Gambar Sampul SEJARAH · Bab 2 Perang Melawan Kolonianisme dan Imprialisme
SEJARAH · Bab 2 Perang Melawan Kolonianisme dan Imprialisme
Sardiman AM, dan Amurwani Dwi

24/08/2021 13:52:29

SMA 11 K-13 revisi 2017

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

69

Sejarah Indonesia

BAB 2

P

erang

M

elawan

K

olonialisme dan Imperialisme

Untuk mentjapai kemerdekaan kita, kita harus bersatu,

Untuk mentjapai kemerdekaan kita, kita harus membinasakan imperialisme dan

kapitalisme

H.A. Notosoetardjo -Bung Karno dihadapan Pengadilan Kolonial (1963)

B

angsa Indonesia memang cinta perdamaian, tetapi tentu lebih cinta

kemerdekaan, karena secara fitrah setiap orang diciptakan oleh Tuhan

Yang Maha Esa memiliki hak kemerdekaan dan kedaulatan. Kedaulatan

itu baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat dan bangsa. Oleh

karena itu, sudah selayaknya sesuai dengan fitrah maka setiap bentuk

dominasi asing dan penjajahan harus kita lawan. Jiwa dan semangat untuk

melawan setiap bentuk penjajahan ini seharusnya ada pada diri setiap warga

Indonesia. Banyak orang mengatakan dalam arti politik secara formal kita

sudah merdeka tetapi banyak kritik dilontarkan bahwa kita masih mengalami

“penjajahan” dalam bidang ekonomi dan kebudayaan dalam arti kurang

memiliki kemandirian. Oleh karena itu, dengan segala upaya kita harus

memperjuangkan kemandirian dan kedaulatan di bidang ekonomi dan

kebudayaan. Dalam berjuang untuk memperkuat kemandirian itu, kita perlu

meneladani atau mencontoh semangat juang para pendahulu kita, misalnya

para pahlawan yang telah berjuang melawan penjajahan, keserakahan

kolonialisme, dan imperialisme. Pada bab ini kita akan belajar tentang sejarah

perjuangan rakyat dan para tokoh pejuang Indonesia pada kurun waktu

sekitar abad ke-16 sampai dengan abad ke-20.

70

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

PERJUANGAN MELAWAN

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME

Perang Melawan

Hegemoni dan

Keserakahan Kongsi

Dagang

Perang Melawan

Penjajahan Belanda

Berawal dari Kekejaman penjajah:

Praktik diskriminasi dan ketidakadilan, terjadilah penderitaan rakyat

PETA KONSEP

71

Sejarah Indonesia

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari uraian ini, diharapkan kamu dapat:

1. Menganalisis perang melawan keserakahan dan kekuasaan kongsi

dagang.

2. Menganalisis perang melawan penjajahan Belanda

3. Menghargai jasa pahlawan di tingkat nasional dan daerah.

ARTI PENTING

Belajar sejarah perang melawan penjajahan dan kezaliman kolonialisme

dan imperialisme ini sangat penting. Dengan menghayati semangat

juang rakyat dan para tokoh pendahulu kita dapat mengambil nilai-

nilai kejuangan mereka untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

72

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan Perlawanan), 2012.

Gambar 2.1

Ilustrasi kapal-kapal VOC yang berlayar menuju Nusantara.

A.

P

erang Melawan Hegemoni dan Keserakahan Kongsi

Dagang

Mengamati Lingkungan

Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan Perlawanan), 2012.

Gambar 2.1

Ilustrasi kapal-kapal VOC yang berlayar menuju Nusantara.

73

Sejarah Indonesia

Gambar 2.2

Ilustrasi pertempuran Sultan Ageng Tirtayasa melawan VOC

Sumber: diambil dari https://www.google.co.id/search= perang +Sultan Ageng, 30-1-2016 Indonesia

Dalam Arus Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan Perlawanan), 2012

.

»

Coba amati gambar di atas dan halaman sebelumnya!

* Coba kamu buat beberapa pertanyaan terkait dengan

gambar tersebut!

* Kira-kira kesan dan pelajaran apa yang Kamu peroleh

dengan mencermati dua gambar di atas?

Ilustrasi atau gambar di atas menunjukkan adanya sebuah perlawanan bangsa

Indonesia terhadap kezaliman kaum kolonialis dan imperialis, penjajahan

bangsa Eropa di Indonesia. Gambar di atas melukiskan kapal-kapal Belanda

yang menuju Indonesia. Kemudian gambar ke-2 menunjukkan ilustrasi

tentang salah satu situasi perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa melawan VOC

di Banten. Gambar ketiga gambar tokoh Pangeran Nuku dari Tidore untuk

melawan kekejaman kompeni Belanda. Sungguh heroik perlawanan rakyat

Kepulauan Maluku dan sekitarnya di bawah pimpinan Pangeran Nuku. Dari

74

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

pulau yang satu ke pulau yang lain Nuku

berhasil menggerakkan berbagai lapisan

kekuatan baik dari bangsawan maupun

rakyat untuk melawan kezaliman Belanda.

Politik

devide et impera

pun mulai diterapkan

oleh Belanda, tetapi Nuku tidak terpengaruh,

tetap teguh dan satu niat untuk melawan

penjajah. Dengan dukungan para penguasa

dari Papua dan Halmahera, bahkan juga

Inggris, pasukan Nuku semakin berjaya.

Belanda harus mengakui keunggulan Sultan

Nuku. Di masa Pangeran Nuku inilah Tidore

memperoleh kembali kemerdekaannya

dan terus bertahan sampai Sultan Nuku

meninggal dunia.

1)

Nah, apa kamu tahu siapa Pangeran Nuku itu?

2)

Mengapa Nuku melancarkan perlawanan terhadap Belanda?

3)

Bagaimana wujud politik

devide et impera

Belanda dalam

memerangi Nuku?

4)

Nuku berjuang tidak sendirian, tetapi keberhasilan Nuku karena

kerja sama antarkekuatan masyarakat. Coba tunjukkan

kebersamaan yang dibangun Sultan Nuku sehingga

berhasil memulihkan kedaulatan Tidore dan sekitarnya.

Uraian di atas menunjukkan salah satu perlawanan terhadap keserakahan

dan kekejaman kekuatan kongsi dagang asing yang melakukan monopoli dan

menjajah bumi Nusantara ini. Kekuatan penjajahan itu telah merendahkan

martabat bangsa dan membuat penderitaan rakyat, sehingga perlawanan

itu terjadi di berbagai daerah. Berikut ini akan kita pelajari tentang berbagai

perlawanan untuk melawan keserakahan VOC.

Sumber: Indonesia Dalam Arus

Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan

Perlawanan). 2012.

Gambar 2.3

Pangeran Nuku.

75

Sejarah Indonesia

1. Aceh Versus Portugis dan VOC

Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, justru membawa

hikmah bagi Aceh. Banyak para pedagang Islam yang mengalihkan kegiatan

perdagangannya dari Malaka ke Aceh. Dengan demikian, perdagangan di

Aceh semakin ramai. Hal ini telah mendorong Aceh berkembang menjadi

bandar dan pusat perdagangan. Kerajaan Aceh muncul sebagai kekuatan

baru, yang berhasil menguasai daerah perdagangan seperti di pantai timur

Sumatera sebelah utara. Bahkan Aceh kemudian mampu mengendalikan

pusat-pusat perdagangan di pantai barat Sumatera, seperti di Barus, Tiku,

dan Pariaman. Pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Ri’ayat al-Kahar

(1537-1568) terkenal sebagai tokoh yang meng-aceh-kan kawasan pantai

barat Sumatera.

Tampilnya Aceh sebagai kekuatan ekonomi dan politik di kawasan pantai

Sumatera Barat dan pantai timur Sumatera, sangat disegani oleh pedagang-

pedagang asing. Pedagang-pedagang asing seperti dari Perancis, Inggris,

Belanda kalau ingin berdagang di wilayah pantai barat Sumatera dan tempat-

tempat lain yang menjadi daerah kekuasaan Aceh harus minta izin kepada

Aceh.

Perkembangan Aceh yang begitu pesat ini dipandang oleh Portugis sebagai

ancaman. Oleh karena itu, Portugis berupaya untuk menghancurkan Aceh.

Pada tahun 1523 Portugis melancarkan serangan ke Aceh. Kembali Portugis

tahun berikutnya melancarkan serangan ke Aceh. Beberapa serangan

Portugis ini mengalami kegagalan. Portugis terus mencari cara untuk

melemahkan posisi Aceh sebagai pusat perdagangan. Kapal-kapal Portugis

selalu mengganggu kapal-kapal dagang Aceh dimanapun berada. Tindakan

Portugis ini tidak dapat dibiarkan. Aceh yang ingin berdaulat dan tetap

dapat mengendalikan perdagangan di beberapa pelabuhan penting di

Sumatera, merencanakan untuk melakukan perlawanan. Sebagai persiapan

Aceh melakukan langkah-langkah antara lain:

1)

melengkapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan, meriam

dan prajurit;

2)

mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara dan beberapa

ahli dari Turki pada tahun 1567; dan

3)

mendatangkan bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara.

Memahami Teks

76

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

Setelah berbagai bantuan berdatangan, Aceh segera melancarkan serangan

terhadap Portugis di Malaka. Portugis harus bertahan mati-matian di Benteng

Formosa. Portugis harus mengerahkan semua kekuatannya sehingga

serangan Aceh ini dapat digagalkan. Sebagai tindakan balasan pada tahun

1569 Portugis balik menyerang Aceh, tetapi serangan Portugis di Aceh ini

juga dapat digagalkan oleh pasukan Aceh.

Sementara itu, para pedagang Belanda juga ingin mendapatkan keuntungan

dengan berdagang di pantai barat Sumatera, bahkan kalau perlu dapat

melakukan monopoli. Oleh karena itu, VOC harus bersaing dengan Portugis

dan harus mendapat izin dari Aceh.

Padahal Aceh dikenal anti terhadap

dominasi dan para pedagang asing. Terkait dengan ini para pedagang

Belanda melalui Pangeran Maurits pernah berkirim surat kepada Raja

Aceh, Alauddin tertanggal 23 Agustus 1601. Dalam surat dipenuhi dengan

kata-kata sanjungan dan puji-pujian kepada Sultan Alauddin dan rakyat

Aceh. Dalam surat itu juga dicantumkan kata-kata yang menjelek-jelekkan

Portugis, dan juga dicantumkan tawaran bantuan untuk mengusir orang-

orang Portugis. Surat itu kemudian ditutup dengan kalimat:

Mencium

tangan Yang Mulia, dari hamba, Maurits de Nassau

Pada waktu utusan

Pangeran Maurits itu menyerahkan surat tersebut juga disertai dengan

sejumlah hadiah dan hantaran (Uka Tjandrasasmita, “Persaingan di Pantai

Barat Sumatera: dalam buku Indonesia dalam Arus Sejarah, 2012). Dengan

surat ini ternyata Sultan Aceh yang kebetulan sedang bermusuhan dengan

Portugis, dapat menerima kehadiran para pedagang Belanda. Bahkan pada

tahun 1607 Aceh memberikan izin kepada VOC untuk membuka loji di Tiku

di pantai Barat Sumatera.

»

Nah, bagaimana penilaian kamu tentang surat Belanda

terhadap Sultan Aceh? Benarkah hal itu berangkat dari sebuah

kejujuran dan kata hati, ataukah memiliki tujuan-tujuan yang

lebih jauh, coba beri penjelasan!

Apapun yang terjadi, rakyat Aceh dan para pemimpinnya tetap memiliki

pendirian dan semangat untuk terus berdaulat dan menentang dominasi

orang asing. Oleh karena itu, jiwa dan semangat juang untuk mengusir

Portugis dari Malaka tidak pernah padam. Pada masa pemerintahan Sultan

Iskandar Muda (1607-1639), semangat juang mempertahankan tanah air

dan mengusir penjajahan asing semakin meningkat. Bahkan pada masa

77

Sejarah Indonesia

pemerintahan Iskandar Muda ini mulai memutuskan hubungan dan menolak

kehadiran VOC. Iskandar Muda adalah raja yang gagah berani dan bercita-

cita untuk mengenyahkan penjajahan asing, termasuk mengusir Portugis dari

Malaka. Iskandar Muda juga menentang kesewenang-wenangan VOC yang

sudah berkuasa di Batavia.

Dalam rangka melawan Portugis di Malaka, Sultan Iskandar Muda berusaha

untuk melipatgandakan kekuatan pasukannya. Angkatan lautnya diperkuat

dengan kapal-kapal besar yang dapat mengangkut 600-800 prajurit.

Pasukan kavaleri dilengkapi dengan kuda-kuda dari Persia bahkan, Aceh

juga menyiapkan pasukan gajah dan milisi infanteri. Sementara itu untuk

mengamankan wilayahnya yang semakin luas meliputi Sumatera Timur dan

Sumatera Barat, ditempatkan para pengawas di jalur-jalur perdagangan.

Para pengawas itu ditempatkan di pelabuhan-pelabuhan penting seperti di

Pariaman. Para pengawas itu umumnya terdiri para panglima perang.

Setelah mempersiapkan pasukannya, pada tahun 1629 Iskandar Muda

melancarkan serangan ke Malaka. Menghadapi serangan kali ini Portugis

sempat kewalahan. Portugis harus mengerahkan semua kekuatan tentara

dan persenjataan untuk menghadapi pasukan Iskandar Muda. Namun,

serangan Aceh kali ini juga belum berhasil mengusir Portugis dari Malaka.

Hubungan Aceh dan Portugis semakin memburuk. Bentrokan-bentrokan

antara kedua belah pihak masih sering terjadi, tetapi Portugis tetap tidak

berhasil menguasai Aceh dan begitu juga Aceh tidak berhasil mengusir

Portugis dari Malaka. Portugis dapat diusir dari Malaka oleh VOC pada tahun

1641, setelah VOC bersekutu dengan Kesultanan Johor

.

»

Nah, mengapa VOC harus mengusir Portugis dari Malaka, apa

alasannya? Bagaimana konflik antara VOC dengan

Aceh?

Dapatkah Aceh mengusir Belanda dari Malaka. Coba diskusikan

bersama anggota kelompok. Kamu dapat membaca dari buku-

buku sejarah yang sudah ada.

2. Maluku Angkat Senjata

Portugis berhasil memasuki Kepulauan Maluku pada tahun 1521. Mereka

memusatkan aktivitasnya di Ternate. Tidak lama berselang orang-

orang Spanyol juga memasuki Kepulauan Maluku dengan memusatkan

kedudukannya di Tidore. Terjadilah persaingan antara kedua belah pihak.

78

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

Persaingan itu semakin tajam setelah Portugis berhasil menjalin persekutuan

dengan Ternate dan Spanyol bersahabat dengan Tidore. Semua ini tidak

terlepas dari ambisi bangsa-bangsa Barat untuk menguasai perdagangan

dan menanamkan kekuasaannya di Maluku. Mereka sering memanfaatkan

kelemahan kaum pribumi termasuk memanfaatkan intrik-intrik yang

membuat perpecahan di lingkungan istana.

Pada tahun 1529 terjadi perang antara Tidore melawan Portugis. Penyebab

perang ini karena kapal-kapal Portugis menembaki jung-jung dari Banda yang

akan membeli cengkih ke Tidore. Tentu saja Tidore tidak dapat menerima

tindakan armada Portugis. Rakyat Tidore angkat senjata. Terjadilah perang

antara Tidore melawan Portugis. Dalam perang ini Portugis mendapat

dukungan dari Ternate dan Bacan. Akhirnya Portugis mendapat kemenangan.

Dengan kemenangan ini Portugis menjadi semakin sombong dan sering

berlaku kasar terhadap penduduk Maluku. Upaya monopoli terus dilakukan.

Maka, wajar jika sering terjadi letupan-letupan perlawanan rakyat.

Sementara itu konflik dan persaingan antara Portugis dan Spanyol di Maluku

ini harus segera diakhiri. Dengan mengingat kesepakatan pada Perjanjian

Tordesillas, maka diadakan perjanjian damai antara Portugis dan Spanyol.

Perjanjian damai dilaksanakan di Saragosa pada tahun 1529. Berdasarkan

Perjanjian Saragosa ini disepakati bahwa Portugis tetap berkuasa di Maluku,

sementara Spanyol berkuasa di wilayah Filipina. Dengan demikian setelah

ditandatangani Perjanjian Saragosa, kedudukan Portugis di Maluku

semakin kuat. Portugis semakin berkuasa untuk memaksakan kehendaknya

melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku. Kedudukan

Portugis juga semakin mengancam kedaulatan kerajaan-kerajaan yang ada

di Maluku.

Melihat kesewenang-wenangan Portugis itu, pada tahun 1565 muncul

perlawanan rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Khaerun/Hairun.

Sultan Khaerun menyerukan seluruh rakyat dari Irian/Papua sampai Jawa

untuk angkat senjata melawan kezaliman kolonial Portugis. Portugis mulai

kewalahan dan menawarkan perundingan kepada Sultan Khaerun. Dengan

pertimbangan kemanusiaan, Sultan Khaerun menerima ajakan Portugis.

Perundingan dilaksanakan pada tahun 1570 bertempat di Benteng Sao Paolo.

Ternyata semua ini hanyalah tipu muslihat Portugis. Pada saat perundingan

sedang berlangsung, Sultan Khaerun ditangkap dan dibunuh. Tindakan

yang dilakukan Portugis kala itu sungguh kejam dan tidak mengenal

perikemanusiaan. Demi keuntungan ekonomi Portugis telah merusak sendi-

sendi kehidupan kemanusiaan dan keberagamaan.

79

Sejarah Indonesia

»

Coba diskusikan dengan anggota kelompokmu, apa isi

Perjanjian Saragosa dan siapa pemrakarsa perjanjian tersebut!

Setelah Sultan Khaerun dibunuh, perlawanan dilanjutkan di bawah pimpinan

Sultan Baabullah (putera Sultan Khaerun). Melihat tindakan Portugis yang

tidak mengenal nilai-nilai kemanusiaan, semangat rakyat Maluku untuk

melawannya semakin berkobar. Seluruh rakyat Maluku berhasil dipersatukan

termasuk Ternate dan Tidore untuk melancarkan serangan besar-besaran

terhadap Portugis. Akhirnya Portugis dapat didesak dan pada tahun 1575

berhasil diusir dari Ternate. Orang-orang Portugis kemudian melarikan diri

dan menetap di Ambon. Pada tahun1605 Portugis dapat diusir oleh VOC

dari Ambon dan kemudian menetap di Timor Timur.

»

Coba tuliskan, bagaimana penilaian dan perasaanmu setelah

mengetahui tindakan Portugis yang licik, yang telah membunuh

Sultan Khaerun?

Serangkaian perlawanan rakyat terus terjadi terhadap Portugis maupun VOC

yang melakukan tindakan kejam dan sewenang-wenang kepada rakyat.

Misalnya pada periode tahun 1635-1646 terjadi serangan sporadis dari rakyat

Hitu yang dipimpin oleh Kakiali dan Telukabesi. Perlawanan rakyat ini juga

meluas ke Ambon. Tahun 1650 perlawanan rakyat juga terjadi di Ternate

yang dipimpin oleh Kecili Said. Sementara perlawanan secara gerilya terjadi

seperti di Jailolo. Namun berbagai serangan itu selalu dapat dipatahkan

oleh kekuatan VOC yang memiliki organisasi serta peralatan senjata lebih

lengkap. Rakyat terus mengalami penderitaan akibat kebijakan monopoli

rempah-rempah yang disertai dengan Pelayaran Hongi.

»

Kamu ingat, apa yang dimaksud Pelayaran Hongi dan

bagaimana praktik kebijakan monopoli rempah-rempah oleh

VOC di Maluku?

Pada tahun 1680, VOC memaksakan sebuah perjanjian baru dengan

penguasa Tidore. Kerajaan Tidore yang semula sebagai sekutu turun statusnya

menjadi

vassal

VOC. Sebagai penguasa yang baru diangkatlah Putra Alam

sebagai Sultan Tidore (menurut tradisi kerajaan Tidore yang berhak sebagai

80

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

sultan semestinya adalah Pangeran Nuku). Penempatan Tidore sebagai vassal

atau daerah kekuasaan VOC telah menimbulkan protes keras dari Pangeran

Nuku. Akhirnya Nuku memimpin perlawanan rakyat. Timbullah perang hebat

antara rakyat Maluku di bawah pimpinan Pangeran Nuku melawan kekuatan

kompeni Belanda (tentara VOC). Pangeran Nuku mendapat dukungan rakyat

Papua di bawah pimpinan Raja Ampat dan juga orang-orang Gamrange dari

Halmahera. Oleh para pengikutnya, Pangeran Nuku diangkat sebagai sultan

dengan gelar Tuan Sultan Amir Muhammad Syafiudin Syah. Dengan posisinya

sebagai sultan ini, maka perlawanan terhadap VOC semakin diperkuat.

Bahkan Sultan Nuku juga berhasil meyakinkan Sultan Aharal dan Pangeran

Ibrahim dari Ternate untuk bersama-sama melawan VOC. Pangeran Nuku

juga mendapat dukungan dari para pedagang Seram Timur. Kapitan laut

Pangeran Nuku sebagian besar berasal dari para pemuka pedagang Seram

Timur. Para pedagang Seram Timur ini memiliki kemandirian dan militansi yang

tinggi. Dalam perang ini Sultan Nuku juga mendapat dukungan dari armada

Inggris (

EIC)

. Belanda kewalahan dan tidak mampu membendung semangat

pasukan Sultan Nuku untuk lepas dari dominasi Belanda. Akhirnya Sultan

Nuku berhasil mengembangkan pemerintahan yang berdaulat melepaskan

diri dari dominasi Belanda di Tidore sampai akhir hayatnya (tahun 1805).

3. Sultan Agung Versus J.P. Coen

Sultan Agung adalah raja yang paling terkenal dari Kerajaan Mataram. Pada

masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai zaman keemasan.

Cita-cita Sultan Agung antara

lain: (1) mempersatukan

seluruh tanah Jawa,

dan

(2) mengusir kekuasaan

asing dari bumi Nusantara.

Terkait dengan cita-citanya

ini maka Sultan Agung

sangat menentang keberadaan

kekuatan VOC di Jawa.

Apalagi tindakan VOC yang

terus memaksakan kehendak

untuk melakukan monopoli

perdagangan membuat

para pedagang Pribumi

mengalami kemunduran.

Kebijakan monopoli itu

Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 (Kolonisasi

dan Perlawanan), 2012.

Gambar 2.4

Makam Sultan Nuku kini menjadi objek

wisata sejarah di Tidore.

81

Sejarah Indonesia

juga dapat membawa penderitaan rakyat. Oleh karena itu, Sultan Agung

merencanakan serangan ke Batavia. Ada beberapa alasan mengapa Sultan

Agung merencanakan serangan ke Batavia, yakni:

1)

tindakan monopoli yang dilakukan VOC;

2)

VOC sering menghalang-halangi kapal-kapal dagang Mataram

yang akan berdagang ke Malaka;

3)

VOC menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram; dan

4)

keberadaan VOC di Batavia telah memberikan ancaman serius

bagi masa depan Pulau Jawa.

Pada tahun 1628 Sultan Agung mempersiapkan pasukan Mataram dengan

segenap persenjataan dan perbekalannya untuk menyerang VOC di Batavia.

Pada waktu itu yang menjadi Gubernur Jenderal VOC adalah J.P. Coen. Pada

tanggal 22 Agustus 1628, pasukan Mataram di bawah pimpinan Tumenggung

Baureksa menyerang Batavia. Pasukan Mataram berusaha membangun pos-

pos pertahanan, tetapi kompeni VOC terus berusaha menghalang-halangi.

Akibatnya pertempuran antara kedua pihak tidak dapat dihindarkan. Di

tengah-tengah berkecamuknya peperangan itu pasukan Mataram yang lain

berdatangan seperti pasukan di bawah Tumenggung Sura Agul-Agul yang

dibantu oleh Kiai Dipati Mandurareja dan Upa Santa. Datang pula laskar

orang-orang Sunda di bawah pimpinan Dipati Ukur. Pasukan Mataram

berusaha mengepung Batavia dari berbagai tempat. Terjadilah pertempuran

sengit antara pasukan Mataram melawan tentara VOC di berbagai tempat.

Tetapi kekuatan tentara VOC dengan senjatanya jauh lebih unggul, sehingga

dapat memukul mundur semua lini kekuatan pasukan Mataram. Tumenggung

Baureksa gugur dalam pertempuran itu. Dengan

demikian, serangan tentara Sultan Agung pada

tahun 1628 itu belum berhasil.

Sultan Agung tidak lantas berhenti dengan

kekalahan yang baru saja dialami pasukannya.

Ia segera mempersiapkan serangan yang kedua.

Belajar dari kekalahan terdahulu Sultan Agung

meningkatkan jumlah kapal dan senjata, Ia juga

membangun lumbung-lumbung beras untuk

persediaan bahan makanan seperti di Tegal

dan Cirebon. Tahun 1629 pasukan Mataram

diberangkatkan menuju Batavia. Sebagai

pimpinan pasukan Mataram dipercayakan

kepada Tumenggung Singaranu, Kiai Dipati

Sumber: Indonesia Dalam Arus

Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan

Perlawanan), 2012.

