menteri, gubernur, bupati, walikota, dekan fakultas, rektor universitas,
dan sebagainya.
Pembuatan segala peraturan negara Republik Indonesia pada tiap jenis
dan tingkat, apakah itu undang-undang, Perpu, Perda, SK, Instruksi dan
sebagainya, berdasarkan pada tiga landasan yaitu:
1)
Landasan filosofis
(ideal, atau cita-cita ketika menuangkan rencana
peraturan negara) yaitu Pancasila. Artinya suatu peraturan tidak boleh
bertentangan dengan Pancasila.
2)
Landasan yuridis
(ketentuan yang menjadi dasar hukum bagi pembuatan
suatu aturan) yaitu Undang-Undang Dasar 1945.
3)
Landasan politis
(kebijakan politik yang mendasari pelaksanaan pemerin-
tahan negara) yaitu ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pihak-pihak yang berperan dalam perundang-undangan nasional ialah
pada pemerintah pusat terdiri dari MPR, DPR, DPD, Presiden, dan para
pembentunya, serta lembaga negara lain (BPK, KPU, Bank Indonesia, MK,
MA). Pada pemerintah daerah terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dan Kepala Daerah (Prof. H.A.S. Natabaya, S.H.,LL.M.
Sistem Peraturan
Perundangan
. hlm. 44. 2006)
1)
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Menurut UUD 1945 pasal 1 ayat (2) hasil perubahan 2002 kekuasaan
tertinggi di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Secara
kelembagaan tinggi negara, terjadi perubahan kekuasaan tertinggi.
Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak lagi menjadi lembaga tertinggi
negara, meskipun pada intinya tetap rakyat yang memiliki kekuasaan.
Majelis Permusyawaratan Rakyat menurut UUD 1945 pasal 3, UUD 1945
hasil amandemen hanya memiliki kekuasaan:
a)
Melakukan perubahan dan menetapkan UUD.
b)
Melantik presiden dan atau wakil presiden.
c)
Memberhentikan presiden dan atau wakil presiden dalam masa
jabatannya menurut UUD.
Selanjutnya dalam pasal 2 UUD 1945 dijelaskan bahwa
“Majelis
Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan
umum dan diatur lebih lanjut menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-
undang.”
a)
Tata cara musyawarah di MPR
(1) Badan pekerja majelis bertugas:
Peraturan Perundang-udangan Nasional
91
(a) Mempersiapkan rancangan acara dan rancangan putusan-
putusan sidang umum, sidang tahunan atau sidang istimewa.
(b) Memberi saran dan pertimbangan kepada pimpinan majelis
menjelang sidang umum, sidang tahunan, dan sidang
istimewa.
(c)
Melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Majelis
sebagaimana yang dimaksud pada butir (a) dan (b).
(d) Membantu pimpinan majelis dalam rangka melaksanakan
tugas-tugas pimpinan majelis sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan.
(2) Persidangan majelis terdiri atas:
(a) Rapat-rapat paripurna majelis pada suatu masa tertentu
disebut masa sidang, baik untuk sidang umum, sidang tahunan
maupun sidang istimewa.
(b) Majelis mengadakan sidang tahunan untuk mendengar pidato
Presiden mengenai pelaksanaan ketetapan majelis dan atau
membuat putusan majelis.
Adapun yang dimaksud dengan:
(a)
Sidang umum majelis
adalah sidang yang keanggotaannya
majelis.
(b)
Sidang tahunan majelis
adalah sidang yang diadakan setiap
tahun.
(c)
Sidang istimewa majelis
adalah sidang yang diadakan di luar
sidang umum dan sidang tahunan.
b)
Jenis rapat majelis
(1) Majelis mengenal tujuh jenis rapat yaitu:
(a) Rapat paripurna majelis.
(b) Rapat gabungan pimpinan majelis dengan pimpinan-pimpinan
komisi atau panitia Ad Hoc majelis.
(c)
Rapat pimpinan majelis.
(d) Rapat badan pekerja majelis.
(e)
Rapat komisi majelis.
(f)
Rapat panitia Ad Hoc majelis.
(g) Rapat fraksi majelis.
(2) Badan pekerja majelis mengenal rapat panitia Ad Hoc.
(3) Komisi majelis mengenal rapat subkomisi majelis.
c)
Dasar-dasar pengambilan putusan
(1) Dasar-dasar pengambilan putusan majelis adalah sebagai berikut:
(a) Pengambilan putusan pada awalnya diusahakan sejauh mungkin
dengan musyawarah untuk mencapai mufakat. Jika hal ini tidak
mungkin tercapai, putusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
92
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
(b) Mufakat dan atau putusan yang diambil berdasarkan suara
terbanyak sebagai hasil musyawarah haruslah bermutu tinggi yang
dapat dipertanggungjawabkan. Di samping itu, keputusan tidak
bertentangan dengan Pancasila dan cita-cita proklamasi
kemerdekaan sebagaimana termaktub dalam Pembukaan, Batang
Tubuh UUD 1945.
(c)
Musyawarah menunjuk ke arah persatuan dengan meng-
utamakan keikutsertaan semua fraksi dalam majelis, serta
berpangkal tolak pada sikap saling menghargai setiap pen-
dirian para peserta.
(d) Ketentuan-ketentuan di atas berlaku bagi tata cara peng-
ambilan keputusan dalam rapat paripurna, rapat badan pekerja
majelis, rapat komisi majelis, dan rapat panitia Ad Hoc majelis.
(e) Putusan dalam rapat pimpinan majelis, rapat gabungan
pimpinan majelis dengan pimpinan komisi majelis dan atau
panitia Ad Hoc majelis, serta rapat panitia Ad Hoc badan
pekerja majelis dan rapat-rapat subkomisi majelis diambil
berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
d)
Pengambilan keputusan berdasarkan mufakat
Pengambilan keputusan berdasarkan mufakat mengikuti ketentuan,
sebagai berikut:
(1) Hakikat musyawarah untuk mufakat dalam kemurniannya adalah
suatu tata cara khas yang bersumber pada inti paham kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan untuk merumuskan dan atau memutuskan suatu hal
berdasarkan kehendak rakyat. Dengan jalan mengemukakan hikmat
kebijaksanaan yang tiada lain adalah pikiran yang sehat dengan
mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan
musyawarah yang menjadi tujuan pembentukan pemerintah negara
dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, pertimbangan-
pertimbangan dari semua wakil atau utusan yang mencerminkan
penjelmaan seluruh rakyat untuk mencapai mufakat, serta
diitikadkan untuk dilaksanakan secara jujur dan bertanggung
jawab.
(2) Segala putusan diusahakan dengan cara musyawarah untuk
mufakat di antara semua fraksi.
(3) Jika yang dimaksud dalam point (2) tidak dapat segera terlaksana
pemimpin rapat dapat mengusahakan atau berusaha agar rapat
dapat berhasil mencapai mufakat.
Peraturan Perundang-udangan Nasional
93
(4) Putusan berdasarkan mufakat adalah sah apabila diambil dalam
rapat yang daftar hadir anggota telah ditandatangani oleh lebih dari
separuh jumlah anggota rapat (kuorum), kecuali untuk menetapkan
GBHN sekurangnya dua pertiga jumlah anggota yang harus hadir.
e)
Ketentuan pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak
Ketentuan pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak,
dilakukan apabila:
(1) Putusan berdasarkan mufakat
sudah tidak memungkinkan
diusahakan karena adanya
pendirian dari sebagian peserta
musyawarah yang tidak dapat
didekatkan lagi atau karena
faktor waktu yang mendesak.
(2) Sebelum rapat para anggota
diberi kesempatan untuk ter-
lebih dahulu mempelajari nas-
kahnya atau perumusan masa-
lah yang bersangkutan.
(3) Penyampaian suara dilakukan oleh para anggota untuk menyatakan
sikap setuju, menolak atau abstain dengan lisan, mengacungkan
tangan, berdiri, tertulis, pindah tempat, pemanggilan nama atau
cara lain yang disetujui oleh rapat.
(4) Pengambilan putusan berdasarkan suara terbanyak dianggap sah,
jika:
(a) Diambil dalam rapat yang daftar hadirnya telah ditan-
datangani oleh sekurang-kurangnya dua pertiga jumlah
anggota rapat (kuorum).
(b) Disetujui oleh lebih dari separuh jumlah anggota yang hadir
yang memenuhi kuorum.
(5) Mengadakan perhitungan suara secara langsung dari anggota.
f)
Proses pembuatan putusan majelis
Pembuatan putusan majelis dilakukan melalui empat tingkat
pembicaraan sebagai berikut:
(1) Tingkat I
Pembahasan oleh badan pekerja majelis terhadap badan-badan yang
masuk dan hasil dari pembahasan tersebut merupakan rancangan
ketetapan atau keputusan majelis sebagai bahan pembicaraan
tingkat II.
Gambar 3.3
Anggota Dewan sedang
melakukan voting atau pemungutan suara.
Ini dilaksanakan apabila dalam melakukan
musyawarah terdapat perbedaan pendapat.
Sumber
:
Tempo, Juli 2001
94
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
(2) Tingkat II
Pembahasan oleh rapat paripurna majelis yang didahului oleh
penjelasan pemimpin dan dilanjutkan dengan pemandangan umum
fraksi-fraksi.
(3) Tingkat III
Pembahasan oleh komisi atau panitia Ad Hoc majelis terhadap
semua hasil pembicaraan tingkat I dan II. Hasil pembahasan pada
tingkat III ini merupakan rancangan ketetapan atau keputusan
majelis.
(4) Tingkat IV
Pengambilan putusan oleh rapat paripurna majelis setelah
mendengar laporan dari pemimpin komisi atau panitia Ad Hoc
majelis dan jika perlu melalui kata terakhir dari fraksi-fraksi (fraksi-
fraksi disini adalah hasil pemilihan umum yang berasal dari partai
politik peserta pemilihan umum).
2)
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Dewan Perwakilan Rakyat adalah pembentuk undang-undang utama
bersama presiden (pembentuk undang-undang serta). Ketentuan Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai pembentuk undang-undang utama terdapat
dalam pasal-pasal UUD 1945, berikut ini:
a)
UUD 1945 pasal 20 ayat:
(1) DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan presiden
untuk mendapat persetujuan bersama.
(3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan
bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi
dalam persidangan DPR pada masa itu.
(4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah
disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.
(5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama
tersebut tidak disahkan oleh presiden dalam waktu tiga puluh hari
semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan
undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib
diundangkan.
b)
UUD 1945 pasal 20A ayat (1),
“Dewan Perwakilan Rakyat mewakili fungsi
legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.”
c)
UUD 1945 pasal 21 ayat (1),
“Anggota DPR berhak mengajukan usulan
rancangan undang-undang.”
Peraturan Perundang-udangan Nasional
95
d)
UUD 1945 pasal 22 ayat (2),
“Peraturan pemerintah itu harus mendapat
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.”
Adapun alat kelengkapan DPR terdiri atas:
a)
Pimpinan DPR
Pimpinan DPR terdiri atas seorang ketua dan empat orang wakil ketua
yang mencerminkan fraksi-fraksi yang ada.
b)
Badan musyawarah DPR
Badan ini bertugas menetapkan acara DPR untuk satu tahun sidang,
satu kali sidang serta memberikan pendapat kepada pimpinan DPR. Alat
kelengkapan ini bersifat tetap.
c)
Komisi dan subkomisi
Komisi ini bertugas mengadakan pembahasan di bidang perundang-
undangan dan anggaran dasar sesuai dengan ruang lingkup bidang tugas
masing-masing. Komisi juga melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan UU dan APBN. Alat kelengkapan ini bersifat tetap.
d)
Badan legislasi (Baleg)
Badan ini bertugas merencanakan, menyusun program dan menentukan
prioritas pembahasan RUU untuk satu masa keanggotaan DPR dan setiap
tahun anggaran. Badan legislasi juga menyiapkan usul RUU dan usul
inisiatif dari DPR, komisi serta gabungan komisi. Badan ini bersifat tetap.
e)
Badan Urusan Rumah Tangga (BURT)
Badan ini bertugas membantu pimpinan DPR dalam menentukan
kebijaksanaan kerumahtanggaan DPR dan mengawasi tugas Sekretariat
Jendral. Badan ini juga bertugas membantu pimpinan DPR dalam
merencanakan dan menyusun kebijaksanaan anggaran DPR. Badan ini
bersifat tetap.
Gambar 3.4
Inilah
pimpinan DPR yang
dilantik November
2004.
