Halaman
69
Sejarah Indonesia
BAB 2
P
erang
M
elawan
K
olonialisme dan Imperialisme
Untuk mentjapai kemerdekaan kita, kita harus bersatu,
Untuk mentjapai kemerdekaan kita, kita harus membinasakan imperialisme dan
kapitalisme
H.A. Notosoetardjo -Bung Karno dihadapan Pengadilan Kolonial (1963)
B
angsa Indonesia memang cinta perdamaian, tetapi tentu lebih cinta
kemerdekaan, karena secara fitrah setiap orang diciptakan oleh Tuhan
Yang Maha Esa memiliki hak kemerdekaan dan kedaulatan. Kedaulatan
itu baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat dan bangsa. Oleh
karena itu, sudah selayaknya sesuai dengan fitrah maka setiap bentuk
dominasi asing dan penjajahan harus kita lawan. Jiwa dan semangat untuk
melawan setiap bentuk penjajahan ini seharusnya ada pada diri setiap warga
Indonesia. Banyak orang mengatakan dalam arti politik secara formal kita
sudah merdeka tetapi banyak kritik dilontarkan bahwa kita masih mengalami
“penjajahan” dalam bidang ekonomi dan kebudayaan dalam arti kurang
memiliki kemandirian. Oleh karena itu, dengan segala upaya kita harus
memperjuangkan kemandirian dan kedaulatan di bidang ekonomi dan
kebudayaan. Dalam berjuang untuk memperkuat kemandirian itu, kita perlu
meneladani atau mencontoh semangat juang para pendahulu kita, misalnya
para pahlawan yang telah berjuang melawan penjajahan, keserakahan
kolonialisme, dan imperialisme. Pada bab ini kita akan belajar tentang sejarah
perjuangan rakyat dan para tokoh pejuang Indonesia pada kurun waktu
sekitar abad ke-16 sampai dengan abad ke-20.
70
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
PERJUANGAN MELAWAN
KOLONIALISME DAN IMPERIALISME
Perang Melawan
Hegemoni dan
Keserakahan Kongsi
Dagang
Perang Melawan
Penjajahan Belanda
Berawal dari Kekejaman penjajah:
Praktik diskriminasi dan ketidakadilan, terjadilah penderitaan rakyat
PETA KONSEP
71
Sejarah Indonesia
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari uraian ini, diharapkan kamu dapat:
1. Menganalisis perang melawan keserakahan dan kekuasaan kongsi
dagang.
2. Menganalisis perang melawan penjajahan Belanda
3. Menghargai jasa pahlawan di tingkat nasional dan daerah.
ARTI PENTING
Belajar sejarah perang melawan penjajahan dan kezaliman kolonialisme
dan imperialisme ini sangat penting. Dengan menghayati semangat
juang rakyat dan para tokoh pendahulu kita dapat mengambil nilai-
nilai kejuangan mereka untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
72
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan Perlawanan), 2012.
Gambar 2.1
Ilustrasi kapal-kapal VOC yang berlayar menuju Nusantara.
A.
P
erang Melawan Hegemoni dan Keserakahan Kongsi
Dagang
Mengamati Lingkungan
Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan Perlawanan), 2012.
Gambar 2.1
Ilustrasi kapal-kapal VOC yang berlayar menuju Nusantara.
73
Sejarah Indonesia
Gambar 2.2
Ilustrasi pertempuran Sultan Ageng Tirtayasa melawan VOC
Sumber: diambil dari https://www.google.co.id/search= perang +Sultan Ageng, 30-1-2016 Indonesia
Dalam Arus Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan Perlawanan), 2012
.
»
Coba amati gambar di atas dan halaman sebelumnya!
* Coba kamu buat beberapa pertanyaan terkait dengan
gambar tersebut!
* Kira-kira kesan dan pelajaran apa yang Kamu peroleh
dengan mencermati dua gambar di atas?
Ilustrasi atau gambar di atas menunjukkan adanya sebuah perlawanan bangsa
Indonesia terhadap kezaliman kaum kolonialis dan imperialis, penjajahan
bangsa Eropa di Indonesia. Gambar di atas melukiskan kapal-kapal Belanda
yang menuju Indonesia. Kemudian gambar ke-2 menunjukkan ilustrasi
tentang salah satu situasi perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa melawan VOC
di Banten. Gambar ketiga gambar tokoh Pangeran Nuku dari Tidore untuk
melawan kekejaman kompeni Belanda. Sungguh heroik perlawanan rakyat
Kepulauan Maluku dan sekitarnya di bawah pimpinan Pangeran Nuku. Dari
74
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
pulau yang satu ke pulau yang lain Nuku
berhasil menggerakkan berbagai lapisan
kekuatan baik dari bangsawan maupun
rakyat untuk melawan kezaliman Belanda.
Politik
devide et impera
pun mulai diterapkan
oleh Belanda, tetapi Nuku tidak terpengaruh,
tetap teguh dan satu niat untuk melawan
penjajah. Dengan dukungan para penguasa
dari Papua dan Halmahera, bahkan juga
Inggris, pasukan Nuku semakin berjaya.
Belanda harus mengakui keunggulan Sultan
Nuku. Di masa Pangeran Nuku inilah Tidore
memperoleh kembali kemerdekaannya
dan terus bertahan sampai Sultan Nuku
meninggal dunia.
1)
Nah, apa kamu tahu siapa Pangeran Nuku itu?
2)
Mengapa Nuku melancarkan perlawanan terhadap Belanda?
3)
Bagaimana wujud politik
devide et impera
Belanda dalam
memerangi Nuku?
4)
Nuku berjuang tidak sendirian, tetapi keberhasilan Nuku karena
kerja sama antarkekuatan masyarakat. Coba tunjukkan
kebersamaan yang dibangun Sultan Nuku sehingga
berhasil memulihkan kedaulatan Tidore dan sekitarnya.
Uraian di atas menunjukkan salah satu perlawanan terhadap keserakahan
dan kekejaman kekuatan kongsi dagang asing yang melakukan monopoli dan
menjajah bumi Nusantara ini. Kekuatan penjajahan itu telah merendahkan
martabat bangsa dan membuat penderitaan rakyat, sehingga perlawanan
itu terjadi di berbagai daerah. Berikut ini akan kita pelajari tentang berbagai
perlawanan untuk melawan keserakahan VOC.
Sumber: Indonesia Dalam Arus
Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan
Perlawanan). 2012.
Gambar 2.3
Pangeran Nuku.
75
Sejarah Indonesia
1. Aceh Versus Portugis dan VOC
Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, justru membawa
hikmah bagi Aceh. Banyak para pedagang Islam yang mengalihkan kegiatan
perdagangannya dari Malaka ke Aceh. Dengan demikian, perdagangan di
Aceh semakin ramai. Hal ini telah mendorong Aceh berkembang menjadi
bandar dan pusat perdagangan. Kerajaan Aceh muncul sebagai kekuatan
baru, yang berhasil menguasai daerah perdagangan seperti di pantai timur
Sumatera sebelah utara. Bahkan Aceh kemudian mampu mengendalikan
pusat-pusat perdagangan di pantai barat Sumatera, seperti di Barus, Tiku,
dan Pariaman. Pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Ri’ayat al-Kahar
(1537-1568) terkenal sebagai tokoh yang meng-aceh-kan kawasan pantai
barat Sumatera.
Tampilnya Aceh sebagai kekuatan ekonomi dan politik di kawasan pantai
Sumatera Barat dan pantai timur Sumatera, sangat disegani oleh pedagang-
pedagang asing. Pedagang-pedagang asing seperti dari Perancis, Inggris,
Belanda kalau ingin berdagang di wilayah pantai barat Sumatera dan tempat-
tempat lain yang menjadi daerah kekuasaan Aceh harus minta izin kepada
Aceh.
Perkembangan Aceh yang begitu pesat ini dipandang oleh Portugis sebagai
ancaman. Oleh karena itu, Portugis berupaya untuk menghancurkan Aceh.
Pada tahun 1523 Portugis melancarkan serangan ke Aceh. Kembali Portugis
tahun berikutnya melancarkan serangan ke Aceh. Beberapa serangan
Portugis ini mengalami kegagalan. Portugis terus mencari cara untuk
melemahkan posisi Aceh sebagai pusat perdagangan. Kapal-kapal Portugis
selalu mengganggu kapal-kapal dagang Aceh dimanapun berada. Tindakan
Portugis ini tidak dapat dibiarkan. Aceh yang ingin berdaulat dan tetap
dapat mengendalikan perdagangan di beberapa pelabuhan penting di
Sumatera, merencanakan untuk melakukan perlawanan. Sebagai persiapan
Aceh melakukan langkah-langkah antara lain:
1)
melengkapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan, meriam
dan prajurit;
2)
mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara dan beberapa
ahli dari Turki pada tahun 1567; dan
3)
mendatangkan bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara.
Memahami Teks
76
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
Setelah berbagai bantuan berdatangan, Aceh segera melancarkan serangan
terhadap Portugis di Malaka. Portugis harus bertahan mati-matian di Benteng
Formosa. Portugis harus mengerahkan semua kekuatannya sehingga
serangan Aceh ini dapat digagalkan. Sebagai tindakan balasan pada tahun
1569 Portugis balik menyerang Aceh, tetapi serangan Portugis di Aceh ini
juga dapat digagalkan oleh pasukan Aceh.
Sementara itu, para pedagang Belanda juga ingin mendapatkan keuntungan
dengan berdagang di pantai barat Sumatera, bahkan kalau perlu dapat
melakukan monopoli. Oleh karena itu, VOC harus bersaing dengan Portugis
dan harus mendapat izin dari Aceh.