Gambar 2.5

Sultan Agung.

82

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

Juminah, dan Dipati Purbaya. Ternyata informasi persiapan pasukan Mataram

diketahui oleh VOC. Dengan segera VOC mengirim kapal-kapal perang untuk

menghancurkan lumbung-lumbung yang dipersiapkan pasukan Mataram. Di

Tegal tentara VOC berhasil menghancurkan 200 kapal Mataram, 400 rumah

penduduk dan sebuah lumbung beras. Pasukan Mataram pantang mundur,

dengan kekuatan pasukan yang ada terus berusaha mengepung Batavia.

Pasukan Mataram berhasil mengepung dan menghancurkan Benteng

Hollandia. Berikutnya pasukan Mataram mengepung Benteng Bommel,

tetapi gagal menghancurkan benteng tersebut. Pada saat pengepungan

Benteng Bommel, terpetik berita bahwa J.P. Coen meninggal. Peristiwa ini

terjadi pada tanggal 21 September 1629. Dengan semangat juang yang

tinggi pasukan Mataram terus melakukan penyerangan. Dalam situasi yang

kritis ini pasukan VOC semakin marah dan meningkatkan kekuatannya untuk

mengusir pasukan Mataram. Dengan mengandalkan persenjataan yang lebih

baik dan lengkap, akhirnya dapat menghentikan serangan-serangan pasukan

Mataram. Pasukan Mataram semakin melemah dan akhirnya ditarik mundur

kembali ke Mataram. Dengan demikian, serangan Sultan Agung yang kedua

ini juga mengalami kegagalan.

Kegagalan pasukan Mataram menyerang Batavia, membuat VOC semakin

berambisi untuk terus memaksakan monopoli dan memperluas pengaruhnya

di daerah-daerah lain. Namun, di balik itu VOC selalu khawatir dengan

kekuatan tentara Mataram. Tentara VOC selalu berjaga-jaga untuk mengawasi

gerak-gerik pasukan Mataram. Sebagai contoh pada waktu pasukan Sultan

Agung dikirim ke Palembang untuk membantu Raja Palembang dalam

melawan VOC, langsung diserang oleh tentara VOC di tengah perjalanan.

Perlawanan pasukan Sultan Agung terhadap VOC mengalami kegagalan.

Namun, semangat dan cita-cita untuk melawan dominasi asing terus tertanam

pada jiwa Sultan Agung dan para pengikutnya. Secara militer Mataram

memang tidak berhasil memaksa VOC untuk menjadi bawahan Mataram.

Sementara itu, tentara VOC sendiri sebenarnya merasa khawatir dan segan

terhadap kekuatan militer Mataram. Sultan Agung yang cerdas itu kemudian

menggunakan kemampuan diplomasi. Melalui kemampuan diplomasinya

Sultan Agung berhasil memaksa VOC untuk mengakui eksistensi Mataram

dan Sultan Agung sebagai Yang Dipertuan Agung. Hal ini buktikan dengan

pengiriman upeti secara periodik dari VOC ke Mataram. Sementara VOC

mendapat imbalan diizinkan untuk melakukan perdagangan di pantai utara

Jawa. Dalam perdagangan ini VOC cenderung melakukan monopoli.

83

Sejarah Indonesia

Sayangnya semangat dan kebesaran Sultan Agung itu tidak diwarisi oleh raja-

raja pengganti Sultan Agung. Setelah Sultan Agung meninggal tahun 1645,

Mataram menjadi semakin lemah sehingga akhirnya berhasil dikendalikan

oleh VOC.

»

Dengan mempelajari kisah penyerangan pasukan Sultan

Agung ke Batavia, coba rumuskan mengapa penyerangan

itu menemui kegagalan? Pelajaran apa yang dapat kamu

peroleh dengan belajar kemampuan diplomasi Sultan Agung

yang mampu menjaga kebesaran Mataram?

Sebagai pengganti Sultan Agung adalah Sunan Amangkurat I. Ia memerintah

pada tahun 1646 -1677. Ternyata Raja Amangkurat I merupakan raja yang

lemah dan bahkan bersahabat dengan VOC. Raja ini juga bersifat reaksioner

dengan bersikap sewenang-wenang kepada rakyat dan kejam terhadap

para ulama. Oleh karena itu, pada masa pemerintahan Amangkurat I itu

timbul berbagai perlawanan rakyat. Salah satu perlawanan itu dipimpin oleh

Trunajaya.

»

Nah, bagaimana kisah perlawanan Trunajaya. Coba diskusikan

dengan anggota kelompok, apa sebab-sebab terjadinya

perlawanan, bagaimana proses perlawanan itu, apa akibat

setelah perlawanan ini berakhir.

4. Perlawanan Banten

Banten memiliki posisi yang strategis sebagai bandar perdagangan

internasional. Oleh karena itu, sejak semula Belanda ingin menguasai

Banten, tetapi tidak pernah berhasil. Akhirnya VOC membangun Bandar

di Batavia pada tahun 1619. Terjadi persaingan antara Banten dan Batavia

memperebutkan posisi sebagai bandar perdagangan internasional. Oleh

karena itu, rakyat Banten sering melakukan serangan-serangan terhadap

VOC.

84

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

Pada tahun 1651, Pangeran Surya naik tahta di

Kesultanan Banten. Ia adalah cucu Sultan Abdul

Mufakhir Mahmud Abdul Karim, anak dari

Sultan Abu al- Ma’ali Ahmad yang wafat pada

1650. Pangeran Surya bergelar Sultan Abu al-

Fath Abdulfatah. Sultan Abu al-Fath Abdulfatah

ini lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng

Tirtayasa. la berusaha memulihkan posisi Banten

sebagai bandar perdagangan internasional

sekaligus menandingi perkembangan VOC

di Batavia. Beberapa kebijakannya misalnya

mengundang para pedagang Eropa lain seperti

Inggris, Perancis, Denmark, dan Portugis.

Sultan Ageng Tirtayasa juga mengembangkan

hubungan dagang dengan negara-negara Asia seperti Persia, Benggala, Siam,

Tonkin, dan Cina. Perkembangan di Banten ternyata sangat tidak disenangi

oleh VOC. Oleh karena itu, untuk melemahkan peran Banten sebagai Bandar

perdagangan, VOC sering melakukan blokade. Jung-jung Cina dan kapal-

kapal dagang dari Maluku dilarang oleh VOC meneruskan perjalanan menuju

Banten. Sebagai balasan Sultan Ageng mengirim beberapa pasukannya

untuk mengganggu kapal-kapal dagang VOC dan menimbulkan gangguan

di Batavia. Dalam rangka memberi tekanan dan memperlemah kedudukan

VOC, rakyat Banten juga melakukan perusakan terhadap beberapa kebun

tanaman tebu milik VOC. Akibatnya hubungan antara Banten dan Batavia

semakin memburuk.

»

Coba rumuskan beberapa alasan mengapa Sultan Ageng Tirtayasa

memimpin rakyatnya untuk menyerang VOC!

Menghadapi serangan pasukan Banten, VOC terus memperkuat kota Batavia

dengan mendirikan benteng-benteng pertahanan seperti Benteng Noordwijk.

Dengan tersedianya beberapa benteng di Batavia diharapkan VOC mampu

bertahan dari berbagai serangan dari luar dan mengusir para penyerang

tersebut. Sementara itu untuk kepentingan pertahanan, Sultan Ageng

memerintahkan untuk membangun saluran irigasi yang membentang dari

Sungai Untung Jawa sampai Pontang. Selain berfungsi untuk meningkatkan

produksi pertanian, saluran irigasi dimaksudkan juga untuk memudahkan

transportasi perang. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng ini memang

banyak dibangun saluran air/irigasi. Oleh karena jasa-jasanya ini maka sultan

digelari Sultan Ageng Tirtayasa (

tirta

artinya air).

Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan:

Dari Sultan Agung hingga

Hamengku Buwono IX, 1992.

Gambar 2.6

Sultan Ageng

Tirtayasa.

85

Sejarah Indonesia

Serangan dan gangguan terhadap VOC terus dilakukan. Di tengah-tengah

mengobarkan semangat anti VOC itu, pada tahun 1671 Sultan Ageng

Tirtayasa mengangkat putra mahkota Abdulnazar Abdulkahar sebagai

raja pembantu yang lebih dikenal dengan nama Sultan Haji. Sebagai raja

pembantu Sultan Haji bertanggung jawab urusan dalam negeri, dan Sultan

Ageng Tirtayasa bertanggung jawab urusan luar negeri dibantu puteranya

yang lain, yakni Pangeran Arya Purbaya. Pemisahan urusan pemerintahan

di Banten ini tercium oleh perwakilan VOC di Banten W. Caeff. Ia kemudian

mendekati dan menghasut Sultan Haji agar urusan pemerintahan di Banten

tidak dipisah-pisah dan jangan sampai kekuasaan jatuh ke tangan Arya

Purbaya. Karena hasutan VOC ini Sultan Haji mencurigai ayah dan saudaranya.

Sultan Haji juga sangat khawatir, apabila dirinya tidak segera dinobatkan

sebagai sultan, sangat mungkin jabatan sultan itu akan diberikan kepada

Pangeran Arya Purbaya. Tanpa berpikir panjang Sultan Haji segera membuat

persekongkolan dengan VOC untuk merebut tahta kesultanan Banten.

Timbullah pertentangan yang begitu tajam antara Sultan Haji dengan Sultan

Ageng Tirtayasa.

Dalam persekongkolan tersebut VOC sanggup membantu Sultan Haji untuk

merebut Kesultanan Banten tetapi dengan empat syarat. (1) Banten harus

menyerahkan Cirebon kepada VOC, (2) monopoli lada di Banten dipegang

oleh VOC dan harus menyingkirkan para pedagang Persia, India, dan Cina,

(3) Banten harus membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji, dan (4)

pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman Priangan

segera ditarik kembali. Isi perjanjian ini disetujui oleh Sultan Haji.

Pada tahun 1681 VOC atas nama Sultan Haji berhasil merebut Kesultanan

Banten. Istana Surosowan berhasil dikuasai. Sultan Haji menjadi Sultan

Banten yang berkedudukan di istana Surosowan.

Sultan Ageng Tirtayasa kemudian membangun istana yang baru berpusat

di Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa berusaha merebut kembali Kesultanan

Banten dari Sultan Haji yang didukung VOC. Pada tahun 1682 pasukan Sultan

Ageng Tirtayasa berhasil mengepung istana Surosowan. Sultan Haji terdesak

dan segera meminta bantuan tentara VOC. Datanglah bantuan tentara

VOC di bawah pimpinan Francois Tack. Pasukan Sultan Ageng Tirtayasa

dapat dipukul mundur dan terdesak hingga ke Benteng Tirtayasa. Benteng

Tirtayasa juga dikepung tentara VOC. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya

berhasil meloloskan diri bersama puteranya, pangeran Purbaya ke hutan

Lebak. Mereka masih melancarkan serangan sekalipun dengan bergerilya.

86

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

Tentara VOC terus memburu. Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya

yang kemudian bergerak ke arah Bogor. Pada tahun 1683 Sultan Ageng

Tirtayasa berhasil ditangkap oleh VOC dengan tipu muslihat. Sultan Ageng

ditawan di Batavia sampai wafatnya pada tahun 1692.

Semangat juang Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya tidak pernah

padam. Ia telah mengajarkan untuk selalu menjaga kedaulatan negara dan

mempertahankan tanah air dari dominasi asing. Hal ini terbukti setelah

Sultan Ageng Tirtayasa meninggal, perlawanan rakyat Banten terhadap VOC

terus berlangsung. Misalnya pada tahun 1750 berkobar perlawanan yang

dipimpin oleh seorang ulama terkenal yakni Ki Tapa. Pada bulan November

1750 gabungan pasukan VOC dan tentara kerajaan berhasil dihancurkan oleh

pasukan Ki Tapa. Ki Tapa ini antara lain juga mendapat dukungan seorang

pangeran yang bekerja sama dengan Ratu Bagus. Perlawanan Ki Tapa ini

semakin meluas. VOC tidak ingin dipermalukan oleh pasukan pribumi. Oleh

karena itu, pada tahun 1751 VOC mengerahkan pasukan gabungan yang

jumlah sangat besar mencapai 1250 personil untuk mengepung pasukan Ki

Tapa dan Ratu Bagus. Pasukan Ki Tapa dapat didesak oleh VOC. Namun,

Ki Tapa dan ratu Bagus dapat meloloskan diri dan pergi ke hutan untuk

melancarkan perang gerilya. Ki Tapa telah menjadi lambang kekuatan Banten

yang tidak pernah terkalahkan.

Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan Perlawanan), 2012.

Gambar 2.7

Sisa-sisa istana Surosowan.

87

Sejarah Indonesia

»

Kamu sudah mempelajari bagaimana perjuangan Sultan

Ageng Tirtayasa dalam melawan VOC, pelajaran apa yang

dapat kamu peroleh. Coba jelaskan!

5. Perlawanan Gowa

Kerajaan Gowa merupakan salah satu kerajaan yang sangat terkenal di

Nusantara. Pusat pemerintahannya berada di Somba Opu yang sekaligus

menjadi pelabuhan Kerajaan Gowa. Somba Opu senantiasa terbuka untuk

siapa saja. Banyak para pedagang asing yang tinggal di kota itu. Misalnya,

orang Inggris, Denmark, Portugis, dan Belanda. Mereka diizinkan membangun

loji di kota itu. Gowa anti terhadap tindakan monopoli perdagangan.

Masyarakat Gowa ingin hidup merdeka dan bersahabat kepada siapa saja

tanpa hak istimewa. Masyarakat Gowa senantiasa berpegang pada prinsip

hidup sesuai dengan kata-kata

Tanahku terbuka bagi semua bangsa”,

“Tuhan menciptakan tanah dan laut; tanah dibagikan-Nya untuk semua

manusia dan laut adalah milik bersama

.”

Dengan prinsip keterbukaan dan

kebersamaan itu maka Gowa cepat berkembang.

Makassar dengan pelabuhan Somba Opu memiliki posisi yang strategis dalam

jalur perdagangan internasional. Pelabuhan Somba Opu telah berperan

sebagai bandar perdagangan tempat persinggahan kapal-kapal dagang dari

timur ke barat atau sebaliknya. Sebagai contoh kapal-kapal pengangkut

rempah-rempah dari Maluku yang berangkat ke Malaka sebelumnya singgah

dulu di Bandar Somba Opu. Begitu pula barang dagangan dari barat yang

akan masuk ke Maluku juga melakukan bongkar muat di Somba Opu.

Dengan melihat peran dan posisi Makassar atau Kerajaan Gowa yang

strategis, VOC berusaha keras untuk dapat mengendalikan Gowa. VOC ingin

menguasai pelabuhan Somba Opu serta menerapkan monopoli perdagangan.

Untuk itu VOC harus dapat menundukkan Kerajaan Gowa. Berbagai upaya

untuk melemahkan posisi Gowa terus dilakukan. Sebagai contoh, pada tahun

1634, VOC melakukan blokade terhadap Pelabuhan Somba Opu, tetapi gagal

karena perahu-perahu Makasar yang berukuran kecil lebih lincah dan mudah

bergerak di antara pulau-pulau, yang ada. Bahkan dengan menggunakan

perahu-perahu tradisional seperti

padewakang, palari, sope

dan yang sudah

begitu terkenal perahu

pinisi

, mereka sudah biasa mengarungi perairan

Nusantara. VOC pun merasa kesulitan untuk memburu dan menangkap

88

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

perahu-perahu tersebut. Oleh karena itu, saat kapal-kapal VOC sedang

patroli dan menemui perahu-perahu orang-orang Bugis, Makassar dan yang

lain segera diburu, ditangkap, dan dirusaknya.

Raja Gowa, Sultan Hasanuddin ingin segera

menghentikan tindakan VOC yang anarkis dan

provokatif itu. Sultan Hasanuddin menentang

ambisi VOC yang ingin memaksakan monopoli

di Gowa. Seluruh kekuatan dipersiapkan untuk

menghadapi VOC. Benteng pertahanan mulai

dipersiapkan di sepanjang pantai. Beberapa

sekutu Gowa mulai dikoordinasikan. Semua

dipersiapkan untuk melawan kesewenang-

wenangan VOC.

Sementara itu, VOC juga mempersiapkan diri

untuk menundukkan Gowa. Politik

devide

et impera

mulai dilancarkan. Misalnya VOC

menjalin hubungan dengan seorang Pangeran

Bugis dari Bone yang bernama Aru Palaka.

Setelah mendapat dukungan Aru Palaka,

pimpinan VOC, Gubernur Jenderal Maetsuyker memutuskan untuk

menyerang Gowa. Dikirimlah pasukan ekspedisi yang berkekuatan 21 kapal

dengan mengangkut 600 orang tentara. Mereka terdiri atas tentara VOC,

orang-orang Ambon, dan orang-orang Bugis Bone yang di pimpin oleh Aru

Palaka. Tanggal 7 Juli 1667, meletus Perang Gowa. Tentara VOC dipimpin

oleh Cornelis Janszoon Spelman, diperkuat oleh pengikut Aru Palaka dan

ditambah orang-orang Ambon di bawah pimpinan Jonker van Manipa.

Kekuatan VOC ini menyerang pasukan Gowa dari berbagai penjuru. Beberapa

serangan VOC berhasil ditahan pasukan Hasanuddin. Tetapi dengan

pasukan gabungan disertai peralatan senjata yang lebih lengkap, VOC

berhasil mendesak pasukan Hasanuddin. Benteng pertahanan tentara Gowa

di Barombang dapat diduduki oleh pasukan Aru Palaka. Hal ini menandai

kemenangan pihak VOC atas kerajaan Gowa. Hasanuddin kemudian dipaksa

untuk menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November

1667, yang isinya antara lain sebagai berikut.

1)

Gowa harus mengakui hak monopoli VOC.

2)

Semua orang Barat, kecuali Belanda harus meninggalkan wilayah

Gowa.

3)

Gowa harus membayar biaya perang.

Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan:

Dari Sultan Agung hingga

Hamengku Buwono IX, 1992.

Gambar 2.8

Sultan Hasanuddin.

89

Sejarah Indonesia

Sultan Hasanuddin tidak ingin melaksanakan isi perjanjian itu, karena isi

perjanjian itu bertentangan dengan hati nurani dan semboyan masyarakat

Gowa atau Makassar. Pada tahun 1668 Sultan Hasanuddin mencoba

menggerakkan kekuatan rakyat untuk kembali melawan kesewenang-

wenangan VOC itu. Namun perlawanan ini segera dapat dipadamkan oleh

VOC. Bahkan benteng pertahanan rakyat Gowa jatuh dan dikuasai oleh VOC.

Benteng itu kemudian oleh Spelman

diberi nama Benteng Rotterdam.

Dengan sangat terpaksa Sultan

Hasanuddin harus melaksanakan

isi Perjanjian Bongaya. Dengan

ditandatanganinya Perjanjian

Bongaya, VOC memang berhasil

mengendalikan peran politik

Kerajaan Gowa. Tetapi VOC

tidak mampu mengendalikan

dan memaksakan monopoli

perdagangan di perairan Indonesia

Timur. Dengan ditandatanganinya

Perjanjian Bongaya itu justru

melahirkan diaspora perdagangan

bagi orang-orang Bugis-Makassar.

Mereka tidak menghiraukan

Sumber: Dok. Kemendikbud, 2014.

Gambar 2.9

Benteng Rotterdam.

Sumber:

Indonesia dalam Arus Sejarah jilid 4,

2012.

Gambar 2.10

Naskah Perjanjian Bongaya.

90

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

monopoli yang dipaksakan VOC. Dengan prinsip bebas berdagang mereka

menyelundup ke berbagai kota dan pelabuhan untuk berdagang termasuk

perdagangan rempah-rempah di Maluku. Artinya VOC gagal dalam

mengendalikan perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Bugis-

Makassar. Heather Sutherland menjelaskan kegagalan VOC mengendalikan

perdagangan di perairan Indonesia Timur yang dilakukan oleh orang-orang

Bugis-Makassar itu, karena: (1) ketidakmungkinan membatasi perdagangan

yang didukung dengan motif mencari untung dipadu dengan kondisi geografis

yang sulit terpantau sehingga mudah untuk melakukan penyelundupan

dagang, (2) VOC memiliki kelemahan dalam pemasaran, karena mengejar

keuntungan yang tinggi dan tidak mampu membangun jaringan dengan pasar

lokal/tidak paham dengan selera pasar lokal, dan (3) keterlibatan VOC dalam

pembelian produk-produk lokal sangat kecil, termasuk produk-produk laut,

sementara para pedagang Cina sangat menghargai produk lokal dan produk-

produk laut ini. Akhirnya VOC tidak mampu bersaing dengan pedagang Cina

dan pribumi (Singgih Tri Sulistiyono, “Pasang Surut Jaringan Makasar Hingga

Masa Akhir Dominasi Kolonial Belanda, dalam buku

Indonesia dalam Arus

Sejarah

, 2012).

6.

Rakyat Riau Angkat Senjata

Ambisi untuk melakukan monopoli perdagangan dan menguasai berbagai

daerah di Nusantara terus dilakukan oleh VOC. Di samping menguasai Malaka,

VOC juga mulai mengincar Kepulauan Riau. Dengan politik memecah belah

VOC mulai berhasil menanamkan pengaruhnya di Riau. Kerajaan-kerajaan

kecil seperti Siak, Indragiri, Rokan, dan Kampar semakin terdesak oleh ambisi

monopoli dan tindakan sewenang-wenang VOC. Oleh karena itu, beberapa

kerajaan mulai melancarkan perlawanan.

Salah satu contohnya perlawanan di Riau yang dilancarkan oleh Kerajaan

Siak Sri Indrapura. Raja Siak Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723 – 1744)

memimpin rakyatnya untuk melawan VOC. Setelah berhasil merebut Johor

kemudian ia membuat benteng pertahanan di Pulau Bintan. Dari pertahanan

di Pulau Bintan ini pasukan Sultan Abdul Jalil mengirim pasukan di bawah

komando Raja Lela Muda untuk menyerang Malaka. Uniknya dalam

pertempuran ini Raja Lela Muda selalu mengikutsertakan puteranya yang

bernama Raja Indra Pahlawan. Itulah sebabnya sejak remaja Raja Indra

Pahlawan sudah memiliki kepandaian berperang. Sifat bela negara dan cinta

tanah air sudah mulai tertanam pada diri Raja Indra Pahlawan.

91

Sejarah Indonesia

Dalam suasana konfrontasi dengan VOC itu, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah

wafat. Sebagai gantinya diangkatlah puteranya yang bernama Muhammad

Abdul Jalil Muzafar Syah (1746 -1760). Raja ini juga memiliki naluri seperti

ayahandanya yang ingin selalu memerangi VOC di Malaka. Raja Muhammad

Abdul Jalil Muzafar menunjuk Raja Indra Pahlawan sebagai pimpinan

perangnya. Pada tahun 1751 perang berkobar antara Kerajaan Siak melawan

VOC. Sebagai strategi menghadapi serangan Raja Siak, VOC berusaha

memutus jalur perdagangan menuju Siak. VOC mendirikan benteng

pertahanan di sepanjang jalur yang menghubungkan Sungai Indragiri,

Kampar, sampai Pulau Guntung yang berada di muara Sungai Siak. Kapal-

kapal dagang yang akan menuju Siak ditahan oleh VOC. Hal ini merupakan

pukulan bagi Siak. Oleh karena itu, Kerajaan Siak segera mempersiapkan

kekuatan yang lebih besar untuk menyerang VOC. Sebagai pucuk pimpinan

pasukan dipercayakan kembali kepada Raja Indra Pahlawan dan Panglima

Besar Tengku Muhammad Ali.

Serangan ini diperkuat dengan kapal perang “Harimau Buas” yang dilengkapi

dengan lancang serta perlengkapan perang secukupnya. Terjadilah

pertempuran sengit di Pulau Guntung (1752 – 1753). Ternyata benteng VOC

di Pulau Guntung berlapis-lapis dan dilengkapi meriam-meriam besar. Dengan

demikian pasukan Siak sulit menembus benteng pertahanan itu. Namun

banyak pula jatuh korban dari VOC, sehingga VOC harus mendatangkan

bantuan kekuatan termasuk juga orang-orang Cina. Pertempuran hampir

berlangsung satu bulan. Sementara VOC terus mendatangkan bantuan.

Melihat situasi yang demikian itu kedua panglima perang Siak menyerukan

pasukannya untuk mundur kembali ke Siak.

Sultan Siak bersama para panglima dan penasihatnya mengatur siasat

baru. Mereka sepakat bahwa VOC harus dilawan dengan tipu daya. Sultan

diminta berpura-pura berdamai dengan cara memberikan hadiah kepada

Belanda. Oleh karena itu, siasat ini dikenal dengan “siasat hadiah sultan”.