Sumber
:
Tempo, 28 November 2004
96
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
f)
Badan kerja sama antar-parlemen (BKSAP)
Badan ini bertugas membina dan mengembangkan hubungan persa-
habatan serta kerja sama antara DPR dan parlemen negara lain. Alat
kelengkapan ini juga bersifat tetap.
g)
Panitia anggaran
Panitia ini bersifat tetap yang dibentuk oleh DPR untuk melaksanakan
pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
h)
Dewan kehormatan
Badan ini bersifat sementara. Tugasnya melakukan penelitian dan
pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota
DPR. Badan ini juga memberi laporan akhir kepada pimpinan DPR
tentang pertimbangan menjatuhkan sanksi atau merehabilitasi nama baik
anggota.
i)
Panitia khusus
Panitia ini bersifat sementara, dibentuk oleh DPR untuk melaksanakan
tugas tertentu dalam waktu tertentu yang ditetapkan Rapat Paripurna.
3)
Dewan Perwakilan Daerah
Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
sebagai
pembentuk undang-undang
serta mini
, untuk materi yang
berkaitan dengan otonomi daerah.
Dewan ini mengajukan RUU kepada
DPR untuk dibahas bersama sebelum
oleh DPR dibahas bersama presiden.
Landasan konstitusional bagi DPD
ialah pasal 22D ayat (1) dan (2) UUD
1945, pasal 42 dan 43 UU Nomor 22
Tahun 2003 tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan
DPRD, pasal 32 UU No.10/2004
tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan dan pasal 134
ayat (8) Peraturan Tata Tertib DPR
2005-2006.
4)
Presiden
Dalam proses peraturan perundang-undangan presiden mempunyai
kekuasaan membentuk undang-undang, peraturan pemerintah
pengganti undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan
presiden. Landasan konstitusionalnya ialah UUD 1945 pasal 5, pasal 20
ayat (2), (3), (4), (5), dan pasal 22 ayat (1) dan (2). Setiap rancangan
Gambar 3.5
Ketua DPD (2004 - 2009)
terpilih Ginanjar Kartasasmita.
Sumber
:
Tempo, 10 Oktober 2004
Peraturan Perundang-udangan Nasional
97
undang-undang dibahas oleh presiden bersama DPR untuk mendapat
persetujuan bersama. Jika tidak mendapat persetujuan bersama
rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam
persidangan DPR masa itu.
Menurut UUD 1945 Pasal 22, dalam kegentingan yang memaksa presiden
berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-
undang yang harus disetujui DPR pada persidangan berikutnya. Jika
tidak mendapat persetujuan DPR, maka peraturan pemerintah itu harus
dicabut.
Di samping kekuasaan membentuk
Perpu, Presiden menetapkan peratur-
an pemerintah untuk menjalankan
undang-undang sebagaimana ter-
cantum dalam UUD 1945 Pasal 5 ayat
(2). Peraturan pemerintah (Pusat)
memuat aturan-aturan umum untuk
melaksanakan undang-undang.
Peraturan pemerintah pusat ke-
mudian dilaksanakan oleh pe-
merintah daerah dalam bentuk
peraturan-peraturan daerah, baik di
tingkat I, tingkat II, dan daerah-
daerah lainnya. Jika peraturan daerah bertentangan dengan peraturan
pemerintah pusat, maka dengan sendirinya peraturan pemerintah daerah
itu tidak berlaku lagi.
Presiden berhak juga mengeluarkan keputusan presiden yaitu keputusan
yang bersifat khusus (mengatur hal tertentu saja) untuk melaksanakan
ketentuan undang-undang, Ketetapan MPR dalam bidang eksekutif atau
peraturan pemerintah.
5)
Lembaga/badan negara lain (BPK, KPU, BI, MK, MA)
Selain MPR, DPR, DPD, Presiden, dan DPRD terdapat lembaga-lembaga
lain yang menjadi pembentuk peraturan perundang-undangan, yaitu:
a)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bila mendapat kewenangan dari
UUD atau UU yang membentuknya.
b)
Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang membuat peraturan KPU terkait
penyelenggaraan pemilu, misalnya UU No.12/2003.
c)
Bank Indonesia (BI), sebagai lembaga mandiri dan bank sentral dapat
membuat peraturan Bank Indonesia, misalnya UU No.23/1999 tentang
Bank Indonesia.
Gambar 3.6
Presiden dan wakil presiden
serta dibantu oleh para menterinya, yang
bertugas menjalankan roda pemerintahan.
Sumber
:
Tempo, 7 November 2004
98
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
d)
Mahkamah Konstitusi (MK) dan
Mahkamah Agung. Kedua lem-
baga ini selama berkaitan
dengan tugas dan fungsinya
sebagai lembaga peradilan
(misalnya hukum acara), dan
diberikan kewenangan oleh
UUD atau UU yang mem-
bentuknya, maka dapat menge-
luarkan peraturan perundang-
undangan. Misalnya berupa
peraturan Mahkamah Agung
dan peraturan Mahkamah
Konstitusi.
6)
DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berkedudukan di daerah
tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (kabupaten/kota). Di daerah
tingkat I disebut DPRD I dan di daerah tingkat II disebut DPRD II.
DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Hak DPRD
meliputi interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat. Berdasarkan
ketentuan Undang-undang Republik Indonesia No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah, dinyatakan sebagai berikut:
a)
DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan
sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.
b)
Alat kelengkapan DPRD terdiri dari:
(1) Pimpinan
(2) Komisi
(3) Panitia musyawarah
(4) Panitia anggaran
(5) Badan kehormatan
(6) Alat kelengkapan lain yang diperlukan
c)
Tugas dan wewenang DPRD adalah sebagai berikut:
(1) Membentuk perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk
mendapat persetujuan bersama.
(2) Membahas dan menyetujui rancangan perda tentang APBD bersama
kepada daerah.
(3) Mengadakan/melaksanakan pengawasan terhadap:
(a) Pelaksanaan peraturan daerah dan perundang-undangan
daerah lainnya.
Gambar 3.7
Mahkamah Agung merupakan
salah satu lembaga pembentuk peraturan
perundang-undangan.
Sumber
:
Tempo, Februari 2004
Peraturan Perundang-udangan Nasional
99
(b) Pelaksanaan peraturan-peraturan dan keputusan gubernur,
bupati, serta walikota.
(c)
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(d) Kebijakan pemerintah daerah yang disesuaikan dengan prog-
ram pembangunan daerah.
(e)
Pelaksanaan kerja sama internasional di daerah.
(f)
KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.
(4) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/
wakil kepala daerah kepada presiden melalui Mendagri bagi DPRD
provinsi. Mendagri melalui gubernur bagi DPRD kabupaten/kota.
(5) Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan
wakil kepala daerah.
(6) Memberi pendapat dan pertimbangan kepada pemda terhadap
rencana perjanjian internasional di daerah.
(7) Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional
yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
(8) Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah
dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
(9) Membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah.
(10) Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antardaerah
dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
d)
Hak yang dimiliki oleh anggota DPRD adalah sebagai berikut:
(1) Mengajukan rancangan peraturan daerah.
(2) Mengajukan pertanyaan.
(3) Menyampaikan usul dan pendapat.
(4) Memilih dan dipilih.
(5) Membela diri.
(6) Imunitas
(7) Protokoler
(8) Keuangan dan administratif
e)
Kewajiban yang dimiliki oleh anggota DPRD adalah sebagai berikut:
(1) Mengamalkan Pancasila dan UUD 1945, serta menaati segala
peraturan perundang-undangan.
(2) Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
(3) Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(4) Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah.
(5) Menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti
aspirasi masyarakat.
100
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
(6) Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,
kelompok, dan golongan.
(7) Memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku
anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis
terhadap daerah pemilihannya.
(8) Menaati peraturan tata tertib, kode etik, dan sumpah/janji anggota
DPRD.
(9) Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga
yang terkait.
Dalam masa pemerintahan Republik Indonesia pengundangan peraturan
daerah dilakukan oleh kepala daerah yang bersangkutan. Sedangkan yang
mengundangkan Perda tersebut adalah Sekretaris Daerah.
b. Proses Penyusunan Peraturan Perundang-undangan
Nasional
1)
Kekuasaan legislatif MPR
Kekuasaan legislatif MPR adalah
sebagaimana dicantumkan dalam
Pasal 3 ayat (1) UUD 1945 ialah
mengubah dan menetapkan Undang-
Undang Dasar. Menetapkan UUD
bukan berarti dilakukan setiap kali
bersidang, melainkan dalam hu-
bungannya dengan UUD 1945.
Perubahan ini tidak boleh mengganti
asas-asas dalam UUD 1945, bila
sampai mengubah asas-asas/prinsip-
prinsip UUD 1945, bukan lagi
mengubah tetapi mengganti UUD
1945.
Perubahan Undang-Undang Dasar ditentukan dalam UUD 1945, antara
lain:
a)
Pasal 37 ayat (1) yang berbunyi, “
Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat
diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan
oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR
.”
b)
Pasal 37 ayat (2) yang berbunyi, “
Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-
Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian
yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya
.”
Sumber
:
Tempo, 7 Agustus 2005
Gambar 3.8
MPR merupakan lembaga
tinggi negara yang memegang kekuasaan
legislatif (mengubah dan menetapkan UUD).
Hidayat Nurwahid merupakan ketua MPR
untuk periode 2004 - 2009.
Peraturan Perundang-udangan Nasional
101
c)
Pasal 37 ayat (3) yang berbunyi, “
Untuk mengubah pasal-pasal Undang-
Undang Dasar, sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota MPR
.”
d)
Pasal 37 ayat (4) yang berbunyi, “
Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD
dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah
satu anggota dari seluruh anggota MPR
.”
e)
Pasal 37 ayat (5) yang berbunyi,
“Khusus tentang bentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan
.”
2)
Fungsi legislatif DPR
Sebagai badan legislatif, menurut UUD 1945 pasal 20 DPR memegang
kekuasaan membentuk undang-undang. Setiap rancangan undang-
undang dibahas oleh DPR bersama presiden untuk mendapat
persetujuan bersama. Jika tidak mendapat persetujuan bersama, maka
rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam
persidangan DPR masa itu.
Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tidak
disahkan oleh presiden dalam waktu 30 hari sejak RUU itu disetujui,
maka rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang
dan wajib diundangkan (pasal 20 ayat 5). Rancangan undang-undang
dapat diajukan oleh presiden (pasal 5 ayat 1) atau DPR. Berkaitan dengan
ini DPR mempunyai hak inisiatif yaitu hak mengajukan usul rancangan
undang-undang (pasal 21 ayat 1).
Syarat mutlak berlakunya suatu undang-undang ialah diundangkan
dalam Lembaran Negara oleh Menteri/Sekretaris Negara. Sedangkan
tanggal mulai berlakunya undang-undang adalah menurut tanggal yang
ditentukan dalam undang-undang itu. Jika tanggal berlakunya itu tidak
disebutkan dalam undang-undang, maka undang-undang itu mulai
berlaku 30 hari setelah undang-undang itu diundangkan dalam lembaran
negara (lembaran negara ialah tempat pengundangan peraturan-
peraturan negara supaya sah berlaku).
Berkenaan dengan berlakunya suatu undang-undang, dikenal beberapa
asas peraturan perundangan yaitu:
a)
Undang-undang tidak berlaku surut, mengikat untuk masa mendatang.
b)
Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula/menyampaikan
peraturan yang lebih rendah (
lex superior derogat legi inferior
).
c)
Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang
yang bersifat umum (
lex specialis derogat legi generali
).
d)
Undang-undang yang berlaku kemudian membatalkan undang-undang
yang terdahulu (
lex posteriori derogat legi priori
).
102
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
e)
Undang-undang tidak dapat diganggu gugat.
f)
Undang-undang memiliki syarat keterbukaan, artinya:
(1) Diumumkannya sidang di DPR dan eksekutif dalam pembuatan
undang-undang.
(2) Memberi hak kepada warga masyarakat untuk mengajukan usul-
usul tertulis kepada penguasa, dengan cara mengundang mereka
yang berminat untuk menghadiri suatu pembicaraan penting
menyangkut suatu peraturan.
(3) Departemen mengundang organisasi tertentu untuk memberikan
usul dan rancangan undang-undang.
(4) Diadakan sidang dengar pendapat di DPR.
(5) Adanya pembentukan komisi-komisi penasihat yang terdiri dari
para tokoh dan ahli terkemuka.