Padahal Aceh dikenal anti terhadap
dominasi dan para pedagang asing. Terkait dengan ini para pedagang
Belanda melalui Pangeran Maurits pernah berkirim surat kepada Raja
Aceh, Alauddin tertanggal 23 Agustus 1601. Dalam surat dipenuhi dengan
kata-kata sanjungan dan puji-pujian kepada Sultan Alauddin dan rakyat
Aceh. Dalam surat itu juga dicantumkan kata-kata yang menjelek-jelekkan
Portugis, dan juga dicantumkan tawaran bantuan untuk mengusir orang-
orang Portugis. Surat itu kemudian ditutup dengan kalimat:
“
Mencium
tangan Yang Mulia, dari hamba, Maurits de Nassau
”
Pada waktu utusan
Pangeran Maurits itu menyerahkan surat tersebut juga disertai dengan
sejumlah hadiah dan hantaran (Uka Tjandrasasmita, “Persaingan di Pantai
Barat Sumatera: dalam buku Indonesia dalam Arus Sejarah, 2012). Dengan
surat ini ternyata Sultan Aceh yang kebetulan sedang bermusuhan dengan
Portugis, dapat menerima kehadiran para pedagang Belanda. Bahkan pada
tahun 1607 Aceh memberikan izin kepada VOC untuk membuka loji di Tiku
di pantai Barat Sumatera.
»
Nah, bagaimana penilaian kamu tentang surat Belanda
terhadap Sultan Aceh? Benarkah hal itu berangkat dari sebuah
kejujuran dan kata hati, ataukah memiliki tujuan-tujuan yang
lebih jauh, coba beri penjelasan!
Apapun yang terjadi, rakyat Aceh dan para pemimpinnya tetap memiliki
pendirian dan semangat untuk terus berdaulat dan menentang dominasi
orang asing. Oleh karena itu, jiwa dan semangat juang untuk mengusir
Portugis dari Malaka tidak pernah padam. Pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda (1607-1639), semangat juang mempertahankan tanah air
dan mengusir penjajahan asing semakin meningkat. Bahkan pada masa
77
Sejarah Indonesia
pemerintahan Iskandar Muda ini mulai memutuskan hubungan dan menolak
kehadiran VOC. Iskandar Muda adalah raja yang gagah berani dan bercita-
cita untuk mengenyahkan penjajahan asing, termasuk mengusir Portugis dari
Malaka. Iskandar Muda juga menentang kesewenang-wenangan VOC yang
sudah berkuasa di Batavia.
Dalam rangka melawan Portugis di Malaka, Sultan Iskandar Muda berusaha
untuk melipatgandakan kekuatan pasukannya. Angkatan lautnya diperkuat
dengan kapal-kapal besar yang dapat mengangkut 600-800 prajurit.
Pasukan kavaleri dilengkapi dengan kuda-kuda dari Persia bahkan, Aceh
juga menyiapkan pasukan gajah dan milisi infanteri. Sementara itu untuk
mengamankan wilayahnya yang semakin luas meliputi Sumatera Timur dan
Sumatera Barat, ditempatkan para pengawas di jalur-jalur perdagangan.
Para pengawas itu ditempatkan di pelabuhan-pelabuhan penting seperti di
Pariaman. Para pengawas itu umumnya terdiri para panglima perang.
Setelah mempersiapkan pasukannya, pada tahun 1629 Iskandar Muda
melancarkan serangan ke Malaka. Menghadapi serangan kali ini Portugis
sempat kewalahan. Portugis harus mengerahkan semua kekuatan tentara
dan persenjataan untuk menghadapi pasukan Iskandar Muda. Namun,
serangan Aceh kali ini juga belum berhasil mengusir Portugis dari Malaka.
Hubungan Aceh dan Portugis semakin memburuk. Bentrokan-bentrokan
antara kedua belah pihak masih sering terjadi, tetapi Portugis tetap tidak
berhasil menguasai Aceh dan begitu juga Aceh tidak berhasil mengusir
Portugis dari Malaka. Portugis dapat diusir dari Malaka oleh VOC pada tahun
1641, setelah VOC bersekutu dengan Kesultanan Johor
.
»
Nah, mengapa VOC harus mengusir Portugis dari Malaka, apa
alasannya? Bagaimana konflik antara VOC dengan
Aceh?
Dapatkah Aceh mengusir Belanda dari Malaka. Coba diskusikan
bersama anggota kelompok. Kamu dapat membaca dari buku-
buku sejarah yang sudah ada.
2. Maluku Angkat Senjata
Portugis berhasil memasuki Kepulauan Maluku pada tahun 1521. Mereka
memusatkan aktivitasnya di Ternate. Tidak lama berselang orang-
orang Spanyol juga memasuki Kepulauan Maluku dengan memusatkan
kedudukannya di Tidore. Terjadilah persaingan antara kedua belah pihak.
78
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
Persaingan itu semakin tajam setelah Portugis berhasil menjalin persekutuan
dengan Ternate dan Spanyol bersahabat dengan Tidore. Semua ini tidak
terlepas dari ambisi bangsa-bangsa Barat untuk menguasai perdagangan
dan menanamkan kekuasaannya di Maluku. Mereka sering memanfaatkan
kelemahan kaum pribumi termasuk memanfaatkan intrik-intrik yang
membuat perpecahan di lingkungan istana.
Pada tahun 1529 terjadi perang antara Tidore melawan Portugis. Penyebab
perang ini karena kapal-kapal Portugis menembaki jung-jung dari Banda yang
akan membeli cengkih ke Tidore. Tentu saja Tidore tidak dapat menerima
tindakan armada Portugis. Rakyat Tidore angkat senjata. Terjadilah perang
antara Tidore melawan Portugis. Dalam perang ini Portugis mendapat
dukungan dari Ternate dan Bacan. Akhirnya Portugis mendapat kemenangan.
Dengan kemenangan ini Portugis menjadi semakin sombong dan sering
berlaku kasar terhadap penduduk Maluku. Upaya monopoli terus dilakukan.
Maka, wajar jika sering terjadi letupan-letupan perlawanan rakyat.
Sementara itu konflik dan persaingan antara Portugis dan Spanyol di Maluku
ini harus segera diakhiri. Dengan mengingat kesepakatan pada Perjanjian
Tordesillas, maka diadakan perjanjian damai antara Portugis dan Spanyol.
Perjanjian damai dilaksanakan di Saragosa pada tahun 1529. Berdasarkan
Perjanjian Saragosa ini disepakati bahwa Portugis tetap berkuasa di Maluku,
sementara Spanyol berkuasa di wilayah Filipina. Dengan demikian setelah
ditandatangani Perjanjian Saragosa, kedudukan Portugis di Maluku
semakin kuat. Portugis semakin berkuasa untuk memaksakan kehendaknya
melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku. Kedudukan
Portugis juga semakin mengancam kedaulatan kerajaan-kerajaan yang ada
di Maluku.
Melihat kesewenang-wenangan Portugis itu, pada tahun 1565 muncul
perlawanan rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Khaerun/Hairun.
Sultan Khaerun menyerukan seluruh rakyat dari Irian/Papua sampai Jawa
untuk angkat senjata melawan kezaliman kolonial Portugis. Portugis mulai
kewalahan dan menawarkan perundingan kepada Sultan Khaerun. Dengan
pertimbangan kemanusiaan, Sultan Khaerun menerima ajakan Portugis.
Perundingan dilaksanakan pada tahun 1570 bertempat di Benteng Sao Paolo.
Ternyata semua ini hanyalah tipu muslihat Portugis. Pada saat perundingan
sedang berlangsung, Sultan Khaerun ditangkap dan dibunuh. Tindakan
yang dilakukan Portugis kala itu sungguh kejam dan tidak mengenal
perikemanusiaan. Demi keuntungan ekonomi Portugis telah merusak sendi-
sendi kehidupan kemanusiaan dan keberagamaan.
79
Sejarah Indonesia
»
Coba diskusikan dengan anggota kelompokmu, apa isi
Perjanjian Saragosa dan siapa pemrakarsa perjanjian tersebut!
Setelah Sultan Khaerun dibunuh, perlawanan dilanjutkan di bawah pimpinan
Sultan Baabullah (putera Sultan Khaerun). Melihat tindakan Portugis yang
tidak mengenal nilai-nilai kemanusiaan, semangat rakyat Maluku untuk
melawannya semakin berkobar. Seluruh rakyat Maluku berhasil dipersatukan
termasuk Ternate dan Tidore untuk melancarkan serangan besar-besaran
terhadap Portugis. Akhirnya Portugis dapat didesak dan pada tahun 1575
berhasil diusir dari Ternate. Orang-orang Portugis kemudian melarikan diri
dan menetap di Ambon. Pada tahun1605 Portugis dapat diusir oleh VOC
dari Ambon dan kemudian menetap di Timor Timur.
»
Coba tuliskan, bagaimana penilaian dan perasaanmu setelah
mengetahui tindakan Portugis yang licik, yang telah membunuh
Sultan Khaerun?
Serangkaian perlawanan rakyat terus terjadi terhadap Portugis maupun VOC
yang melakukan tindakan kejam dan sewenang-wenang kepada rakyat.
Misalnya pada periode tahun 1635-1646 terjadi serangan sporadis dari rakyat
Hitu yang dipimpin oleh Kakiali dan Telukabesi. Perlawanan rakyat ini juga
meluas ke Ambon. Tahun 1650 perlawanan rakyat juga terjadi di Ternate
yang dipimpin oleh Kecili Said. Sementara perlawanan secara gerilya terjadi
seperti di Jailolo. Namun berbagai serangan itu selalu dapat dipatahkan
oleh kekuatan VOC yang memiliki organisasi serta peralatan senjata lebih
lengkap. Rakyat terus mengalami penderitaan akibat kebijakan monopoli
rempah-rempah yang disertai dengan Pelayaran Hongi.
»
Kamu ingat, apa yang dimaksud Pelayaran Hongi dan
bagaimana praktik kebijakan monopoli rempah-rempah oleh
VOC di Maluku?
Pada tahun 1680, VOC memaksakan sebuah perjanjian baru dengan
penguasa Tidore. Kerajaan Tidore yang semula sebagai sekutu turun statusnya
menjadi
vassal
VOC. Sebagai penguasa yang baru diangkatlah Putra Alam
sebagai Sultan Tidore (menurut tradisi kerajaan Tidore yang berhak sebagai
80
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
sultan semestinya adalah Pangeran Nuku). Penempatan Tidore sebagai vassal
atau daerah kekuasaan VOC telah menimbulkan protes keras dari Pangeran
Nuku. Akhirnya Nuku memimpin perlawanan rakyat. Timbullah perang hebat
antara rakyat Maluku di bawah pimpinan Pangeran Nuku melawan kekuatan
kompeni Belanda (tentara VOC). Pangeran Nuku mendapat dukungan rakyat
Papua di bawah pimpinan Raja Ampat dan juga orang-orang Gamrange dari
Halmahera. Oleh para pengikutnya, Pangeran Nuku diangkat sebagai sultan
dengan gelar Tuan Sultan Amir Muhammad Syafiudin Syah. Dengan posisinya
sebagai sultan ini, maka perlawanan terhadap VOC semakin diperkuat.