VOC setuju dengan ajakan damai ini. Perundingan damai diadakan di loji di

Pulau Guntung. Pada saat perundingan baru mulai justru Sultan Siak dipaksa

untuk tunduk kepada pemerintahah VOC. Sultan segera memberi kode pada

anak buah dan segera menyergap dan membunuh orang-orang Belanda

di loji itu. Loji segera dibakar dan rombongan Sultan Siak kembali ke Siak

dengan membawa kemenangan, sekalipun belum berhasil mengusir VOC

dari Malaka. Siasat perang ini tidak terlepas dari jasa Raja Indra Pahlawan.

Oleh karena itu, atas jasanya Raja Indra Pahlawan diangkat sebagai Panglima

Besar Kesultanan Siak dengan gelar: “Panglima Perang Raja Indra Pahlawan

Datuk Lima Puluh”.

92

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

»

Sungguh heroik perlawanan rakyat Siak terhadap VOC. Pelajaran

apa yang dapat Anda peroleh dari belajar sejarah perlawanan

rakyat Siak tersebut?

7.

Orang-orang Cina Berontak

Sejak abad ke-5 orang-orang Cina sudah mengadakan hubungan dagang

ke Jawa dan jumlahnya pun semakin banyak. Pada masa perkembangan

kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha dan Islam banyak pedagang Cina yang

tinggal di daerah pesisir, yang menikah dengan penduduk Jawa khususnya

ke Batavia. Begitu juga pada masa pemerintahan VOC di Batavia, banyak

orang Cina yang datang ke Jawa. VOC memang sengaja mendatangkan

orang-orang Cina dari Tiongkok dalam rangka mendukung kemajuan

perekonomian dan keamanan kota Batavia dan sekitarnya. Ternyata kota

Batavia juga menjadi daya tarik bagi orang-orang Cina miskin untuk

mengadu nasib di kota ini. Orang-orang Cina yang datang ke Jawa tidak

semua yang memiliki modal. Banyak di antara mereka termasuk golongan

miskin. Mereka kemudian menjadi pengemis bahkan ada yang menjadi

pencuri. Sudah barang tentu hal ini sangat mengganggu kenyamanan dan

keamanan Kota Batavia. Akhirnya VOC

mengeluarkan kebijakan membatasi

imigran Cina.

Sumber: Dok. Kemendikbud, 2013.

Gambar 2.11

Istana Peninggalan Kerajaan Siak.

93

Sejarah Indonesia

Untuk membatasi kedatangan orang–orang Cina ke Batavia, VOC

mengeluarkan ketentuan bahwa setiap orang Cina yang tinggal di Batavia

harus memiliki surat izin bermukim yang disebut

permissiebriefjes

atau

masyarakat sering menyebut dengan “surat pas”. Apabila tidak memiliki

surat izin, maka akan ditangkap dan dibuang ke Sailon (Sri Langka) untuk

dipekerjakan di kebun-kebun pala milik VOC atau akan dikembalikan ke Cina.

Mereka diberi waktu enam bulan untuk mendapatkan surat izin tersebut.

Biaya untuk mendapatkan surat izin itu yang resmi dua ringgit (Rds.2,-) per

orang. Tetapi dalam pelaksanaannya untuk mendapatkan surat izin terjadi

penyelewengan dengan membayar lebih mahal, tidak hanya dua ringgit.

Akibatnya banyak yang tidak mampu memiliki surat izin tersebut. VOC

bertindak tegas, orang-orang Cina yang tidak memiliki surat izin bermukim

ditangkap. Tetapi mereka banyak yang dapat melarikan diri keluar kota.

Mereka kemudian membentuk gerombolan yang mengacaukan keberadaan

VOC di Batavia.

Pada tahun 1740 terjadi kebakaran di Batavia. VOC menafsirkan peristiwa

ini sebagai gerakan orang-orang Cina yang akan melakukan pemberontakan.

Oleh karena itu, para serdadu VOC mulai beraksi dengan melakukan

sweeping

memasuki rumah-rumah orang Cina dan kemudian melakukan pembunuhan

terhadap orang-orang Cina yang ditemukan di setiap rumah. Orang-orang

Cina yang berhasil meloloskan diri kemudian melakukan perlawanan

di berbagai daerah, misalnya di Jawa Tengah. Salah satu tokohnya yang

terkenal adalah Oey Panko atau kemudian dikenal dengan sebutan Khe

Panjang, kemudian di Jawa menjadi Ki Sapanjang. Nama ini dikaitkan dengan

perannya dalam memimpin perlawanan di sepanjang pesisir Jawa.

Perlawanan orang-orang Cina terhadap VOC kemudian menumbuhkan

kekacauan yang meluas di berbagai tempat terutama di daerah pesisir Jawa.

Perlawanan orang-orang Cina ini mendapat bantuan dan dukungan dari para

bupati di pesisir. Atas desakan para pangeran, Raja Pakubuwana II juga ikut

mendukung pemberontakan orang-orang Cina tersebut. Pada tahun 1741

benteng VOC di Kartasura dapat diserang sehingga jatuh banyak korban.

VOC segera meningkatkan kekuatan tentara dan persenjataan sehingga

pemberontakan orang-orang Cina satu demi satu dapat dipadamkan. Pada

kondisi yang demikian ini Pakubuwana II mulai bimbang dan akhirnya

melakukan perundingan damai dengan VOC. Sikap Pakubuwana II yang

demikian ini telah menambah panjang barisan orang-orang yang kecewa

dan sakit hati di lingkungan kraton. Kondisi ini pula yang telah mendorong

VOC kemudian melakukan intervensi politik di lingkungan istana.

94

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

8.

Perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said

Perlawanan terhadap VOC di Jawa kembali terjadi. Perlawanan ini dipimpin

oleh bangsawan kerajaan yakni Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said.

Perlawanan berlangsung sekitar 20 tahun.

»

Mengapa terjadi perlawanan Pangeran Mangkubumi dan

Raden Mas Said terhadap VOC?

Pada uraian terdahulu sudah disinggung bahwa beberapa raja Mataram

pasca Sultan Agung merupakan raja-raja yang lemah bahkan bersahabat

dengan kaum penjajah. Pada saat pemerintahan Pakubuwana II terjadi

persahabatan dengan VOC. Bahkan, VOC semakin berani untuk menekan

dan melakukan intervensi terhadap jalannya pemerintahan Pakubuwana II.

Wilayah pengaruh Kerajaan Mataram juga semakin berkurang. Persahabatan

antara Pakubuwana II dengan VOC ini telah menimbulkan kekecewaan para

bangsawan kerajaan. Terlebih lagi VOC melakukan intervensi dalam urusan

pemerintahan kerajaan. Hal ini mendorong munculnya berbagai perlawanan

misalnya perlawanan Raden Mas Said.

Raden Mas Said adalah putera dari Raden Mas Riya yang bergelar Adipati Arya

Mangkunegara dengan Raden Ayu Wulan putri dari Adipati Blitar. Pada usia

14 tahun Raden Mas Said sudah diangkat sebagai

gandek

kraton (pegawai

rendahan di istana) dan diberi gelar R.M.Ng. Suryokusumo. Karena merasa

sudah berpengalaman, Raden Mas Said kemudian mengajukan permohonan

untuk mendapatkan kenaikan pangkat. Akibat permohonan ini Mas Said

justru mendapat cercaan dan hinaan dari keluarga kepatihan, bahkan dikait-

kaitkan dengan tuduhan ikut membantu pemberontakan orang-orang Cina

yang sedang berlangsung. Mas Said merasa sakit hati dengan sikap keluarga

kepatihan. Muncullah niat untuk melakukan perlawanan terhadap VOC

yang telah membuat kerajaan kacau karena banyak kaum bangwasan yang

bekerja sama dengan VOC. Hal ini merupakan bentuk protes dan perlawanan

terhadap penguasa Mataram yang bersekutu dengan VOC. Raden Masa Said

diikuti R. Sutawijaya dan Suradiwangsa (yang kemudian dikenal dengan Kiai

Kudanawarsa) pergi keluar kota untuk menyusun kekuatan. Raden Mas Said

95

Sejarah Indonesia

pergi menuju Nglaroh untuk memulai perlawanan. Oleh para pengikutnya

Mas Said diangkat sebagai raja baru dengan gelar Pangeran Adipati Anom

Hamengku Negara Senopati Sudibyaning Prang. Hingga kini sebutan Mas Said

yang sangat dikenal masyarakat yakni Pangeran Sambernyawa. Perlawanan

Mas Said cukup kuat karena mendapat dukungan dari masyarakat sehingga

menjadi ancaman yang serius bagi eksistensi Pakubuwana II sebagai raja di

Mataram. Oleh karena itu, pada tahun 1745 Pakubuwana II mengumumkan

barang siapa yang dapat memadamkan perlawanan Mas Said akan diberi

hadiah sebidang tanah di Sukowati (di wilayah Sragen sekarang). Mas Said

tidak menghiraukan apa yang dilakukan Pakubuwana II di istana. Ia dengan

pengikutnya terus melancarkan perlawanan terhadap VOC dan juga pihak

kerajaan.

Mendengar adanya sayembara berhadiah itu, Pangeran Mangkubumi

ingin mencoba sekaligus menakar seberapa jauh komitmen dan kejujuran

Pakubuwana II. Pangeran Mangkubumi adalah adik dari Pakubuwana

II. Singkat cerita Pangeran Mangkubumi dan para pengikutnya berhasil

memadamkan perlawanan Mas Said. Ternyata Pakubuwana II ingkar

janji. Pakubuwana II kehilangan nilai dan komitmennya sebagai raja yang

berpegang pada tradisi,

sabda pandhita ratu datan kena wola-wali

(perkataan

raja tidak boleh ingkar). Karena bujukan Patih Pringgalaya, Pakubuwana II

tidak jadi memberikan tanah Sukowati kepada Pangeran Mangkubumi.

Terjadilah pertentangan antara Raja Pakubuwana II yang didukung Patih

Pringgalaya di satu pihak dengan Pangeran Mangkubumi di pihak lain.

Dalam suasana konflik ini tiba-tiba dalam pertemuan terbuka di istana itu

Gubernur Jenderal Van Imhoff (1743-1750) mengeluarkan kata-kata yang

menghina dan menuduh Pangeran Mangkubumi terlalu ambisi mencari

kekuasaan. Hal inilah yang sangat mengecewakan Pangeran Mangkubumi.

Dia menganggap pejabat VOC secara langsung telah mencampuri urusan

pemerintahan kerajaan. Pangeran Mangkubumi segera meninggalkan istana.

Tidak ada pilihan lain kecuali angkat senjata untuk melawan VOC yang telah

semena-mena ikut campur tangan dalam politik pemerintahan kerajaan. Hal

ini sekaligus untuk protes menolak kebijakan saudara tuanya Pakubuwana II

yang mau didikte oleh VOC.

Pangeran Mangkubumi dan pengikutnya pertama kali pergi ke Sukowati

untuk menemui Mas Said. Kedua pihak bersepakat untuk bersatu melawan

VOC. Untuk memperkokoh persekutuan ini, Raden Mas Said dijadikan

menantu oleh Pangeran Mangkubumi. Mangkubumi dan Mas Said sepakat

96

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

untuk membagi wilayah perjuangan. Raden Mas Said bergerak di bagian

timur, daerah Surakarta ke selatan terus ke Madiun, Ponorogo dengan

pusatnya Sukowati. Sedangkan Pangeran Mangkubumi konsentrasi di

bagian barat Surakarta terus ke barat dengan pusat di Hutan Beringin dan

Desa Pacetokan, dekat Plered (termasuk daerah Yogyakarta sekarang).

Diberitakan pada saat itu Pangeran Mangkubumi memiliki 13.000 prajurit,

termasuk 2.500 prajurit kavaleri.

Perpaduan perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said sangat kuat dan

meluas di hampir seluruh Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kemenangan demi

kemenangan mulai diraih oleh pasukan Mas Said dan pasukan Mangkubumi.

Di tengah-tengah berkecamuknya perang di berbagai tempat, terdengar

berita bahwa pada tahun 1749 Pakubuwana II sakit keras. Pakubuwana II

sangat mengharapkan kehadiran pimpinan VOC untuk segera datang ke

istana kerajaan. Melihat kondisi Pakubuwana II yang mulai tidak menentu

dan sangat lemah itu, Gubernur Jenderal Baron van Imhoff memerintahkan

Gubernur Semarang Gijsbert Karel Van Hogendorp (1762-1834) untuk

secepatnya menemui Pakubuwana II dan menyodorkan perjanjian. Dalam

kondisi Pakubuwana II sakit keras ini tercapailah

Het Allerbelangrijkste

Contract,

sebuah perjanjian yang sangat penting antara Pakubuwana II

dengan pihak VOC yang diwakili oleh Gubernur VOC untuk wilayah pesisir

timur laut, Baron van Hohendorft.

Isi perjanjian ini sangat menyakitkan rakyat dan para punggawa kerajaan,

karena Pakubuwana II telah menyerahkan Kerajaan Mataram kepada VOC.

Perjanjian itu ditandatangani pada tanggal 11 Desember 1749 yang isinya

antara lain sebagai berikut.

1).

Susuhunan Pakubuwana II menyerahkan Kerajaan Mataram baik secara

de facto

maupun

de jure

kepada VOC.

2).

Hanya keturunan Pakubuwana II yang berhak naik tahta dan akan

dinobatkan oleh VOC menjadi raja Mataram dengan tanah Mataram

sebagai pinjaman dari VOC.

3).

Putera mahkota akan segera dinobatkan. Setelah Pakubuwana II wafat,

kemudian tanggal 15 Desember 1749 Van Hohendorff mengumumkan

pengangkatan putera mahkota sebagai Susuhunan Pakubuwana III.

97

Sejarah Indonesia

»

Bagaimana penilaian kamu tentang proses perjanjian antara

Pakubuwana II yang sedang sakit keras dengan VOC tahun 1749

itu? Bagaimana penilaian kamu tentang isi perjanjian tersebut?

Bagaimana perasaan kamu selaku generasi penerus bangsa

mengetahui bahwa bangsa kita sering kali menjadi korban kelicikan

kaum penjajah? Kita semua dianggap rendah dan bodoh. Sebagai

pelajar, apa yang sebaiknya harus kamu lakukan sekarang?

Perjanjian tersebut merupakan sebuah tragedi besar. Karena Kerajaan

Mataram yang pernah berjaya di masa Sultan Agung, akhirnya oleh para

pewarisnya harus diserahkan begitu saja kepada pihak asing (VOC). Hal

ini semakin membuat kekecewaan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said,

sehingga keduanya harus meningkatkan perlawanannya terhadap kezaliman

VOC.

Perlu diketahui bahwa pada saat perjanjian antara Pakubuwana II dengan

VOC ditandatangani, Pakubuwana II dinyatakan bukan lagi Raja Mataram,

sementara VOC juga belum mengangkat raja yang baru. Mataram dalam

keadaan vakum. Dalam keadaan vakum ini, oleh para pengikutnya Pangeran

Mangkubumi diangkat sebagai raja dengan sebutan Sri Susuhunan

Pakubuwana, tetapi sebutan ini kurang begitu populer. Karena penobatan

Pangeran Mangkubumi ini bertempat di Desa Kabanaran, maka Pangeran

Mangkubumi lebih terkenal dengan nama Susuhunan atau Sultan Kabanaran.

Tahun 1750 merupakan tahun kemenangan bagi Pangeran Mangkubumi.

Kemenangan demi kemenangan diperoleh Pangeran Mangkubumi dan juga

Mas Said. Sebagai contoh pasukan Mangkubumi berhasil menghancurkan

De Clerq dan pasukannya di daerah Kedu. Dari Kedu pasukan Mangubumi

bergerak ke utara dan berhasil menguasai daerah Pekalongan dan beberapa

daerah pesisir lainnya.

Van Hogendorp yang diberi tanggung jawab oleh VOC untuk memadamkan

perlawanan Mangkubumi dan Mas Said mulai frustrasi dan putus asa. Oleh

karena itu, Van Hogendorp kemudian mengundurkan diri. Ia digantikan oleh

Nicolas Hartingh. Begitu juga Van Imhoff selaku Gubernur Jenderal VOC

98

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

digantikan oleh Jacob Mosel. Kedua pejabat VOC yang baru ini berusaha

keras untuk menyelesaikan perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Mas

Said. Cara perundingan mulai dipikirkan secara serius untuk mengakhiri

perlawanan tersebut.

Perang dan kekacauan yang terjadi Mataram itu telah menghabiskan dana

yang begitu besar. Sementara perlawanan Pangeran Mangubumi dan Mas

Said belum ada tanda-tanda mau berakhir. Oleh karena itu, penguasa

VOC terus membujuk kepada Pangeran Mangkubumi untuk berunding.

Dengan perantara seorang ulama besar Syeikh Ibrahim, akhirnya Pangeran

Mangkubumi bersedia berunding dengan VOC. Dengan demikian perlawanan

Pangeran Mangkubumi berakhir. Tercapailah sebuah perjanjian yang dikenal

dengan Perjanjian Giyanti. Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 13

Februari 1755 di Desa Giyanti.

Sumber:https://id.wikipedia.org, 8– 9-

Gambar 2.12

Tempat penandatanganan Perjanjian Giyanti

99

Sejarah Indonesia

Isi pokok perjanjian itu adalah bahwa Mataram dibagi dua. Wilayah bagian

barat (daerah Yogyakarta) diberikan kepada Pangeran Mangkubumi dan

berkuasa sebagai sultan dengan sebutan Sri Sultan Hamengkubuwana I,

sedang bagian timur (daerah Surakarta) tetap diperintah oleh Pakubuwana III

dengan sebutan Kasunanan Surakarta. Perjanjian Giyanti ini sering dinamakan

dengan “

Palihan Negari

”.

Dalam praktiknya Perjanjian Giyanti hanya

berhasil menghentikan peperangan secara

militer. Namun peperangan dalam bentuk lain

tidak dapat dipadamkan seperti perlawanan

budaya yang tercermin dalam budaya

Jawa yang berkembang di Yogyakarta dan

Surakarta dalam konsep dan kepercayaan

Dewa-Raja

.

Perlawanan budaya dengan

konsep dan kepercayaan

Dewa-Raja

bahkan terus berkembang sampai Indonesia

merdeka.

Sementara perlawanan Mas Said berakhir

setelah tercapai Perjanjian Salatiga pada

tanggal 17 Maret 1757 yang isinya Mas

Said diangkat sebagai penguasa di sebagian

wilayah Surakarta dengan gelar Pangeran

Adipati Arya Mangkunegara I.

Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah

jilid 3, 2012.

Gambar 2.13

Surat Perjanjian Giyanti.

100

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

KESIMPULAN

1.

Perlawanan yang terjadi pada abad ke-16 di berbagai daerah

ditujukan kepada Portugis, Spanyol, dan Belanda. Kemudian

perlawanan rakyat pada abad ke-17 dan ke-18 umumnya

ditujukan kepada dominasi kongsi dagang VOC (Belanda).

2.

Perlawanan rakyat Indonesia dilatarbelakangi karena tindakan

monopoli, keserakahan, dan intervensi politik dengan devide et

impera

dari pemerintahan kongsi dagang itu.

3.

Perlawanan rakyat Indonesia itu umumnya memang dapat

dipatahkan oleh kekuatan musuh yang sering berlaku licik dan

memiliki persenjataan yang lebih lengkap.

4.

Dominasi pemerintahan kongsi dagang dan kekalahan

perlawanan rakyat mengakibatkan sebagian besar Kepulauan

Indonesia dikuasai kekuasaan asing terutama VOC.

5.

Perilaku penjajahan itu

tidak sesuai dengan fitrah dan hak asasi

manusia maka harus dilawan.

101

Sejarah Indonesia

LATIH UJI KOMPETENSI

1.

Jelaskan mengapa terjadi perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis

pada pertengahan abad ke-16?

2.

Ceritakan secara singkat perlawanan rakyat Maluku terhadap

dominasi Portugis!

3.

Mengapa Sultan Agung bersikeras untuk mengusir VOC dari Batavia?

Mengapa tidak berhasil?

4.

Bagaimana pendapat dan penilaian kamu tentang pandangan

bahwa

Aru Palaka itu bukan merupakan pengkhianat tetapi justru

merupakan tokoh pejuang dari Bone?

5.

Jelaskan apa, mengapa, dan bagaimana “Siasat Hadiah Sultan”!

6.

Coba lakukan telaah hal ihwal tentang surat izin bermukim atau

“surat pas” bagi orang-orang Cina dan coba kaitkan dengan

fenomena kehidupan masyarakat Indonesia sekarang.

7.

Coba jelaskan jalannya perlawanan Pangeran Mangkubumi dan

Raden Mas Said, tunjukkan pula pembagian wilayah perlawanan

antara kedua pasukan itu! Siapa De Clerq, bagaimana nasibnya?

Tugas

Di lingkungan kamu sangat mungkin terjadi sisa-sisa atau situs yang terkait

dengan perang melawan penjajahan (kalau tidak ada di lingkungan kamu,

cari peristiwa perang dulu yang paling dekat dengan daerah kamu). Coba

buatlah cerita tentang peristiwa perang itu dalam bentuk tulisan!

102

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

B.

Perang Melawan Penjajahan Belanda

»

Coba perhatikan baik-baik ilustrasi atau gambar di atas!

1. Berdasarkan pengamatan Kamu tentang gambar di atas

coba ajukan beberapa pertanyaan tentang berbagai hal tentang

gambar tersebut.

2. Gambar di atas terkait dengan peristiwa perang di mana?

3. Mengapa terjadi perang tersebut?

4. Tahukah kamu siapa tokoh-tokoh pejuang dalam perang itu?

Gambar di atas menunjukkan ilustrasi yang berkaitan dengan Perang Aceh

Perang Aceh berlangsung sangat lama yang ditujukan untuk melawan

kezaliman dan kekejaman pemerintah kolonial Belanda. Rakyat Aceh

bersama para pemimpinnya, baik tuanku maupun tengku mampu bertahan

dan membuat tentara Belanda kewalahan karena rakyat Aceh memiliki

motivasi yang bersifat spiritual, yakni sebuah keyakinan Islam. Rakyat Aceh

yakin bahwa perang yang mereka kobarkan adalah perang melawan kafir.

Perjuangan melawan kekejaman penjajahan pemerintah Belanda juga terjadi

di berbagai daerah. Bagaimana perlawanan dan perang yang terjadi di

berbagai daerah dalam melawan penjajahan pemerintah kolonial Belanda

itu? Pelajari dan telaah uraian-uraian berikut.

Mengamati Lingkungan

Gambar 2.14

Ilustrasi tentang situasi Perang Aceh.

Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan Perlawanan), 2012.

103

Sejarah Indonesia

1.

Perang Tondano

Perang Tondano yang terjadi pada 1808-1809 adalah perang yang melibatkan orang Minahasa di

Sulawesi Utara dan pemerintah kolonial Belanda pada permulaan abad XIX. Perang pada permulaan

abad XIX ini terjadi akibat dari implementasi politik pemerintah kolonial Hindia Belanda oleh para

pejabatnya di Minahasa, terutama upaya mobilisasi pemuda untuk dilatih menjadi tentara

(Taufik Abdullah dan A.B. Lapian, 2012:375)

a)

Perang Tondano I (1808)

Sekalipun hanya berlangsung sekitar satu tahun Perang Tondano terjadi

dalam dua tahap. Perang Tondano I terjadi pada masa kekuasaan VOC. Pada

saat datangnya bangsa Barat, orang-orang Spanyol sudah sampai di tanah

Minahasa (Tondano) Sulawesi Utara. Orang-orang Spanyol selain berdagang

juga menyebarkan agama Kristen. Tokoh yang berjasa dalam penyebaran

agama Kristen di tanah Minahasa adalah Fransiscus Xaverius. Hubungan

dagang orang Minahasa dan Spanyol terus berkembang. Tetapi mulai

abad XVII hubungan dagang antara keduanya mulai terganggu dengan

kehadiran para pedagang VOC. Waktu itu VOC telah berhasil menanamkan

pengaruhnya di Ternate. Bahkan, Gubernur Terante Simon Cos mendapatkan

kepercayaan dari Batavia untuk membebaskan Minahasa dari pengaruh

Spanyol. Simon Cos kemudian menempatkan kapalnya di Selat Lembeh

untuk mengawasi pantai timur Minahasa. Para pedagang Spanyol dan juga

Makassar yang bebas berdagang mulai tersingkir karena ulah VOC. Apalagi

waktu itu Spanyol harus meninggalkan Kepulauan Indonesia untuk menuju

Filipina.

»

K

amu ingat peristiwa apa yang menyebabkan Spanyol harus pergi

dari Indonesia dan menuju ke Filipina?

VOC berusaha memaksakan kehendak agar orang-orang Minahasa menjual

berasnya kepada VOC. Hal ini karena VOC sangat membutuhkan beras

untuk melakukan monopoli perdagangan beras di Sulawesi Utara. Orang-

orang Minahasa menentang usaha monopoli tersebut. Tidak ada pilihan lain

bagi VOC kecuali memerangi orang-orang Minahasa. Untuk melemahkan

orang- orang Minahasa, VOC membendung Sungai Temberan. Akibatnya

aliran sungai meluap dan menggenangi tempat tinggal rakyat dan para

pejuang Minahasa. Orang-orang Minahasa kemudian memindahkan

Memahami Teks

104

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

tempat tinggalnya di Danau Tondano dengan rumah-rumah apung.