Suatu undang-undang tidak berlaku lagi jika:
a)
Jangka waktu berlakunya sudah lampau/lewat.
b)
Keadaan/hal untuk mana undang-undang itu diadakan sudah tidak ada
lagi.
c)
Undang-undang itu dicabut oleh instansi yang membuatnya atau oleh
instansi yang lebih tinggi.
d)
Telah diadakan undang-undang baru yang isinya bertentangan dengan
undang-undang lama.
3)
Kerja sama DPR dan Pemerintah dalam perundang-undangan
Kekuasaan presiden dalam bidang legislatif merupakan mitra bagi DPR,
artinya presiden bekerja sama dengan DPR dalam tugas legislatif yaitu:
a)
Membuat undang-undang.
b)
Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
DPR menjalankan kekuasaan legislatif. Namun dalam pembahasan RUU
untuk menjadi UU harus mendapat persetujuan bersama antara presiden
dan DPR.
Bentuk kerja sama antara presiden dengan DPR dalam proses legislatif,
antara lain:
a)
Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR (pasal 5 ayat (1)).
b)
Setiap RUU dibahas oleh DPR dan presiden untuk mendapat persetujuan
bersama (pasal 20 ayat (2)).
c)
Peraturan pemerintah harus mendapat persetujuan DPR dalam
persidangan yang berikut (pasal 22 ayat (2)); dan jika tidak mendapat
persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut (pasal 22
ayat (3)).
Peraturan Perundang-udangan Nasional
103
Bagan 3.2
Proses pembentukan RUU usul dari DPR.
d)
Rancangan undang-undang APBN diajukan oleh presiden untuk dibahas
bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Bila DPR
tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan oleh presiden, pemerintah
menjalankan APBN tahun yang lalu (pasal 23 ayat 2 dan 3).
4)
Tata cara penyelesaian RUU
Tata cara penyelesaian RUU merupakan bagian dari materi Peraturan
Presiden Nomor 68 Tahun 2005. Peraturan ini berisi tentang tata cara
mempersiapkan RUU, rancangan Peraturan Pemerintah pengganti
undang-undang rancangan Peraturan Pemerintah dan rancangan
Peraturan Presiden. Hal ini sebagai pelaksanaan dari pasal 18 ayat (3)
dan pasal 24 UU No.10/2004 (UU-P3).
Proses penyelesaian RUU meliputi perancangan oleh presiden maupun
DPR. Hal ini juga pembahasan bersama oleh institusi DPR RI berhadapan
dengan pemerintah atau DPR . Prosedur pengajuan tiap-tiap RUU adalah
sebagai berikut:
Disampaikan kepada
Presiden oleh pimpinan
DPR dengan permintaan
agar Presiden menunjuk
Menteri yang akan mewakili
Pemerintah dalam melakukan
pembahasan RUU tersebut
bersama-sama dengan DPR
Pembicaraan di DPR
a. Pembicaraan Tingkat I
b. Pembicaraan Tingkat II
Disetujui tanpa perubahan
Dalam Rapat Paripurna
ketua rapat memberitahukan
dan membagikan usul RUU
kepada para anggota DPR RI
Apabila disetujui dengan
perubahan DPR menugaskan
kepada Komisi, Badan
Legislasi atau Panitia Khusus
untuk membahas dan
menyempurnakan usul
dari DPR
Rapat Badan Musyawarah
menentukan waktu
pembicaraan
Rapat Pengurus
memutuskan apakah usul
RUU tersebut secara prinsip
dapat diterima menjadi RUU
usul DPR atau tidak
Yang didahului:
a. Penjelasan pengusul
b. Pendapat Fraksi-fraksi
Disampaikan secara tertulis
kepada Pimpinan DPR
Ditanddatangani sekurang-
kurangnya 10 orang
anggota DPR
104
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
Bagan 3.4
Tingkat pembicaraan RUU dari Pemerintah.
Bagan 3.3
Proses pembentukan RUU usul dari Pemerintah.
Presiden
Sekretaris Kabinet
menyiapkan nota
pengantar untuk DPR
Menteri Panitia
disampaikan lebih
dulu kepada:
1. Menteri atau pimpinan
lembaga yang erat
hubungannya dengan
materi yang dibahas
2. Menteri Kehakiman
dan HAM
3. Sekretaris Kabinet
Pembicaraan di DPR
a. Pembicaraan Tingkat I
b. Pembicaraan Tingkat II
Departemen
1. Prakarsa pokok-pokok
materi disampaikan
kepada Presiden
2. Persetujuan Presiden
diterima
3. Departemen dapat
membentuk Panitia
inter-departemen
4. Tanggapan diterima dan
menteri atau pimpinan
lembaga yang erat
hubungannya dengan
menteri kehakiman dan
sekretaris kabinet
5. RUU final disampaikan
kepada Presiden
DPR
Pembicaraan Tingkat I
Dalam Rapat Komisi, Rapat
Badan Legislasi, Rapat Panitia
Anggaran, atau Rapat Panitia
Khusus, bersama-sama
Pemerintah; dengan cara:
a. Pemandangan umum
fraksi terhadap RUU
b. Jawaban Pemerintah
atas pemandangan umum
fraksi
c. Pembahasan RUU oleh DPR,
dan Pemerintah dalam rapat
kerja berdasarkan Daftar
Inventarisasi Masalah (DIM)
Pembicaraan Tingkat II
Dalam rapat Paripurna
dengan acara:
a. Pengambilan keputusan,
yang didahului oleh
1. Laporan hasil pembicaraan
Tingkat I
2. Pendapat akhir Fraksi yang
disampaikan oleh anggotanya,
apabila dipandang perlu,
dapat pula disertai dengan
catatan tentang sikap
fraksinya;
b. Penyampaian sambutan
pemerintah
Peraturan Perundang-udangan Nasional
105
Bagan 3.6
Proses penyusunan RUU di lingkungan Pemerintah.
Keterangan:
PAD
= Panitia Antar Departemen.
RUU dari DPR
=
Pembahasan RUU dari DPR di lingkungan pemerintah (misalnya
pembuatan DIM, dsb.) sebelum disampaikan kembali ke DPR untuk
dibahas bersama oleh DPR dan Pemerintah.
RUU ke DPR
= RUU hasil PAD tidak ada masalah, disampaikan ke DPR untuk dibahas
bersama oleh DPR dan pemerintah.
Bagan 3.5
Tingkat pembicaraan RUU dari DPR RI.
Prakarsa RUU
Berdasarkan
Prolegnas (2-5)
PAD (6 - 18)
RUU dari DPR
(31 - 35)
RUU
ke Presiden
RUU ke DPR
Presiden
Pengesahan/
Pengundangan
Prakarsa RUU
di luar
Prolegnas (21 - 24)
Pembicaraan Tingkat I
Dalam Rapat Komisi, Rapat Badan
Legislasi, Rapat Panitia Anggaran,
atau Rapat Panitia Khusus,
bersama-sama Pemerintah dengan
acara:
a. Tanggapan pemerintah terhadap
RUU yang berasal dari DPR
b. Jawaban pimpinan Komisi,
pimpinan Badan Legislasi,
pimpinan Panitia Anggaran
atau pimpinan Panitia Khusus
atas tanggapan Pemerinatah
Pembicaraan Tingkat II
Dalam Rapat Paripurna
dengan acara:
a. Pengambilan keputusan, yang
didahului oleh:
1. Laporan hasil pembicaraan
Tingkat 1
2. Pendapat akhir Fraksi yang
disampaikan oleh anggotanya
apabila dipandang perlu
dapat pula disertai dengan
catatan tentang sikap
fraksinya
b. Penyampaian sambutan
pemerintah
106
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
Suatu undang-undang yang telah disahkan terdiri atas:
a)
Konsiderans
yaitu alasan-alasan yang menyebabkan dibentuknya suatu
undang-undang. Konsiderans dinyatakan dengan kata-kata:
Menimbang
: bahwa . . . dan seterusnya (alasan pembentukan UU).
Mengingat
: . . . (disebut nama UU).
b)
Diktum
ialah keputusan yang diambil oleh pembuat UU, setelah
disebutkan alasan pembentukannya. Diktum dinyatakan dengan kata-
kata:
Memutuskan
:
Menetapkan
. . . (disebut nama UU).
c)
Isi undang-undang,
terdiri atas bab, bagian, pasal, dan ayat.
Berkaitan dengan pembuatan peraturan pemerintah pengganti UU
(Perpu), hak inisiatif sepenuhnya berada di tangan pemerintah, hak ini
khusus diberikan UUD 1945 pasal 22 .
Contoh Perpu, misalnya dari tanggal 16 Desember 1969 berlaku Perpu
tentang Keadaan Bahaya sampai dengan 1 Mei 1963. Dalam konsiderans
itu dikatakan:
Menimbang
:
(1) Bahwa berhubung dengan berlakunya kembali UUD 1945 perlu
ditetapkan peraturan negara baru tentang keadaan bahaya untuk
mengganti UU keadaan bahaya 1957.
(2) Bahwa karena keadaan yang memaksa, peraturan baru tentang
keadaan bahaya itu perlu ditetapkan dengan peraturan pemerintah
pangganti undang-undang (perpu, pen).
Mengingat
: pasal 12 UUD 1945.
Mengingat pula
: pasal 22 ayat (1) UUD 1945.
Mendengar
:
(1) Dewan Pertimbangan Agung pada tanggal 25 November 1959.
(2) Musyawarah kabinet kerja pada tanggal 8 Desember 1959.
5)
Tata cara pembuatan peraturan daerah
Prosedur penyusunan peraturan perundang-undangan tingkat daerah
di lingkungan pemerintah daerah diatur dalam:
a)
Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah (Keputusan
Mendagri) No.21 Tahun 2001 tentang Teknik Penyusunan dan
Materi Muatan Produk-produk Hukum Daerah.
b)
Keputusan Mendagri No.22 Tahun 2001 tentang Bentuk Produk-
produk Hukum Daerah.
c)
Keputusan Mendagri No.23 Tahun 2001 tentang Prosedur Penyusunan
Produk-produk Hukum Daerah.
Peraturan Perundang-udangan Nasional
107
Sumber
:
Profil Provinsi Republik Indonesia
d)
Keputusan Mendagri No.24 Tahun 2001 tentang Lembaran Daerah dan
Berita Daerah.
Tata cara pembentukan peraturan daerah (Perda) menurut Keputusan
Mendagri tersebut adalah sebagai berikut:
a)
Persiapan penyusunan raperda (dalam peraturan tata tertib DPRD)
Raperda berasal dari DPRD atau kepala daerah. Kepala daerah menyam-
paikan surat pengantar kepada DPRD, sedangkan pimpinan DPRD
menyampaikan raperda kepada kepala daerah. Penyebarluasan raperda
dari DPRD dilaksanakan oleh Sekretariat DPRD. Penyebarluasan raperda
dari kepala daerah dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah. Bila materi
raperda dari DPRD dan presiden sama, maka yang dibahas adalah
raperda yang disampaikan oleh DPRD. Raperda dari kepala daerah
digunakan sebagai bahan sandingan.
8
b)
Pembahasan rancangan perda
Pembahasan raperda dilakukan oleh DPRD bersama kepala daerah
dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPRD yang khusus
menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.
c)
Penarikan kembali rancangan perda
Raperda dapat ditarik kembali sebelum pembahasan oleh DPRD dan
kepala daerah. Penarikan kembali raperda berdasarkan persetujuan
bersama antara DPRD dan kepada daerah.
d)
Penetapan raperda menjadi perda
Raperda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah,
dalam waktu paling lambat 7 hari disampaikan pimpinan DPRD kepada
kepala daerah untuk ditetapkan menjadi perda. Raperda ditandatangani
oleh kepala daerah dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak
raperda disetujui bersama, maka raperda tersebut sah menjadi perda
dan wajib diundangkan.
Gambar 3.9
Salah satu
gedung DPRD di Indonesia.
Di gedung inilah para wakil
rakyat merancang dan
mengesahkan suatu undang-
undang.
108
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
KEGIATAN
3. 1
Peraturan-peraturan di tingkat pemerintah daerah dalam bentuk
perda (peraturan daerah) itu beragam. Carilah beberapa
peraturan daerah yang berkaitan dengan masalah-masalah yang
terjadi di lingkungan sekitarmu. Kemudian tuliskan pada buku
tulismu!
6)
Partisipasi masyarakat dalam penyusunan peraturan perundang-
undangan
Dalam penyusunan perundang-undangan di Indonesia tidak terlepas
dari partisipasi masyarakat itu sendiri. Masyarakat dapat menyampaikan
pendapat dan masukan-masukan kepada pemerintah atau lembaga
pemerintah yang berwenang untuk membuat perundang-undangan
tersebut.