Bahkan Sultan Nuku juga berhasil meyakinkan Sultan Aharal dan Pangeran
Ibrahim dari Ternate untuk bersama-sama melawan VOC. Pangeran Nuku
juga mendapat dukungan dari para pedagang Seram Timur. Kapitan laut
Pangeran Nuku sebagian besar berasal dari para pemuka pedagang Seram
Timur. Para pedagang Seram Timur ini memiliki kemandirian dan militansi yang
tinggi. Dalam perang ini Sultan Nuku juga mendapat dukungan dari armada
Inggris (
EIC)
. Belanda kewalahan dan tidak mampu membendung semangat
pasukan Sultan Nuku untuk lepas dari dominasi Belanda. Akhirnya Sultan
Nuku berhasil mengembangkan pemerintahan yang berdaulat melepaskan
diri dari dominasi Belanda di Tidore sampai akhir hayatnya (tahun 1805).
3. Sultan Agung Versus J.P. Coen
Sultan Agung adalah raja yang paling terkenal dari Kerajaan Mataram. Pada
masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai zaman keemasan.
Cita-cita Sultan Agung antara
lain: (1) mempersatukan
seluruh tanah Jawa,
dan
(2) mengusir kekuasaan
asing dari bumi Nusantara.
Terkait dengan cita-citanya
ini maka Sultan Agung
sangat menentang keberadaan
kekuatan VOC di Jawa.
Apalagi tindakan VOC yang
terus memaksakan kehendak
untuk melakukan monopoli
perdagangan membuat
para pedagang Pribumi
mengalami kemunduran.
Kebijakan monopoli itu
Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 (Kolonisasi
dan Perlawanan), 2012.
Gambar 2.4
Makam Sultan Nuku kini menjadi objek
wisata sejarah di Tidore.
81
Sejarah Indonesia
juga dapat membawa penderitaan rakyat. Oleh karena itu, Sultan Agung
merencanakan serangan ke Batavia. Ada beberapa alasan mengapa Sultan
Agung merencanakan serangan ke Batavia, yakni:
1)
tindakan monopoli yang dilakukan VOC;
2)
VOC sering menghalang-halangi kapal-kapal dagang Mataram
yang akan berdagang ke Malaka;
3)
VOC menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram; dan
4)
keberadaan VOC di Batavia telah memberikan ancaman serius
bagi masa depan Pulau Jawa.
Pada tahun 1628 Sultan Agung mempersiapkan pasukan Mataram dengan
segenap persenjataan dan perbekalannya untuk menyerang VOC di Batavia.
Pada waktu itu yang menjadi Gubernur Jenderal VOC adalah J.P. Coen. Pada
tanggal 22 Agustus 1628, pasukan Mataram di bawah pimpinan Tumenggung
Baureksa menyerang Batavia. Pasukan Mataram berusaha membangun pos-
pos pertahanan, tetapi kompeni VOC terus berusaha menghalang-halangi.
Akibatnya pertempuran antara kedua pihak tidak dapat dihindarkan. Di
tengah-tengah berkecamuknya peperangan itu pasukan Mataram yang lain
berdatangan seperti pasukan di bawah Tumenggung Sura Agul-Agul yang
dibantu oleh Kiai Dipati Mandurareja dan Upa Santa. Datang pula laskar
orang-orang Sunda di bawah pimpinan Dipati Ukur. Pasukan Mataram
berusaha mengepung Batavia dari berbagai tempat. Terjadilah pertempuran
sengit antara pasukan Mataram melawan tentara VOC di berbagai tempat.
Tetapi kekuatan tentara VOC dengan senjatanya jauh lebih unggul, sehingga
dapat memukul mundur semua lini kekuatan pasukan Mataram. Tumenggung
Baureksa gugur dalam pertempuran itu. Dengan
demikian, serangan tentara Sultan Agung pada
tahun 1628 itu belum berhasil.
Sultan Agung tidak lantas berhenti dengan
kekalahan yang baru saja dialami pasukannya.
Ia segera mempersiapkan serangan yang kedua.
Belajar dari kekalahan terdahulu Sultan Agung
meningkatkan jumlah kapal dan senjata, Ia juga
membangun lumbung-lumbung beras untuk
persediaan bahan makanan seperti di Tegal
dan Cirebon. Tahun 1629 pasukan Mataram
diberangkatkan menuju Batavia. Sebagai
pimpinan pasukan Mataram dipercayakan
kepada Tumenggung Singaranu, Kiai Dipati
Sumber: Indonesia Dalam Arus
Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan
Perlawanan), 2012.
Gambar 2.5
Sultan Agung.
82
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
Juminah, dan Dipati Purbaya. Ternyata informasi persiapan pasukan Mataram
diketahui oleh VOC. Dengan segera VOC mengirim kapal-kapal perang untuk
menghancurkan lumbung-lumbung yang dipersiapkan pasukan Mataram. Di
Tegal tentara VOC berhasil menghancurkan 200 kapal Mataram, 400 rumah
penduduk dan sebuah lumbung beras. Pasukan Mataram pantang mundur,
dengan kekuatan pasukan yang ada terus berusaha mengepung Batavia.
Pasukan Mataram berhasil mengepung dan menghancurkan Benteng
Hollandia. Berikutnya pasukan Mataram mengepung Benteng Bommel,
tetapi gagal menghancurkan benteng tersebut. Pada saat pengepungan
Benteng Bommel, terpetik berita bahwa J.P. Coen meninggal. Peristiwa ini
terjadi pada tanggal 21 September 1629. Dengan semangat juang yang
tinggi pasukan Mataram terus melakukan penyerangan. Dalam situasi yang
kritis ini pasukan VOC semakin marah dan meningkatkan kekuatannya untuk
mengusir pasukan Mataram. Dengan mengandalkan persenjataan yang lebih
baik dan lengkap, akhirnya dapat menghentikan serangan-serangan pasukan
Mataram. Pasukan Mataram semakin melemah dan akhirnya ditarik mundur
kembali ke Mataram. Dengan demikian, serangan Sultan Agung yang kedua
ini juga mengalami kegagalan.
Kegagalan pasukan Mataram menyerang Batavia, membuat VOC semakin
berambisi untuk terus memaksakan monopoli dan memperluas pengaruhnya
di daerah-daerah lain. Namun, di balik itu VOC selalu khawatir dengan
kekuatan tentara Mataram. Tentara VOC selalu berjaga-jaga untuk mengawasi
gerak-gerik pasukan Mataram. Sebagai contoh pada waktu pasukan Sultan
Agung dikirim ke Palembang untuk membantu Raja Palembang dalam
melawan VOC, langsung diserang oleh tentara VOC di tengah perjalanan.
Perlawanan pasukan Sultan Agung terhadap VOC mengalami kegagalan.
Namun, semangat dan cita-cita untuk melawan dominasi asing terus tertanam
pada jiwa Sultan Agung dan para pengikutnya. Secara militer Mataram
memang tidak berhasil memaksa VOC untuk menjadi bawahan Mataram.
Sementara itu, tentara VOC sendiri sebenarnya merasa khawatir dan segan
terhadap kekuatan militer Mataram. Sultan Agung yang cerdas itu kemudian
menggunakan kemampuan diplomasi. Melalui kemampuan diplomasinya
Sultan Agung berhasil memaksa VOC untuk mengakui eksistensi Mataram
dan Sultan Agung sebagai Yang Dipertuan Agung. Hal ini buktikan dengan
pengiriman upeti secara periodik dari VOC ke Mataram. Sementara VOC
mendapat imbalan diizinkan untuk melakukan perdagangan di pantai utara
Jawa. Dalam perdagangan ini VOC cenderung melakukan monopoli.
83
Sejarah Indonesia
Sayangnya semangat dan kebesaran Sultan Agung itu tidak diwarisi oleh raja-
raja pengganti Sultan Agung. Setelah Sultan Agung meninggal tahun 1645,
Mataram menjadi semakin lemah sehingga akhirnya berhasil dikendalikan
oleh VOC.
»
Dengan mempelajari kisah penyerangan pasukan Sultan
Agung ke Batavia, coba rumuskan mengapa penyerangan
itu menemui kegagalan? Pelajaran apa yang dapat kamu
peroleh dengan belajar kemampuan diplomasi Sultan Agung
yang mampu menjaga kebesaran Mataram?
Sebagai pengganti Sultan Agung adalah Sunan Amangkurat I. Ia memerintah
pada tahun 1646 -1677. Ternyata Raja Amangkurat I merupakan raja yang
lemah dan bahkan bersahabat dengan VOC. Raja ini juga bersifat reaksioner
dengan bersikap sewenang-wenang kepada rakyat dan kejam terhadap
para ulama. Oleh karena itu, pada masa pemerintahan Amangkurat I itu
timbul berbagai perlawanan rakyat. Salah satu perlawanan itu dipimpin oleh
Trunajaya.
»
Nah, bagaimana kisah perlawanan Trunajaya. Coba diskusikan
dengan anggota kelompok, apa sebab-sebab terjadinya
perlawanan, bagaimana proses perlawanan itu, apa akibat
setelah perlawanan ini berakhir.
4. Perlawanan Banten
Banten memiliki posisi yang strategis sebagai bandar perdagangan
internasional. Oleh karena itu, sejak semula Belanda ingin menguasai
Banten, tetapi tidak pernah berhasil. Akhirnya VOC membangun Bandar
di Batavia pada tahun 1619. Terjadi persaingan antara Banten dan Batavia
memperebutkan posisi sebagai bandar perdagangan internasional. Oleh
karena itu, rakyat Banten sering melakukan serangan-serangan terhadap
VOC.