Pasukan VOC kemudian mengepung kekuatan orang-orang Minahasa yang

berpusat di Danau Tondano. Simon Cos kemudian memberikan ultimatum

yang isinya antara lain: (1) Orang-orang Tondano harus menyerahkan para

tokoh pemberontak kepada VOC, (2) orang-orang Tondano harus membayar

ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak sebagai ganti rugi rusaknya

tanaman padi karena genangan air Sungai Temberan. Ternyata rakyat

Tondano bergeming dengan ultimatum VOC tersebut. Simon Cos sangat

kesal karena ultimatumnya tidak diperhatikan. Pasukan VOC akhirnya ditarik

mundur ke Manado. Setelah itu rakyat Tondano menghadapi masalah

dengan hasil pertanian yang menumpuk, tetapi tidak ada yang membeli.

Dengan terpaksa mereka kemudian mendekati VOC agar membeli hasil-

hasil pertaniannya. Dengan demikian, terbukalah tanah Minahasa oleh

VOC. Berakhirlah Perang Tondano I. Orang-orang Minahasa kemudian

memindahkan perkampungannya di Danau Tondano ke perkampungan baru

di daratan yang diberi nama Minawanua (ibu negeri).

»

Coba perhatikan dan renungkan isi ultimatum VOC yang kedua.

Orang-orang Tondano disuruh membayar ganti rugi kerusakan

tanaman padi akibat tergenang luapan air Sungai Temberan.

Sungguh licik VOC karena yang menyebabkan kerusakan tetapi

kerugiannya disuruh menanggung rakyat Tondano. Ingat! kelicikan

Belanda ini akan terus berlangsung selama Belanda menjajah

Indonesia.

b)

Perang Tondano II (1809)

Perang Tondano II sebenarnya sudah terjadi ketika memasuki abad ke-19,

yakni pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Perang ini dilatarbelakangi

oleh kebijakan Gubernur Jenderal Daendels yang mendapat mandat untuk

mempertahankan Jawa dari serangan Inggris. Daendels memerlukan pasukan

dalam jumlah besar. Untuk menambah jumlah pasukan, maka direkrut

pasukan dari kalangan pribumi. Mereka yang dipilih adalah dari suku-

suku yang memiliki keberanian berperang. Beberapa suku yang dianggap

memiliki keberanian adalah orang-orang Madura, Dayak, dan Minahasa.

Atas perintah Daendels melalui Kapten Hartingh, Residen Manado Prediger

segera mengumpulkan para

ukung.

105

Sejarah Indonesia

(

Ukung

adalah pemimpin dalam suatu wilayah

walak

atau daerah setingkat

distrik). Belanda menargetkan 2000 pasukan Minahasa yang akan dikirim

ke Jawa. Ternyata orang-orang Minahasa umumnya tidak setuju dengan

program Daendels untuk merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai

pasukan kolonial. Banyak di antara para

ukung

mulai meninggalkan rumah.

Mereka justru ingin mengadakan perlawanan terhadap kolonial Belanda.

Mereka memusatkan aktivitas perjuangannya di Tondano, Minawanua.

Salah seorang pemimpin perlawanan itu adalah

Ukung

Lonto. Ia menegaskan

rakyat Minahasa harus melawan kolonial Belanda sebagai bentuk penolakan

terhadap program pengiriman 2.000 pemuda Minahasa ke Jawa serta

menolak kebijakan kolonial yang memaksa agar rakyat menyerahkan beras

secara cuma-cuma kepada Belanda.

Dalam suasana yang semakin kritis itu tidak ada pilihan lain bagi Residen

Prediger kecuali mengirim pasukan untuk menyerang pertahanan orang-

orang Minahasa di Tondano Minawanua. Belanda kembali menerapkan

strategi dengan membendung Sungai Temberan. Prediger juga membentuk

dua pasukan tangguh. Satu pasukan dipersiapkan untuk menyerang dari

Danau Tondano, sedangkan pasukan yang lain menyerang Minawanua dari

darat. Tanggal 23 Oktober 1808 pertempuran mulai berkobar. Pasukan

Belanda yang berpusat di Danau Tondano berhasil melakukan serangan dan

merusak pagar bambu berduri yang membatasi danau dengan perkampungan

Minawanua sehingga menerobos pertahanan orang-orang Minahasa di

Minawanua. Walaupun sudah malam para pejuang tetap dengan semangat

yang tinggi terus bertahan dan melakukan perlawanan dari rumah ke rumah.

Pasukan Belanda merasa kewalahan. Setelah pagi hari tanggal 24 Oktober

1808 pasukan Belanda dari darat membombardir kampung pertahanan

Minawanua. Serangan terus dilakukan Belanda sehingga kampung itu seperti

tidak ada lagi kehidupan.

Pasukan Prediger mulai mengendorkan serangannya. Tiba-tiba dari

perkampungan itu orang-orang Tondano muncul dan menyerang dengan

hebatnya sehingga beberapa korban berjatuhan dari pihak Belanda. Pasukan

Belanda terpaksa ditarik mundur. Seiring dengan itu Sungai Temberan yang

dibendung mulai meluap sehingga mempersulit pasukan Belanda sendiri.

Dari jarak jauh Belanda terus menghujani meriam ke Kampung Minawanua,

tetapi tentu tidak efektif. Begitu juga serangan yang dari danau tidak mampu

mematahkan semangat juang orang-orang Tondano, Minawanua. Bahkan

terdengar berita kapal Belanda yang paling besar tenggelam di danau.

106

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

Perang Tondano II berlangsung

cukup lama, bahkan sampai

Agustus 1809. Dalam suasana

kepenatan dan kekurangan

makanan, mulai ada kelompok

pejuang yang memihak kepada

Belanda. Namun dengan kekuatan

yang ada para pejuang Tondano

terus memberikan perlawanan.

Akhirnya pada tanggal 4-5

Agustus 1809 Benteng pertahanan

Moraya milik para pejuang hancur

bersama rakyat yang berusaha

mempertahankannya.Para

pejuang itu memilih mati dari pada

menyerah kepada penjajah.

Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan Perlawanan), 2012.

Gambar 2.15

Danau Tondano, usai pemusnahan hunian di atas air.

Sumber:https://www.google.co.id/search=

benten+moraya, 25-9-2015

.

Gambar 2.16

Bekas Benteng Moraya

107

Sejarah Indonesia

»

Sungguh luar biasa perlawanan rakyat Minahasa, yang telah mati-

matian mempertahankan kedaulatannya. Coba pelajaran apa

yang dapat kamu peroleh setelah belajar tentang sejarah Perang

Tondano tersebut.

2. Perang Pattimura (1817)

Maluku dengan hasil rempah-rempahnya diibaratkan bagaikan “mutiara

dari timur”. Kekayaan yang diibaratkan bagaikan “mutiara dari timur” itu,

senantiasa diburu oleh orang-orang Eropa. Namun tidak hanya memburu

kekayaan, orang-orang Eropa juga ingin berkuasa dan melakukan monopoli

perdagangan. Kekuasaan orang-orang Eropa itu telah merusak tata ekonomi

dan pola perdagangan bebas yang telah lama berkembang di Nusantara.

Pada masa pemerintahan Inggris di bawah Raffles keadaan Maluku relatif

lebih tenang karena Inggris bersedia membayar hasil bumi rakyat Maluku.

Kegiatan kerja rodi mulai dikurangi. Bahkan para pemuda Maluku juga diberi

kesempatan untuk bekerja pada dinas angkatan perang Inggris. Tetapi pada

masa pernerintahan kolonial Hindia Belanda, keadaan kembali berubah.

Kegiatan monopoli di Maluku kembali diperketat. Dengan demikian, beban

rakyat semakin berat. Sebab selain penyerahan wajib, masih juga harus dikenai

kewajiban kerja paksa, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi. Kalau ada

penduduk yang melanggar akan ditindak tegas. Ditambah lagi terdengar

desas desus bahwa para guru akan diberhentikan untuk penghematan,

sementara itu para pemuda akan dikumpulkan untuk dijadikan tentara di

luar Maluku. Desas-desus ini membuat situasi semakin panas, ditambah

lagi dengan sikap arogan dan sikap sewenang-wenang dari Residen

Saparua. Suatu ketika Belanda memesan perahu orambai kepada nelayan.

Setelah selesai perahu diserahkan kepada Belanda. Tetapi Belanda tidak

mau membayar perahu itu dengan harga yang pantas. Mereka menuntut

agar pemerintah bersedia membayar perahu orambai yang dipesan oleh

pemerintah Belanda dengan harga yang pantas. Bahkan perahu orambai

yang diserahkan kepada pemerintah Belanda tidak pernah dibayar. Padahal

orang-orang Maluku sudah berperan menyediakan ikan asin untuk kapal-

kapal Belanda di Maluku. Belanda sama sekali tidak menghargai jasa orang-

orang Maluku. Oleh karena itu, para pembuat perahu mengancam akan

108

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

mogok jika tidak dibayar. Residen Saparua

Van

den Berg

menolak tuntutan rakyat itu. Kejadian

itu menyebabkan kebencian rakyat Maluku

semakin menjadi-jadi

.

Menanggapi kondisi yang demikian para

tokoh dan pemuda Maluku melakukan

serangkaian pertemuan rahasia. Sebagai

contoh telah diadakan pertemuan rahasia di

Pulau Haruku, pulau yang dihuni orang-orang

Islam. Selanjutnya pada tanggal 14 Mei 1817 di

Pulau Saparua (pulau yang dihuni orang-orang

Kristen) kembali diadakan pertemuan di sebuah

tempat yang sering disebut dengan Hutan

Kayu Putih. Dalam berbagai pertemuan itu

disimpulkan bahwa rakyat Maluku tidak ingin

terus menderita di bawah keserakahan dan kekejaman Belanda. Oleh karena

itu, mereka perlu mengadakan perlawanan untuk menentang kebijakan

Belanda. Thomas Matulessy yang kemudian terkenal dengan gelarnya

Pattimura dipercaya sebagai pemimpin. Pengalamannya bekerja di dinas

angkatan perang Inggris diyakini dapat menguntungkan rakyat Maluku.

Gerakan perlawanan dimulai dengan menghancurkan kapal-kapal Belanda

di pelabuhan. Para pejuang Maluku kemudian menuju Benteng Duurstede.

Ternyata di benteng itu sudah berkumpul pasukan Belanda. Dengan demikian

terjadilah pertempuran antara para pejuang Maluku melawan pasukan

Belanda. Dalam perang itu pasukan Belanda dipimpin oleh Residen van

den Berg. Sementara dari pihak para pejuang dipimpin oleh para tokoh lain

seperti Christina Martha Tiahahu, Thomas Pattiwwail, dan Lucas Latumahina.

Para pejuang Maluku dengan sekuat tenaga mengepung Benteng

Duurstede dan tidak begitu menghiraukan tembakan-tembakan meriam

yang dimuntahkan oleh serdadu Belanda dari dalam benteng. Sementara

itu senjata para pejuang Maluku masih sederhana seperti pedang dan keris.

Dalam waktu yang hampir bersamaan para pejuang Maluku satu persatu

dapat memanjat dan masuk ke dalam benteng. Residen dapat dibunuh dan

Benteng Duurstede dapat dikuasai oleh para pejuang Maluku. Jatuhnya

Benteng Duurstede telah menambah semangat juang para pemuda Maluku

untuk terus berjuang melawan Belanda.

Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan:

Dari Sultan Agung hingga

Hamengku Buwono IX, 1992.

Gambar 2.17

Pattimura.

109

Sejarah Indonesia

Belanda kemudian mendatangkan bantuan dari Ambon. Datanglah 300

prajurit yang dipimpin oleh Mayor Beetjes. Pasukan ini dikawal oleh dua kapal

perang yakni Kapal Nassau dan Evertsen. Namun bantuan ini dapat digagalkan

oleh pasukan Pattimura, bahkan Mayor Beetjes terbunuh. Kemenangan ini

semakin menggelorakan perjuangan para pejuang di berbagai tempat seperti

di Seram, Hitu, Haruku, dan Larike. Selanjutnya Pattimura memusatkan

perhatian untuk menyerang Benteng Zeelandia di Pulau Haruku. Melihat

gelagat itu maka pasukan Belanda memperkuat pertahanan benteng di

bawah komandannya Groot. Patroli juga terus diperketat. Oleh karena itu,

Pattimura gagal menembus Benteng Zeelandia.

Upaya perundingan mulai ditawarkan, tetapi tidak ada kesepakatan.

Akhirnya Belanda mengerahkan semua kekuatannya termasuk bantuan dari

Batavia untuk merebut kembali Benteng Duurstede. Bulan Agustus 1817

Saparua diblokade, Benteng Duurstede dikepung disertai tembakan meriam

Sumber:

Sejarah Nasional Indonesia 4, 1984

Gambar 2.18

Benteng Duurstede

110

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

yang bertubi-tubi. Satu persatu perlawanan

di luar benteng dapat dipatahkan. Daerah di

kepulauan itu jatuh kembali ke tangan Belanda.

Dalam kondisi yang demikian itu Pattimura

memerintahkan pasukannya untuk meloloskan

diri dan meninggalkan tempat pertahanannya.

Dengan demikian, Benteng Duurstede berhasil

dikuasai Belanda kembali. Pattimura dan

pengikutnya terus melawan dengan gerilya.

Tetapi pada bulan November beberapa

pembantu Pattimura tertangkap seperti

Kapitan Paulus Tiahahu (ayah Christina Martha

Tiahahu) yang kemudian dijatuhi hukuman

mati. Mendengar peristiwa ini Christina Martha

Tiahahu marah dan segera pergi ke hutan untuk

bergerilya.

Belanda tidak akan puas sebelum dapat menangkap Pattimura. Bahkan,

Belanda mengumumkan kepada siapa saja yang dapat menangkap Pattimura

akan diberi hadiah 1.000 gulden. Setelah enam bulan memimpin perlawanan,

akhirnya Pattimura tertangkap. Pada tanggal 16 Desember 1817 Pattimura

dihukum gantung di alun-alun Kota Ambon. Christina Martha Tiahahu yang

berusaha melanjutkan perang gerilya akhirnya juga tertangkap. Ia tidak

dihukum mati tetapi bersama 39 orang lainnya dibuang ke Jawa sebagai

pekerja rodi. Dikisahkan bahwa di dalam kapal Christina Martha Tiahahu

mogok tidak mau makan dan tidak mau buka mulut. Ia jatuh sakit dan

akhirnya meninggal pada tanggal 2 Januari 1818. Jenazahnya dibuang ke laut

antara Pulau Buru dan Pulau Tiga. Dengan demikian, berakhirlah perlawanan

Pattimura.

»

Kamu sudah belajar tentang sejarah perjuangan Pattimura dalam

melawan Belanda. Coba rumuskan secara singkat mengapa terjadi

perlawanan Pattimura, bagaimana jalannya perang yang dipimpin

Pattimura ? Apa akibat dari perang itu ?

Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan:

Dari Sultan Agung hingga

Hamengku Buwono IX, 1992.

Gambar 2.19

Christina Martha

Tiahahu.

111

Sejarah Indonesia

3.

Perang Padri

Perang Padri terjadi di tanah Minangkabau, Sumatera Barat pada tahun

1821–1837. Perang ini digerakkan oleh para pembaru Islam. Mengapa dan

bagaimana Perang Padri itu terjadi?

Perang Padri sebenarnya merupakan perlawanan kaum Padri terhadap

dominasi pemerintahan Hindia Belanda di Sumatera Barat. Perang ini

bermula adanya pertentangan antara kaum Padri dengan kaum Adat dalam

masalah praktik keagamaan. Pertentangan itu dimanfaatkan sebagai pintu

masuk bagi Belanda untuk campur tangan dalam urusan Minangkabau. Perlu

dipahami sekalipun masyarakat Minangkabau sudah memeluk agama Islam,

tetapi sebagian masyarakat masih memegang teguh adat dan kebiasaan

yang kadang-kadang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Pada akhir abad ke-18 telah datang seorang ulama dari kampung Kota

Tua di daratan Agam. Karena berasal dari kampung Kota Tua maka ulama

itu terkenal dengan nama Tuanku Kota Tua. Tuanku Kota Tua ini mulai

mengajarkan pembaruan-pembaruan dan praktik agama Islam. Dengan

melihat realitas kebiasaan masyarakat, Tuanku Kota Tua menyatakan bahwa

masyarakat Minangkabau sudah begitu jauh menyimpang dari ajaran Islam.

Ia menunjukkan bagaimana seharusnya masyarakat itu hidup sesuai dengan

Alquran dan Sunah Nabi. Di antara murid dari Tuanku Kota Tua ini yang

bernama Tuanku Nan Renceh. Kemudian pada tahun 1803 datanglah

tiga orang ulama yang baru saja pulang haji dari tanah suci Mekah, yakni:

Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piabang. Mereka melanjutkan gerakan

pembaruan atau pemurnian pelaksanaan ajaran Islam seperti yang pernah

dilakukan oleh Tuanku Kota Tua. Orang-orang yang melakukan gerakan

pemurnian ajaran Islam di Minangkabau itu sering dikenal dengan kaum

Padri.

Mengenai sebutan

Padri

ini sesuai dengan sebutan orang Padir di Aceh. Padir

itu tempat persinggahan para jamaah haji. Orang Belanda menyebutnya

dengan

Padri

yang dapat dikaitkan dengan kata

padre

dari bahasa Portugis

untuk menunjuk orang-orang Islam yang berpakaian putih. Sementara kaum

Adat di Sumatera Barat memakai pakaian hitam.

112

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

Dalam melaksanakan pemurnian praktik ajaran Islam, kaum Padri menentang

praktik berbagai adat dan kebiasaan kaum Adat yang memang dilarang

dalam ajaran Islam seperti berjudi, menyabung ayam, dan minum-minuman

keras. Kaum Adat yang mendapat dukungan dari beberapa pejabat penting

kerajaan menolak gerakan kaum Padri. Terjadilah pertentangan antara kedua

belah pihak. Timbullah bentrokan antara keduanya.

Pada tahun 1821 pemerintah Hindia Belanda mengangkat James Du Puy

sebagai residen di Minangkabau. Pada tanggal 10 Februari 1821, Du Puy

mengadakan perjanjian persahabatan dengan tokoh Adat, Tuanku Suruaso

dan 14 Penghulu Minangkabau. Berdasarkan perjanjian ini maka beberapa

daerah kemudian diduduki oleh Belanda. Pada tanggal 18 Februari 1821,

Belanda yang telah diberi kemudahan oleh kaum Adat berhasil menduduki

Simawang. Di daerah ini telah ditempatkan dua meriam dan 100 orang

serdadu Belanda. Tindakan Belanda ini ditentang keras oleh kaum Padri pada

tahun 1821 itu meletuslah Perang Padri.

NAMA P

ADRI

“Ada beberapa pendapat mengenai istilah padri. Ada yang mengatakan,

padri berasal dari kata Portugis, padre yang artinya “bapak”, sebuah

gelar yang biasa diberikan untuk golongan pendeta. Ada pula yang

mengatakan berasal dari kata Pedir, sebuah kota Bandar di pesisir utara

Aceh, tempat transit dan pemberangkatan kaum muslimin yang akan

melaksanakan ibadah haji ke Mekah. Di Minangkabau pada awal abad

XIX istilah padri belum dikenal. Waktu itu hanya popular sebutan

golongan hitam dan golongan putih. Penamaan ini didasarkan pada

pakaian yang mereka kenakan. Golongan putih yang pakaiannya serba

putih adalah para pembaru, kemudian oleh penulis-penulis sejarah

disebut sebagai kaum Padri/Padri. Belum diketahui mengapa golongan

putih ini mereka sebut sebagai kaum Padri, sedangkan untuk golongan

hitam merupakan kelompok yang memakai pakaian serba hitam.

Kelompok ini merupakan kelompok yang mempertahankan paham yang

terlebih dahulu sudah berkembang lama di Minangkabau, sehingga juga

dikenal sebagai golongan adat”

(Taufik

Abdullah dan

A.B.

Lapian (ed),

2012: 415)

113

Sejarah Indonesia

»

Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebenarnya apa saja

yang memicu meletusnya Perang Padri di Sumatera Barat itu?

Coba rumuskan dengan bahasamu sendiri

Perang Padri di Sumatera Barat ini dapat dibagi dalam tiga fase.

a) Fase Pertama (1821-1825)

Pada fase pertama, kaum Padri menyerang pos-pos dan pencegatan

terhadap patroli-patroli Belanda. Bulan September 1821 pos-pos Simawang

menjadi sasaran serbuan kaum Padri. Begitu pula dengan pos-pos lain

seperti Soli Air, dan Sipinang. Kemudian Tuanku Pasaman menggerakkan

sekitar 20.000 sampai 25.000 pasukan untuk mengadakan serangan di

sekitar hutan di sebelah timur gunung. Pasukan Padri menggunakan senjata-

senjata tradisional, seperti tombak dan parang. Sedangkan Belanda dengan

kekuatan 200 orang serdadu Eropa ditambah sekitar 10.000 pasukan orang

pribumi termasuk juga kaum Adat. Belanda menggunakan senjata-senjata

lebih modern seperti meriam dan senjata api lainnya. Pertempuran ini

memakan banyak korban. Di pihak Tuanku Pasaman kehilangan 350 orang

prajurit, termasuk putra Tuanku Pasaman. Begitu juga Belanda tidak sedikit

kehilangan pasukannya. Tuanku Pasaman dengan sisa pasukannya kemudian

mengundurkan diri ke Lintau. Sementara itu, pasukan Belanda setelah berhasil

menguasai seluruh lembah Tanah Datar, kemudian mendirikan benteng di

Batusangkar yang kelak terkenal dengan sebutan Fort Van der Capellen.

Perlawanan kaum Padri muncul di berbagai tempat. Tuanku Pasaman

memusatkan perjuangannya di Lintau dan Tuanku Nan Renceh memimpin

pasukannya di sekitar Baso. Pasukan Tuanku Nan Renceh harus menghadapi

pasukan Belanda di bawah pimpinan Kapten Goffinet. Periode tahun 1821

- 1825, serangan-serangan kaum Padri memang meluas di seluruh tanah

Minangkabau. Bulan September 1822 kaum Padri berhasil mengusir Belanda

dari Sungai Puar, Guguk Sigandang, dan Tajong Alam. Menyusul kemudian

di Bonio kaum Padri harus menghadapi menghadapi pasukan PH. Marinus.

Pada tahun 1823 pasukan Padri berhasil mengalahkan tentara Belanda di

Kapau. Kesatuan kaum Padri yang terkenal berpusat di Bonjol. Pemimpin

mereka adalah Peto Syarif. Peto Syarif inilah yang dalam sejarah Perang Padri

dikenal sebagai Tuanku Imam Bonjol. Ia sangat gigih memimpin kaum Padri

untuk melawan kekejaman dan keserakahan Belanda di tanah Minangkabau.

114

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

Belanda merasa kewalahan dalam melawan kaum Padri, sehingga mengambil

strategi damai. Oleh karena itu, pada tanggal 26 Januari 1824 tercapailah

perundingan damai antara Belanda dengan kaum Padri di wilayah Alahan

Panjang. Perundingan ini dikenal dengan Perjanjian Masang. Tuanku Imam

Bonjol tidak keberatan dengan adanya perjanjian damai tersebut. Akan

tetapi, Belanda justru memanfaatkan perdamaian tersebut untuk menduduki

daerah-daerah lain. Kemudian Belanda juga memaksa Tuanku Mensiangan

dari Kota Lawas untuk berunding, tetapi ditolak. Tuanku Mensiangan

justru melakukan perlawanan. Tetapi Belanda lebih kuat bahkan pusat

pertahanannya kemudian dibakar dan Tuanku Mensiangan ditangkap.

Tindakan Belanda itu telah menimbulkan amarah kaum Padri Alahan Panjang

dan menyatakan pembatalan kesepakatan dalam Perjanjian Masang. Tuanku

Imam Bonjol menggelorakan kembali semangat untuk melawan Belanda.

Dengan demikian, perlawanan kaum Padri masih terus berlangsung di

berbagai tempat.

b) Fase Kedua (1825-1830)

Coba ingat-ingat angka tahun 1825-1830 itu. Kira-kira terkait dengan

peristiwa apa pada angka tahun tersebut? Peristiwa itu jelas di luar Sumatera

Barat. Tahun itu merupakan tahun yang sangat penting, sehingga bagi

Belanda digunakan sebagai bagian strategi dalam menghadapi perlawanan

kaum Padri di Sumatera Barat. Bagi Belanda tahun itu digunakan untuk sedikit

mengendorkan ofensifnya dalam Perang Padri. Upaya damai diusahakan

sekuat tenaga. Oleh karena itu, Kolonel De Stuers yang merupakan penguasa

sipil dan militer di Sumatera Barat berusaha mengadakan kontak dengan

tokoh-tokoh kaum Padri untuk menghentikan perang dan sebaliknya perlu

mengadakan perjanjian damai. Kaum Padri tidak begitu menghiraukan

ajakan damai dari Belanda, karena Belanda sudah biasa bersikap licik. Belanda

kemudian minta bantuan kepada seorang saudagar keturunan Arab yang

bernama Sulaiman Aljufri untuk mendekati dan membujuk para pemuka

kaum Padri agar dapat diajak berdamai. Sulaiman Aljufri menemui Tuanku

Imam Bonjol agar bersedia berdamai dengan Belanda. Tuanku Imam Bonjol

menolak. Kemudian menemui Tuanku Lintau ternyata merespon ajakan

damai itu. Hal ini juga didukung Tuanku Nan Renceh. Itulah sebabnya pada

tanggal 15 November 1825 ditandatangani Perjanjian Padang. Isi Perjanjian

Padang itu antara lain sebagai berikut:

1)

Belanda mengakui kekuasaan pemimpin Padri di Batusangkar,

Saruaso, Padang Guguk Sigandang, Agam, Bukittinggi dan menjamin

pelaksanaan sistem agama di daerahnya.