Partisipasi atau peranan masyarakat dalam penyusunan peraturan
perundang-undangan di Indonesia adalah sebagai berikut:
a)
Mengoptimalkan lembaga-lembaga penyalur aspirasi masyarakat yang
telah ada, yaitu MPR, DPR, DPRD, Orsospol, Badan Permusyawaratan
Desa, dan media massa. Lembaga-lembaga itu melakukan pengem-
bangan dalam bidang politik sesuai dengan isi UUD 1945 pasal 28 yaitu
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan dan sebagainya yang ditetapkan dengan undang-undang.”
Undang-
undang tersebut adalah Undang-Undang RI No.9 tahun 1998 tentang
kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
b)
Mengawasi berlangsungnya proses pengolahan penyusunan peraturan
perundang-undangan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai objektivitas
dan tanggung jawab serta hak dan kewajiban sebagai warga masyarakat
yang baik.
c)
Sebagai motivator percepatan penyusunan dan pemberlakuan peraturan
perundang-undangan.
d)
Sebagai subjek pendukung ketertiban suasana penyusunan peraturan
perundang-undangan. Contoh: Dalam sidang DPR atau MPR yang
sedang menyusun RUU atau ketetapan Majelis harus selalu didukung
oleh suasana yang aman, tertib, dan teratur dalam pelaksanaannya. Hal
ini tidak terlepas dari partisipasi masyarakat yang tanpa membuat gaduh
suasana sidang, baik di dalam maupun di luar sidang.
Apabila di dalam pelaksanaan undang-undang yang telah ada dan
disahkan oleh pihak berwenang seperti yang dikemukakan di atas
Peraturan Perundang-udangan Nasional
109
terdapat undang-undang yang tidak mengakomodasi aspirasi
masyarakat Indonesia, maka undang-undang tersebut tidak akan
mungkin terlaksana dengan baik. Oleh karena dalam pelaksanaan
undang-undang tersebut harus terdapat keinginan, harapan dan
kenyataan yang diaspirasikan oleh masyarakat itu sendiri.
Pemerintah atau pihak yang berwenang harus dapat menerima aspirasi
rakyatnya karena pemerintah tanpa rakyat tidak akan berarti apa-apa.
Begitu pula sebaliknya rakyat tanpa ada pemerintah yang berdaulat tidak
berarti apa-apa. Pihak yang satu membutuhkan pihak yang lain sebagai
subjek maupun objek pelaksana undang-undang itu sendiri. Pemerintah
harus memperhatikan, menindaklanjuti aspirasi-aspirasi masyarakatnya
dengan bertanggung jawab.
B. Menaati Peraturan Perundang-Undangan
Nasional
Pemerintah dan lembaga perwakilan rakyat mempunyai fungsi yang
sangat penting dalam proses perundang-undangan. Namun, untuk
melaksanakan perundang-undangan tersebut kembali kepada lembaga
pelaksana (eksekutif, baik pusat maupun daerah) dan masyarakat. Apabila
ada perundang-undangan yang kurang aspiratif atau tidak ditaati, kembali
kepada kita bersama untuk meluruskannya kepada tujuan perundang-
undangan, lebih luas lagi kepada tujuan hukum yaitu mencapai ketentraman,
ketertiban, dan keadilan.
Gambar 3.10
Ribuan petani
melakukan aksi demo
menolak rancangan undang-
undang perkebunan. Ini
akibat dari pemerintah atau
pihak yang berwenang tidak
mengakomodasi aspirasi
mereka.
Sumber
:
Kompas, Juni 2004
110
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
1. Contoh-contoh Pelaksanaan Peraturan
Perundang-Undangan
a. Kontrol Sosial terhadap Undang-undang
Kontrol sosial atau pengawasan masyarakat terhadap pemerintah
bertujuan untuk menjaga dan mewujudkan agar jalannya pemerintahan
sesuai dengan undang-undang dan dapat melindungi hak-hak asasi manusia.
Pada kenyataannya undang-
undang yang telah disahkan ber-
lakunya oleh pemerintah, masih ada
yang belum menunjukkan kese-
suaian dengan kepentingan masya-
rakat. Misalnya kenaikan bahan
bakar minyak, naiknya tarif dasar
listrik, perlakuan diskriminatif
oknum penegak hukum terhadap
pelanggar hukum, bantuan dana dan
pangan tidak sampai pada rakyat
yang berhak, dan sebagainya. Hal ini
menunjukkan perundang-undangan
belum berfungsi dengan baik.
Masyarakat menilai dan mengawasi apakah pemerintah telah mem-
bangun dengan memenuhi kepentingan rakyat atau belum. Pengawasan
masyarakat ini hendaknya mengarah pada ada/tidaknya keserasian berbagai
unsur, yang menjadi syarat berfungsinya perundang-undangan dengan baik.
Misalnya adanya mentalitas para petugas hukum yang baik dalam
menegakkan hukum, fasilitas yang mendukung pelaksanaan suatu undang-
undang, dan kesadaran serta kepatuhan hukum warga masyarakat.
Untuk menilai suatu perundangan, hendaknya kita menyelidiki berbagai
sebab kegagalan di masa lalu. Oleh karena itu, kritik dan saran yang disam-
paikan kepada pembuat kebijakan harus bersifat membangun serta mena-
warkan alternatif pemecahannya.
Akibat yang mungkin timbul bila masyarakat melakukan hak kontrol
sosial terhadap pemerintah dan perundang-undangan, maka masyarakat
semakin menyadari serta peduli akan hak dan kewajibannya. Akan tetapi,
apabila masalah ini diabaikan dalam perundangan bisa menggugah
masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya ke berbagai lembaga yang ada.
Misalnya melalui organisasi masa, orsospol, lembaga swadaya masyarakat,
organisasi kepemudaan, dan media massa bahkan melalui berbagai aksi unjuk
rasa.
Gambar 3.11
Gelombang unjuk rasa
memprotes kenaikan BBM, tarif dasar
listrik, dan telefon terus bergulir.
Sumber:
Pikiran Rakyat, Januari 2003
Peraturan Perundang-udangan Nasional
111
b. Bersikap Kritis terhadap Perundang-undangan yang
Tidak Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat
Sikap kritis terhadap perundang-undangan dan pembuat kebijakan
diperlukan dalam pembangunan serta pemerintahan. Sikap kritis ini bukanlah
berarti menjatuhkan, mendeskriditkan, dan memberontak kepada pemerin-
tah, melainkan melakukan penilaian serta mengajukan langkah-langkah
alternatif penyelesaian masalah.
Banyak cara yang bisa dilakukan masyarakat untuk menunjukkan sikap
kritis terhadap perundang-undangan, antara lain:
1)
Melakukan dialog langsung dalam musyawarah, ini dilakukan antara
kelompok masyarakat dan DPR atau dialog interaktif melalui media
masa untuk menyampaikan saran, dukungan atau keberatan baik secara
tertulis maupun lisan dan sebagainya. Saran-saran tersebut akan menjadi
bahan pertimbangan untuk segera ditindaklanjuti dalam pengambilan
keputusan.
2)
Melibatkan peran aktif para
pakar akademis, tokoh masya-
rakat, tokoh agama, lembaga
masyarakat, dan pejabat suatu
instansi dalam pembahasan
perundang-undangan yang
akan diputuskan.
3)
Melakukan aksi unjuk rasa
sesuai aturan yang berlaku.
4)
Bila terjadi kesalahan prosedur dalam proses pembuatan surat keputusan
oleh pejabat yang berwenang atau suatu instansi, sikap kritis dapat
diwujudkan dalam bentuk gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Di PTUN akan dilalui tahapan-tahapan pemeriksaan sebagai berikut:
a)
Penelitian administrasi oleh staf kepaniteraan dan ketua.
b)
Pemeriksaan persiapan, antara lain:
(1) Memanggil penggugat, tergugat, dan pihak lain (tukar menukar
informasi).
(2) Bukti-bukti yang diperlukan, saran, dan beban pembuktian.
(3) Gugatan diperbaiki sampai dinyatakan laik untuk disidangkan.
c)
Pemeriksaan persidangan, antara lain:
Gambar 3.12
Aksi menolak kenaikan tarif
angkutan umum, di DPRD DKI Jakarta.
Sumber:
Rakyat Merdeka, Maret 2003
112
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
(1) Memeriksa saksi-saksi dan bukti-bukti lain.
(2) Jawaban replik dan duplik.
(3) Konklus.
d)
Putusan.
PENGAYAAN
Gugatan
Pasal 56
PTUN
Pasal 54
Panitera
Pasal 59
Ketua
Pasal 62
N.O.
Lolos
Pasal 62
Internal
Pasal 83
Gugatan
terhadap
Eksekusi
Pasal 118
Jawab
menjawab
Bukti
Putusan
Pasal 108
PTUN
Tetap
Banding
Pasal 22
Eksepsi
Pasal 77
Pemeriksaan
Persiapan
Pasal 62
Tidak
Kabulkan
Penetapan
Pengesahan
Kep. Tun Pasal 67
Pasal 68
Majelis Hakim
(Biasa)
Tunggal (cepat)
Pasal 98,99
Penetapan
Penangguhan
Kep. Tun
Pasal 67
Gugat baru perlawanan
(Mejelis Hakim)
Pasal 62 (3,4, 5,8)
Putusan
Pasal 108
Tetap
Pasal 131
Kasasi
MA. RI
Putusan
Pasal 132
PK
Eksekusi
Pasal 155
Pasal 119
Pengawas/
Pelaksana
Ketua PTUN
Pemeriksaan
Dismisal
Pasal 62
Proses perkara pada PTUN UU No. 5 Tahun 1986
Peraturan Perundang-udangan Nasional
113
c. Mematuhi Peraturan Perundang-undangan Di
Lingkungan Keluarga, Masyarakat, dan Negara
Mematuhi peraturan perundang-undangan nasional dengan sebaik-
baiknya, harus dilandasi tanggung jawab dan kesadaran akan pentingnya
peraturan bagi kehidupan manusia.
Berikut ini beberapa contoh perilaku yang menunjukkan sikap patuh
terhadap peraturan termasuk perundang-undangan nasional, di berbagai
lingkungan.
1)
Di lingkungan keluarga
(a) Bersikap sopan dan santun dalam lingkungan keluarga.
(b) Menjaga nama baik dan kehormatan keluarga.
(c)
Menggunakan fasilitas keluarga dengan tertib.
(d) Menjauhi perilaku buruk yang merugikan diri dan keluarga.
(e)
Mematuhi nasihat orang tua.
2)
Di lingkungan sekolah
(a) Disiplin waktu masuk sekolah, pulang sekolah, upacara, dan
menyelesaikan tugas.
(b) Mengenakan pakaian seragam sekolah sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
(c)
Tekun belajar.
(d) Menjaga kebersihan sekolah.
(e)
Membuang sampah pada tempatnya.
(f)
Berperilaku baik dan sopan, serta tidak merokok.
(g) Tidak menggelandang sepulang sekolah.
(h) Mengerjakan pekerjaan rumah.
3)
Di lingkungan masyarakat
(a) Tidak berbuat onar.
(b) Menghormati tata cara adat kebiasaan setempat.
(c)
Menjaga nama baik masyarakat.
(d) Peduli terhadap aturan yang berlaku di masyarakat.
(e)
Melaksanakan hasil musyawarah di lingkungan masing-masing.
4)
Di lingkungan negara
(a) Taat dan tepat waktu membayar pajak.
(b) Mematuhi aturan ataupun rambu-rambu lalu lintas.
(c)
Mengendarai kendaraan dengan surat izin mengemudi.
(d) Menyeberang jalan di tempat penyeberangan.
(e)
Menjaga nama baik negara dan bangsa.
(f)
Menjaga rahasia negara.
(g) Melaksanakan perundang-undangan yang berlaku baik tertulis
maupun yang tidak tertulis.
114
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
Peraturan perundang-undangan nasional merupakan alat untuk
memperlancar roda-roda pemerintahan dalam meraih tujuan nasional.
Perundang-undangan yang berfungsi dengan baik akan menunjukkan ukuran
keberhasilan pemerintah, karena dengan perundang-undangan kita bisa
menemukan masalah dan menentukan langkah-langkah pelaksanaan di masa
mendatang.
2. Contoh-contoh Penyimpangan terhadap
Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan perundang-undangan nasional telah dibentuk dengan
berbagai usaha penyempurnaan. Namun, pada kenyataan di masyarakat
belum dilaksanakan sepenuhnya secara optimal. Pada praktiknya masih
banyak penyimpangan terhadap peraturan yang telah ditetapkan. Hal ini
bisa terjadi karena beberapa faktor misalnya kemiskinan, mentalitas manusia
yang buruk, kemampuan kerja yang kurang memadai dan iklim kekuasaan
yang tidak demokratis.