84
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
Pada tahun 1651, Pangeran Surya naik tahta di
Kesultanan Banten. Ia adalah cucu Sultan Abdul
Mufakhir Mahmud Abdul Karim, anak dari
Sultan Abu al- Ma’ali Ahmad yang wafat pada
1650. Pangeran Surya bergelar Sultan Abu al-
Fath Abdulfatah. Sultan Abu al-Fath Abdulfatah
ini lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng
Tirtayasa. la berusaha memulihkan posisi Banten
sebagai bandar perdagangan internasional
sekaligus menandingi perkembangan VOC
di Batavia. Beberapa kebijakannya misalnya
mengundang para pedagang Eropa lain seperti
Inggris, Perancis, Denmark, dan Portugis.
Sultan Ageng Tirtayasa juga mengembangkan
hubungan dagang dengan negara-negara Asia seperti Persia, Benggala, Siam,
Tonkin, dan Cina. Perkembangan di Banten ternyata sangat tidak disenangi
oleh VOC. Oleh karena itu, untuk melemahkan peran Banten sebagai Bandar
perdagangan, VOC sering melakukan blokade. Jung-jung Cina dan kapal-
kapal dagang dari Maluku dilarang oleh VOC meneruskan perjalanan menuju
Banten. Sebagai balasan Sultan Ageng mengirim beberapa pasukannya
untuk mengganggu kapal-kapal dagang VOC dan menimbulkan gangguan
di Batavia. Dalam rangka memberi tekanan dan memperlemah kedudukan
VOC, rakyat Banten juga melakukan perusakan terhadap beberapa kebun
tanaman tebu milik VOC. Akibatnya hubungan antara Banten dan Batavia
semakin memburuk.
»
Coba rumuskan beberapa alasan mengapa Sultan Ageng Tirtayasa
memimpin rakyatnya untuk menyerang VOC!
Menghadapi serangan pasukan Banten, VOC terus memperkuat kota Batavia
dengan mendirikan benteng-benteng pertahanan seperti Benteng Noordwijk.
Dengan tersedianya beberapa benteng di Batavia diharapkan VOC mampu
bertahan dari berbagai serangan dari luar dan mengusir para penyerang
tersebut. Sementara itu untuk kepentingan pertahanan, Sultan Ageng
memerintahkan untuk membangun saluran irigasi yang membentang dari
Sungai Untung Jawa sampai Pontang. Selain berfungsi untuk meningkatkan
produksi pertanian, saluran irigasi dimaksudkan juga untuk memudahkan
transportasi perang. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng ini memang
banyak dibangun saluran air/irigasi. Oleh karena jasa-jasanya ini maka sultan
digelari Sultan Ageng Tirtayasa (
tirta
artinya air).
Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan:
Dari Sultan Agung hingga
Hamengku Buwono IX, 1992.
Gambar 2.6
Sultan Ageng
Tirtayasa.
85
Sejarah Indonesia
Serangan dan gangguan terhadap VOC terus dilakukan. Di tengah-tengah
mengobarkan semangat anti VOC itu, pada tahun 1671 Sultan Ageng
Tirtayasa mengangkat putra mahkota Abdulnazar Abdulkahar sebagai
raja pembantu yang lebih dikenal dengan nama Sultan Haji. Sebagai raja
pembantu Sultan Haji bertanggung jawab urusan dalam negeri, dan Sultan
Ageng Tirtayasa bertanggung jawab urusan luar negeri dibantu puteranya
yang lain, yakni Pangeran Arya Purbaya. Pemisahan urusan pemerintahan
di Banten ini tercium oleh perwakilan VOC di Banten W. Caeff. Ia kemudian
mendekati dan menghasut Sultan Haji agar urusan pemerintahan di Banten
tidak dipisah-pisah dan jangan sampai kekuasaan jatuh ke tangan Arya
Purbaya. Karena hasutan VOC ini Sultan Haji mencurigai ayah dan saudaranya.
Sultan Haji juga sangat khawatir, apabila dirinya tidak segera dinobatkan
sebagai sultan, sangat mungkin jabatan sultan itu akan diberikan kepada
Pangeran Arya Purbaya. Tanpa berpikir panjang Sultan Haji segera membuat
persekongkolan dengan VOC untuk merebut tahta kesultanan Banten.
Timbullah pertentangan yang begitu tajam antara Sultan Haji dengan Sultan
Ageng Tirtayasa.
Dalam persekongkolan tersebut VOC sanggup membantu Sultan Haji untuk
merebut Kesultanan Banten tetapi dengan empat syarat. (1) Banten harus
menyerahkan Cirebon kepada VOC, (2) monopoli lada di Banten dipegang
oleh VOC dan harus menyingkirkan para pedagang Persia, India, dan Cina,
(3) Banten harus membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji, dan (4)
pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman Priangan
segera ditarik kembali. Isi perjanjian ini disetujui oleh Sultan Haji.
Pada tahun 1681 VOC atas nama Sultan Haji berhasil merebut Kesultanan
Banten. Istana Surosowan berhasil dikuasai. Sultan Haji menjadi Sultan
Banten yang berkedudukan di istana Surosowan.
Sultan Ageng Tirtayasa kemudian membangun istana yang baru berpusat
di Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa berusaha merebut kembali Kesultanan
Banten dari Sultan Haji yang didukung VOC. Pada tahun 1682 pasukan Sultan
Ageng Tirtayasa berhasil mengepung istana Surosowan. Sultan Haji terdesak
dan segera meminta bantuan tentara VOC. Datanglah bantuan tentara
VOC di bawah pimpinan Francois Tack. Pasukan Sultan Ageng Tirtayasa
dapat dipukul mundur dan terdesak hingga ke Benteng Tirtayasa. Benteng
Tirtayasa juga dikepung tentara VOC. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya
berhasil meloloskan diri bersama puteranya, pangeran Purbaya ke hutan
Lebak. Mereka masih melancarkan serangan sekalipun dengan bergerilya.
86
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
Tentara VOC terus memburu. Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya
yang kemudian bergerak ke arah Bogor. Pada tahun 1683 Sultan Ageng
Tirtayasa berhasil ditangkap oleh VOC dengan tipu muslihat. Sultan Ageng
ditawan di Batavia sampai wafatnya pada tahun 1692.
Semangat juang Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya tidak pernah
padam. Ia telah mengajarkan untuk selalu menjaga kedaulatan negara dan
mempertahankan tanah air dari dominasi asing. Hal ini terbukti setelah
Sultan Ageng Tirtayasa meninggal, perlawanan rakyat Banten terhadap VOC
terus berlangsung. Misalnya pada tahun 1750 berkobar perlawanan yang
dipimpin oleh seorang ulama terkenal yakni Ki Tapa. Pada bulan November
1750 gabungan pasukan VOC dan tentara kerajaan berhasil dihancurkan oleh
pasukan Ki Tapa. Ki Tapa ini antara lain juga mendapat dukungan seorang
pangeran yang bekerja sama dengan Ratu Bagus. Perlawanan Ki Tapa ini
semakin meluas. VOC tidak ingin dipermalukan oleh pasukan pribumi. Oleh
karena itu, pada tahun 1751 VOC mengerahkan pasukan gabungan yang
jumlah sangat besar mencapai 1250 personil untuk mengepung pasukan Ki
Tapa dan Ratu Bagus. Pasukan Ki Tapa dapat didesak oleh VOC. Namun,
Ki Tapa dan ratu Bagus dapat meloloskan diri dan pergi ke hutan untuk
melancarkan perang gerilya. Ki Tapa telah menjadi lambang kekuatan Banten
yang tidak pernah terkalahkan.
Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan Perlawanan), 2012.
Gambar 2.7
Sisa-sisa istana Surosowan.
87
Sejarah Indonesia
»
Kamu sudah mempelajari bagaimana perjuangan Sultan
Ageng Tirtayasa dalam melawan VOC, pelajaran apa yang
dapat kamu peroleh. Coba jelaskan!
5. Perlawanan Gowa
Kerajaan Gowa merupakan salah satu kerajaan yang sangat terkenal di
Nusantara. Pusat pemerintahannya berada di Somba Opu yang sekaligus
menjadi pelabuhan Kerajaan Gowa. Somba Opu senantiasa terbuka untuk
siapa saja. Banyak para pedagang asing yang tinggal di kota itu. Misalnya,
orang Inggris, Denmark, Portugis, dan Belanda. Mereka diizinkan membangun
loji di kota itu. Gowa anti terhadap tindakan monopoli perdagangan.
Masyarakat Gowa ingin hidup merdeka dan bersahabat kepada siapa saja
tanpa hak istimewa. Masyarakat Gowa senantiasa berpegang pada prinsip
hidup sesuai dengan kata-kata
“
Tanahku terbuka bagi semua bangsa”,
“Tuhan menciptakan tanah dan laut; tanah dibagikan-Nya untuk semua
manusia dan laut adalah milik bersama
.”
Dengan prinsip keterbukaan dan
kebersamaan itu maka Gowa cepat berkembang.
Makassar dengan pelabuhan Somba Opu memiliki posisi yang strategis dalam
jalur perdagangan internasional. Pelabuhan Somba Opu telah berperan
sebagai bandar perdagangan tempat persinggahan kapal-kapal dagang dari
timur ke barat atau sebaliknya. Sebagai contoh kapal-kapal pengangkut
rempah-rempah dari Maluku yang berangkat ke Malaka sebelumnya singgah
dulu di Bandar Somba Opu. Begitu pula barang dagangan dari barat yang
akan masuk ke Maluku juga melakukan bongkar muat di Somba Opu.
Dengan melihat peran dan posisi Makassar atau Kerajaan Gowa yang
strategis, VOC berusaha keras untuk dapat mengendalikan Gowa. VOC ingin
menguasai pelabuhan Somba Opu serta menerapkan monopoli perdagangan.