2)

Kedua belah pihak tidak akan saling menyerang.

115

Sejarah Indonesia

3)

kedua pihak akan melindungi para pedagang dan orang-orang yang

sedang melakukan perjalanan.

4)

Secara bertahap Belanda akan melarang praktik adu ayam.

»

Coba perhatikan secara kritis, apa makna perjanjian Padang itu

bagi Belanda lalu kaitkan dengan peristiwa tahun 1825 – 1830

di Jawa. Inilah strategi Belanda dalam memenangkan perang

di berbagai daerah. Perang Padri fase ke-2 ini dapat dikatakan

sebagai fase peredaan.

c) Fase ketiga (1830 – 1837/1838)

Nah, tentu kamu sudah menemukan jawaban peristiwa tahun 1825-1830 di

Jawa. Peristiwa itu adalah Perang Diponegoro. Setelah Perang Diponegoro

berakhir pada tahun 1830, semua kekuatan Belanda dikonsentrasikan ke

Sumatera Barat untuk menghadapi perlawanan kaum Padri. Dimulailah

Perang Padri fase ketiga.

Pada pertempuran fase ketiga ini kaum Padri mulai mendapatkan simpati

dari kaum Adat. Dengan demikian, kekuatan para pejuang di Sumatera Barat

meningkat. Orang-orang Padri yang mendapatkan dukungan kaum Adat itu

bergerak ke pos-pos tentara Belanda. Kaum Padri dari Bukit Kamang berhasil

memutuskan sarana komunikasi antara benteng Belanda di Tanjung Alam

dan Bukittinggi. Tindakan kaum Padri itu dijadikan alasan Belanda untuk

menyerang Koto Tuo di Ampek Angkek yang dipimpin Gillavary, Belanda

juga membangun benteng pertahanan dari Ampang Gadang sampai ke

Biaro. Batang Gadis, sebuah nagari yang memiliki posisi sangat strategis

terletak antara Tanjung Alam dan Batu Sangkar juga diduduki. Pada tahun

1831 Gillavary digantikan oleh Jacob Elout. Elout ini telah mendapatkan

pesan dari Gubernur Jenderal Van den Bosch agar melaksanakan serangan

besar-besaran terhadap kaum Padri.

Elout segera mengerahkan pasukannya untuk menguasai beberapa nagari,

seperti Manggung dan Naras. Termasuk daerah Batipuh. Setelah menguasai

Batipuh, serangan Belanda ditujukan ke Benteng Marapalam. Benteng ini

merupakan kunci untuk dapat menguasai Lintau. Karena bantuan dua orang

Padri yang berkhianat dengan menunjukkan jalan menuju benteng kepada

Belanda, maka pada Agustus 1831 Belanda dapat menguasai Benteng

Marapalam tersebut. Dengan jatuhnya benteng ini maka beberapa nagari di

sekitarnya ikut menyerah.

116

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

Seiring dengan datangnya bantuan pasukan dari Jawa pada tahun 1832

maka Belanda semakin ofensif terhadap kekuatan kaum Padri di berbagai

daerah. Pasukan yang datang dari Jawa itu antara lain pasukan legium

Sentot Ali Basah Prawirodirjo dengan 300 prajurit bersenjata. Tahun 1833

kekuatan Belanda sudah begitu besar. Dengan kekuatan yang berlipat ganda

Belanda melakukan penyerangan terhadap pos-pos pertahanan kaum Padri.

Di Banuhampu, Kamang, Guguk Sigandang, Tanjung Alam, Sungai Puar,

Candung dan beberapa nagari di Agam.

Dalam catatan sejarah kolonial penyerangan di berbagai tempat itu,

penyerangan terhadap Guguk Sigandang merupakan catatan hitam karena

disertai dengan penyembelihan dan penyincangan terhadap tokoh-tokoh

dan pasukan kaum Padri. Bahkan terhadap mereka yang dicurigai sebagai

pendukung Padri. Pada waktu penyerbuan Kamang, pasukan Belanda dapat

mendapat perlawanan sengit, bahkan 100 orang pasukan Belanda termasuk

perwira terbunuh. Baru hari berikutnya dengan mengerahkan kekuatannya,

Belanda dapat menguasai Kamang. Dalam serangkaian pertempuran itu

banyak kaum Padri telah menjadi korban, termasuk tokoh Tuanku Nan

Cerdik dapat ditangkap.

Di samping strategi militer, setelah Van den Bosch berkunjung ke Sumatera

Barat, diterapkan strategi

winning the heart

kepada masyarakat. Pajak pasar

dan berbagai jenis pajak mulai dihapuskan. Penghulu yang kehilangan

penghasilan akibat penghapusan pajak diberi gaji 25-30 gulden. Para kuli

yang bekerja untuk pemerintah Belanda juga diberi gaji 50 sen sehari.

Komandan militer untuk wilayah pesisir barat Sumatera Cornelis Pieter Jacob

Elout digantikan oleh E. Francis. Selanjutnya Belanda tidak akan mencampuri

urusan pemerintahan tradisional di Minangkabau. Sebagai upaya gencatan

senjata pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan Plakat Panjang. Plakat

Panjang adalah pernyataan atau janji khidmat yang isinya tidak akan ada

lagi peperangan antara Belanda dan kaum Padri. Setelah pengumuman

Plakat Panjang ini kemudian Belanda mulai menawarkan perdamaian kepada

para pemimpin Padri. Dengan kebijakan baru itu beberapa tokoh Padri

dikontak oleh Belanda dalam rangka mencapai perdamaian. Beberapa tokoh

memenuhi ajakan Belanda untuk berdamai.

Sementara para pejuang yang begitu mencintai kemerdekaan bumi

Minangkabau terus melanjutkan perlawanan. Setelah kekuatan pasukan

Tuanku Nan Cerdik dapat dihancurkan, pertahanan terakhir perjuangan

117

Sejarah Indonesia

kaum Padri berada di tangan Tuanku Imam Bonjol. Pada tahun 1834 Belanda

dapat memusatkan kekuatannya untuk menyerang pasukan Imam Bonjol di

Bonjol. Jalan-jalan yang menghubungkan Bonjol dengan daerah pantai sudah

diblokade oleh tentara Belanda. Pada tanggal 16 Juni 1835 benteng Bonjol

dihujani meriam oleh serdadu Belanda. Pada bulan Agustus 1835 benteng di

perbukitan dekat Bonjol jatuh ke tangan Belanda.

Belanda juga mencoba mendekati Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai.

Imam Bonjol mau berdamai, tetapi dengan beberapa persyaratan antara

lain jika tercapai perdamaian, Imam Bonjol minta agar rakyat Bonjol

dibebaskan dari bentuk kerja paksa dan nagari itu tidak diduduki Belanda.

Namun, Belanda tidak memberi jawaban. Belanda justru semakin ketat

mengepung pertahanan di Bonjol. Pengepungan ini dipimpin oleh Residen

Padang Emanuel Francis. Sampai tahun 1836 benteng Bonjol tetap dapat

dipertahankan oleh pasukan Padri. Akan tetapi, satu per satu pemimpin

Padri dapat ditangkap. Hal ini jelas dapat memperlemah pertahanan pasukan

Padri. Namun, di bawah komando Imam Bonjol mereka terus berjuang

untuk mempertahankan setiap jengkal tanah Minangkabau. Pada tanggal

16 Agustus 1837 Benteng Bonjol berhasil dikepung dari empat penjuru dan

berhasil dilumpuhkan. Imam Bonjol dan beberapa pejuang lainnya dapat

meloloskan diri. Francis kembali menyerukan Imam Bonjol untuk berunding.

Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan Perlawanan), 2012.

Gambar 2.20

Ilustrasi pertempuran sengit antara pasukan Padri melawan Belanda di bukit

selatan Bonjol.

118

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

Demi menjamin keselamatan warganya,

pada tanggal 28 Oktober 1837, Imam Bonjol

menerima tawaran damai dari Residen Francis.

Ternyata ajakan berunding itu hanya tipu

muslihat, karena pada saat datang di tempat

perundingan, Imam Bonjol langsung ditangkap.

Beberapa pengikutnya memang ada yang

berhasil meloloskan diri dan melanjutkan

perang gerilya di hutan-hutan Minangkabau.

Imam Bonjol kemudian dibawa ke Batavia.

Akhirnya, Tuanku Imam Bonjol dibuang ke

Cianjur, Jawa Barat. Pada tanggal 19 Januari

1839 ia dipindahkan ke Ambon dan tahun 1841

dipindahkan lagi ke Manado hingga wafatnya

pada tanggal 6 November 1864.

Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan:

Dari Sultan Agung hingga

Hamengku Buwono IX, 1992.

Gambar 2.21

Tuanku Imam

Bonjol.

Sumber: Tempat Pengasingan dan Makam Pejuang Bangsa, 2003

Gambar 2.22

Batu yang biasa digunakan salat Iman Bonjol sekarang terletak di

belakang kompleks makam Imam Bonjol di Manado.

119

Sejarah Indonesia

4.

Perang Diponegoro

Sebelum mempelajari bagaimana Perang Diponegoro itu berlangsung, coba

renungkan beberapa beberapa pertanyaan berikut!

»

1)

Siapakah Pangeran Diponegoro itu?

2)

Benarkah Pangeran Diponegoro pejuang yang cinta tanah

air?

3)

Buktikan bahwa Pangeran Diponegoro memperjuangkan nilai-

nilai kemanusiaan!

4)

Benarkah Pangeran Diponegoro merupakan pemimpin dan

pejuang yang sangat menghargai kerja sama dengan sesama

pejuang?

5)

Buktikan bahwa Pangeran Diponegoro adalah seorang

pemimpin bukan sekadar manajer !

6)

Dalam berjuang Pangeran Diponegoro tetap mendasarkan

pada nilai-nilai kesyukuran dan keimanan. Coba tunjukkan

buktinya!

Memasuki abad ke-19, keadaan di Jawa khususnya di Surakarta dan

Yogyakarta semakin memprihatinkan. Intervensi pemerintah kolonial terhadap

pemerintahan lokal tidak jarang mempertajam konflik yang sudah ada dan

atau dapat melahirkan konflik baru di lingkungan kerajaan. Hal ini juga terjadi

di Surakarta dan Yogyakarta. Campur tangan kolonial itu juga membawa

pergeseran adat dan budaya keraton yang

sudah lama ada di keraton bahkan melahirkan

budaya Barat yang tidak sesuai dengan

budaya Nusantara, seperti minum-minuman

keras. Dominasi pemerintahan kolonial juga

telah menempatkan rakyat sebagai objek

pemerasan, sehingga semakin menderita.

Pada waktu itu pemerintah kerajaan

mengizinkan perusahaan asing menyewa

tanah untuk kepentingan perkebunan.

Pada umumnya tanah itu disewa dengan

penduduknya sekaligus. Akibatnya, para

petani tidak dapat mengembangkan hidup

dengan pertaniannya, tetapi justru menjadi

tenaga kerja paksa. Rakyat tetap hidup

Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan:

Dari Sultan Agung hingga

Hamengku Buwono IX, 1992.

Gambar 2.23

Pangeran

Diponegoro.

120

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

menderita. Perubahan pada masa Van der Capellen juga menimbulkan

kekecewaan. Beban penderitaan rakyat itu semakin berat, karena diwajibkan

membayar berbagai macam pajak, seperti: (a)

welah-welit

(pajak tanah),

(b

)

pengawang-awang

(pajak halaman pekarangan), (c)

pecumpling

(pajak

jumlah pintu), (d)

pajigar

(pajak ternak), (e)

penyongket

(pajak pindah nama),

dan (f)

bekti

(pajak menyewa tanah atau menerima jabatan). Di samping

berbagai pajak itu masih ada pajak yang ditarik di tempat pabean atau tol.

Semua lalu lintas pengangkut barang juga dikenai pajak. Bahkan seorang

ibu yang menggendong anak di jalan umum juga harus membayar pajak.

Penderitaan rakyat ini semakin bertambah setelah terjadi wabah kolera di

berbagai daerah.

Sementara itu dalam kehidupan sosial kemasyarakatan terdapat jurang

pemisah antara rakyat dengan punggawa kerajaan dan perbedaan

status sosial antara rakyat pribumi dengan kaum kolonial. Adanya jurang

pemisah antara si kaya dan si miskin, antara rakyat dan kaum kolonial,

sering menimbulkan kelompok-kelompok yang tidak puas sehingga sering

menimbulkan kekacauan.

Dalam suasana penderitaan rakyat dan kekacauan itu tampil seorang

bangsawan, putera Sultan Hamengkubuwana III yang bernama Raden

Mas Ontowiryo atau lebih terkenal dengan nama Pangeran Diponegoro.

Pangeran Diponegoro merasa tidak puas dengan melihat penderitaan rakyat

dan kekejaman serta kelicikan Belanda. Pangeran Diponegoro merasa sedih

menyaksikan masuknya budaya Barat yang tidak sesuai dengan budaya

Timur. Oleh karena itu, Pangeran Diponegoro berusaha menentang dominasi

Belanda yang kejam dan tidak mengenal perikemanusiaan. Pada tanggal 20

Juli 1825 meletuslah Perang Diponegoro. Meletusnya perang ini didasarkan

pada visi dan cita-cita Pangeran Diponegoro yakni untuk membentuk

Kesultanan Yogyakarta yang memuliakan agama yang berada dalam wadah

negara Islam. Oleh karena itu, Pangeran Diponegoro disebut telah melakukan

“hijrah kultural”.(Saleh As’ad Djamhari, “ Pangeran Diponegoro dan Perang

Jawa (1825-1830)” dalam buku

Indonesia dalam Arus Sejarah

,

2012)

»

Perang Diponegoro sering disebut dengan Perang Jawa. Nah,

bersama anggota kelompokmu coba diskusikan bagaimana

latar belakang dan sebab-sebab terjadinya Perang Diponegoro.

Mengapa dinamakan Perang Jawa?

121

Sejarah Indonesia

Bermula dari insiden anjir

Sejak tahun 1823, Jonkheer Anthonie Hendrik Smissaert diangkat sebagai

residen di Yogyakarta. Tokoh Belanda ini dikenal sebagai tokoh yang sangat

anti terhadap Pangeran Diponegoro. Oleh karena itu, Smissaert bekerja

sama dengan Patih Danurejo untuk menyingkirkan Pangeran Diponegoro

dari istana Yogyakarta. Pada suatu hari di tahun 1825 Smissaert dan Patih

Danurejo memerintahkan anak buahnya untuk memasang

anjir

(pancang/

patok) dalam rangka membuat jalan baru. Pemasangan

anjir

ini secara sengaja

melewati pekarangan milik Pangeran Diponegoro di Tegalrejo tanpa izin.

Pangeran Diponegoro memerintahkan

raky

at untuk mencabuti

anjir

tersebut.

Kemudian Patih Danurejo memerintahkan memasang kembali

anjir-anjir

itu

dengan dijaga pasukan Macanan (pasukan pengawal kepatihan). Dengan

keberaniannya pengikut Pangeran Diponegoro mencabuti

anjir

/

patok-patok

itu dan digantikannya dengan tombak-tombak mereka. Berawal dari insiden

anjir

inilah meletus Perang Diponegoro.

Pada tanggal 20 Juli 1825 sore hari, rakyat Tegalreja berduyun-duyun

berkumpul di

ndalem

Tegalreja. Mereka membawa berbagai senjata seperti

pedang, tombak, dan lembing. Mereka menyatakan setia kepada Pangeran

Diponegoro dan mendukung perang melawan Belanda. Belanda datang

dan mengepung kediaman Pangeran Diponegoro di Tegalreja. Pertempuran

sengit antara pasukan Diponegoro dengan serdadu Belanda tidak dapat

dihindarkan. Tegalreja dibumihanguskan. Dengan berbagai pertimbangan,

Pangeran Diponegoro dan pasukannya menyingkir ke arah selatan ke Bukit

Selarong.

Pangeran Diponegoro adalah pemimpin yang tidak individualis. Beliau sangat

memperhatikan keselamatan anggota keluarga dan anak buahnya. Sebelum

melanjutkan perlawanan Pangeran Diponegoro harus mengungsikan

anggota keluarga, anak-anak dan orang-orang yang sudah lanjut usia ke

Dekso (daerah Kulon Progo). Untuk mengawali perlawanannya terhadap

Belanda Pangeran Diponegoro membangun benteng pertahanan di Gua

Selarong. Dalam memimpin perang ini Pangeran Diponegoro mendapat

dukungan luas dari masyarakat, para punggawa kerajaan, dan para bupati.

Tercatat 15 dari dari 29 pangeran dan 41 dari 88 bupati bergabung dengan

Pangeran Diponegoro. Di samping itu, Pangeran Diponegoro juga sudah

mempersiapkan termasuk penggalangan dana, tenaga, dan persenjataan.

Pangeran Diponegoro mendapat dukungan dari berbagai lapisan pangeran,

dan priayi sepuh, juga rakyat. Mereka rela mengumpulkan barang-barang

berharga seperti uang kontan dan perhiasan, aneka sarung keris bertatahkan

122

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

permata, dan sabuk bersepuhkan emas. Bantuan juga diberikan rakyat

sesuai dengan kemampuan mereka. Sementara dari segi persenjataan para

pengikut Pangeran Diponegoro mempersenjatai dirinya sendiri dengan

senjata seadanya. Seperti dilaporkan seorang komandan pasukan gerak

cepat Belanda menceritakan sebagai berikut.

“Penduduk desa biasa di sini begitu menyatu dengan para

pemberontak sehingga mereka langsung bergabung dengan musuh

dan menyerang orang-orang kita (Belanda) dengan tembakan ketapel

yang menyebabkan beberapa orang dipihak kita cedera” (Peter Carey,

Kuasa Ramalan,

2011)

Mengatur Strategi dari Selarong

Dari Selarong, Pangeran Diponegoro menyusun strategi perang. Dipersiapkan

beberapa tempat untuk markas komando cadangan. Kemudian Pangeran

Diponegoro menyusun langkah-langkah. (1) merencanakan serangan ke

keraton Yogyakarta dengan mengisolasi pasukan Belanda dan mencegah

masuknya bantuan dari luar. (2) mengirim kurir kepada para bupati atau

ulama agar mempersiapkan peperangan melawan Belanda. (3) menyusun

daftar nama bangsawan, siapa yang sekiranya kawan dan siapa lawan. (4)

membagi kawasan Kesultanan Yogyakarta menjadi beberapa mandala perang,

dan mengangkat para pemimpinnya. Pangeran Diponegoro telah membagi

menjadi 16 mandala perang,

yaitu Yogyakarta dan sekitarnya

di bawah komando Pangeran

Adinegoro (adik Diponegoro) yang

diangkat sebagai patih dengan gelar

Suryenglogo. Bagelen diserahkan

kepada Pangeran Suryokusumo

dan Tumenggung Reksoprojo.

Perlawanan di daerah Kedu

diserahkan kepada Kiai Muhammad

Anfal dan Mulyosentiko. Bahkan, di

daerah Kedu Pangeran Diponegoro

juga mengutus Kiai Hasan Besari

mengobarkan Perang Sabil untuk

memperkuat pasukan yang telah

ada. Pangeran Abubakar didampingi

Pangeran Muhammad memimpin

perlawanan di Lowanu. Perlawanan

Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4

(Kolonisasi dan Perlawanan), 2012.

Gambar 2.24

Gua Selarong.

123

Sejarah Indonesia

di Kulon Progo diserahkan kepada Pangeran Adisuryo dan Pangeran

Somonegoro. Yogyakarta bagian utara dipimpin oleh Pangeran Joyokusumo.

Yogyakarta bagian timur diserahkan kepada Suryonegoro, Somodiningrat,

dan Suronegoro. Perlawanan di Gunung Kidul dipimpin oleh Pangeran

Singosari. Daerah Plered dipimpin oleh Kertopengalasan. Daerah Pajang

diserahkan kepada Warsokusumo dan Mertoloyo, sementara itu daerah

Sukowati dipimpin oleh Tumenggung Kertodirjo dan Mangunnegoro.

Gowong dipimpin oleh Tumenggung Gajah Pernolo. Langon dipimpin oleh

Pangeran Notobroto Projo. Serang dipimpin oleh Pangeran Serang.

Sebagai pucuk pimpinan Pangeran Diponegoro didampingi oleh Pangeran

Mangkubumi (paman Pangeran Diponegoro), Ali Basyah Sentot Prawirodirjo

sebagai panglima muda, dan Kiai Mojo bersama murid-muridnya. Nyi Ageng

Serang yang sudah berusia 73 tahun bersama cucunya R.M. Papak bergabung

bersama pasukan Pangeran Diponegoro. Nyi Ageng Serang (nama aslinya

R.A. Kustiah Retno Edi), sejak remaja sudah anti terhadap Belanda dan pernah

membantu ayahnya (Panembahan Serang) untuk melawan Belanda.

Tiga minggu setelah penyerbuan Tegalrejo, pasukan Diponegoro balik

menyerang Keraton Yogyakarta. Serangan ke keraton ini mendapatkan

hasil. Pasukan Pangeran Diponegoro di desa Kejiwan berhasil memporak

porandakan pasukan Belanda yang di pimpin Sollewijn. Pasukan Diponegoro

berhasil menduduki keraton.

Pada tahun-tahun awal Pangeran Diponegoro

mengobarkan semangat “Perang Sabil”.

Perlawanannya berjalan sangat efektif. Pusat

kota dapat dikuasai. Selanjutnya pasukan

Pangeran Diponegoro bergerak ke timur dan

berhasil menaklukan Delanggu dalam rangka

menguasai Surakarta. Namun, pasukan Pangeran

Diponegoro dapat ditahan oleh pasukan Belanda

di Gowok. Secara umum dapat dikatakan

pasukan Pangeran Diponegoro mendapatkan

banyak kemenangan. Beberapa pos pertahanan

Belanda dapat dikuasai. Untuk memperkokoh

kedudukan Pangeran Diponegoro, para ulama

dan pengikutnya menobatkannya sebagai raja

dengan gelar: Sultan Abdulhamid Herucokro

(Sultan Ngabdulkamid Erucokro).

Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan:

Dari Sultan Agung hingga

Hamengku Buwono IX, 1992.

Gambar 2.25.

Nyi Ageng Serang.

124

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

Perluasan perang di berbagai daerah

Perlawanan Pangeran Diponegoro terus meningkat. Beberapa pos pertahanan

Belanda dapat dikuasai. Pergerakan pasukan Pangeran Diponegoro meluas ke

daerah Banyumas, Kedu, Pekalongan, Semarang dan Rembang. Kemudian ke

arah timur meluas ke Madiun, Magetan, Kediri dan sekitarnya. Perang yang

dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro mampu menggerakkan kekuatan di

seluruh Jawa. Oleh karena itu, Perang Diponegoro sering dikenal dengan

Perang Jawa. Semua kekuatan dari rakyat, bangsawan, dan para ulama

bergerak untuk melawan kekejaman Belanda.

Menghadapi perlawanan Diponegoro yang terus meluas itu, Belanda

berusaha meningkatkan kekuatannya. Beberapa komandan tempur dikirim

ke berbagai daerah pertempuran. Misalnya Letkol Clurens dikirim ke Tegal

dan Pekalongan, kemudian Letkol Diell ke Banyumas. Jenderal de Kock

sebagai pemimpin perang Belanda berusaha meningkatkan kekuatannya.

Untuk menambah kekuatan Belanda, juga didatangkan bantuan tentara

Belanda dari Sumatera Barat.

»

Kamu tentu ingat peristiwa apa yang terjadi di Sumatera Barat

pada tahun 1825 – 1830. Peristiwa apa itu?

Belanda berusaha menghancurkan pos-pos pertahanan pasukan Pangeran

Diponegoro. Sasaran pertama Belanda yaitu pos pertahanan Pangeran

Diponegoro di Gua Selarong. Tanggal 4 Oktober 1825 pasukan Belanda

menyerang pos tersebut. Namun, ternyata pos Gua Selarong sudah kosong.

Ini memang sebagai bagian strategi Pangeran Diponegoro. Pos pertahanan

Diponegoro sudah dipindahkan ke Dekso di bawah pimpinan Ali Basyah

Sentot Prawirodirjo. Pada tahun 1826 pasukan Ali Basyah Sentot Prawirodirjo

ini berhasil mengalahkan tentara Belanda di daerah-daerah bagian barat

(Kulon Progo dan sekitarnya). Sementara itu, di Gunung Kidul pasukan

Diponegoro yang dipimpin oleh Pangeran Singosari juga mendapatkan

berbagai kemenangan. Benteng pertahanan Belanda di Prambanan juga

berhasil diserang oleh pasukan Diponegoro di bawah pimpinan Tumenggung

Suronegoro. Plered sebagai pos pertahanan Diponegoro juga sering mendapat

serangan Belanda. Meskipun demikian, Plered masih dapat dipertahankan

oleh pasukan Diponegoro di bawah Kertopengalasan.