Masalah besar yang sering mengemuka adalah perilaku korupsi yang
menimbulkan banyak kerugian di berbagai bidang. Bagaimana usaha
pemberantasannya dan instrumen anti korupsi akan diuraikan berikut ini.
Praktik KKN di lembaga pemerintahan/negara berdasarkan hasil
penelitian Litbang Kompas (7 Januari 2002):
1.
DPR (87,4%)
2.
Peradilan (83,2%)
3.
Militer/Kepolisian (81,5%)
4.
Departemen/Kementrian (82,5%)
5.
Kabinet Pemerintahan (77,9%)
6.
Lembaga Pendidikan (75,5%)
7.
Instansi Kesehatan (64,8%)
8.
Instansi Keagamaan (5,7%)
9.
Instansi Tingkat Provinsi (81,1%)
10. Instansi Tingkat Kabupaten/Kota (81,5%)
11. Instansi Kelurahan (78,8%)
12. Rukun Tetangga/Rukun Warga (49,0%)
PENGAYAAN
Peraturan Perundang-udangan Nasional
115
a. Korupsi dan Upaya Pemberantasannya di Indonesia
Korupsi berasal dari kata Latin
corruption
(pembusukan, kerusakan,
kemerosotan, penyuapan). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
korupsi
ialah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan
sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Sebagai contoh
marilah kita simak kasus berikut ini.
Bekas Direktur PT Jamsostek Ditahan
Polisi menahan bakas Direktur Investasi PT Jamsostek, Andi Rahman
Alamsyah, ditahanan Markas Besar Polri, Senin pekan lalu. Menurut Kepala Divisi
Humas Polri Irjen Aryanto Boediharjo, Andi, tersangka kasus korupsi dana milik
PT Jamsostek Rp 250 miliar, melanggar Peraturan Pemerintah No. 28/1996 tentang
Pengelolaan Dana Investasi Jansostek.
Andi dinilai ceroboh karena mengivestasikan dana obligasi milik PT Jamsostek
di Bank Global Internasional. “Investasi itu tidak diketahui direktur utama dan
direktur keuangan,” kata Aryanto. Polisi akan menjerat Andi dengan Pasal 2 ayat 1
dan Pasal 34 Undang-undang No. 31/1999 tentang Pemberatasan TIndak Pidana
Korupsi, serta Pasal 8. Undang-undang 20/2001 tentang Antikorupsi.
Pengusutan kasus PT Jamsostek itu bermula dari temuan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) yang menyebut ratusan miliar rupiah dana BUMN itu ditanamkan
di Bank Global secara tidak prosedural. Dana itu kemudian tidak bisa ditarik karena
pemerintah menutup Bank Global. Sedikitnya Rp 100 miliar dana jaminan sosial
milik para buruh itu menguap begitu saja.
Sumber
Tempo, 27 Juni -3 Juli 2005
Bagaimanakah pendapatmu terhadap kasus tersebut. Menurut kalian
apa akibatnya bila masyarakat atau penyelenggara negara masih melakukan
korupsi?
Semua acuan normatif di negara Pancasila, kaum agama dan insan
bermoral akan menjawab bahwa korupsi suatu perbuatan dosa yang mesti
dikenai sanksi dan diproses melalui hukum yang berlaku. Di samping itu,
perlu ditindaklanjuti dengan sikap anti korupsi dan adanya hukum serta
lembaga anti korupsi. Juga perlu diterapkan asas pemerintahan yang bersih
dalam penyelenggaraan negara.
Mengapa korupsi harus diberantas? Karena korupsi menimbulkan krisis
multidimensional baik di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial budaya
maupun keagamaan. Berikut ini adalah beberapa contoh kerugian akibat
perilaku korupsi.
1)
Kerugian politis
Dari segi politik korupsi mengakibatkan beberapa kerugian, antara lain:
a)
Terjadi krisis kewibawaan pemerintah disebabkan oleh menurunnya
tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintahan yang korup.
116
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
b)
Munculnya berbagai bentuk tindak kekerasan politik.
2)
Kerugian ekonomis
Dari segi ekonomi perilaku korupsi menimbulkan berbagai kerugian,
antara lain:
a)
Adanya penggelembungan dana pembangunan (
mark up
) menimbulkan
pembengkakan anggaran negara di pusat dan daerah. Ini berdampak
pada berkurangnya uang negara dalam jumlah besar.
b)
Timbulnya kesenjangan sosial yang diakibatkan oleh kemerdekaan para
pengusaha besar, baik dari segi modal maupun kedekatan dengan
penguasa, dan diabaikannya ekonomi kerakyatan.
c)
Ekonomi nasional melemah karena adanya intervensi pemerintah
terhadap Bank Sentral, pemberian fasilitas yang tidak terbuka bagi
pemilik bank swasta yang dekat dengan penguasa, dan kecerobohan/
kecurangan dunia perbankan dalam pengelolaan dana.
d)
Investasi pemerintahan tidak efektif karena banyak proyek pem-
bangunan yang tertunda dan gagal, serta dilarikan modal ke luar negeri.
Hal ini mengundang krisis kepercayaan dari para investor (penanam
modal).
e)
Jatuhnya nilai tukar rupiah (pada krisis moneter 1997) menimbulkan
krisis ekonomi berkepanjangan karena tidak ada usaha pemerintah
secara nyata dan jelas untuk mengatasi krisis mata uang.
3)
Kerugian sosial budayaDari
sosial budaya perbuatan KKN
mengakibatkan kerugian antara
lain:
a)
Kehidupan masyarakat yang
semakin memprihatinkan, dise-
babkan oleh dampak krisis
ekonomi berupa pemutusan
hubungan kerja, pengangguran,
kemiskinan, menurunnya daya
beli masyarakat terhadap naik-
nya siswa putus sekolah.
b)
Profesionalisme masyarakat kurang dihargai karena menurunnya lahan
pekerjaan.
c)
Rusaknya moralitas masyarakat, suburnya kemunafikan dan mental
yang suka mengambil jalan pintas, saling curiga serta rusaknya tata
pergaulan yang baik dalam masyarakat.
Gambar 3.13
Dampak dari krisis ekonomi
banyaknya karyawan yang terkena
pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sumber:
Tempo, 4 Januari 2004
Peraturan Perundang-udangan Nasional
117
Sumber:
Forum Keadilan, 29 Juni 1998
Sumber:
Tempo, 7 Agustus 2004
4)
Kerugian di bidang hukum
Di bidang hukum, praktek KKN menimbulkan kerugian, antara lain:
a)
Penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang disebabkan
banyak penafsiran undang-undang yang disesuaikan selera penguasa.
b)
Pelecehan hukum, diabaikan-
nya rasa keadilan dan kepastian
hukum masyarakat serta ku-
rangnya perlindungan hukum
bagi masyarakat kurang mampu.
c)
Adanya intervensi lembaga
eksekutif terhadap lembaga
peradilan memberi peluang
praktek-praktek negatif dalam
proses peradilan.
5)
Kerugian di bidang pertahanan keamanan dan agama
Kondisi sosial ekonomi yang sangat memprihatinkan akibat perilaku
korupsi, juga dirasakan pengaruhnya dalam kehidupan pertahanan
keamanan dan agama, antara lain:
a)
Kesenjangan sosial karena
meningkatnya kemiskinan me-
nimbulkan aksi-aksi brutal/
kekerasan, penjarahan, peram-
pokan, dan tindakan kriminal
lainnya. Hal ini menunjukan
menurunnya akhlak yang mu-
lia, pelanggaran hukum dan
agama yang mengancam per-
satuan serta kesatuan bangsa.
b)
Kurangnya rasa kepedulian
sosial menghilangkan semangat
masyarakat Indonesia dan
ketangguhannya dalam menye-
lesaikan segala macam masalah,
ujian, dan tantangan.
c)
Munculnya ketidakrukunan antarumat beragama yang dipicu oleh
kesenjangan sosial, sehingga mendukung terciptanya kerukunan
nasional dan persatuan kesatuan bangsa.
Gambar 3.14
Salah satu contoh intervensi
lembaga eksekutif terhadap kejaksaan
mengenai kasus korupsi BLBI.
Gambar 3.15
Akibat dari kesenjangan
sosial ini salah satunya menimbulkan aksi-
aksi penjarahan.
118
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
d)
Kefakiran akibat kemiskinan atau pengangguran menjurus kepada aksi
kefakiran, yang menimbulkan perpecahan sosial dan mengundang
praktek-praktek yang menghalalkan segala cara. Hal ini dapat
mengganggu keamanan, ketertiban bahkan stabilitas keamanan nasional.
Segala bentuk kerugian baik material maupun moril dirasakan sangat
berat bagi seluruh rakyat Indonesia. Masalah ini harus ada pemecahannya
dan tindak lanjut sedini mungkin agar Indonesia tidak terpuruk lagi.
Usaha pemberantasan korupsi diawali dengan pentingnya pemerintah
menerapkan asas-asas pemerintahan yang bersih. Beberapa asas pemerin-
tahan yang bersih tersebut yaitu:
1)
Asas kepastian hukum
yaitu setiap keputusan dan sikap pejabat
administrasi negara harus menjamin kepastian hukum. Misalnya pejabat
administrasi wajib menentukan masa peralihan untuk menetapkan
peraturan baru (yang berbeda dengan peraturan sebelumnya), sehingga
tidak merugikan masyarakat dan menghindari krisis kepercayaan
terhadap wibawa pejabat/pembuat kebijakan.
2)
Asas keseimbangan
yaitu adanya keseimbangan antara tindakan disiplin
yang dijatuhkan pejabat administrasi negara dengan kesalahan yang
dibuatnya. Misalnya ada undang-undang kepegawaian yang mengatur
cara menjatuhkan putusan terhadap pegawai yang lalai.
3)
Asas kesamaan
yaitu keputusan yang diambil pejabat administrasi negara
tidak diskriminatif (bersifat membeda-bedakan). Misalnya ada
keputusan yang sama untuk setiap orang dalam kondisi hukum yang
sama.
4)
Asas larangan kesewenang-wenangan
yaitu pejabat administrasi negara
dilarang membuat keputusan yang mengabaikan pertimbangan faktor-
faktor yang sesuai dengan akal, lengkap, dan wajar. Misalnya pejabat
negara menolak meninjau kembali keputusannya yang dianggap tidak
wajar oleh masyarakat. Hal ini bisa digugat masyarakat melalui pasal
1365 KUH Perdata sebagai perbuatan penguasa yang melawan hukum.
5)
Asas larangan penyalahgunaan wewenang
yaitu larangan bagi pejabat
administrasi negara menggunakan wewenang untuk tujuan yang
menyimpang dari undang-undang.
6)
Asas bertindak cermat
yaitu pejabat administrasi negara bersikap hati-
hati dalam mengambil keputusan agar tidak merugikan masyarakat yang
bisa membatalkan keputusan tersebut.
7)
Asas Motivasi
yaitu keputusan yang diambil pejabat administrasi negara
harus berdasarkan alasan/motivasi yang cukup. Dengan demikian,
masyarakat akan memahami isi keputusan dan ditunjukan bagi siapa
keputusan tersebut.
Peraturan Perundang-udangan Nasional
119
8)
Asas perlakuan yang jujur
yaitu asas yang memberi kebebasan kepada
masyarakat untuk mencari kebenaran.
9)
Asas menanggapi pengharapan yang wajar
yaitu asas yang mengharuskan
pemerintahan untuk menimbulkan harapan-harapan pada masyarakat.
10)
Asas perlindungan atas pandangan hidup
yaitu pejabat administrasi negara
menghargai hak atas kehidupan pribadi pegawai negeri.
11)
Asas kebijakan
yaitu asas yang berkaitan dengan tugas administrasi negara
pada umumnya. Tugas administrasi negara itu ialah menyelenggarakan
kepentingan umum guna pelaksanaan peraturan perundangan.
12)
Asas penyelenggaraan kepentingan umum
yaitu asas yang mengharuskan
pejabat administrasi negara untuk bertindak aktif dan positif dalam
penyelenggaraan kepentingan umum/kepentingan sosial, bangsa dan
negara. Dalam penyelenggaraan kepentingan umum, ada batasan
terhadap kepentingan pribadi atau tidak diberikannya hak mutlak pada
hak-hak pribadi (tidak berlaku).