Untuk itu VOC harus dapat menundukkan Kerajaan Gowa. Berbagai upaya
untuk melemahkan posisi Gowa terus dilakukan. Sebagai contoh, pada tahun
1634, VOC melakukan blokade terhadap Pelabuhan Somba Opu, tetapi gagal
karena perahu-perahu Makasar yang berukuran kecil lebih lincah dan mudah
bergerak di antara pulau-pulau, yang ada. Bahkan dengan menggunakan
perahu-perahu tradisional seperti
padewakang, palari, sope
dan yang sudah
begitu terkenal perahu
pinisi
, mereka sudah biasa mengarungi perairan
Nusantara. VOC pun merasa kesulitan untuk memburu dan menangkap
88
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
perahu-perahu tersebut. Oleh karena itu, saat kapal-kapal VOC sedang
patroli dan menemui perahu-perahu orang-orang Bugis, Makassar dan yang
lain segera diburu, ditangkap, dan dirusaknya.
Raja Gowa, Sultan Hasanuddin ingin segera
menghentikan tindakan VOC yang anarkis dan
provokatif itu. Sultan Hasanuddin menentang
ambisi VOC yang ingin memaksakan monopoli
di Gowa. Seluruh kekuatan dipersiapkan untuk
menghadapi VOC. Benteng pertahanan mulai
dipersiapkan di sepanjang pantai. Beberapa
sekutu Gowa mulai dikoordinasikan. Semua
dipersiapkan untuk melawan kesewenang-
wenangan VOC.
Sementara itu, VOC juga mempersiapkan diri
untuk menundukkan Gowa. Politik
devide
et impera
mulai dilancarkan. Misalnya VOC
menjalin hubungan dengan seorang Pangeran
Bugis dari Bone yang bernama Aru Palaka.
Setelah mendapat dukungan Aru Palaka,
pimpinan VOC, Gubernur Jenderal Maetsuyker memutuskan untuk
menyerang Gowa. Dikirimlah pasukan ekspedisi yang berkekuatan 21 kapal
dengan mengangkut 600 orang tentara. Mereka terdiri atas tentara VOC,
orang-orang Ambon, dan orang-orang Bugis Bone yang di pimpin oleh Aru
Palaka. Tanggal 7 Juli 1667, meletus Perang Gowa. Tentara VOC dipimpin
oleh Cornelis Janszoon Spelman, diperkuat oleh pengikut Aru Palaka dan
ditambah orang-orang Ambon di bawah pimpinan Jonker van Manipa.
Kekuatan VOC ini menyerang pasukan Gowa dari berbagai penjuru. Beberapa
serangan VOC berhasil ditahan pasukan Hasanuddin. Tetapi dengan
pasukan gabungan disertai peralatan senjata yang lebih lengkap, VOC
berhasil mendesak pasukan Hasanuddin. Benteng pertahanan tentara Gowa
di Barombang dapat diduduki oleh pasukan Aru Palaka. Hal ini menandai
kemenangan pihak VOC atas kerajaan Gowa. Hasanuddin kemudian dipaksa
untuk menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November
1667, yang isinya antara lain sebagai berikut.
1)
Gowa harus mengakui hak monopoli VOC.
2)
Semua orang Barat, kecuali Belanda harus meninggalkan wilayah
Gowa.
3)
Gowa harus membayar biaya perang.
Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan:
Dari Sultan Agung hingga
Hamengku Buwono IX, 1992.
Gambar 2.8
Sultan Hasanuddin.
89
Sejarah Indonesia
Sultan Hasanuddin tidak ingin melaksanakan isi perjanjian itu, karena isi
perjanjian itu bertentangan dengan hati nurani dan semboyan masyarakat
Gowa atau Makassar. Pada tahun 1668 Sultan Hasanuddin mencoba
menggerakkan kekuatan rakyat untuk kembali melawan kesewenang-
wenangan VOC itu. Namun perlawanan ini segera dapat dipadamkan oleh
VOC. Bahkan benteng pertahanan rakyat Gowa jatuh dan dikuasai oleh VOC.
Benteng itu kemudian oleh Spelman
diberi nama Benteng Rotterdam.
Dengan sangat terpaksa Sultan
Hasanuddin harus melaksanakan
isi Perjanjian Bongaya. Dengan
ditandatanganinya Perjanjian
Bongaya, VOC memang berhasil
mengendalikan peran politik
Kerajaan Gowa. Tetapi VOC
tidak mampu mengendalikan
dan memaksakan monopoli
perdagangan di perairan Indonesia
Timur. Dengan ditandatanganinya
Perjanjian Bongaya itu justru
melahirkan diaspora perdagangan
bagi orang-orang Bugis-Makassar.
Mereka tidak menghiraukan
Sumber: Dok. Kemendikbud, 2014.
Gambar 2.9
Benteng Rotterdam.
Sumber:
Indonesia dalam Arus Sejarah jilid 4,
2012.
Gambar 2.10
Naskah Perjanjian Bongaya.
90
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
monopoli yang dipaksakan VOC. Dengan prinsip bebas berdagang mereka
menyelundup ke berbagai kota dan pelabuhan untuk berdagang termasuk
perdagangan rempah-rempah di Maluku. Artinya VOC gagal dalam
mengendalikan perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Bugis-
Makassar. Heather Sutherland menjelaskan kegagalan VOC mengendalikan
perdagangan di perairan Indonesia Timur yang dilakukan oleh orang-orang
Bugis-Makassar itu, karena: (1) ketidakmungkinan membatasi perdagangan
yang didukung dengan motif mencari untung dipadu dengan kondisi geografis
yang sulit terpantau sehingga mudah untuk melakukan penyelundupan
dagang, (2) VOC memiliki kelemahan dalam pemasaran, karena mengejar
keuntungan yang tinggi dan tidak mampu membangun jaringan dengan pasar
lokal/tidak paham dengan selera pasar lokal, dan (3) keterlibatan VOC dalam
pembelian produk-produk lokal sangat kecil, termasuk produk-produk laut,
sementara para pedagang Cina sangat menghargai produk lokal dan produk-
produk laut ini. Akhirnya VOC tidak mampu bersaing dengan pedagang Cina
dan pribumi (Singgih Tri Sulistiyono, “Pasang Surut Jaringan Makasar Hingga
Masa Akhir Dominasi Kolonial Belanda, dalam buku
Indonesia dalam Arus
Sejarah
, 2012).
6.
Rakyat Riau Angkat Senjata
Ambisi untuk melakukan monopoli perdagangan dan menguasai berbagai
daerah di Nusantara terus dilakukan oleh VOC. Di samping menguasai Malaka,
VOC juga mulai mengincar Kepulauan Riau. Dengan politik memecah belah
VOC mulai berhasil menanamkan pengaruhnya di Riau. Kerajaan-kerajaan
kecil seperti Siak, Indragiri, Rokan, dan Kampar semakin terdesak oleh ambisi
monopoli dan tindakan sewenang-wenang VOC. Oleh karena itu, beberapa
kerajaan mulai melancarkan perlawanan.
Salah satu contohnya perlawanan di Riau yang dilancarkan oleh Kerajaan
Siak Sri Indrapura. Raja Siak Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723 – 1744)
memimpin rakyatnya untuk melawan VOC. Setelah berhasil merebut Johor
kemudian ia membuat benteng pertahanan di Pulau Bintan. Dari pertahanan
di Pulau Bintan ini pasukan Sultan Abdul Jalil mengirim pasukan di bawah
komando Raja Lela Muda untuk menyerang Malaka. Uniknya dalam
pertempuran ini Raja Lela Muda selalu mengikutsertakan puteranya yang
bernama Raja Indra Pahlawan. Itulah sebabnya sejak remaja Raja Indra
Pahlawan sudah memiliki kepandaian berperang. Sifat bela negara dan cinta
tanah air sudah mulai tertanam pada diri Raja Indra Pahlawan.
91
Sejarah Indonesia
Dalam suasana konfrontasi dengan VOC itu, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah
wafat. Sebagai gantinya diangkatlah puteranya yang bernama Muhammad
Abdul Jalil Muzafar Syah (1746 -1760). Raja ini juga memiliki naluri seperti
ayahandanya yang ingin selalu memerangi VOC di Malaka. Raja Muhammad
Abdul Jalil Muzafar menunjuk Raja Indra Pahlawan sebagai pimpinan
perangnya. Pada tahun 1751 perang berkobar antara Kerajaan Siak melawan
VOC. Sebagai strategi menghadapi serangan Raja Siak, VOC berusaha
memutus jalur perdagangan menuju Siak. VOC mendirikan benteng
pertahanan di sepanjang jalur yang menghubungkan Sungai Indragiri,
Kampar, sampai Pulau Guntung yang berada di muara Sungai Siak. Kapal-
kapal dagang yang akan menuju Siak ditahan oleh VOC. Hal ini merupakan
pukulan bagi Siak. Oleh karena itu, Kerajaan Siak segera mempersiapkan
kekuatan yang lebih besar untuk menyerang VOC. Sebagai pucuk pimpinan
pasukan dipercayakan kembali kepada Raja Indra Pahlawan dan Panglima
Besar Tengku Muhammad Ali.
Serangan ini diperkuat dengan kapal perang “Harimau Buas” yang dilengkapi
dengan lancang serta perlengkapan perang secukupnya. Terjadilah
pertempuran sengit di Pulau Guntung (1752 – 1753). Ternyata benteng VOC
di Pulau Guntung berlapis-lapis dan dilengkapi meriam-meriam besar. Dengan
demikian pasukan Siak sulit menembus benteng pertahanan itu. Namun
banyak pula jatuh korban dari VOC, sehingga VOC harus mendatangkan
bantuan kekuatan termasuk juga orang-orang Cina. Pertempuran hampir
berlangsung satu bulan. Sementara VOC terus mendatangkan bantuan.
Melihat situasi yang demikian itu kedua panglima perang Siak menyerukan
pasukannya untuk mundur kembali ke Siak.
Sultan Siak bersama para panglima dan penasihatnya mengatur siasat
baru. Mereka sepakat bahwa VOC harus dilawan dengan tipu daya. Sultan
diminta berpura-pura berdamai dengan cara memberikan hadiah kepada
Belanda. Oleh karena itu, siasat ini dikenal dengan “siasat hadiah sultan”.