125

Sejarah Indonesia

Seperti telah diterangkan di atas bahwa perlawanan Pangeran Diponegoro

mendapat dukungan luas dari para bupati di

mancanegara

(istilah mancanegara

untuk menyebut daerah-daerah yang berada di luar Yogyakarta). Misalnya

terjadi perlawanan sengit di Serang (daerah perbatasan antara Karesidenan

Semarang dan Surakarta). Daerah-daerah mancanegara bagian timur terus

melakukan perlawanan di bawah para bupatinya, misalnya di Madiun,

Magetan, Kertosono, Ngawi, dan Sukowati. Sementara itu, peperangan di

daerah mancanegara bagian barat meluas di wilayah Bagelen, Magelang dan

daerah-daerah Karesiden Kedu lainnya.

Benteng Stelsel pembawa petaka

Pangeran Diponegoro menerapkan beberapa strategi perang. Pangeran

Diponegoro menerapkan perang dengan penyerangan langsung yang

mengandalkan jumlah pasukan yang besar. Selain itu, ia juga menjalankan

prinsip perang gerilya. Bahkan, Pangeran Diponegoro juga menerapkan

strategi perang

atrisi

(penjemuan). Strategi ini mengubah perang secara

langsung dengan perang jangka panjang (agar Belanda sampai bosan).

Dalam melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda, pasukan Pangeran

Diponegoro senantiasa bergerak dari pos pertahanan yang satu ke pos yang

lain. Pengaruh perlawanan Diponegoro ini semakin meluas. Perkembangan

Perang Diponegoro ini sempat membuat Belanda kebingungan. Untuk

menghadapi pasukan Diponegoro yang bergerak dari pos yang satu ke pos

yang lain, Jenderal de Kock menerapkan strategi dengan sistem

Benteng

Stelsel

.

»

Kamu tahu, apa yang dimaksud sistem “Benteng Stelsel” dari

Belanda. Apa tujuannya ? Coba diskusikan dengan anggota

kelompok. Kamu dapat membaca buku-buku sejarah yang ada di

perpustakaan sekolah.

Dengan strategi

Benteng Stelsel

sedikit demi sedikit perlawanan Diponegoro

dapat diatasi. Dalam tahun 1827 perlawanan Diponegoro di beberapa

tempat misalnya di Tegal, Pekalongan, Semarang, dan Magelang berhasil

dipukul mundur oleh pasukan Belanda. Setiap tempat dihubungkan dengan

benteng pertahanan. Selain itu, Magelang dijadikan pusat kekuatan militer

Belanda.

126

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

Dengan sistem

Benteng Stelsel

ruang gerak pasukan Diponegoro dari waktu

ke waktu semakin sempit. Para pemimpin yang membantu Diponegoro

mulai banyak yang tertangkap, tetapi perlawanan rakyat masih terjadi di

beberapa tempat. Pasukan Diponegoro di Banyumeneng harus bertahan dari

serangan Belanda. Di Rembang di bawah pimpinan Raden Tumenggung Ario

Sosrodilogo, rakyat mengadakan perlawanan di daerah Rajegwesi. Namun,

perlawanan di Rembang dapat dipatahkan oleh Belanda pada bulan Maret

1828. Sementara itu, pasukan Diponegoro di bawah Sentot Prawirodirjo

justru berhasil menyerang benteng Belanda di Nanggulan (daerah di Kulon

Progo sekarang). Penyerangan ini berhasil menewaskan Kapten Ingen.

Peristiwa penyerangan benteng di Nanggulan ini mendapat perhatian

para pemimpin perang Belanda. Pasukan Belanda dikonsentrasikan untuk

mendesak dan mempersempitkan ruang gerak pasukan Sentot Prawirodirjo

dan kemudian mencoba untuk didekati agar mau berunding. Ajakan Belanda

ini berkali-kali ditolaknya. Belanda kemudian meminta bantuan kepada Aria

Prawirodiningrat untuk membujuk Sentot Prawirodirjo. Pertahanan hati

Sentot Prawirodirjo pun luluh, dan menerima ajakan untuk berunding. Pada

tanggal 17 Oktober 1829 ditandatangani Perjanjian Imogiri antara Sentot

Prawirodirjo dengan pihak Belanda. Isi perjanjian itu antara lain sebagai

berikut.

1)

Sentot Prawirodirjo diizinkan untuk tetap memeluk agama Islam.

2)

Pasukan Sentot Prawirodirjo tidak dibubarkan dan ia tetap sebagai

pemimpinnya.

3)

Sentot Prawirodirjo dengan pasukannya diizinkan untuk tetap memakai

sorban.

4)

Sebagai kelanjutan perjanjian itu, maka pada tanggal 24 Oktober 1829

Sentot Prawirodirjo dengan pasukannya memasuki ibu kota negeri

Yogyakarta untuk secara resmi menyerahkan diri.

Penyerahan diri dan tertangkapnya para pemimpin pengikut Pangeran

Diponegoro, merupakan pukulan berat bagi perjuangan Pangeran

Diponegoro. Namun pasukan di bawah komando Diponegoro terus berjuang

mempertahankan tanah tumpah darahnya. Pasukan ini bergerak dari satu

pos yang ke pos lain. Belum ada tanda-tanda perlawanan Diponegoro akan

berakhir. Belanda kemudian mengumumkan kepada khalayak pemberian

hadiah sejumlah 20.000 ringgit bagi siapa saja yang dapat menyerahkan

Pangeran Diponegoro baik dalam keadaan hidup maupun mati. Tetapi

nampaknya tidak ada yang tertarik dengan pengumuman itu.

127

Sejarah Indonesia

»

Demikian berbagai upaya Belanda untuk segera dapat mengakhiri

perlawanan Pangeran Diponegoro. Nah, bagaimana akhir kisah

Perang Diponegoro yang terjadi pada tahun 1830? Coba kamu

uraikan dalam dua lembar kertas folio!

»

Setelah belajar tentang sejarah Perang Diponegoro, pelajaran apa

yang dapat kita peroleh? Coba lakukan kajian dengan teman-

teman!

5.

Perlawanan di Bali

Kamu tentu sudah tahu tentang Bali. Sekalipun ada di antara kamu yang

belum pernah ke Bali, tetapi tentu sudah begitu familier mendengar nama

Bali. Bahkan, pada abad ke-20 pada saat Indonesia sudah merdeka ternyata

masyarakat dunia lebih mengenal nama Bali dari pada nama Indonesia. Bali

adalah sebuah pulau kecil yang sangat terkenal di Indonesia. Bali dikenal

sebagai Pulau Dewata dan menjadi tujuan wisata nomor satu di Indonesia.

Tetapi kalau kita lihat dalam perjalanan sejarah nasional Indonesia sampai

abad ke-19 Bali belum banyak menarik perhatian orang-orang Barat untuk

Sumber: Raden Saleh: Anak Belanda, Mooi Indie dan Nasionalisme, 2009.

Gambar 2.26

Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh.

128

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

menanamkan pengaruhnya. Kapal-kapal orang-orang Barat mungkin

hanya singgah dan sekedar berdagang. Baru pada sekitar tahun 1830-

an pemerintahan Hindia Belanda aktif menanamkan pengaruhnya di Bali.

Perkembangan dominasi Belanda inilah yang kemudian menyulut api

perlawanan rakyat Bali kepada Belanda yang terkenal dengan sebutan

“Perang Puputan”

Mengapa Terjadi Perang Puputan di Bali?

Pada abad ke-19 di Bali sudah berkembang kerajaan-kerajaan yang berdaulat.

Misalnya Kerajaan Buleleng, Karangasem, Klungkung, Gianyar, Badung,

Jembrana, Tabanan, Menguri, dan Bangli. Pada masa pemerintahan Gubernur

Jenderal Daendels, pemerintah kolonial mulai menjalin kontak dengan

kerajaan-kerajaan di Bali. Kontrak tersebut tidak sekadar urusan dagang,

tetapi juga menyangkut sewa menyewa orang-orang Bali untuk dijadikan

tentara pemerintah Hindia BeIanda. Namun, dalam perkembangannya

pemerintah Hindia Belanda ingin menanamkan pengaruh dan berkuasa di

Bali. Oleh karena itu, Belanda mengirim dua utusan dengan misi masing-

masing.

Pertama

, G.A. Granpre Moliere untuk misi ekonomi.

Kedua,

Huskus

Koopman mengemban misi politik. Misi ekonomi berjalan lancar, tetapi misi

politik menghadapi berbagai kendala. Huskus Koopman terus berusaha

mendekati raja-raja di Bali agar bersedia mengakui keberadaan dan kekuasaan

Belanda. Akhirnya dicapai perjanjian atau kontrak politik antara raja-raja di

Bali dengan Belanda, diantaranya, dengan Raja Badung (28 November 1842),

Raja Karangasem ( 1 Mei 1843), Raja Buleleng ( 8 Mei 1843), Raja Klungkung

(24 Mei 1843) dan Raja Tabanan (22 Juni 1843). Perjanjian kontrak antara

raja-raja di Bali dengan Belanda itu terutama seputar Hukum Tawan Karang

agar dihapuskan.

»

Kamu tahu apa yang dimaksud dengan Hukum Tawan Karang di

Bali. Mengapa Belanda meminta hukum itu dihapuskan. Coba cari

jawabnya !

Karena kelihaian atau bujukan Belanda, raja-raja di Bali dapat menerima

perjanjian untuk meratifikasi penghapusan Hukum Tawan Karang. Tetapi

sampai tahun 1844 Raja Buleleng dan Karangasem belum melaksanakan

perjajian tersebut. Terbukti pada tahun 1844 itu penduduk melakukan

perampasan atas isi dua kapal Belanda yang terdampar di Pantai Sangsit

(Buleleng) dan Jembrana (waktu itu juga daerahnya Buleleng). Belanda protes

keras terhadap kejadian ini. Belanda memaksa Raja Buleleng, Gusti Ngurah

Made Karangasem agar melaksanakan isi perjanjian yang telah disepakati.

129

Sejarah Indonesia

Belanda juga menuntut agar Buleleng

membayar ganti rugi atas kapal Belanda

yang dirampas penduduk. Raja Gusti Ngurah

Made Karangasem yang mendapat dukungan

patihnya, I Gusti Ketut Jelantik, dengan tegas

menolak tuntutan Belanda tersebut. Bahkan,

I Gusti Ketut Jelantik sudah melakukan latihan

dan menghimpun kekuatan untuk melawan

kesewenang-wenangan Belanda. Dengan

demikian perang tidak dapat dihindarkan.

Patih Ketut Jelantik terus mempersiapkan prajurit

Buleleng dan memperkuat pos-pos pertahanan.

Dalam pertempuran ini Raja Buleleng mendapat

dukungan dari Kerajaan Karangasem dan Klungkung. Sementara, pada

tanggal 27 Juni 1846 telah datang pasukan Belanda berkekuatan 1.700 orang

pasukan darat yang langsung menyerbu kampung-kampung di tepi pantai.

Di samping itu, masih ada pasukan laut yang datang dengan kapal-kapal

sewaan. Pertempuran sengit terjadi antara para pejuang dari Buleleng yang

dibantu oleh para pejuang Karangasem dan Klungkung melawan Belanda.

Selama dua hari para pemimpin, prajurit, dan rakyat Buleleng bertempur

mati-matian. Mengingat persenjataan Belanda lebih lengkap dan modern,

maka para pejuang Buleleng semakin terdesak. Benteng pertahanan Buleleng

jebol dan ibu kota Singaraja dikuasai Belanda. Raja dan Patih Ketut Jelantik

beserta pasukannya terpaksa mundur sampai ke Desa Jagaraga (sekitar 7

km sebelah timur Singaraja). Pasukan Belanda terus mendesak para pejuang

dan memaksa Raja Buleleng untuk menandatangani perjanjian. Perjanjian

ditandatangani pada tanggal 6 Juli 1846 yang isinya antara lain: (1) dalam

waktu tiga bulan Raja Buleleng harus menghancurkan semua benteng

Buleleng yang pernah digunakan dan tidak boleh membangun benteng baru;

(2) Raja Buleleng harus membayar ganti rugi dari biaya perang yang telah

dikeluarkan Belanda, sejumlah 75.000 gulden, dan raja harus menyerahkan

I Gusti Ketut Jelantik kepada pemerintah Belanda; (3) Belanda diizinkan

menempatkan pasukannya di Buleleng.

Tekanan dan paksaan Belanda itu ditandingi dengan tipu daya. Raja dan para

pejuang berpura-pura menerima isi perjanjian itu. Namun, di balik itu Raja dan

Patih Ktut Jelantik memperkuat pasukannya. Di Jagaraga dibangun benteng

pertahanan yang kuat bagaikan

Gelar Supit Urang

.

Rakyat juga sengaja tetap

mempertahankan Hukum Tawan Karang. Pada tahun 1847 kapal-kapal asing

Sumber: Indonesia Dalam Arus

Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan

Perlawanan), 2012.

Gambar 2.27

I Gusti Ketut

Jelantik.

130

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

yang terdampar di Pantai Kusumba Klungkung tetap dirampas oleh kerajaan.

Hal ini menimbulkan amarah dari Belanda. Belanda kemudian mengeluarkan

ultimatum agar raja-raja di Buleleng, Klungkung, dan Karangasem mematuhi

dan melaksanakan isi perjanjian yang telah ditandatangani.

Raja-raja di Bali tidak menghiraukan ultimatum Belanda itu. Rakyat justru

dipersiapkan untuk melawan kekejaman Belanda. Raja Buleleng kemudian

mengirim kurir untuk meminta bantuan pasukan dari kerajaan-kerajaan lain

di Bali sehingga datang pasukan tambahan dari Klungkung, Karangasem,

dan Mengwi. Belanda mengetahui bahwa Raja Buleleng membangkang dan

Patih Ketut Jelantik terus memperkuat pasukannya.

Belanda terus meningkatkan kekuatannya untuk menghadapi hal tersebut.

Pada tanggal 7 dan 8 Juni 1848, bala bantuan Belanda mendarat di Pantai

Sangsit. Tanggal 8 Juni serangan Belanda terhadap Benteng Jagaraga

dimulai. Sebagai pemimpin tentara Belanda antara lain: J. van Swieten,

Letkol Sutherland. Benteng Jagaraga terus dihujani meriam. Namun pasukan

Buleleng di bawah pimpinan Ketut Jelantik yang dibantu isterinya, Jero

Jempiring mampu mengembangkan pertahanan dengan

gelar-supit urang

sehingga dapat menjebak pasukan Belanda. Lima orang opsir dan 74 orang

serdadu dapat ditewaskan ditambah lagi tujuh opsir dan 98 serdadu Belanda

luka-luka. Pasukan Belanda terpaksa ditarik mundur.

Kekalahan Belanda itu cukup menyakitkan perasaan pimpinan Belanda

di Batavia. Oleh karena itu, dipersiapkan pasukan yang lebih kuat untuk

melakukan pembalasan. Awal April 1849 telah datang kesatuan serdadu

Belanda dalam jumlah besar menuju ke Jagaraga. Pada tanggal 15 April 1849

semua kekuatan Belanda dikerahkan untuk menyerang Jagaraga. Dalam

tempo dua hari, yakni tanggal 16 April sore hari semua kekuatan di Jagaraga

dapat dilumpuhkan oleh Belanda. Keruntuhan Benteng Jagaraga menjadi

pertanda lenyapnya kedaulatan rakyat Buleleng. Raja Buleleng diikuti I Gusti

Ketut Jelantik dan Jero Jempiring menyingkir ke Karangasem. Tetapi mereka

tertangkap dan terbunuh dalam upaya untuk mempertahankan diri.

Dengan terbunuhnya Raja Buleleng dan Patih Ketut Jelantik maka jatuhlah

Kerajaan Buleleng ke tangan Belanda. Menyusul kemudian bulan Mei 1849

Karangasem berhasil ditaklukkan, berikutnya Kusumba (Klungkung) jatuh

pula ke tangan Belanda. Meskipun demikian, Belanda tidak mudah untuk

menguasai Pulau Bali. Pertempuran demi pertempuran masih terus terjadi.

Tahun 1906 terjadi Perang Puputan di Badung. Dua tahun kemudian Perang

Puputan meletus di Klungkung.

131

Sejarah Indonesia

»

Kamu tahu apa yang dimaksud dengan Perang Puputan? Coba

lakukan telaah tentang itu. Nilai apa yang terkandung dalam

Perang Puputan itu!

»

Coba buatlah karya tulis sejarah tentang salah satu Perang

Puputan di Bali!

6.

Perang Banjar

Kamu tentu sudah mengenal Provinsi Kalimantan Selatan. Ibu Kotanya ada

di Banjarmasin. Berbicara soal Banjarmasin, apa yang kamu ingat, apa yang

kamu ketahui tentang Banjarmasin atau Provinsi Kalimantan Selatan pada

umumnya. Kamu pernah mendengar tentang batu-batu mulia dan intan dari

Kalimantan Selatan? Atau kamu tahu tentang kain sasirangan. Itu semua

merupakan produk-produk penting dari Kalimantan Selatan dewasa ini.

Bagaimana dengan latar belakang sejarahnya?

Di Kalimantan Selatan pernah berkembang Kerajaan Banjar atau Banjarmasin.

Wilayah Kesultanan Banjarmasin ini pada abad ke-19 meliputi Kalimantan

Selatan dan Kalimantan Tengah sekarang. Pusatnya ada di Martapura.

Kesultanan ini memiliki posisi yang strategis dalam kegiatan perdagangan

dunia. Hal ini terutama karena adanya hasil-hasil seperti emas dan intan,

lada, rotan dan damar. Hasil-hasil ini termasuk produk yang diminati oleh

orang-orang Barat. Kondisi ini membuat Belanda berambisi untuk menguasai

Banjarmasin.

Setelah melalui bujuk rayu disertai tekanan-tekanan, maka pada tahun 1817

terjadi perjanjian antara Sultan Banjar (Sultan Sulaiman) dengan pemerintah

Hindia Belanda. Dalam perjanjian ini Sultan Sulaiman harus menyerahkan

sebagian wilayah Banjar kepada Belanda, seperti daerah Dayak, Sintang,

Bakumpai, Tanah Laut, Mundawai, Kotawaringin, Lawai, Jalai, Pigatan,

Pasir Kutai, dan Beran. Dengan demikian wilayah kekuasaan Kesultanan

Banjarmasin semakin sempit, sementara daerah kekuasaan Belanda semakin

bertambah. Bahkan, menurut perjanjian yang diadakan tanggal 4 Mei 1826

antara Sultan Adam Alwasikh dengan Belanda ditetapkan bahwa kekuasaan

Kesultanan Banjar hanya daerah Hulu Sungai, Martapura, dan Banjarmasin.

132

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

Wilayah yang semakin sempit itu telah membawa problem dalam kehidupan

sosial ekonomi. Penghasilan para penguasa kerajaan menjadi semakin kecil.

Sementara dengan masuknya pola hidup Barat, kebutuhan hidup para

penguasa meningkat. Dengan demikian, beban hidup mereka semakin

sulit. Untuk mengatasi kesulitan ini maka mereka menaikkan pajak. Dengan

demikian, rakyat menjadi sasaran eksploitasi oleh pemerintah kolonial

maupun para pejabat kerajaan. Rakyat juga diperintahkan untuk melakukan

kerja wajib.

Dalam suasana sosial ekonomi yang memprihatinkan itu, di dalam kerajaan

sendiri terjadi konflik intern. Konflik ini terutama dipicu oleh intervensi

Belanda. Hal ini bermula saat putera mahkota Abdul Rakhman meninggal

secara mendadak pada tahun 1852. Sementara Sultan Adam memiliki tiga

putra sebagai kandidat pengganti sultan, yakni: Pangeran Hidayatullah

(Pangeran Hidayat), Pangeran Tamjidillah, dan Prabu Anom. Ketiga kandidat

itu masing-masing memiliki pendukung. Pangeran Hidayatullah didukung

pihak istana dan kebetulan sudah mengantongi surat wasiat dari Sultan

Adam untuk menggantikan sebagai sultan, Pangeran Anom dijagokan

sebagai mangkubumi, sedang Tamjidillah didukung Belanda.

Pada tahun 1857 Sultan Adam meninggal. Dengan sigap Residen E.F. Graaf

von Bentheim Teklenburg mewakili Belanda mengangkat Tamjidillah sebagai

sultan dan Pangeran Hidayatullah diangkat sebagai Mangkubumi. Pada hal

menurut wasiat yang sah yang diangkat menjadi sultan adalah Pangeran

Hidayatullah. Oleh karena itu, wajar kalau pengangkatan Tamjidillah sebagai

Sultan Banjarmasin menimbulkan protes dan rasa kecewa dari berbagai

pihak. Tamjidillah memiliki perangai yang

kurang baik, senang minum-minuman

keras seperti orang Belanda. Tamjidillah

juga menghapus hak-hak istimewa pada

saudara-saudaranya termasuk menganggap

tidak ada surat wasiat dari Sultan Adam

kepada Pangeran Hidayatullah. Tindakan

Tamjidillah yang sewenang-wenang itu

semakin menimbulkan rasa kecewa dari

berbagai pihak. Salah satu gerakan protes

dan menolak pengangkatan Tamjidillah

sebagai sultan dipelopori oleh Penghulu

Abdulgani. Pangeran Hidayatullah yang

Sumber: Indonesia Dalam Arus

Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan

Perlawanan), 2009.

Gambar 2.28

Pangeran Hidayatullah.

133

Sejarah Indonesia

diangkat sebagai mangkubumi ternyata selalu disisihkan dalam berbagai

urusan. Akibatnya, ketegangan di istana semakin tajam sehingga membuat

kondisi kerajaan menjadi tidak kondusif.

»

Berdasarkan uraian yang sudah ada itu coba lakukan identifikasi,

sebab-sebab terjadinya perang di Kesultanan Banjarmasin !

Dalam suasana yang penuh ketegangan itu ditambah terjadi gerakan di

pedalaman yang dipelopori oleh Aling. Aling yang juga dikenal sebagai

Panembahan Muning mengatakan dalam semedinya ia seperti mendengar

kata-kata sebagai berikut.

“Ikam nang baamal dengan kesukaan aku, akan permintaan ikam mandapat

nagri dan pagustianikam batatap, kardjaakan, barbunyian, mau raja-raja

gaib manolong ikam, sakira-kira jadi salamat nagri dan rajapun tatap. Tetapi

Pangeran Antasari ikam aturi ka Muning”

Diterjemahkan sebagai berikut:

“Engkau yang melakukan amalan zikir, salat serta puasa dengan kesukaan

atau izin, akan segala permintaan engkau untuk mendapat negeri dan raja-raja

yang bertahta, bunyikanlah bunyi-bunyian. Anakmu yang bisa menari gandut

suruh menarikan gandut dilaksanakan, maka raja-raja gaib akan menolong

kamu, sehingga menjadi selamatlah rajapun akan duduk di atas tahta. Tetapi

Pangeran Antasari kamu mohon datang ke Muning” (Tim, Sejarah Banjar,

2003)

.

Menurut Panembahan Muning berdasarkan

ilham atau firasat (dalam bahasa Jawa:

wisik

)

bahwa nasib dan keselamatan Kesultanan

Banjarmasin tergantung kepada peran

serta Pangeran Antasari, sepupu Pangeran

Hidayatullah. Pangeran Antasari adalah juga

seorang pangeran yang diperkirakan juga

keturunan raja di Banjarmasin.

Gerakan Aling ini membuat suasana

kerajaan semakin kacau. Pusat gerakan Aling

dinamakan Tambai Mekah (Serambi Mekah)

yang terletak di tepian Sungai Muning. Aling

juga memanggil Antasari agar datang di

Tambai Mekah. Pengaruh Aling ini semakin

Sumber: Indonesia Dalam Arus

Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan

Perlawanan), 2012.

Gambar 2.29

Pangeran Antasari.

134

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

besar dan banyak pengikutnya, karena Aling memang dipandang orang

yang sakti. Pangeran Antasari yang memang sudah kecewa dengan apa

yang terjadi di lingkungan kerajaan, datang dan bergabung dengan Gerakan

Aling. Antasari berkeinginan untuk menurunkan Tamjidillah dan melawan

kekuasaan Belanda. Di samping kekuatan penuh dari pengikut Aling,

Pangeran Antasari juga mendapat dukungan dari berbagai pihak seperti

Sultan Pasir dan Tumenggung Surapati pimpinan orang-orang Dayak.

Bagaimana Perang Banjar berlangsung?

Pada tanggal 28 April 1859 orang-orang Muning yang dipimpin oleh

Panembahan Aling dan puteranya, Sultan Kuning menyerbu kawasan

tambang batu bara di Pengaron. Sekalipun gagal menduduki benteng di

Pengaron tetapi para pejuang Muning berhasil membakar kawasan tambang

batu bara dan pemukiman orang-orang Belanda di sekitar Pengaron. Banyak

orang-orang Belanda yang terbunuh oleh gerakan orang-orang Muning ini.