Terlaksananya asas-asas tersebut dalam pemerintahan dapat menum-
buhkan kewibawaan, kepercayaan, dan bersihnya aparatur negara. Selanjut-
nya adalah perlu adanya sanksi yang tegas bagi para pelaku korupsi. Hal ini
harus didukung oleh instrumen anti korupsi di Indonesia. Instrumen itu
meliputi hukum dan kelembagaan anti korupsi di Indonesia.
b. Hukum dan Kelembagaan Anti Korupsi di Indonesia
Masyarakat Indonesia mendambakan para penyelenggara negara yang
bebas dari korupsi. Oleh karena itu, pemerintah dan lembaga tinggi negara
berupaya menyusun berbagai peraturan perundang-undangan yang
mendukung penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN.
Perundang-undangan itu antara lain.
1)
UUD 1945 pasal 7B ayat (5) tentang Sanksi bagi presiden yang KKN.
2)
Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
3)
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4)
UU No.31 Tahun 2002 pasal 28 tentang Dana Partai Politik.
5)
UU No.12 Tahun 2003 pasal 137, 138, dan 139 ayat (2) tentang Politik
Uang dalam Pemilu DPRD dan DPD.
Aturan inipun ditindaklanjuti dengan penegakan hukum dan munculnya
lembaga-lembaga non-pemerintah seperti
International Corruption Watch
,
Masyarakat Transparansi Indonesia, dan Komisi Pemeriksa Kekayaan
120
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
Penyelenggara Negara (KPKPN). Para penyelenggara negara terdiri dari:
1)
Pejabat negara pada lembaga tertinggi negara.
2)
Pejabat negara pada lembaga tinggi negara.
3)
Menteri.
4)
Gubernur.
5)
Hakim.
6)
Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
7)
Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan
penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Para penyelenggara negara mempunyai hak dan kewajiban sebagai
berikut:
1)
Hak penyelenggara negara, di antaranya:
(a) Menerima gaji, tunjangan dan fasilitas lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
(b) Menyampaikan pendapat di muka umum secara bertanggung
jawab sesuai dengan wewenangnya.
(c) Menggunakan hak jawab atas setiap teguran, tindakan dari
atasannya, ancaman hukum, dan kritik masyarakat.
(d) Memperoleh hak-hak lain sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku.
2)
Kewajiban penyelenggara negara, di antaranya:
(a) Mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agamanya sebelum
memangku jabatannya.
(b) Bersedia diperiksa kekayaan sebelum, selama, dan sesudah
menjabat.
(c)
Bersedia melaporkan kekayaan sebelum dan sesudah menjabat.
(d) Melaksanakan tugas tanpa membedakan suku, agama, ras, dan
antar golongan.
(e)
Tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
(f)
Melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab, tanpa pamrih
bagi keluarga, pribadi, kelompok atau kroni, tidak melakukan
perbuatan tercela dan menolak imbalan apapun yang bertentangan
dengan undang-undang yang berlaku.
(g) Bersedia menjadi saksi dalam perkara lainnya sesuai dengan
perundangan yang berlaku.
Peraturan Perundang-udangan Nasional
121
PENGAYAAN
Dalam amandemen UUD 1945 pasal 7 B ayat (5) juga dijelaskan tentang
sanksi bagi presiden atau wakil presiden bila melakukan pelanggaran hukum,
mengkhianati negara, KKN, tindak pidana berat, perbuatan tercela dan tidak
lagi memenuhi syarat, yaitu dengan pemeriksaan oleh Mahkamah Konstitusi,
penyelenggaraan sidang paripurna oleh DPR untuk meneruskan usul
pemberitahuan presiden dan wakil presiden kepada MPR.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 terdapat beberapa sanksi
bagi para pelaku tindak pidana korupsi yaitu:
1.
Pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau
pidana denda paling sedikit 50 juta rupiah dan paling banyak 250 juta
rupiah bagi mereka yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
pegawai negeri atau penyelenggara negara berbuat atau tidak berbuat
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban. Sanksi
ini berlaku pula bagi pegawai negeri atau pejabat negara.
2.
Pidana penjara minimal 3 tahun, maksimal 15 tahun dan denda mini-
mal 150 juta rupiah, maksimal 750 juta rupiah bagi mereka yang memberi
dan menjanjikan sesuatu kepada hakim dan advokat dengan maksud
mempengaruhi putusan perkara dan mempegaruhi nasihat advokat yang
akan diberikan dalam perkara di pengadilan.
3.
Dipidana penjara seumur hidup atau paling singkat empat tahun dan
paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit 200 juta rupiah, paling
banyak satu milyar rupiah bagi:
a)
Pegawai negeri/penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji
dalam rangka melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajibannya.
b)
Hakim yang menerima hadiah atau janji yang dapat mempengaruhi
putusan perkara di pengadilan.
c)
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu
menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan
barang, seolah-olah merupakan utang pada dirinya padahal hal tersebut
bukan merupakan utang.
d)
Pegawai negeri atau penyelenggaraan negara yang pada waktu
menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang diatasnya
terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai perundang-undangan, telah
diketahui bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
122
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
e)
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang turut serta dalam
pemborongan, pengadaan atau persewaan yang pada saat dilakukan
perbuatan untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.
Dalam pelaksanaan pemilu ada sejumlah ketentuan yang berkaitan
dengan masalah dana dan politik uang. Ketentuan ini terdapat dalam UU
No.31 pasal 28 Tahun 2002. Dalam pasal tersebut terdapat lima tindak pidana
yang berhubungan dengan dana parpol, yaitu tentang sumbangan
perseorangan/perusahaan yang melebihi batas maksimal, sumbangan
BUMN/BUMD, sumbangan dari pihak asing atau memaksa orang
perusahaan untuk memberi sumbangan kepada partai politik.
Politik uang berkaitan dengan pemilu anggota DPRD, DPD, dan DPR
diatur dalam pasal 138 UU No.12 Tahun 2003. Dari tujuh tindak, secara khusus
mengancam perbuatan yang memberi/menerima dana kampanye melebihi
batas, (diatas 100 juta/perseorangan dan 750 juta/badan hukum swasta),
menerima/memberi dana kampanye dari atau kepada pihak-pihak yang
dilarang) pihak asing, pemerintah, BUMN, BUMD, pihak tanpa identitas, dan
sengaja memberi keterangan yang tidak benar dalam laporan dana kampanye
pemilu. Para pelaku yang menerima sumbangan-sumbangan tersebut,
sebagaimana pasal 78 ayat (2) dan 80 ayat (1) dapat dijatuhi sanksi pidana 4
hingga 24 bulan dan atau denda 200 juta hingga 1 milyar rupiah.
Ancaman pidana 3 hingga 18 bulan dan atau denda 600 ribu rupiah
hingga 6 juta rupiah bagi mereka yang menjanjikan imbalan untuk
memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD (pasal 137 atau 6).
Kemudian ancaman pidana 2 hingga 12 bulan dan atau denda 1 juta hingga
10 juta bagi mereka yang sengaja memberi/menjanjikan uang atau materi
lainnya kepada seseorang yang agar tidak memilih peserta pemilu tertentu,
atau menggunakan hak pilih dengan cara tertentu (pasal 139 ayat 2).
Untuk mendukung hukum dan lembaga anti korupsi penting artinya
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan negara. Hal ini tampak dalam
perilaku sebagai berikut:
1)
Masyarakat berhak menyampaikan saran secara bertanggung jawab atas
kebijakan penyelenggara negara maupun kebijakan publik.
2)
Mereka berhak mencari, memperoleh, dan memberikan informai tentang
penyelenggara negara.
3)
Berhak memperoleh pelayanan yang adil dari penyelenggara negara
(sebagai
public servant
).
Peraturan Perundang-udangan Nasional
123
KEGIATAN
3 . 2
Bentuk pratek
korupsi
Dampak
korupsi
Usaha pemberantasan korupsi oleh
:
Pers
Masyarakat
Pemerintah
Non-
Pemerintah
4)
Rakyat mempunyai hak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan hak-haknya ketika diminta hadir dalam proses penye-
lidikan, penyidikan dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi,
dan ahli sesuai perundang-undangan.
Secara tidak langsung partisipasi masyarakat tersebut mengawasi sepak
terjang para penyelenggara negara, apakah mereka bersih atau terlibat
korupsi. Kewajiban rakyat untuk peduli bila melihat perilaku korupsi, karena
korupsi akan mengakibatkan kesengsaraan rakyat dan bobroknya suatu
bangsa serta negara.
Melalui pengamatan pada masa reformasi dan studi media
masa/kepustakaan, kajilah bersama kelompok belajarmu
masalah-masalah yang berkaitan dengan praktek. Korupsi dan
upaya-upaya penyelesaiannya. Salin dan isilah hasil kajian kalian
dalam tabel berikut pada buku tulismu!
Di masyarakat
a.
b.
c.
Dalam institusi
a.
b.
c.
Dalam praktek
kenegaraan
atau pemerin-
tahan
a.
b.
c.
124
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
1.
Peraturan perundang-
undangan
2.
Grundnorms
(norma dasar)
3.
Putusan majelis
4.
Badan legislasi
5.
Lex superior derogat legi inferior
6.
Lex specialis derogat legi generali
7.
Lex posteriori derogat legi priori
8.
Raperda (rancangan peraturan
daerah)
9.
Peraturan Pemerintah
10. Undang-undang
11. Peraturan Presiden
RANGKUMAN
Kata Kunci
12. Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang
13. Kontrol sosial
14. Dialog interaktif
15.
Public servant
16. Korupsi
17. Asas-asas pemerintahan
18. Kerugian hukum
19. Kerugian politis
20. Kerugian ekonomis
21. Kerugian sosbud
22. Kerugian hankam
23. Anti korupsi
1.
Peraturan perundang-undangan
ialah setiap putusan tertulis yang dibuat,
ditetapkan, dan dikeluarkan oleh lembaga dan atau pejabat negara yang
menjalankan fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku.
2.
Perundang-undangan merupakan proses pembuatan peraturan negara
yang diawali dengan perencanaan/rancangan, pembahasan,
pengesahan, dan pengundangan peraturan.
3.
Tata urutan perundang-undangan nasional menurut UU RI Nomor 10
Tahun 2004 ialah:
a.
UUD 1945
b.
Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
c.
Peraturan Pemerintah
d.
Peraturan Presiden
e.
Peraturan Daerah
4.
Para pembentuk peraturan perundang-undangan nasional terdiri dari:
a.
MPR
Peraturan Perundang-udangan Nasional
125
b.
DPR
c.
Presiden dan para pembantunya
d.
Lembaga-lembaga negara lainnya (Badan Pemeriksa Keuangan,
Komisi Pemilihan Umum, Bank Indonesia, Mahkamah Konstitusi,
Mahkamah Agung).
5.
Kekuasaan legislatif MPR sesuai pasal 3 ayat (1) UUD 1945 ialah
mengubah dan menetapkan UUD. Perubahan UUD ditentukan dalam
UUD 1945 pasal 37.
6.
Kekuasaan DPR untuk membentuk undang-undang sesuai UUD 1945
pasal 20. Setiap RUU dibahas oleh DPR bersama presiden untuk
mendapat persetujuan bersama. Jika tidak mendapat persetujuan
bersama, maka RUU itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan
DPR masa itu.
7.
Tata cara penyelesaian RUU merupakan bagian dari materi Peraturan
Presiden No.68 Tahun 2005. Peraturan Presiden ini berisi tentang tata
cara mempersiapkan RUU, rancangan Peraturan Pemerintah pengganti
UU, rancangan Peraturan Pemerintah dan rancangan Peraturan Presiden.
Juga merupakan pelaksanaan pasal 18 ayat (3) dan pasal 24 UU No.10
Tahun 2004. (UU-P3)
8.
Proses penyelesaian RUU meliputi perancangan oleh presiden maupun
DPR. Juga pembahasan bersama oleh institusi DPR RI berhadapan
dengan pemerintah atau DPR. Prosedur pembentukan RUU dapat
diusulkan oleh DPR maupun Pemerintah.
9.
DPD sebagai pembentuk UU untuk materi yang berkaitan dengan
otonom daerah. DPD mengajukan RUU kepada DPR untuk dibahas
bersama, sebelum oleh DPR dibahas dulu bersama presiden.
10. Lembaga lain pembentuk UU misalnya BPK, KPU misalnya mengadakan
pemilu (UU No.12/2003), Bank Indonesia membuat peraturan Bank In-
donesia (UU RI No.23 Tahun 1999), Mahkamah Agung membuat
Peraturan MA dan Mahkamah Konstitusi membuat Peraturan MK.