VOC setuju dengan ajakan damai ini. Perundingan damai diadakan di loji di
Pulau Guntung. Pada saat perundingan baru mulai justru Sultan Siak dipaksa
untuk tunduk kepada pemerintahah VOC. Sultan segera memberi kode pada
anak buah dan segera menyergap dan membunuh orang-orang Belanda
di loji itu. Loji segera dibakar dan rombongan Sultan Siak kembali ke Siak
dengan membawa kemenangan, sekalipun belum berhasil mengusir VOC
dari Malaka. Siasat perang ini tidak terlepas dari jasa Raja Indra Pahlawan.
Oleh karena itu, atas jasanya Raja Indra Pahlawan diangkat sebagai Panglima
Besar Kesultanan Siak dengan gelar: “Panglima Perang Raja Indra Pahlawan
Datuk Lima Puluh”.
92
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
»
Sungguh heroik perlawanan rakyat Siak terhadap VOC. Pelajaran
apa yang dapat Anda peroleh dari belajar sejarah perlawanan
rakyat Siak tersebut?
7.
Orang-orang Cina Berontak
Sejak abad ke-5 orang-orang Cina sudah mengadakan hubungan dagang
ke Jawa dan jumlahnya pun semakin banyak. Pada masa perkembangan
kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha dan Islam banyak pedagang Cina yang
tinggal di daerah pesisir, yang menikah dengan penduduk Jawa khususnya
ke Batavia. Begitu juga pada masa pemerintahan VOC di Batavia, banyak
orang Cina yang datang ke Jawa. VOC memang sengaja mendatangkan
orang-orang Cina dari Tiongkok dalam rangka mendukung kemajuan
perekonomian dan keamanan kota Batavia dan sekitarnya. Ternyata kota
Batavia juga menjadi daya tarik bagi orang-orang Cina miskin untuk
mengadu nasib di kota ini. Orang-orang Cina yang datang ke Jawa tidak
semua yang memiliki modal. Banyak di antara mereka termasuk golongan
miskin. Mereka kemudian menjadi pengemis bahkan ada yang menjadi
pencuri. Sudah barang tentu hal ini sangat mengganggu kenyamanan dan
keamanan Kota Batavia. Akhirnya VOC
mengeluarkan kebijakan membatasi
imigran Cina.
Sumber: Dok. Kemendikbud, 2013.
Gambar 2.11
Istana Peninggalan Kerajaan Siak.
93
Sejarah Indonesia
Untuk membatasi kedatangan orang–orang Cina ke Batavia, VOC
mengeluarkan ketentuan bahwa setiap orang Cina yang tinggal di Batavia
harus memiliki surat izin bermukim yang disebut
permissiebriefjes
atau
masyarakat sering menyebut dengan “surat pas”. Apabila tidak memiliki
surat izin, maka akan ditangkap dan dibuang ke Sailon (Sri Langka) untuk
dipekerjakan di kebun-kebun pala milik VOC atau akan dikembalikan ke Cina.
Mereka diberi waktu enam bulan untuk mendapatkan surat izin tersebut.
Biaya untuk mendapatkan surat izin itu yang resmi dua ringgit (Rds.2,-) per
orang. Tetapi dalam pelaksanaannya untuk mendapatkan surat izin terjadi
penyelewengan dengan membayar lebih mahal, tidak hanya dua ringgit.
Akibatnya banyak yang tidak mampu memiliki surat izin tersebut. VOC
bertindak tegas, orang-orang Cina yang tidak memiliki surat izin bermukim
ditangkap. Tetapi mereka banyak yang dapat melarikan diri keluar kota.
Mereka kemudian membentuk gerombolan yang mengacaukan keberadaan
VOC di Batavia.
Pada tahun 1740 terjadi kebakaran di Batavia. VOC menafsirkan peristiwa
ini sebagai gerakan orang-orang Cina yang akan melakukan pemberontakan.
Oleh karena itu, para serdadu VOC mulai beraksi dengan melakukan
sweeping
memasuki rumah-rumah orang Cina dan kemudian melakukan pembunuhan
terhadap orang-orang Cina yang ditemukan di setiap rumah. Orang-orang
Cina yang berhasil meloloskan diri kemudian melakukan perlawanan
di berbagai daerah, misalnya di Jawa Tengah. Salah satu tokohnya yang
terkenal adalah Oey Panko atau kemudian dikenal dengan sebutan Khe
Panjang, kemudian di Jawa menjadi Ki Sapanjang. Nama ini dikaitkan dengan
perannya dalam memimpin perlawanan di sepanjang pesisir Jawa.
Perlawanan orang-orang Cina terhadap VOC kemudian menumbuhkan
kekacauan yang meluas di berbagai tempat terutama di daerah pesisir Jawa.
Perlawanan orang-orang Cina ini mendapat bantuan dan dukungan dari para
bupati di pesisir. Atas desakan para pangeran, Raja Pakubuwana II juga ikut
mendukung pemberontakan orang-orang Cina tersebut. Pada tahun 1741
benteng VOC di Kartasura dapat diserang sehingga jatuh banyak korban.
VOC segera meningkatkan kekuatan tentara dan persenjataan sehingga
pemberontakan orang-orang Cina satu demi satu dapat dipadamkan. Pada
kondisi yang demikian ini Pakubuwana II mulai bimbang dan akhirnya
melakukan perundingan damai dengan VOC. Sikap Pakubuwana II yang
demikian ini telah menambah panjang barisan orang-orang yang kecewa
dan sakit hati di lingkungan kraton. Kondisi ini pula yang telah mendorong
VOC kemudian melakukan intervensi politik di lingkungan istana.
94
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
8.
Perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said
Perlawanan terhadap VOC di Jawa kembali terjadi. Perlawanan ini dipimpin
oleh bangsawan kerajaan yakni Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said.
Perlawanan berlangsung sekitar 20 tahun.
»
Mengapa terjadi perlawanan Pangeran Mangkubumi dan
Raden Mas Said terhadap VOC?
Pada uraian terdahulu sudah disinggung bahwa beberapa raja Mataram
pasca Sultan Agung merupakan raja-raja yang lemah bahkan bersahabat
dengan kaum penjajah. Pada saat pemerintahan Pakubuwana II terjadi
persahabatan dengan VOC. Bahkan, VOC semakin berani untuk menekan
dan melakukan intervensi terhadap jalannya pemerintahan Pakubuwana II.
Wilayah pengaruh Kerajaan Mataram juga semakin berkurang. Persahabatan
antara Pakubuwana II dengan VOC ini telah menimbulkan kekecewaan para
bangsawan kerajaan. Terlebih lagi VOC melakukan intervensi dalam urusan
pemerintahan kerajaan. Hal ini mendorong munculnya berbagai perlawanan
misalnya perlawanan Raden Mas Said.
Raden Mas Said adalah putera dari Raden Mas Riya yang bergelar Adipati Arya
Mangkunegara dengan Raden Ayu Wulan putri dari Adipati Blitar. Pada usia
14 tahun Raden Mas Said sudah diangkat sebagai
gandek
kraton (pegawai
rendahan di istana) dan diberi gelar R.M.Ng. Suryokusumo. Karena merasa
sudah berpengalaman, Raden Mas Said kemudian mengajukan permohonan
untuk mendapatkan kenaikan pangkat. Akibat permohonan ini Mas Said
justru mendapat cercaan dan hinaan dari keluarga kepatihan, bahkan dikait-
kaitkan dengan tuduhan ikut membantu pemberontakan orang-orang Cina
yang sedang berlangsung. Mas Said merasa sakit hati dengan sikap keluarga
kepatihan. Muncullah niat untuk melakukan perlawanan terhadap VOC
yang telah membuat kerajaan kacau karena banyak kaum bangwasan yang
bekerja sama dengan VOC. Hal ini merupakan bentuk protes dan perlawanan
terhadap penguasa Mataram yang bersekutu dengan VOC. Raden Masa Said
diikuti R. Sutawijaya dan Suradiwangsa (yang kemudian dikenal dengan Kiai
Kudanawarsa) pergi keluar kota untuk menyusun kekuatan. Raden Mas Said
95
Sejarah Indonesia
pergi menuju Nglaroh untuk memulai perlawanan. Oleh para pengikutnya
Mas Said diangkat sebagai raja baru dengan gelar Pangeran Adipati Anom
Hamengku Negara Senopati Sudibyaning Prang. Hingga kini sebutan Mas Said
yang sangat dikenal masyarakat yakni Pangeran Sambernyawa. Perlawanan
Mas Said cukup kuat karena mendapat dukungan dari masyarakat sehingga
menjadi ancaman yang serius bagi eksistensi Pakubuwana II sebagai raja di
Mataram. Oleh karena itu, pada tahun 1745 Pakubuwana II mengumumkan
barang siapa yang dapat memadamkan perlawanan Mas Said akan diberi
hadiah sebidang tanah di Sukowati (di wilayah Sragen sekarang). Mas Said
tidak menghiraukan apa yang dilakukan Pakubuwana II di istana. Ia dengan
pengikutnya terus melancarkan perlawanan terhadap VOC dan juga pihak
kerajaan.
Mendengar adanya sayembara berhadiah itu, Pangeran Mangkubumi
ingin mencoba sekaligus menakar seberapa jauh komitmen dan kejujuran
Pakubuwana II. Pangeran Mangkubumi adalah adik dari Pakubuwana
II. Singkat cerita Pangeran Mangkubumi dan para pengikutnya berhasil
memadamkan perlawanan Mas Said. Ternyata Pakubuwana II ingkar
janji. Pakubuwana II kehilangan nilai dan komitmennya sebagai raja yang
berpegang pada tradisi,
sabda pandhita ratu datan kena wola-wali
(perkataan
raja tidak boleh ingkar). Karena bujukan Patih Pringgalaya, Pakubuwana II
tidak jadi memberikan tanah Sukowati kepada Pangeran Mangkubumi.
Terjadilah pertentangan antara Raja Pakubuwana II yang didukung Patih
Pringgalaya di satu pihak dengan Pangeran Mangkubumi di pihak lain.
Dalam suasana konflik ini tiba-tiba dalam pertemuan terbuka di istana itu
Gubernur Jenderal Van Imhoff (1743-1750) mengeluarkan kata-kata yang
menghina dan menuduh Pangeran Mangkubumi terlalu ambisi mencari
kekuasaan. Hal inilah yang sangat mengecewakan Pangeran Mangkubumi.