Mereka juga melakukan penyerangan ke perkebunan milik gubernemen

di Gunung Jabok, Kalangan, dan Bangkal. Dengan demikian berkobarlah

Perang Banjar.

Dengan peristiwa tersebut, keadaan

pemerintahan Kesultanan Banjar

semakin kacau. Sultan Tamjidillah

yang memang tidak disenangi

oleh rakyat itu juga tidak bisa

berbuat banyak. Oleh karena itu,

Tamjidillah dinilai oleh Belanda

tidak mampu memerintah yang

diminta untuk turun tahta. Akhirnya

pada tanggal 25 Juni 1859 secara

resmi Tamjidillah mengundurkan

diri dan mengembalikan

legalia

Banjar kepada Belanda. Tamjidillah

kemudian diasingkan ke Bogor.

Mulai saat itu Kesultanan Banjar

berada di bawah kendali Belanda.

Belanda sebenarnya berusaha

membujuk Pangeran Hidayatullah

untuk bergabung dengan Belanda

dan akan dijadikan Sultan Banjar.

Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4

(Kolonisasi dan Perlawanan), 2009.

Gambar 2.30

Orang Dayak dengan pakaian

perang.

135

Sejarah Indonesia

Tetapi melihat kelicikan Belanda, Pangeran Hidayatullah menilai bujukan

itu merupakan tipu daya Belanda. Oleh karena itu, Pangeran Hidayatullah

memilih bersama rakyat untuk melancarkan perlawanan terhadap Belanda.

Sementara itu pasukan Antasari sudah bergerak menyerbu pos-pos Belanda

di Martapura. Perlawanan Antasari dengan cepat mendapat dukungan dari

para ulama dan punggawa kerajaan yang sudah muak dengan kelicikan dan

kekejaman Belanda. Bulan Agustus 1859, Antasari bersama pasukan Haji

Buyasin, Kiai Langlang, Kiai Demang Lehman berhasil menyerang benteng

Belanda di Tabanio. Kemudian pasukan Surapati berhasil menenggelamkan

kapal Belanda, Onrust, dan merampas senjata yang ada di kapal tersebut

di Lontotuor, Sungai Barito Hulu. Dengan demikian, Perang Banjar semakin

meluas.

Memasuki bulan Agustus-September tahun 1859 pertempuran rakyat Banjar

terjadi di tiga lokasi, yakni di sekitar Banua Lima, sekitar Martapura dan Tanah

Laut, serta sepanjang Sungai Barito. Pertempuran di sekitar Banua Lima

dipimpinan oleh Tumenggung Jalil. Pertempuran di sekitar Martapura dan

Tanah Laut dipimpin oleh Demang Lehman. Sementara itu, pertempuran di

sepanjang Sungai Barito dikomandani oleh Pangeran Antasari. Kiai Demang

Lehman yang berusaha mempertahankan benteng Tabanio diserbu tentara

Belanda. Pertempuran sengit terjadi dan banyak membawa korban. Sembilan

orang serdadu Belanda tewas. Belanda kemudian meningkatkan jumlah

pasukannya. Benteng Tabanio berhasil dikepung oleh Belanda. Demang

Lehman dan pasukannya dapat meloloskan diri. Demang Lehman kemudian

memusatkan kekuatannya di benteng pertahanan di Gunung Lawak, Tanah

Laut. Benteng ini juga diserbu tentara Belanda. Setelah bertahan mati-

matian, akhirnya Demang Lehman meninggalkan benteng itu karena sudah

banyak pengikutnya yang menjadi korban. Kekalahan Demang Lehman

di benteng Gunung Lawak tidak memupuskan semangat juang melawan

Belanda sebab mereka yakin perang ini merupakan perang sabil.

Pada bulan September Demang Lehman dan para pemimpin lain seperti

Tumenggung Jalil dan Pangeran Muhammad Aminullah meninggalkan

medan pertempuran di Tanah Laut menuju Kandangan untuk mengadakan

perundingan dengan tokoh-tokoh pejuang yang lain. Pertemuan di

Kandangan menghasilkan kesepakatan yang intinya para pemimpin pejuang

Perang Banjar menolak tawaran berunding dengan Belanda, dengan

merumuskan beberapa siasat perlawanan sebagai berikut:

136

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

1)

pemusatan kekuatan perlawanan di daerah Amuntai;

2)

membuat dan memperkuat pertahanan di Tanah Laut, Martapura,

Rantau dan Kandangan;

3)

Pangeran Antasari memperkuat pertahanan di Dusun Atas; dan

4)

mengusahakan tambahan senjata.

Dalam pertemuan itu semua yang hadir mengangkat sumpah untuk berjuang

mengusir penjajah Belanda dari bumi Banjar tanpa kompromi : “

Haram

Manyarah Waja sampai Kaputing

”. Para pejuang tidak akan menyerah

sampai titik darah yang penghabisan.

Setelah pertemuan itu perlawanan terus berkobar di berbagai tempat. Untuk

menghadapi berbagai serangan itu Belanda juga terus memperkuat pasukan

dan membangun benteng-benteng pertahanan seperti di Tapin, memperkuat

Benteng Munggu Thayor, serta Benteng Amawang di Kandangan. Demang

Lehman berusaha menyerang Benteng Amawang tersebut, tetapi gagal.

Setelah itu, Demang Lehman dan pasukannya mundur menuju daerah

Barabai untuk memperkuat pertahanan pasukan Pangeran Hidayatullah.

Perlu diketahui bahwa Pangeran Hidayatullah meninggalkan Martapura dan

berkumpul dengan seluruh anggota keluarga, yang diikuti pasukannya ia

berangkat ke Amuntai. Meskipun tidak dengan perangkat kebesaran, oleh

para ulama dan semua pengikutnya, Hidayatullah diangkat sebagai sultan.

Setelah itu Sultan Hidayatullah menyatakan perang jihad

fi

sabilillah

terhadap

orang-orang Belanda. Dalam gerakannya menuju Amuntai pasukannya

melakukan serangan ke pos-pos Belanda.

Gerakan perlawanan Pangeran Hidayatullah kemudian dipusatkan di

Barabai. Datanglah kemudian pasukan Demang Lehman untuk memperkuat

pasukan Hidayatullah. Menghadapi pasukan gabungan itu Belanda di bawah

G.M. Verspyck mengerahkan semua kekuatan pasukan yang ada. Pasukan

infanteri dari Batalion VII, IX, XIII semua dikerahkan, ditambah 100 orang

petugas pembawa perlengkapan perang dan makanan. Juga mengerahkan

kapal-kapal perang dari Suriname, Bone, dan kapal-kapal kecil. Terjadilah

pertempuran sengit. Dengan seruan

Allahu Akbar

pasukan Hidayatullah

dan Demang Lehman menyerbu menghadapi kekuatan tentara Belanda.

Mereka dengan penuh keberanian menghadapi musuh karena yakin mati

dalam perang ini adalah syahid. Tetapi kekuatan tidak seimbang, pasukan

Belanda lebih unggul dari jumlah pasukan maupun senjata, maka Hidayatullah

137

Sejarah Indonesia

dan Demang Lehman menarik

mundur pasukannya. Kemudian

membangun pertahanan di

Gunung Madang. Semua kekuatan

Belanda dikerahkan untuk segera

menangkap Pangeran Hidayatullah.

Pertahanan di Gunung Madang

pun jebol. Pangeran Hidayatullah

dengan sisa pasukannya kemudian

berjuang berpindah-pindah,

bergerilya dari tempat yang satu

ke tempat yang lain, dari hutan

yang satu ke hutan yang lain.

Namun Belanda terus memburu

dan mempersempit ruang gerak

pasukan Hidayatullah. Akhirnya

pada tanggal 28 Februari 1862

Hidayatullah berhasil ditangkap

bersama anggota keluarga yang

ikut bergerilya. Hidayatullah

bersama anggota keluarganya

kemudian diasingkan ke Cianjur,

Jawa Barat. Berakhirlah perlawanan

Pangeran Hidayatullah.

Sementara itu Pangeran Antasari terus melanjutkan perlawanan. Oleh para

pengikutnya Antasari kemudian diangkat sebagai pejuang dan pemimpin

tertinggi agama Islam dengan gelar Panembahan Amiruddin Kalifatullah

Mukminin.

Nah, bagaimana kelanjutan dan akhir dari perjuangan Pangeran Antasari?

»

Coba bersama anggota kelompokmu lakukan diskusi untuk

kemudian menuliskan kisah dari kelanjutan dan akhir perlawanan

Pangeran Antasari dalam Perang Banjar! Kamu bisa membaca buku

sejarah yang ada di perpustakaan sekolah atau bertanya kepada siapa

saja yang sekiranya mengetahui tentang sejarah perlawanan Pangeran

Antasari.

Dikisahkan bahwa pada saat

ditangkap keadaan Pangeran

Hidayatullah itu sangat

menyedihkan, pakaian

compang-camping, badannya

sakit dan kurus kering. Ia

memang seorang nasionalis

sejati ingin membela

tanah airnya bebas dari

kekuasaan asing. Ia tidak

memilih jabatan sultan yang

serba enak tetapi memilih

menderita bersama rakyat

untuk sebuah kedaulatan

rakyatnya.

138

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

7. Perang Aceh

Kita sering mendengar tentang Aceh. Apa yang kamu ketahui tentang Aceh?

Ya, yang segar diingatan kita yakni peristiwa tsunami pada 26 Desember

2004. Tsunami itu terjadi karena adanya gempa bumi yang begitu dahsyat

dengan kekuatan 9,3 skala Richter terletak di Samudra Indonesia, kurang

lebih 160 km sebelah barat Aceh pada kedalaman 10 km. Tsunami itu telah

meluluhlantakkan Aceh. Nah, peristiwa tsunami ini bisa dikatakan sebagai

peringatan Tuhan Yang Maha Kuasa agar kita lebih berhati-hati untuk

menjaga lingkungan dan tidak sembarang melakukan reklamasi pantai.

Di samping tsunami apa lagi yang kamu tahu tentang Aceh? Oh, ya mungkin

kamu juga pernah mendengar Aceh dikenal sebagai Serambi Mekah.

Mengapa? Aceh merupakan daerah pertama masuknya Islam di Nusantara.

Aceh juga pernah menjadi kerajaan Islam yang mendapat pengakuan dari

Syarif Mekah atas nama Khalifah Turki. Aceh juga pernah menjadi pangkalan/

pelabuhan haji untuk seluruh Nusantara. Orang-orang Indonesia yang naik

haji ke Mekah dengan kapal laut, sebelum mengarungi Samudra Indonesia,

tinggal beberapa bulan di Banda Aceh. Oleh karena itu, Aceh mendapat

julukan “Serambi Mekah”.

Sungguh Aceh ibarat Serambi Mekah merupakan daerah dan kerajaan yang

berdaulat. Rakyat bebas beraktivitas, beribadah, dan berdagang dengan siapa

saja, di mana saja. Tetapi kedaulatan mulai terganggu karena keserakahan

dan dominasi Belanda. Dominasi dan kekejaman penjajahan Belanda ini

telah berimbas ke Aceh sehingga melahirkan “Perang Aceh”, perangnya

para pejuang untuk berjihad melawan kezaliman kaum penjajah pada tahun

1873 - 1912.

a)

Mengapa dan Apa Latar Belakang Perang di Aceh itu?

Aceh memiliki kedudukan yang strategis. Aceh menjadi pusat perdagangan.

Daerahnya luas dan memiliki hasil penting seperti lada, hasil tambang, serta

hasil hutan. Karena itu dalam rangka mewujudkan

Pax Neerlandica

,

Belanda

sangat berambisi untuk menguasai Aceh. Kita tahu sejak masa VOC, orang-

orang Belanda itu ingin menguasai perdagangan di Aceh, begitu juga zaman

pemerintahan Hindia Belanda. Namun, di sisi lain orang-orang Aceh dan para

139

Sejarah Indonesia

sultan yang pernah berkuasa tetap ingin mempertahankan kedaulatan Aceh.

Semangat dan tindakan sultan beserta rakyatnya yang demikian itu memang

secara resmi didukung dan dibenarkan oleh adanya Traktat London tanggal 17

Maret 1824. Traktat London itu adalah hasil kesepakatan antara Inggris dan

Belanda yang isinya antara lain bahwa Belanda setelah mendapatkan kembali

tanah jajahannya di Kepulauan Nusantara tidak dibenarkan mengganggu

kedaulatan Aceh.

Isi Traktat London itu secara resmi menjadi kendala bagi Belanda untuk

menguasai Aceh. Tetapi secara geografis-politis Belanda merasa diuntungkan

karena kekuatan Inggris tidak lagi sebagai penghalang dan Belanda mulai

dapat mendekati wilayah Aceh. Apalagi pada tahun 1825 Inggris sudah

menyerahkan Sibolga dan Natal kepada Belanda. Dengan demikian, Belanda

sudah berhadapan langsung wilayah Kesultanan Aceh. Belanda tinggal

menunggu waktu yang tepat untuk dapat melakukan intervensi di Aceh.

Belanda mulai kasak-kusuk untuk menimbulkan kekacauan di Aceh. Politik

adu domba juga mulai diterapkan. Belanda juga bergerak di wilayah perairan

Aceh dan Selat Malaka. Belanda sering menemukan para bajak laut yang

mengganggu kapal-kapal asing yang sedang berlayar dan berdagang di

perairan Aceh dan Selat Malaka. Dengan alasan menjaga keamanan kapal-

kapal yang sering diganggu oleh para pembajak, maka Belanda menduduki

beberapa daerah seperti Baros dan Singkil.

Gerakan menuju aneksasi terus diintensifkan. Pada tanggal 1 Februari 1858,

Belanda menyodorkan perjanjian dengan Sultan Siak, Sultan Ismail. Perjanjian

inilah yang dikenal dengan Traktat Siak. Isinya antara lain Siak mengakui

kedaulatan Hindia Belanda di Sumatra Timur. Ini artinya daerah-daerah

yang berada di bawah pengaruh Siak seperti: Deli, Asahan, Kampar, dan

Indragiri berada di bawah dominasi Hindia Belanda. Padahal daerah-daerah

itu sebenarnya berada di bawah lindungan Kesultanan Aceh. Bagaimanapun

juga hal itu tentu mengecewakan pihak Kesultanan Aceh. Belanda tampak

bergeming dan tidak peduli. Oleh karena itu, Aceh mewaspadai sikap

dan gerak-gerak Belanda dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk

menghadapi aneksasi tentara Belanda.

Sebelum Traktat Siak terdapat Perjanjian antara Inggris-Belanda yang isinya

Inggris mengizinkan Belanda masuk ke Aceh. Sebagaimana kita ketahui

bersama sebelumnya Aceh di bawah Pemerintahan Kolonial Inggris.

140

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

Perkembangan politik yang semakin menohok Kesultanan Aceh adalah

ditandatanganinya Traktat Sumatera antara Belanda dengan Inggris pada

tanggal 2 November 1871. Isi Traktat Sumatera itu antara lain Inggris memberi

kebebasan kepada Belanda untuk memperluas daerah kekuasaannya di

seluruh Sumatera. Hal ini jelas merupakan ancaman bagi Kesultanan Aceh.

Dalam posisi yang terus terancam ini Aceh berusaha mencari sekutu dengan

negara-negara lain seperti Turki, Italia bahkan juga melakukan kontak

hubungan dengan Amerika Serikat. Pada tahun 1873 Aceh mengirim utusan

yakni Habib Abdurrahman pergi ke Turki untuk meminta bantuan senjata.

Langkah-langkah Aceh itu diketahui oleh Belanda

.

Oleh karena itu, Belanda

mengancam dan mengultimatum agar Kesultanan Aceh tunduk di bawah

pemerintahan Hindia Belanda. Aceh tidak menghiraukan ultimatum itu.

Karena Aceh dinilai membangkang maka pada tanggal 26 Maret 1873,

Belanda melalui Komisaris Nieuwenhuijzen mengumumkan perang terhadap

Aceh. Pecahlah pertempuran antara Aceh melawan Belanda. Para pejuang

Aceh di bawah pemerintahan Sultan Mahmud Syah II mengobarkan semangat

jihad angkat senjata untuk melawan kezaliman Belanda.

»

Dari uraian tersebut coba rumuskan apa saja yang menjadi sebab-

sebab terjadinya Perang Aceh!

Beberapa persiapan di Aceh sebenarnya sudah dilakukan. Misalnya

membangun pos-pos pertahanan. Sepanjang pantai Aceh Besar telah

dibangun

kuta,

yakni semacam benteng untuk memperkuat pertahanan

wilayah.

Kuta

ini dibangun di sepanjang Pantai Aceh Besar seperti

Kuta

Meugat,

Kuta

Pohama, Kuta Mosapi dan juga lingkungan istana Kutaraja

dan Masjid Raya Baiturrahman. Jumlah pasukan juga ditingkatkan dan

ditempatkan di beberapa tempat strategis. Sejumlah 3000 pasukan disiagakan

di pantai dan 4000 pasukan disiagakan di lingkungan istana. Senjata dari

luar juga sebagian juga telah berhasil dimasukkan ke Aceh seperti 5000 peti

mesiu dan sekitar 1394 peti senapan.

b)

Syahid atau Menang

Agresi tentara Belanda terjadi pada tanggal 5 April 1873. Tentara Belanda

di bawah pimpinan Jenderal Mayor J.H.R. Kohler terus melakukan serangan

terhadap pasukan Aceh. Pasukan Aceh yang terdiri atas para

ulebalang

,

ulama, dan rakyat terus mendapat gempuran dari pasukan Belanda. Dengan

memperhatian hasil laporan spionase Belanda yang mengatakan bahwa Aceh

141

Sejarah Indonesia

dalam keadaan lemah secara politik dan ekonomi, membuat para pemimpin

Belanda termasuk Kohler optimis bahwa Aceh segera dapat ditundukkan.

Oleh karena itu, serangan-serangan tentara Belanda terus diintensifkan.

Namun, pada kenyataannya tidak mudah menundukkan para pejuang

Aceh. Dengan kekuatan yang ada para pejuang Aceh mampu memberikan

perlawanan sengit. Pertempuran terjadi di kawasan pantai dan kota. Bahkan,

pada tanggal 14 April 1873 terjadi pertempuran sengit antara pasukan Aceh

di bawah pimpinan Teuku Imeum Lueng Bata melawan tentara Belanda di

bawah pimpinan Kohler untuk memperebutkan Masjid Raya Baiturrahman.

Dalam pertempuran memperebutkan Masjid Raya Baiturrahman ini pasukan

Aceh berhasil membunuh Kohler di bawah pohon dekat masjid tersebut.

Pohon ini kemudian dinamakan Kohler Boom. Banyak jatuh korban dari pihak

Belanda. Begitu juga tidak sedikit korban dari pihak pejuang Aceh yang mati

syahid.

Terbunuhnya Kohler menyebabkan pasukan Belanda ditarik mundur ke

pantai. Dengan demikian, gagallah serangan tentara Belanda yang pertama.

Ini membuktikan bahwa tidak mudah untuk menundukkan Aceh. Karena

kekuatan para pejuang Aceh tidak semata-mata terletak pada kekuatan

pasukannya, tetapi juga karena hakikat kehidupan yang didasarkan pada

nilai-nilai agama dan sosial budaya yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an.

Doktrin para pejuang Aceh dalam melawan Belanda hanya ada dua pilihan

“syahid atau menang”. Dalam hal ini nilai-nilai agama senantiasa menjadi

potensi yang sangat menentukan untuk menggerakkan perlawanan terhadap

penjajahan asing. Oleh karena itu, Perang Aceh berlangsung begitu lama.

Setelah melipatgandakan kekuatannya, pada tanggal 9 Desember 1873

Belanda melakukan agresi atau serangan yang kedua. Serangan ini dipimpin

oleh J. van Swieten. Pertempuran sengit terjadi istana dan juga terjadi di

Masjid Raya Baiturrahman. Para pejuang Aceh harus mempertahankan masjid

dari serangan Belanda yang bertubi-tubi. Masjid terus dihujani peluru dan

kemudian pada tanggal 6 Januari 1874 masjid itu dibakar. Para pejuang dan

ulama kemudian meninggalkan masjid. Tentara Belanda kemudian menuju

istana. Pada tanggal 15 Januari 1874 Belanda dapat menduduki istana setelah

istana dikosongkan, karena Sultan Mahmud Syah II bersama para pejuang

yang lain meninggalkan istana menuju ke Leueung Bata dan diteruskan ke

Pagar Aye (sekitar 7 km dari pusat kota Banda Aceh). Tetapi pada tanggal 28

Januari 1874 sultan meninggal karena wabah kolera.

142

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

Jatuhnya Masjid Raya Baiturrahman dan istana sultan, Belanda menyatakan

bahwa Aceh Besar telah menjadi daerah kekuasaan Belanda. Para ulebalang,

ulama dan rakyat tidak ambil pusing dengan pernyataan Belanda. Mereka

kemudian mengangkat putra mahkota Muhammad Daud Syah sebagai Sultan

Aceh. Tetapi karena masih di bawah umur, maka diangkatlah Tuanku Hasyim

Banta Muda sebagai wali atau pemangku sultan sampai tahun 1884. Pusat

pemerintahan di Indrapuri (sekitar 25 km arah tenggara dari pusat kota).

Semangat untuk melanjutkan perang terus menggelora di berbagai tempat.

Pertempuran dengan Belanda semakin meluas ke daerah hulu. Sementara

itu, tugas van Swieten di Aceh dipandang cukup. Ia digantikan oleh Jenderal

Pel. Sebelum Swieten meninggalkan Aceh, ia mengatakan bahwa pemerintah

Hindia Belanda akan segera membangun kembali masjid raya yang telah

dibakarnya. Tentu hal ini dalam rangka menarik simpati rakyat Aceh.

Para pejuang Aceh tidak mengendorkan semangatnya. Di bawah pimpinan

ulebalang,

ulama, dan ketua adat, rakyat Aceh terus mengobarkan perang

melawan Belanda. Semangat juang semakin meningkat seiring pulangnya

Habib Abdurrahman dari Turki pada tahun 1877. Tokoh ini kemudian

menggalang kekuatan bersama Tengku Cik Di Tiro. Pasukannya terus

melakukan serangan-serangan ke pos-pos Belanda. Kemudian Belanda

menambah kekuatannya sehingga dapat mengalahkan serangan – serangan

yang dilakukan pasukan Habib Abdurrahman dan Cik Di Tiro. Di bawah

pimpinan Van der Heijden, Belanda berhasil mendesak pasukan Habib

Abdurrahman, bahkan Habib Abdurrahman akhirnya menyerah kepada

Belanda. Sementara Cik Di Tiro mundur ke arah Sigli untuk melanjutkan

perlawanan. Belanda berhasil menguasai beberapa daerah seperti Seunaloh,

Ansen Batee.

c)

Perang Sabil

Tahun 1884 merupakan tahun yang sangat penting, karena Muhammad

Daud Syah telah dewasa maka secara resmi dinobatkan sebagai sultan

dengan gelar Sultan Ala’uddin Muhammad Daud Syah bertempat di Masjid

Indrapuri. Pada waktu upacara penobatan ini para pemimpin Perang Aceh

seperti Tuanku Hasyim, Panglima Polim, Tengku Cik Di Tiro memproklamirkan

“Ikrar Prang Sabi” (Perang Sabil). Perang Sabil merupakan perang melawan

kaphee Beulanda

(kafir Belanda), perang suci untuk membela agama, perang

143

Sejarah Indonesia

untuk mempertahankan tanah air, perang

jihad untuk melawan kezaliman di muka bumi.

Setelah penobatan itu, mengingat keamanan,

istana di Indrapuri dipindahkan ke Keumala

di daerah Pidie (sekitar 25 km sebelah selatan

kota Pidie). Dari Istana Keumala inilah semangat

Perang Sabil digelorakan.

Dengan digelorakan Perang Sabil, perlawanan

rakyat Aceh semakin meluas. Apalagi dengan

seruan Sultan Muhammad Daud Syah yang

menyerukan gerakan amal untuk membiayai

perang, telah menambah semangat para

pejuang Aceh. Cik Di Tiro mengobarkan

perlawanan di Sigli dan Pidie. Di Aceh bagian

barat tampil Teuku Umar beserta isterinya

Cut Nyak Dien. Pertempuran sengit terjadi di

Meulaboh. Beberapa pos pertahanan Belanda

berhasil direbut oleh pasukan Teuku Umar.

Pasukan Aceh dengan semangat jihadnya telah

menambah kekuatan untuk melawan Belanda.

Belanda mulai kewalahan di berbagai medan

pertempuran. Belanda mulai menerapkan

strategi baru yang dikenal dengan

Konsentrasi

Stelsel

atau

Stelsel Konsentrasi

.

»

Kamu tahu apa yang dimaksud dengan

Konsentrasi Stelsel dan bagaimana

penerapannya di Aceh?