11. DPRD berwenang membentuk peraturan daerah (perda) yang dibahas
dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama.
12. Tata cara pembentukan peraturan daerah (perda) meliputi tahap-tahap:
a.
Persiapan penyusunan rancangan peraturan daerah (raperda).
b.
Pembahasan rancangan perda.
c.
Penarikan kembali rancangan perda.
d.
Penetapan raperda menjadi perda.
126
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
13. Contoh pelaksanaan terhadap peraturan perundang-undangan:
a.
Kontrol sosial terhadap UU.
b.
Bersikap kritis terhadap perundang-undangan yang tidak
mengakomodasi aspirasi masyarakat.
c.
Mematuhi peraturan perundang-undangan di lingkungan keluarga,
masyarakat dan negara.
14. Contoh penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan adalah
korupsi. Korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang
negara untuk keuntungan pribadi.
15. Korupsi harus diberantas karena menimbulkan kerugian-kerugian
politis, ekonomis, sosial budaya, hukum, pertahanan keamanan dan
agama.
16. Usaha pemberantasan korupsi dengan:
a.
Sikap anti korupsi.
b.
Penerapan asas pemerintahan yang bersih.
c.
Pengadaan hukum dan kelembagaan anti korupsi.
17. Aturan yang mengatur pemberantasan korupsi yaitu:
a.
UUD 1945 pasal 7B ayat (5).
b.
UU No.31 Tahun 2002 pasal 28.
c.
UU No.12 Tahun 2003 pasal 137, 138, dan 139 ayat (2).
d.
UU No.28 Tahun 1999.
e.
UU No.31 Tahun 1999
18. Lembaga anti korupsi di Indonesia, yaitu:
a.
International Corruption Watch
.
b.
Masyarakat Transparansi Indonesia.
c.
Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara.
A. Tulislah salah satu jawaban yang paling tepat pada
buku tulismu!
1.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dibuat oleh
pemerintah setiap tahun harus mendapat persetujuan dari . . . .
a.
Presiden
c.
MPR
b.
Mahkamah Agung
d.
DPR
2.
Putusan majelis yang mempunyai kekuatan hukum mengikat ke luar
dan ke dalam majelis disebut . . . .
a.
kesepakatan
c.
keputusan
b.
ketetapan
d.
ketentuan
Soal-Soal Latihan
Peraturan Perundang-udangan Nasional
127
3.
Lembaga ini
tidak
termasuk lem
baga anti korupsi di Indonesia yaitu . . . .
a.
International Corruption Watch
b.
Masyarakat Transparansi Indonesia
c.
KPKPN
d.
BUMD
4.
Yang disebut sebagai organisasi sosial politik adalah . . . .
a.
LMD dan partai politik
b.
Partai Golkar dan DPR
c.
PAN, Partai Keadilan, dan PPP
d.
DPR, DPRD I, dan DPRD II
5.
Berikut adalah tugas dari MPR,
kecuali
. . . .
a.
menetapkan Undang-Undang Dasar
b.
menetapkan GBHN
c.
memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden
d.
meminta pertanggungjawaban presiden pada akhir masa
jabatannya
6.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama pada hakikatnya adalah . . . .
a.
menghayati kehidupan masyarakat
b.
mengamalkan jiwa demokrasi Pancasila
c.
sesuai dengan hati nurani manusia
d.
mempertinggi harkat dan martabat manusia
7.
Perbedaan musyawarah dan suara terbanyak adalah . . . .
a.
musyawarah mewakili yang lemah, suara terbanyak mewakili
golongan
b.
musyawarah mewakili semua pihak, suara terbanyak mewakili
golongan
c.
musyawarah ada paksaan, suara terbanyak tidak ada paksaan
d.
musyawarah lambat, suara terbanyak cepat
8.
Berikut yang
tidak
termasuk alat-alat kelengkapan Majelis adalah . . . .
a.
Komisi Majelis
c.
Pimpinan Majelis
b.
Panitia Ad Hoc Majelis
d.
Badan Pekerja Majelis
9.
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 6 ayat (2) tugas pokok MPR adalah . . . .
a.
menetapkan tata tertib MPR dalam sidang umum
b.
memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden
c.
mengubah undang-undang dasar jika dianggap perlu
d.
menetapkan undang-undang dasar dan peraturan lain
128
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
10. MPR melaksanakan tugas-tugasnya untuk kepentingan rakyat karena
MPR . . . .
a.
merupakan lembaga tertinggi negara
b.
seluruhnya dipilih oleh rakyat dalam Pemilu
c.
melakukan sepenuhnya kedaulatan rakyat
d.
merupakan lembaga permusyawaratan rakyat
11. Penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain
disebut . . . .
a.
korupsi
b.
nepotisme
c.
kolusi
d.
pencucian uang (
money laundry
)
12. Asas yang menyatakan bahwa pejabat administrasi negara harus berhati-
hati dalam pengambilan keputusan ialah . . . .
a.
asas bertindak cermat
b.
asas kesamaan
c.
asas motivasi
d.
asas keseimbangan
13. Undang-undang yang mengatur tentang penyelenggaraan negara yang
bebas dari KKN ialah . . . .
a.
UU No.3 Tahun 1999
b.
UU No.22 Tahun 1999
c.
UU No.28 Tahun 1999
d.
UU No.39 Tahun 1999
14. Beberapa asas peraturan perundang-undangan antara lain,
kecuali
. . . .
a.
undang-undang tidak berlaku surut
b.
undang-undang itu dicabut oleh instansi yang lebih tinggi
c.
undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-
undang yang bersifat umum
d.
undang-undang tidak dapat diganggu gugat
15. Untuk menjalankan undang-undang, Presiden membuat . . . .
a.
Keputusan Presiden
b.
Peraturan Pemerintah
c.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
d.
Instruksi Presiden
Peraturan Perundang-udangan Nasional
129
16. Usaha yang tidak menunjukkan pencapaian pemerintah yang bersih dan
berwibawa adalah . . . .
a.
pemberantasan KKN
b.
penegakan supremasi hukum
c.
penyampaian upeti bagi pejabat
d.
pemeriksaan kekayaan pejabat
17. Salah satu kerugian ekonomis dari perilaku KKN ialah . . . .
a.
tidak berjalannya proses partisipasi masyarakat dalam sistem
pemerintahan
b.
pembengkakan anggaran belanja negara dan daerah
c.
profesionalisme masyarakat kurang dihargai
d.
penyalahgunaan wewenang oleh alat negara
18. Peraturan perundangan setingkat lebih rendah dari undang-undang
ialah . . . .
a.
Ketetapan MPR
b.
Peraturan Pemerintah
c.
Keputusan Presiden
d.
Peraturan Daerah
19. Pada proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Tingkat IV akan
mendengar pendapat . . . .
a.
Presiden
b.
Fraksi-fraksi
c.
Pengusul RUU
d.
Komisi-komisi
20. Menurut UU No.10 Tahun 2004, urutan perundangan Republik Indone-
sia yang tertinggi ialah . . . .
a.
Peraturan Pemerintah
b.
Undang-Undang Dasar 1945
c.
Undang-Undang
d.
Keputusan Presiden
21. Yang menjadi landasan filosofis dalam pembuatan segala peraturan
negara Republik Indonesia ialah . . . .
a.
Pancasila
b.
Pembukaan UUD 1945
c.
UUD 1945
d.
Ketetapan MPR
130
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
22. Berikut ini
bukan
merupakan bentuk kerja sama antara presiden dengan
DPR dalam bidang legislatif, yaitu . . . .
a.
Hak presiden untuk mengajukan RUU kepada DPR
b.
Peraturan Pemerintah harus mendapat persetujuan DPR dalam
persidangan yang berikutnya.
c.
RAPBN yang diajukan presiden dibahas bersama DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPR.
d.
DPR mengawasi pelaksanaan roda-roda pemerintahan yang
dilaksanakan oleh presiden
23. Sikap patuh terhadap perundang-undangan di lingkungan sekolah
tampak dalam kegiatan . . . .
a.
menggunakan fasilitas keluarga dengan tertib
b.
menghargai tata cara adat kebiasaan setempat
c.
memelihara kekayaan negara
d.
berpakaian seragam sekolah sesuai peraturan yang berlaku
24. Bentuk sikap kritis terhadap perundang-undangan yang tidak
mengakomodasi aspirasi masyarakat, ialah . . . .
a.
melakukan dialog dan musyawarah antara kelompok masyarakat
dan DPR
b.
melakukan sikap anarkis dalam berunjuk rasa
c.
menghujat para pembuat kebijakan dalam media masa
d.
melakukan pendekatan secara kekeluargaan dengan para pejabat
Tata Usaha Negara
25. Badan yang menyiapkan usul RUU dan usul-usul inisiatif dari DPR,
komisi dan gabungan komisi ialah . . . .
a.
Komisi dan Subkomisi
b.
Badan Legislasi
c.
Badan Urusan Rumah Tangga
d.
Dewan Kehormatan
B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan
benar pada buku tulismu!
1.
Apa yang dimaksud dengan perundang-undangan nasional?
2.
Jelaskan tata cara pembentukan perda!
3.
Sebutkan tugas dan wewenang MPR sebagai badan legislatif!
4.
Sebutkan tugas DPR sebagai badan legislatif!
Peraturan Perundang-udangan Nasional
131
5.
Jelaskanlah dengan bagan, prosedur pembentukan RUU yang diusulkan
DPR!
6.
Sebutkan alat kelengkapan DPR!
7.
Sebutkan para penyelenggara negara yang kekayaannya dapat diperiksa
oleh KPKPN?
8.
Jelaskan kerja sama antara DPR dan Presiden dalam perundang-
undangan!
9.
Jelaskan mengapa dalam pembuatan peraturan perundang-undangan
masyarakat perlu dilibatkan!
10. Jelaskan apa pengertian konsiderans dan diktum dalam suatu undang-
undang?
11. Jelaskan apa konsekuensi bila para pejabat negara dan pemimpin politik
bertindak korupsi!
12. Upaya-upaya pemberantasan korupsi bisa dilakukan siapa saja. Berikan
masing-masing satu contoh yang dilakukan oleh:
a.
Masyarakat pendidikan/akademis
b.
Masyarakat luas
c.
Pemerintah
d.
Lembaga non-pemerintah
e.
Media masa
13. Berikan masing-masing satu contoh kerugian akibat korupsi di bidang:
a.
Politik
b.
Hukum
c.
Ekonomi
d.
Sosial budaya
e.
Hankam dan agama
14. Apa sanksi bagi pejabat negara yang melakukan korupsi?
15. Sebutkan lembaga-lembaga anti korupsi di Indonesia!
16. Bagaimana hukum memberi sanksi terhadap para koruptor?
C. Diskusikanlah
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut, ditulis pada buku tulismu!
1.
Ketika di masyarakat sekitarmu terdapat kebijakan/peraturan yang
kurang kalian setuju, apa yang akan kamu lakukan untuk menyikapi
masalah itu? Mengapa demikian?
2.
Di sekolah ada organisasi siswa intra sekolah (OSIS)
132
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
a)
Menurut pendapatmu, sudahkah OSIS di sekolahmu berperan seba-
gai wahana penyalur aspirasi siswa?
b)
Menurut pendapatmu, bagaimana menata OSIS agar lebih berperan
sebagai wahana kreativitas dan penyalur aspirasi siswa serta
bermanfaat betul bagi siswa?
3.
Apa yang akan kamu lakukan jika terdapat peraturan yang telah dibuat
oleh lembaga yang berwenang, nyata-nyata sama sekali tidak pernah
dilakukan oleh masyarakat maupun oleh lembaga itu sendiri?
4.
Jelaskan bagaimana akibatnya dalam kehidupan masyarakat bila:
a)
Tidak ada sikap kritis terhadap perundang-undangan yang tidak
mengakomodasi aspirasi masyarakat.
b)
Tidak ada kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku.
D. Tes Unjuk Kerja
1.
Buatlah pada buku tulismu bagan/skema pelaksanaan pemilihan ketua
OSIS di sekolahmu! Jelaskan pula landasan peraturan yang mengatur
tentang proses pemilihan tersebut!
2.
Melalui studi kepustakaan buatlah kliping pada buku tulismu tentang
bentuk (contoh) format dari suatu:
a)
Undang-undang RI
d) Peraturan Daerah
b)
Peraturan Pemerintah RI
e)
Surat Keputusan
c)
Peraturan Presiden
Soal-Soal Akhir Semester 1
133
A. Tulislah salah satu jawaban yang paling tepat pada
buku tulismu!
1.