Dia menganggap pejabat VOC secara langsung telah mencampuri urusan
pemerintahan kerajaan. Pangeran Mangkubumi segera meninggalkan istana.
Tidak ada pilihan lain kecuali angkat senjata untuk melawan VOC yang telah
semena-mena ikut campur tangan dalam politik pemerintahan kerajaan. Hal
ini sekaligus untuk protes menolak kebijakan saudara tuanya Pakubuwana II
yang mau didikte oleh VOC.
Pangeran Mangkubumi dan pengikutnya pertama kali pergi ke Sukowati
untuk menemui Mas Said. Kedua pihak bersepakat untuk bersatu melawan
VOC. Untuk memperkokoh persekutuan ini, Raden Mas Said dijadikan
menantu oleh Pangeran Mangkubumi. Mangkubumi dan Mas Said sepakat
96
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
untuk membagi wilayah perjuangan. Raden Mas Said bergerak di bagian
timur, daerah Surakarta ke selatan terus ke Madiun, Ponorogo dengan
pusatnya Sukowati. Sedangkan Pangeran Mangkubumi konsentrasi di
bagian barat Surakarta terus ke barat dengan pusat di Hutan Beringin dan
Desa Pacetokan, dekat Plered (termasuk daerah Yogyakarta sekarang).
Diberitakan pada saat itu Pangeran Mangkubumi memiliki 13.000 prajurit,
termasuk 2.500 prajurit kavaleri.
Perpaduan perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said sangat kuat dan
meluas di hampir seluruh Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kemenangan demi
kemenangan mulai diraih oleh pasukan Mas Said dan pasukan Mangkubumi.
Di tengah-tengah berkecamuknya perang di berbagai tempat, terdengar
berita bahwa pada tahun 1749 Pakubuwana II sakit keras. Pakubuwana II
sangat mengharapkan kehadiran pimpinan VOC untuk segera datang ke
istana kerajaan. Melihat kondisi Pakubuwana II yang mulai tidak menentu
dan sangat lemah itu, Gubernur Jenderal Baron van Imhoff memerintahkan
Gubernur Semarang Gijsbert Karel Van Hogendorp (1762-1834) untuk
secepatnya menemui Pakubuwana II dan menyodorkan perjanjian. Dalam
kondisi Pakubuwana II sakit keras ini tercapailah
Het Allerbelangrijkste
Contract,
sebuah perjanjian yang sangat penting antara Pakubuwana II
dengan pihak VOC yang diwakili oleh Gubernur VOC untuk wilayah pesisir
timur laut, Baron van Hohendorft.
Isi perjanjian ini sangat menyakitkan rakyat dan para punggawa kerajaan,
karena Pakubuwana II telah menyerahkan Kerajaan Mataram kepada VOC.
Perjanjian itu ditandatangani pada tanggal 11 Desember 1749 yang isinya
antara lain sebagai berikut.
1).
Susuhunan Pakubuwana II menyerahkan Kerajaan Mataram baik secara
de facto
maupun
de jure
kepada VOC.
2).
Hanya keturunan Pakubuwana II yang berhak naik tahta dan akan
dinobatkan oleh VOC menjadi raja Mataram dengan tanah Mataram
sebagai pinjaman dari VOC.
3).
Putera mahkota akan segera dinobatkan. Setelah Pakubuwana II wafat,
kemudian tanggal 15 Desember 1749 Van Hohendorff mengumumkan
pengangkatan putera mahkota sebagai Susuhunan Pakubuwana III.
97
Sejarah Indonesia
»
Bagaimana penilaian kamu tentang proses perjanjian antara
Pakubuwana II yang sedang sakit keras dengan VOC tahun 1749
itu? Bagaimana penilaian kamu tentang isi perjanjian tersebut?
Bagaimana perasaan kamu selaku generasi penerus bangsa
mengetahui bahwa bangsa kita sering kali menjadi korban kelicikan
kaum penjajah? Kita semua dianggap rendah dan bodoh. Sebagai
pelajar, apa yang sebaiknya harus kamu lakukan sekarang?
Perjanjian tersebut merupakan sebuah tragedi besar. Karena Kerajaan
Mataram yang pernah berjaya di masa Sultan Agung, akhirnya oleh para
pewarisnya harus diserahkan begitu saja kepada pihak asing (VOC). Hal
ini semakin membuat kekecewaan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said,
sehingga keduanya harus meningkatkan perlawanannya terhadap kezaliman
VOC.
Perlu diketahui bahwa pada saat perjanjian antara Pakubuwana II dengan
VOC ditandatangani, Pakubuwana II dinyatakan bukan lagi Raja Mataram,
sementara VOC juga belum mengangkat raja yang baru. Mataram dalam
keadaan vakum. Dalam keadaan vakum ini, oleh para pengikutnya Pangeran
Mangkubumi diangkat sebagai raja dengan sebutan Sri Susuhunan
Pakubuwana, tetapi sebutan ini kurang begitu populer. Karena penobatan
Pangeran Mangkubumi ini bertempat di Desa Kabanaran, maka Pangeran
Mangkubumi lebih terkenal dengan nama Susuhunan atau Sultan Kabanaran.
Tahun 1750 merupakan tahun kemenangan bagi Pangeran Mangkubumi.
Kemenangan demi kemenangan diperoleh Pangeran Mangkubumi dan juga
Mas Said. Sebagai contoh pasukan Mangkubumi berhasil menghancurkan
De Clerq dan pasukannya di daerah Kedu. Dari Kedu pasukan Mangubumi
bergerak ke utara dan berhasil menguasai daerah Pekalongan dan beberapa
daerah pesisir lainnya.
Van Hogendorp yang diberi tanggung jawab oleh VOC untuk memadamkan
perlawanan Mangkubumi dan Mas Said mulai frustrasi dan putus asa. Oleh
karena itu, Van Hogendorp kemudian mengundurkan diri. Ia digantikan oleh
Nicolas Hartingh. Begitu juga Van Imhoff selaku Gubernur Jenderal VOC
98
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
digantikan oleh Jacob Mosel. Kedua pejabat VOC yang baru ini berusaha
keras untuk menyelesaikan perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Mas
Said. Cara perundingan mulai dipikirkan secara serius untuk mengakhiri
perlawanan tersebut.
Perang dan kekacauan yang terjadi Mataram itu telah menghabiskan dana
yang begitu besar. Sementara perlawanan Pangeran Mangubumi dan Mas
Said belum ada tanda-tanda mau berakhir. Oleh karena itu, penguasa
VOC terus membujuk kepada Pangeran Mangkubumi untuk berunding.
Dengan perantara seorang ulama besar Syeikh Ibrahim, akhirnya Pangeran
Mangkubumi bersedia berunding dengan VOC. Dengan demikian perlawanan
Pangeran Mangkubumi berakhir. Tercapailah sebuah perjanjian yang dikenal
dengan Perjanjian Giyanti. Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 13
Februari 1755 di Desa Giyanti.
Sumber:https://id.wikipedia.org, 8– 9-
Gambar 2.12
Tempat penandatanganan Perjanjian Giyanti
99
Sejarah Indonesia
Isi pokok perjanjian itu adalah bahwa Mataram dibagi dua. Wilayah bagian
barat (daerah Yogyakarta) diberikan kepada Pangeran Mangkubumi dan
berkuasa sebagai sultan dengan sebutan Sri Sultan Hamengkubuwana I,
sedang bagian timur (daerah Surakarta) tetap diperintah oleh Pakubuwana III
dengan sebutan Kasunanan Surakarta. Perjanjian Giyanti ini sering dinamakan
dengan “
Palihan Negari
”.
Dalam praktiknya Perjanjian Giyanti hanya
berhasil menghentikan peperangan secara
militer. Namun peperangan dalam bentuk lain
tidak dapat dipadamkan seperti perlawanan
budaya yang tercermin dalam budaya
Jawa yang berkembang di Yogyakarta dan
Surakarta dalam konsep dan kepercayaan
“
Dewa-Raja
”
.
Perlawanan budaya dengan
konsep dan kepercayaan
“
Dewa-Raja
”
bahkan terus berkembang sampai Indonesia
merdeka.
Sementara perlawanan Mas Said berakhir
setelah tercapai Perjanjian Salatiga pada
tanggal 17 Maret 1757 yang isinya Mas
Said diangkat sebagai penguasa di sebagian
wilayah Surakarta dengan gelar Pangeran
Adipati Arya Mangkunegara I.
Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah
jilid 3, 2012.
Gambar 2.13
Surat Perjanjian Giyanti.
100
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
KESIMPULAN
1.
Perlawanan yang terjadi pada abad ke-16 di berbagai daerah
ditujukan kepada Portugis, Spanyol, dan Belanda. Kemudian
perlawanan rakyat pada abad ke-17 dan ke-18 umumnya
ditujukan kepada dominasi kongsi dagang VOC (Belanda).
2.
Perlawanan rakyat Indonesia dilatarbelakangi karena tindakan
monopoli, keserakahan, dan intervensi politik dengan devide et
impera
dari pemerintahan kongsi dagang itu.
3.
Perlawanan rakyat Indonesia itu umumnya memang dapat
dipatahkan oleh kekuatan musuh yang sering berlaku licik dan
memiliki persenjataan yang lebih lengkap.
4.
Dominasi pemerintahan kongsi dagang dan kekalahan
perlawanan rakyat mengakibatkan sebagian besar Kepulauan
Indonesia dikuasai kekuasaan asing terutama VOC.
5.
Perilaku penjajahan itu
tidak sesuai dengan fitrah dan hak asasi
manusia maka harus dilawan.
101
Sejarah Indonesia
LATIH UJI KOMPETENSI
1.
Jelaskan mengapa terjadi perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis
pada pertengahan abad ke-16?
2.
Ceritakan secara singkat perlawanan rakyat Maluku terhadap
dominasi Portugis!
3.
Mengapa Sultan Agung bersikeras untuk mengusir VOC dari Batavia?
Mengapa tidak berhasil?
4.