Strategi

Konsentrasi Stelsel

itu ternyata juga

belum efektif untuk dapat segera menghentikan perang di Aceh. Bahkan,

dengan strategi itu telah menyebarkan perlawanan rakyat Aceh dari tempat

yang satu ke tempat yang lain. Perang gerilya juga mulai dilancarkan oleh

para pejuang Aceh. Gerakan pasukan Teuku Umar juga terus mengalami

kemajuan. Pertengahan tahun 1886 Teuku Umar berhasil menyerang dan

menyita kapal Belanda Hok Canton yang sedang berlabuh di Pantai Rigaih.

Kapten Hansen (seorang berkebangsaan Denmark) nakhoda kapal yang

diberi tugas Belanda untuk menangkap Teuku Umar justru tewas dibunuh

oleh Teuku Umar. Di tengah-tengah perjuangan itu pada tahun 1891 Tengku

Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan:

Dari Sultan Agung hingga

Hamengku Buwono IX, 1992.

Gambar 2.31

Cut Nyak Dien.

Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan:

Dari Sultan Agung hingga

Hamengku Buwono IX, 1992.

Gambar 2.32

Teuku Umar.

144

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

Cik Di Tiro meninggal. Perjuangannya melawan Belanda dilanjutkan oleh

puteranya yang bernama Tengku Ma Amin Di Tiro. Kemudian ada berita

bahwa pada tahun 1893 Teuku Umar menyerah kepada Belanda. Teuku Umar

kemudian dijadikan panglima tentara Belanda dan diberi gelar Teuku Johan

Pahlawan. Ia diizinkan untuk membentuk kesatuan tentara beranggotakan

250 orang. Peristiwa ini tentu sangat berpengaruh pada semangat juang

rakyat Aceh. Nampaknya Teuku Umar juga tidak serius untuk melawan

bangsanya sendiri. Setelah pasukannya sudah mendapatkan banyak senjata

dan dipercaya membawa dana 800.000 gulden, pada 29 Maret 1896 Teuku

Umar dengan pasukannya berbalik dan kembali melawan Belanda. Peristiwa

inilah yang dikenal dengan

Het verraad van Teukoe Oemar

(Pengkhianatan

Teuku Umar). Teuku Umar berhasil menyerang pos-pos Belanda yang ditemui.

Peristiwa itu membuat Belanda semakin marah dan geram. Sementara

untuk menghadapi semangat Perang Sabil Belanda juga semakin kesulitan.

Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain untuk melaksanakan usulan Snouck

Horgronye untuk melawan Aceh dengan kekerasan. Perlu diketahui bahwa

sebelum itu Belanda telah meminta Snouck Hurgronje agar melakukan kajian

tentang seluk beluk kehidupan dan semangat juang orang-orang Aceh,

sehingga dapat ditemukan strategi untuk segera mengalahkan para pejuang

Aceh. Snouck Hurgronje mulai menyamar memasuki kehidupan di tengah-

tengah kehidupan masyarakat Aceh. Ia memakai nama samaran Abdul Gafar.

Ia telah mempelajari agama Islam dan adat budaya Aceh. Snouck Horgronye

menyimpulkan bahwa para pejuang Aceh itu sulit dikalahkan karena

disemangati oleh semangat jihad dengan tali ukhuwah Islamiyahnya. Oleh

karena itu, Snouck Hurgronje mengusulkan beberapa cara untuk melawan

perjuangan rakyat Aceh. Beberapa usulan itu adalah sebagai berikut:

1)

perlu memecah belah persatuan dan kekuatan masyarakat Aceh, sebab

di lingkungan masyarakat Aceh terdapat rasa persatuan antara kaum

bangsawan, ulama, dan rakyat;

2)

menghadapi kaum ulama yang fanatik dalam memimpin perlawanan

harus dengan kekerasan, yaitu dengan kekuatan senjata; dan

3)

bersikap lunak terhadap kaum bangsawan dan keluarganya dan

diberi kesempatan untuk masuk ke dalam korps pamong praja dalam

pemerintahan kolonial Belanda.

Belanda segera melaksanakan usulan-usulan Snouck Hurgronje tersebut.

Belanda harus menggempur Aceh dengan kekerasan dan senjata. Untuk

memasuki fase ini dan memimpin perang melawan rakyat Aceh, diangkatlah

145

Sejarah Indonesia

gubernur militer yang baru yakni van Heutsz

(1898-1904) menggantikan van Vliet.

Genderang perang dengan kekerasan di mulai

tahun 1899. Perang ini berlangsung 10 tahun.

Oleh karena itu, pada periode tahun 1899 –

1909 di Aceh disebut dengan masa sepuluh

tahun berdarah (

tien bloedige jaren

)

.

Semua pasukan disiagakan dengan dibekali

seluruh persenjataan. Van Heutsz segera

melakukan serangan terhadap pos pertahanan

para pemimpin perlawanan di berbagai daerah.

Dalam hal ini Belanda juga mengerahkan

pasukan anti gerilya yang disebut Korps

Marchausse (Marsose)

yakni pasukan yang terdiri dari orang-orang Indonesia

yang berada di bawah pimpinan opsir-opsir Belanda. Mereka pandai berbahasa

Aceh. Dengan demikian, mereka dapat bergerak sebagai informan. Dengan

kekuatan penuh dan sasaran yang tepat karena adanya informan-informan

bayaran, serangan Belanda berhasil mencerai-beraikan para pemimpin

perlawanan. Teuku Umar bergerak menyingkir ke Aceh bagian barat dan

Panglima Polem dapat digiring dan bergerak di Aceh bagian timur.

Di Aceh bagian barat Teuku Umar mempersiapkan pasukannya untuk

melakukan penyerangan secara besar-besaran ke arah Meulaboh. Tetapi

tampaknya persiapan Teuku Umar ini tercium oleh Belanda. Maka Belanda

segera menyerang benteng pertahanan Teuku Umar. Terjadilah pertempuran

sengit pada Februari 1899. Dalam pertempuran ini Teuku Umar gugur sebagai

syuhada. Perlawanan dilanjutkan oleh Cut Nyak Dien. Cut Nyak Dien dengan

pasukannya memasuki hutan dan mengembangkan perang gerilya.

Perlawanan rakyat Aceh belum berakhir. Para pejuang Aceh di bawah

komando Sultan Daud Syah dan Panglima Polem terus berkobar. Setelah

istana kerajaan di Keumala diduduki Belanda, sultan melakukan perlawanan

dengan berpindah-pindah bahkan juga melakukan perang gerilya. Sultan

menuju

Kuta

Sawang kemudian pindah ke Kuta Batee Iliek. Tetapi kuta-kuta

ini berhasil diserbu Belanda. Sultan kemudian menyingkir ke Tanah Gayo.

Pada tahun berikutnya Belanda menangkap istri sultan, Pocut Murong. Karena

tekanan Belanda yang terus menerus, pada Januari 1903 Sultan Muhammad

Daud Syah terpaksa menyerah. Demikian siasat licik dari Belanda. Cara licik

ini kemudian digunakan untuk mematahkan perlawanan Panglima Polem dan

Tuanku Raha Keumala. Istri, ibu dan anak-anak Panglima Polem ditangkap

Sumber: Dari Buku ke Buku

sambung Menyambung Menjadi

Satu, 2002.

Gambar 2.33

Snouck Hurgronje.

146

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

oleh Belanda. Dengan tekanan yang bertubi-tubi akhirnya Panglima Polem

juga menyerah pada 6 September 1903. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa Kerajaan Aceh yang sudah berdiri sejak 1514 harus berakhir.

Kerajaan boleh berakhir, tetapi semangat juang rakyat Aceh untuk melawan

dominasi asing sulit untuk dipadamkan. Sementara Cut Nyak Dien terus

mengobarkan perang jihad dengan bergerilya. Tetapi setelah pos pertahanan

pasukannya dikepung tentara Belanda pada tahun 1906 Cut Nyak Dien

berhasil ditangkap. Ia dibuang ke Sumedang, Jawa Barat sampai meninggal

pada tanggal 8 November 1908.

Namun perjuangan rakyat Aceh juga belum berakhir. Di daerah Pidie sejumlah

ulama masih terus melancarkan serangan ke pos-pos Belanda. Tokoh-

tokoh ulama itu misalnya Teungku Mahyidin Tiro bersama istrinya Teungku

Di Bukiet Tiro, Teungku Ma’at Tiro, Teungku Cot Plieng. Semua ulama ini

gugur dalam Perang Sabil melawan kezaliman Belanda. Ulama yang terakhir

mengadakan perlawaan di Pidie ini adalah Teungku Ma’at Tiro yang waktu

Sumber: Tempat Pengasingan dan Makam Pejuang Bangsa, 2003

Gambar 2.34.

Keadaan Cut Nyak Dien saat setelah ditangkap setelah

beberapa waktu memimpi

n

perang gerilya.

147

Sejarah Indonesia

itu baru berusia 16 tahun. Tetapi setelah dikepung di Pegunungan Tangse

Teungku Ma’at Tiro berhasil ditembak mati oleh Belanda pada tahun 1911.

Ia mati syahid gugur sebagai kusuma bangsa.

Sementara itu, di pesisir utara dan timur Aceh

juga masih banyak para ulama dan pemimpin

adat yang terus melakukan perlawanan. Tokoh

perlawanan tersebut diantaranya Teuku Ben

Pirak (ayah Cut Nyak Mutia), Teuku Cik Tinong

(suami Cut Nyak Mutia). Setelah ayah dan

suaminya gugur, Cut Nyak Mutia melanjutkan

perang melawan kekejaman Belanda. Cut Nyak

Mutia sesuai dengan pesan suaminya Teuku Cik

Tunong sebelum ditembak mati oleh Belanda

disarankan untuk menikah dengan Pang

Nanggru. Oleh karena itu, Cut Nyak Mutia dapat

bersama-sama melawan Belanda dengan Pang

Nanggru. Pada tanggal 26 September 1910

terjadi pertempuran sengit di Paya Cicem. Pang

Nanggru tewas dan Cut Nyak Mutia berhasil

meloloskan diri. Bersama puteranya Raja Sabil (baru usia 11 tahun), Cut Nyak

Mutia terus memimpin perlawanan. Tetapi Cut Nyak Mutia akhirnya dapat

didesak dan gugur setelah beberapa peluru menembus kaki dan tubuhnya.

Ulama yang lain seperti Teungku Di Barat bersama istrinya Cut Po Fatimah

masih melanjutkan perlawanan, tetapi suami-istri itu akhirnya juga gugur

tertembak oleh keganasan peluru Belanda pada tahun 1912. Demikian

Perang Sabil yang digelorakan rakyat Aceh secara massal baru berakhir pada

tahun 1912. Tetapi sebenarnya masih ada gerakan-gerakan perlawanan lokal

yang berskala kecil yang sering terjadi. Bahkan, dikatakan perang-perang

kecil itu berlangsung sampai tahun 1942.

»

Kamu sudah belajar tentang sejarah Perang Sabil di Aceh.

Bagaimana penilaian kamu tetang semangat dan perjuangan rakyat

dan para tokoh di Aceh. Mengapa Perang Sabil di Aceh berlangsung

begitu lama? Pelajaran apa yang dapat kamu peroleh, apa yang

dapat kamu teladani dalam peristiwa sejarah Perang Sabil di Aceh?

Sumber: Jejak-jejak Pahlawan:

Dari Sultan Agung Hingga

Hamengkubuwono IX, 1992.

Gambar 2.35

Cut Nyak Mutia.

148

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

8. Perang Batak

Kita semua juga sudah sangat familier

mendengar kata Batak. Batak merupakan nama

kawasan sekaligus nama suku, Suku Batak.

Ada beberapa kelompok Batak misalnya ada

Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

Batak Mandailing, dan Batak Pakpak. Sekarang

masyarakat Batak tersebar di berbagai daerah

di Indonesia. Mereka banyak yang bergerak dan

berperan di bidang hukum.

Secara historis-sosiologis masyarakat Batak

menarik untuk dikaji. Secara sosiologis kita

mengenal bagaimana struktur masyarakat Batak

itu. Basis masyarakat Batak sebenarnya berada

di daerah-daerah kompleks perkampungan yang disebut dengan

huta

.

Huta

adalah bentuk kesatuan ikatan-ikatan kampung yang dalam berbagai

aspek kehidupan berdiri sendiri-sendiri. Setiap kesatuan

huta

didiami oleh

satu ikatan kekerabatan yang disebut marga. Dalam strukturnya, di atas

huta

atau gabungan dari beberapa

huta

terbentuk

horja

dan gabungan dari

beberapa

horja

terbentuk

bius

. Kesatuan dari beberapa

bius

itu terbentuklah

satu wilayah kerajaan. Kerajaan masyarakat Batak yang dipimpin oleh Raja

Sisingamangaraja, pusat pemerintahannya ada di Bakkara. Sejak tahun

1870 yang menjadi raja adalah Patuan Bosar Ompu Pulo Batu yang bergelar

Sisingamangaraja XII. Pada tahun 1878 Raja Sisingamangaraja XII angkat

senjata memimpin rakyat Batak untuk melawan Belanda.

a. Mengapa terjadi Perang Batak?

Perlu diketahui bahwa setelah Perang Padri berakhir, Belanda terus meluaskan

daerah pengaruhnya. Belanda mulai memasuki tanah Batak seperti

Mandailing, Angkola, Padang Lawas, Sipirok bahkan sampai Tapanuli. Hal ini

jelas merupakan ancaman serius bagi kekuasaan Raja Batak, Sisingamangaraja

XII. Masuknya dominasi Belanda ke tanah Batak ini juga disertai dengan

penyebaran agama Kristen. Penyebaran agama Kristen ini ditentang oleh

Sisingamangaraja XII karena dikhawatirkan perkembangan agama Kristen itu

akan menghilangkan tatanan tradisional dan bentuk kesatuan negeri yang

telah ada secara turun temurun. Untuk menghalangi proses Kristenisasi ini,

Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan:

Dari Sultan Agung hingga

Hamengku Buwono IX, 1992.

Gambar 2.36

Sisingamangaraja

XII

.

149

Sejarah Indonesia

pada tahun 1877 Raja Sisingamangaraja XII berkampanye keliling ke daerah-

daerah untuk menghimbau agar masyarakat mengusir para

zending

yang

memaksakan agama Kristen kepada penduduk. Masuknya pengaruh Belanda

ini juga akan mengancam kelestarian tradisi dan adat asli orang-orang Batak.

Akibat kampanye Raja Singamangaraja XII telah menimbulkan ekses

pengusiran para

zending.

Bahkan ada penyerbuan dan pembakaran terhadap

pos-pos

zending

di Silindung. Kejadian ini telah memicu kemarahan Belanda

dan dengan alasan melindungi para

zending,

Pada tanggal 8 Januari 1878

Belanda mengirim pasukan untuk menduduki Silindung. Pecahlah Perang

Batak

»

Dari uraian yang telah dipaparkan, coba rumuskan apa sebab

terjadinya Perang Batak?

b. Bagaimana Jalannya Perang Batak?

Alasan untuk melindungi para

Zending

tentu alasan yang dibuat-buat

Belanda. Karena yang jelas Belanda menduduki Silindung sebagai langkah

awal untuk memasuki tanah Batak yang merupakan wilayah kekuasaan Raja

Sisingamangaraja XII. Belanda ingin menguasai seluruh tanah Batak. Kali

pertama pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapten Schelten menuju Bahal

Batu. Rakyat Batak di bawah pimpinan langsung Raja Sisingamangaraja

XII melakukan perlawanan terhadap gerakan pasukan Belanda di Bahal

Batu. Dalam menghadapi perang melawan Belanda ini rakyat Batak sudah

menyiapkan benteng pertahanan seperti benteng alam yang terdapat di

dataran tinggi Toba dan Silindung. Di samping itu, dikembangkan benteng

buatan yang ada di perkampungan. Setiap kelompok kampung dibentuk

empat persegi dengan pagar keliling terbuat dari tanah dan batu. Di luar

tembok ditanami bambu berduri dan di sebelah luarnya lagi dibuat parit

keliling yang cukup dalam. Pintu masuk dibuat hanya beberapa buah dengan

ukuran sempit.

Pertempuran pertama terjadi di Bahal Batu. Sisingamangaraja XII dengan

pasukannya berusaha memberikan perlawanan sekuat tenaga. Tetapi

nampaknya kekuatan pasukan Batak tidak seimbang dengan kekuatan tentara

Belanda, sehingga pasukan Sisingamangaraja XII ini harus ditarik mundur.

Akibatnya justru pertempuran merembet ke daerah lain, misalnya sampai di

Butar. Karena dengan gerakan mundur tadi, pasukan Sisingamangaraja XII

juga melakukan penyerangan pada pos-pos Belanda yang lain.

150

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

Perang Batak ini semakin meluas ke daerah-daerah lain. Setelah berhasil

menggagalkan berbagai serangan dari pasukan Sisingamangaraja XII,

Belanda mulai bergerak ke Bakkara. Bakkara merupakan benteng dan istana

Kerajaan Sisingamangaraja. Dengan jumlah pasukan yang cukup besar

Belanda mulai mengepung Bakkara. Letnan Kitchner menyerang dari arah

selatan, Chelter mendesak dari sebelah timur, sementara Van den Bergh

mengepung dari arah barat. Beberapa komandan tempur Belanda berusaha

memasuki benteng Bakkara, tetapi selalu dapat dihalau dengan lemparan

batu oleh para pejuang Batak. Akhirnya benteng dan Istana Bakkara dihujani

tembakan-tembakan yang begitu gencar, sehingga benteng itu dapat

diduduki Belanda. Sisingamangaraja dan sisa pasukannya berhasil meloloskan

diri dan menyingkir ke daerah Paranginan di bagian selatan Danau Toba.

Belanda terus memburu Sisingamangaraja. Sisingamangaraja kemudian

menyingkir ke Lintung. Belanda terus mengejar Sisingamangaraja terus

bergerak ke Tambunan, Lagu Boti, dan terus ke Baligie. Dengan kekuatan

pasukannya, Belanda dapat menguasai tempat-tempat itu semua, sehingga

semua daerah di sekitar Danau Toba sudah dikuasai Belanda.

Sisingamangaraja XII dengan sisa pasukannya bergerak menuju

Huta

Puong.

Pada Juli tahun 1889 Sisingamangaraja XII kembali angkat senjata melawan

ekspedisi Belanda. Di

Huta

Puong ini pasukan Sisingamangaraja XII bertahan

cukup lama. Tetapi pada tanggal 4 September 1899

Huta

Puong juga jatuh

ke tangan Belanda. Sisingamangaraja XII kemudian membuat pertahanan

di Pakpak dan Dairi. Pasukan Belanda di bawah komando van Daden

mengadakan gerakan sapu bersih terhadap kantong-kantong pertahanan

dari Aceh sampai tanah Gayo, termasuk yang ada di tanah Batak . Tahun

1907 pasukan Belanda di bawah komando Hans Christoffel memfokuskan

untuk menangkap Sisingamangaraja XII. Sisingamangaraja XII berhasil

dikepung rapat di daerah segitiga Barus, Sidikalang, dan Singkel. Dalam

pengepungan ini Belanda menggunakan cara licik yakni menangkap Boru

Sagala, istri Sisingamangaraja XII dan dua anaknya.

Dengan beban psikologis yang berat Sisingamangaraja XII tetap bertahan, tidak

mau menyerah. Akhirnya pada tanggal 17 Juni 1907 siang pasukan Belanda

dikerahkan untuk menangkap Sisingamangaraja XII di pos pertahanannya di

Aik Sibulbulon di daerah Dairi. Dalam keadaan terdesak, Sisingamangaraja

XII dengan putera-puteranya tetap bertahan dan melakukan perlawanan

sekuat tenaga. Tetapi dalam pertempuran itu Sisingamangaraja XII tertembak

mati. Begitu juga putrinya Lopian dan dua orang puteranya Sutan Nagari dan

Patuan. Dengan demikian berakhirlah Perang Batak.

151

Sejarah Indonesia

»

Kamu sudah mempelajari sejarah perjuangan Sisingamangaraja

XII dalam melawan Belanda. Kamu juga sudah belajar tentang

sejarah Perang Padri dan Perang Sabil di Aceh. Coba tunjukkan

keterkaitan antara ketiga perang tersebut!

KESIMPULAN

1.

Perang yang terjadi pada abad ke-18, 19, dan awal 20

merupakan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Hindia

Belanda.

2.

Pemerintah kolonial Belanda tetap menjalankan taktik perang

yang licik dan kejam. Tipu daya pura-pura mengajak damai,

mengadu domba dan menangkap anggota keluarga pimpinan

perang Indonesia terus dilakukan.

3.

Perang melawan penjajahan pemerintahan kolonial Hindia

Belanda memang belum berhasil, tetapi semangat juang

rakyat dan para pemimpin perang kita tidak pernah padam.

Kedaulatan dan kemerdekaan rakyat Indonesia harus terus

diperjuangkan agar bebas dari penjajahan. Penjajahan pada

hakikatnya selalu kejam, menangnya sendiri, serakah, tidak

memperhatikan penderitaan orang lain. Penjajahan senantiasa

bertentangan dengan harkat dan hak asasi manusia.

4.

Banyak nilai keteladanan yang dapat kita terapkan dalam

kehidupan sehari-hari, misalnya semangat cinta tanah air, rela

berkorban, kebersamaan, kerja keras pantang menyerah dengan

berbagai tantangan, sehingga dapat memotivasi kita untuk kerja

keras dan giat belajar.

152

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

LATIH ULANGAN AKHIR BAB

LATIH UJI KOMPETENSI

1.

Rakyat Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan

50-60 budak sebagai ganti rugi rusaknya tanaman padi karena

genangan air Sungai Temberan. Coba telaah secara kritis ancaman

Belanda padahal yang membendung Sungai Temberan itu Belanda.

Bagaimana penilaian kamu tentang sikap Belanda yang demikian.

Sikap ini merupakan sikap kolonialisme dan imperialisme yang akan

terus berlangsung termasuk sampai sekarang. Berikan contoh!

2.

Rumuskan latar belakang terjadinya perlawanan Pattimura di Saparua?

3.

Perang Padri fase kedua sebenarnya merupakan salah satu strategi

perang Belanda semacam “gencatan senjata” atau “peredaan”.

Mengapa demikian, apa tujuan yang ingin diraih Belanda? Jelaskan!

4.

Jelaskan apa yang dimaksud dengan strategi

winning the heart

?

5.

Pangeran Diponegoro memimpin perang dengan berlandaskan pada

nilai-nilai kesyukuran dan keimanan. Jelaskan!

6.

Apa yang dimaksud dengan Benteng Stelsel, bagaimana

pelaksanaannya?

7.

Apa yang dimaksud Hukum Tawan Karang? Mengapa Belanda

menentang Hukum tersebut?

8.

Coba jelaskan secara singkat latar belakang dan sebab-sebab terjadinya

Perang Banjar!

9.

Rakyat Aceh memiliki semboyan dan doktrin “syahid atau menang”

Coba jelaskan makna semboyan itu bagi perjuangan rakyat Aceh

dalam melawan Belanda!

10.

Mengapa Sisingamangaraja XII menentang Kristenisasi yang dilakukan

Belanda?

Tugas

Kamu perlu menyaksikan film Cut Nyak Dien! Kemudian, coba buatlah karya

tulis dengan tema: Heroisme Cut Nyak Dien!

153

Sejarah Indonesia

LATIH ULANGAN SEMESTER

Jawablah beberapa pertanyaan berikut ini

1.

Apa yang dimaksud Pelayaran Hongi? Mengapa Sultan Hasanuddin

menentang Pelayaran Hongi?

2.

Coba ceritakan secara singkat perlawanan rakyat Maluku terhadap

dominasi Portugis?

3.

Bagaimana pendapat dan penilaian kamu tentang pandangan

bahwa Aru Palaka itu bukan merupakan pengkhianat tetapi justru

merupakan tokoh pejuang dari Bone?

4.

Ceritakan secara singkat Perang Tondano II yang menandai

tenggelamnya kedaulatan rakyat Minahasa!

5.

Jelaskan kasus tentang “surat pas” atau surat izin bermukim bagi orang

Cina. Coba kaitkan kasus ini dengan kehidupan masyarakat Indonesia

sekarang ini!

6.

Apa yang dimaksud dengan strategi

winning the heart

dari Belanda

dalam Perang Padri, apa isinya dan apa tujuan Belanda mengambil

cara itu?

7.

Nilai-nilai kejuangan apa yang dapat kita peroleh saat belajar sejarah

perjuangan Pangeran Hidayatullah dari Banjar?

8.

Perang Padri fase kedua sebenarnya merupakan salah strategi perang

Belanda semacam “gencatan senjata” atau “peredaan” Mengapa

demikian, apa tujuan yang ingin diraih Belanda? Jelaskan!

9.

Perang Diponegoro sering disebut dengan Perang Jawa, mengapa?

Jelaskan!

10.

Perang Aceh berlangsung begitu lama, mengapa demikian?

154

Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Semester 1

Tugas

Buatlah karya tulis yang terkait dengan peristiwa perlawanan rakyat

melawan kolonialisme Belanda yang ada di daerah kamu, nilai-nilai apa

yang kamu dapatkan dengan mempelajari peristiwa yang kamu tulis

tersebut!

Rakyat Indonesia tidak senang bermusuhan tetapi berperang untuk

menegakkan kedaulatan harus dilakukan