Yang harus terkandung dalam suatu pandangan/ideologi suatu bangsa
adalah pernyataan yang terkandung pada kolom . . . .
a.
A
c.
C
b.
B
d.
D
2.
Inti ajaran liberalisme bertitik tolak dari paham . . . .
a.
sosialis
c.
kekeluargaan
b.
individualis
d.
keadilan
3.
Pengaruh yang cukup kuat dari ideologi liberal terhadap ideologi bangsa
Indonesia adalah lahirnya konsep tentang masyarakat . . . .
a.
beragama
c.
sipil (
civil society
)
b.
beradab
d.
adil dan makmur
4.
Ideologi yang memandang bahwa manusia pada hakikatnya merupakan
makhluk sosial adalah paham . . . .
a.
nasionalisme
c.
fasisme
b.
liberalisme
d.
sosialisme
5.
Pokok pikiran utama dalam Pembukaan UUD 1945 adalah . . . .
a.
Pemerintah memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar
b.
Negara akan mewujudkan kesejahteraan bangsa Indonesia
c.
Negara menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan
d.
Pemerintah menyelenggarakan kesejahteraan bagi rakyat
6.
Pengorganisasian pemerintah dan masyarakat secara totaliter oleh
kediktatoran satu partai adalah . . . .
a.
ideologi liberal
c.
ideologi komunis
b.
ideologi Islam
d.
ideologi fasis
?
Soal-Soal Akhir Semester 1
Konsep dasar
bangsa Kesepakatan
luhur bangsa
Kristalisasi bangsa
Cita-cita bangsa
diyakini
kebenarannya
Diyakini
kebenarannya
Kesepakatan
golongan Intimidasi
politik
Tujuan bangsa
Kehidupan yang
ideal Kebutuhan
bangsa
Institusionalisasi
bangsa Kehendak elit
politik Pedoman
golongan tertentu
Harapan kehidupan
bangsa
Kristalisasi agama
berakar pada nilai
budaya bangsa
Cita-cita bangsa
Sekulerisme
Militerisme
Intimidasi ekonomi
Kehendak golongan
elit
Kristalisasi budaya
AB C
D
134
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
7.
Pancasila memiliki nilai-nilai luhur yang dapat menumbuhkan nilai moral
dan budi pekerti luhur pada kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena
itu, kewajiban kita sebagai warga negara yang sangat penting adalah . . .
a.
menghafalkan rumusan Pancasila
b.
membandingkan dengan ideologi bangsa lain
c.
menghayati dan mengamalkannya dalam kehidupan
d.
menyebarluaskan ideologi Pancasila
8.
Pembangunan harus terus berlangsung, walaupun pemerintahan silih
berganti, sebab tujuan nasional bangsa hanya akan dapat dicapai melalui
. . . .
a.
amanat penguasa negara
c.
pembangunan nasional
b.
cita-cita orde lama
d.
harapan setiap partai politik
9.
Jiwa Pancasila digali dan dikembangkan untuk dijadikan sebagai . . . .
a.
lambang negara
c.
semboyan bangsa
b.
dasar negara
d.
kepribadian bangsa
10. Contoh negara yang menganut ideologi komunis adalah . . . .
a.
Amerika Serikat
c.
Saudi Arabia
b.
Korea Utara
d.
Jerman
11. Pancasila berakar pada nilai-nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh
seluruh rakyat Indonesia, merupakan pengertian Pancasila sebagai . . . .
a.
jiwa bangsa Indonesia
c.
pandangan hidup bangsa
b.
kepribadian bangsa
d.
sumber tertib hukum bangsa
12.
Yang merupakan ciri dari ideologi Pancasila adalah . . . .
a.
A
c.
C
b.
B
d.
D
13. Perhatikan rumusan Pancasila berikut ini!
1)
Peri Kebangsaan
2)
Peri Kemanusiaan
3)
Peri Ketuhanan
•
Nasionalisme
ditolak
•
Kepentingan
negara
•
Keputusan
ditangan partai
•
HAM
diabaikan
•
Nasionalisme
dijunjung tinggi
•
Kepentingan
seluruh rakyat
•
Keputusan hasil
musyawarah
•
HAM dilindungi
ª
Nasionalisme
diabaikan
•
Kepentingan
mayoritas
•
Keputusan
melalui voting
•
HAM
dijunjung
mutlak
•
Nasionalisme
ekslusif
•
Mengandalkan
kekuatan
militer
•
Keputusan
penguasa
tunggal
•
HAM diabaikan
AB C D
Soal-Soal Akhir Semester 1
135
4)
Peri Kerakyatan
5)
Kesejahteraan Sosial (Keadilan Sosial)
Rumusan Pancasila di atas dikemukakan oleh . . . .
a.
Ir. Soekarno
c.
Bung Hatta
b.
Mr. Muh. Yamin
d.
Prof. Soepomo
14. Maksud dan tujuan dirumuskannya Pancasila adalah . . . .
a.
untuk dijadikan sebagai pembanding ideologi lain
b.
untuk dijadikan sebagai kerangka hukum di Indonesia
c.
untuk dijadikan sebagai dasar negara dan ideologi nasional bangsa
d.
untuk dijadikan sebagai alat penegak hukum di Indonesia
15. Perhatikan pernyataan berikut ini!
1)
Dapat bersaing dengan negara lain.
2)
Membentuk identitas bangsa.
3)
Mengatasi berbagai konflik.
4)
Pembentuk solidaritas yang tinggi.
5)
Menjadi negara yang kuat.
Fungsi ideologi bagi suatu bangsa adalah . . . .
a.
1, 2, dan 3
c.
3, 4, dan 5
b.
2, 3, dan 4
d.
1, 3, dan 5
16. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dipergunakan sebagai . . . .
a.
penyelenggaraan pemerintahan negara
b.
sistem nilai yang ideal
c.
petunjuk dan pedoman kehidupan bangsa
d.
penentu tujuan negara Indonesia
17. Fungsi Pancasila untuk memberikan orientasi kedepan mengharuskan
bangsa Indonesia selalu menyadari situasi kehidupan yang sedang
dihadapinya. Pernyataan ini merupakan pengertian ideologi Pancasila
sebagai ideologi . . . .
a.
terbuka
c.
persatuan
b.
tertutup
d.
pembangunan
18. Yang
bukan
merupakan suatu ideologi bangsa adalah . . . .
a.
memberi arah dan tujuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
b.
merupakan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara
c.
menjadi dasar dalam pengambilan keputusan pihak penguasa
d.
prinsip-prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara
19. Diantara nilai-nilai yang terkandung dalam sila keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia adalah . . . .
136
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
a.
warga masyarakat mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang
sama
b.
mengakui persamaan derajat antarsesama manusia sebagai asas
kebersamaan
c.
mengutamakan kesanggupan dan kerelaan untuk kepentingan
bangsa dan negara
d.
memupuk sikap saling menghormati dan bersikap mewujudkan
kebersamaan
20. Kedudukan Pancasila menurut UU RI No.10 Tahun 2004 adalah . . . .
a.
sebagai pandangan hidup bangsa
b.
sebagai sumber hukum dasar nasional
c.
sebagai dasar negara
d.
sebagai kepribadian bangsa
21. Bentuk negara pada masa pemerintahan UUDS 1950 ialah . . . .
a.
Negara Kesatuan
c.
Negara Kerajaan
b.
Negara Serikat
d.
Negara Federal
22. Sistem pemerintahan yang berlaku pada masa UUDS 1950 ialah . . . .
a.
presidensial
c.
kerajaan
b.
parlementer
d.
otoriter
23. Dalam sistem kebinet presidensial, para menteri pembantu presiden
bertanggung jawab kepada . . . .
a.
parlemen
c.
DPR
b.
presiden
d.
MPR
24. Berikut ini tidak termasuk kesepakatan dasar dalam perubahan UUD
1945 yaitu . . . .
a.
presiden, MPR, DPR, DPA, BPK, dan MA
b.
presiden, MPR, DPR, DPD, BPK, dan kekuasaan kehakiman
c.
parlemen, Mahkamah Agung, presiden, Dewan Pengawas Keuangan,
dan konstituante
d.
presiden, parlemen, MA, konstituante
25. Berikut ini yang
tidak
termasuk kesepakatan dasar dalam perubahan UUD
1945 yaitu . . . .
a.
tidak mengubah Pembukaan UUD 1945
b.
mempertegas sistem presidensial
c.
tidak mempertahankan negara kesatuan
d.
penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif masuk kedalam
pasal-pasal
Soal-Soal Akhir Semester 1
137
26. Perhatikan pernyataan berikut ini!
1)
Presiden dan wakil presiden merupakan satu institusi.
2)
Para menteri bertanggung jawab kepada parlemen.
3)
Para menteri diangkat, diberhentikan, dan bertanggung jawab
kepada presiden
4)
Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
Urutan yang menunjukkan sistem pemerintahan presidensial ialah . . . .
a.
1-3-4
c.
2-3-4
b.
1-2-4
d.
1-2-3
27.
“Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya satu kali
masa jabatan.”
Bunyi uraian tersebut merupakan isi UUD 1945 pasal . . . .
a.
7
c.
7B
b.
7 ayat (3)
d.
6
28. Berlakunya demokrasi liberal, merupakan penyimpangan terhadap UUD
1945. Hal ini terjadi pada masa . . . .
a.
UUDS 1950
c.
Konstitusi RIS
b.
awal kemerdekaan
d.
Perubahan UUD 1945
29. Presiden membubarkan DPR hasil pemilu karena DPR menolak APBN.
Hal ini merupakan bentuk penyimpangan konstitusi pada masa . . . .
a.
Orde Lama
c.
reformasi
b.
Orde Baru
d.
awal kemerdekaan
30. Munculnya pola monopoli merupakan penyimpangan Orde Baru di
bidang . . . .
a.
politik
c.
hukum
b.
ekonomi
d.
hankam
31. Keputusan yang diambil pejabat administrasi negara tidak diskriminatif
(bersifat membeda-bedakan), merupakan salah satu asas pemerintahan
yaitu . . . .
a.
asas kesamaan
c.
asas kepastian hukum
b.
asas keseimbangan
d.
asas motivasi
32.
Bidang
Kerugian
A.
Ekonomis
1.
Kesenjangan sosial
B.
Politik
2.
Ketidakrukunan antarumat
C.
Hankam dan agama
3.
Pelecehan hukum
D.
Sosial budaya
4.
Penggelumbungan dana
138
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP dan MTs
Pasangan yang tepat dari tabel di atas, sebagai dampak korupsi ialah . . .
a.
A - 2
c.
D - 4
b.
B - 3
d.
C - 1
33. Contoh perilaku patuh terhadap peraturan perundang-undangan di
lingkungan keluarga ialah . . . .
a.
menggunakan fasilitas keluarga dengan tertib
b.
taat dan tepat waktu membayar pajak
c.
menjaga rahasia negara
d.
mengenakan pakaian seragam sekolah sesuai dengan peraturan
34. Bab, bagaian, pasal, dan ayat dalam suatu sistematika undang-undang
disebut . . . .
a.
konsiderans
c.
isi undang-undang
b.
diktum
d.
kepala surat
35. Dalam tingkat pembicaraan RUU dari pemerintah, pemandangan umum,
fraksi terhadap RUU, dilakukan pada pembicaraan Tingkat . . . .
a.
I
b.
II
c.
III
d.
IV
36. Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR merupakan bunyi UUD
1945 pasal . . . .
a.
5 ayat (1)
c.
22 ayat (2)
b.
20 ayat (2)
d.
22 ayat (3)
37. Peraturan Mahkamah Agung dibuat oleh . . . .
a.
Mahkamah Agung
c.
DPR
b.
Mahkamah Konstitusi
d.
MPR
38. Hak DPR untuk mengadakan perubahan terhadap usul RUU yang
diajukan pemerintah (presiden) disebut . . . .
a.
hak amandemen
c.
hak budget
b.
hak inisiatif
d.
hak angket
39. Tata urutan perundang-undangan nasional dengan susunan UUD 1945 -
UU/Perpu - Peraturan Pemerintah - Peraturan Presiden - Peraturan
Daerah. Hal ini sesuai dengan . . . .
a.
Tap MPR RI No.III/MPR/2000 c.
UU RI Nomor 10 Tahun 2004
b.
Tap MPRS No.XX/MPRS/1965 d.
UU RI Nomor 32 Tahun 2004
40. Peraturan Pemerintah ditetapkan oleh presiden untuk menjalankan . . . .
a.
Peraturan Presiden
c.
Undang-undang
b.
Peraturan Daerah
d.
UUD 1945