Bagaimana pendapat dan penilaian kamu tentang pandangan
bahwa
Aru Palaka itu bukan merupakan pengkhianat tetapi justru
merupakan tokoh pejuang dari Bone?
5.
Jelaskan apa, mengapa, dan bagaimana “Siasat Hadiah Sultan”!
6.
Coba lakukan telaah hal ihwal tentang surat izin bermukim atau
“surat pas” bagi orang-orang Cina dan coba kaitkan dengan
fenomena kehidupan masyarakat Indonesia sekarang.
7.
Coba jelaskan jalannya perlawanan Pangeran Mangkubumi dan
Raden Mas Said, tunjukkan pula pembagian wilayah perlawanan
antara kedua pasukan itu! Siapa De Clerq, bagaimana nasibnya?
Tugas
Di lingkungan kamu sangat mungkin terjadi sisa-sisa atau situs yang terkait
dengan perang melawan penjajahan (kalau tidak ada di lingkungan kamu,
cari peristiwa perang dulu yang paling dekat dengan daerah kamu). Coba
buatlah cerita tentang peristiwa perang itu dalam bentuk tulisan!
102
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
B.
Perang Melawan Penjajahan Belanda
»
Coba perhatikan baik-baik ilustrasi atau gambar di atas!
1. Berdasarkan pengamatan Kamu tentang gambar di atas
coba ajukan beberapa pertanyaan tentang berbagai hal tentang
gambar tersebut.
2. Gambar di atas terkait dengan peristiwa perang di mana?
3. Mengapa terjadi perang tersebut?
4. Tahukah kamu siapa tokoh-tokoh pejuang dalam perang itu?
Gambar di atas menunjukkan ilustrasi yang berkaitan dengan Perang Aceh
Perang Aceh berlangsung sangat lama yang ditujukan untuk melawan
kezaliman dan kekejaman pemerintah kolonial Belanda. Rakyat Aceh
bersama para pemimpinnya, baik tuanku maupun tengku mampu bertahan
dan membuat tentara Belanda kewalahan karena rakyat Aceh memiliki
motivasi yang bersifat spiritual, yakni sebuah keyakinan Islam. Rakyat Aceh
yakin bahwa perang yang mereka kobarkan adalah perang melawan kafir.
Perjuangan melawan kekejaman penjajahan pemerintah Belanda juga terjadi
di berbagai daerah. Bagaimana perlawanan dan perang yang terjadi di
berbagai daerah dalam melawan penjajahan pemerintah kolonial Belanda
itu? Pelajari dan telaah uraian-uraian berikut.
Mengamati Lingkungan
Gambar 2.14
Ilustrasi tentang situasi Perang Aceh.
Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan Perlawanan), 2012.
103
Sejarah Indonesia
1.
Perang Tondano
“
Perang Tondano yang terjadi pada 1808-1809 adalah perang yang melibatkan orang Minahasa di
Sulawesi Utara dan pemerintah kolonial Belanda pada permulaan abad XIX. Perang pada permulaan
abad XIX ini terjadi akibat dari implementasi politik pemerintah kolonial Hindia Belanda oleh para
pejabatnya di Minahasa, terutama upaya mobilisasi pemuda untuk dilatih menjadi tentara
“
(Taufik Abdullah dan A.B. Lapian, 2012:375)
a)
Perang Tondano I (1808)
Sekalipun hanya berlangsung sekitar satu tahun Perang Tondano terjadi
dalam dua tahap. Perang Tondano I terjadi pada masa kekuasaan VOC. Pada
saat datangnya bangsa Barat, orang-orang Spanyol sudah sampai di tanah
Minahasa (Tondano) Sulawesi Utara. Orang-orang Spanyol selain berdagang
juga menyebarkan agama Kristen. Tokoh yang berjasa dalam penyebaran
agama Kristen di tanah Minahasa adalah Fransiscus Xaverius. Hubungan
dagang orang Minahasa dan Spanyol terus berkembang. Tetapi mulai
abad XVII hubungan dagang antara keduanya mulai terganggu dengan
kehadiran para pedagang VOC. Waktu itu VOC telah berhasil menanamkan
pengaruhnya di Ternate. Bahkan, Gubernur Terante Simon Cos mendapatkan
kepercayaan dari Batavia untuk membebaskan Minahasa dari pengaruh
Spanyol. Simon Cos kemudian menempatkan kapalnya di Selat Lembeh
untuk mengawasi pantai timur Minahasa. Para pedagang Spanyol dan juga
Makassar yang bebas berdagang mulai tersingkir karena ulah VOC. Apalagi
waktu itu Spanyol harus meninggalkan Kepulauan Indonesia untuk menuju
Filipina.
»
K
amu ingat peristiwa apa yang menyebabkan Spanyol harus pergi
dari Indonesia dan menuju ke Filipina?
VOC berusaha memaksakan kehendak agar orang-orang Minahasa menjual
berasnya kepada VOC. Hal ini karena VOC sangat membutuhkan beras
untuk melakukan monopoli perdagangan beras di Sulawesi Utara. Orang-
orang Minahasa menentang usaha monopoli tersebut. Tidak ada pilihan lain
bagi VOC kecuali memerangi orang-orang Minahasa. Untuk melemahkan
orang- orang Minahasa, VOC membendung Sungai Temberan. Akibatnya
aliran sungai meluap dan menggenangi tempat tinggal rakyat dan para
pejuang Minahasa. Orang-orang Minahasa kemudian memindahkan
Memahami Teks
104
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
tempat tinggalnya di Danau Tondano dengan rumah-rumah apung.
Pasukan VOC kemudian mengepung kekuatan orang-orang Minahasa yang
berpusat di Danau Tondano. Simon Cos kemudian memberikan ultimatum
yang isinya antara lain: (1) Orang-orang Tondano harus menyerahkan para
tokoh pemberontak kepada VOC, (2) orang-orang Tondano harus membayar
ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak sebagai ganti rugi rusaknya
tanaman padi karena genangan air Sungai Temberan. Ternyata rakyat
Tondano bergeming dengan ultimatum VOC tersebut. Simon Cos sangat
kesal karena ultimatumnya tidak diperhatikan. Pasukan VOC akhirnya ditarik
mundur ke Manado. Setelah itu rakyat Tondano menghadapi masalah
dengan hasil pertanian yang menumpuk, tetapi tidak ada yang membeli.
Dengan terpaksa mereka kemudian mendekati VOC agar membeli hasil-
hasil pertaniannya. Dengan demikian, terbukalah tanah Minahasa oleh
VOC. Berakhirlah Perang Tondano I. Orang-orang Minahasa kemudian
memindahkan perkampungannya di Danau Tondano ke perkampungan baru
di daratan yang diberi nama Minawanua (ibu negeri).
»
Coba perhatikan dan renungkan isi ultimatum VOC yang kedua.
Orang-orang Tondano disuruh membayar ganti rugi kerusakan
tanaman padi akibat tergenang luapan air Sungai Temberan.
Sungguh licik VOC karena yang menyebabkan kerusakan tetapi
kerugiannya disuruh menanggung rakyat Tondano. Ingat! kelicikan
Belanda ini akan terus berlangsung selama Belanda menjajah
Indonesia.
b)
Perang Tondano II (1809)
Perang Tondano II sebenarnya sudah terjadi ketika memasuki abad ke-19,
yakni pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Perang ini dilatarbelakangi
oleh kebijakan Gubernur Jenderal Daendels yang mendapat mandat untuk
mempertahankan Jawa dari serangan Inggris. Daendels memerlukan pasukan
dalam jumlah besar. Untuk menambah jumlah pasukan, maka direkrut
pasukan dari kalangan pribumi. Mereka yang dipilih adalah dari suku-
suku yang memiliki keberanian berperang. Beberapa suku yang dianggap
memiliki keberanian adalah orang-orang Madura, Dayak, dan Minahasa.
Atas perintah Daendels melalui Kapten Hartingh, Residen Manado Prediger
segera mengumpulkan para
ukung.
105
Sejarah Indonesia
(
Ukung
adalah pemimpin dalam suatu wilayah
walak
atau daerah setingkat
distrik). Belanda menargetkan 2000 pasukan Minahasa yang akan dikirim
ke Jawa. Ternyata orang-orang Minahasa umumnya tidak setuju dengan
program Daendels untuk merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai
pasukan kolonial. Banyak di antara para
ukung
mulai meninggalkan rumah.
Mereka justru ingin mengadakan perlawanan terhadap kolonial Belanda.
Mereka memusatkan aktivitas perjuangannya di Tondano, Minawanua.
Salah seorang pemimpin perlawanan itu adalah
Ukung
Lonto. Ia menegaskan
rakyat Minahasa harus melawan kolonial Belanda sebagai bentuk penolakan
terhadap program pengiriman 2.000 pemuda Minahasa ke Jawa serta
menolak kebijakan kolonial yang memaksa agar rakyat menyerahkan beras
secara cuma-cuma kepada Belanda.
Dalam suasana yang semakin kritis itu tidak ada pilihan lain bagi Residen
Prediger kecuali mengirim pasukan untuk menyerang pertahanan orang-
orang Minahasa di Tondano Minawanua. Belanda kembali menerapkan
strategi dengan membendung Sungai Temberan. Prediger juga membentuk
dua pasukan tangguh. Satu pasukan dipersiapkan untuk menyerang dari
Danau Tondano, sedangkan pasukan yang lain menyerang Minawanua dari
darat. Tanggal 23 Oktober 1808 pertempuran mulai berkobar. Pasukan
Belanda yang berpusat di Danau Tondano berhasil melakukan serangan dan
merusak pagar bambu berduri yang membatasi danau dengan perkampungan
Minawanua sehingga menerobos pertahanan orang-orang Minahasa di
Minawanua. Walaupun sudah malam para pejuang tetap dengan semangat
yang tinggi terus bertahan dan melakukan perlawanan dari rumah ke rumah.
Pasukan Belanda merasa kewalahan. Setelah pagi hari tanggal 24 Oktober
1808 pasukan Belanda dari darat membombardir kampung pertahanan
Minawanua. Serangan terus dilakukan Belanda sehingga kampung itu seperti
tidak ada lagi kehidupan.
Pasukan Prediger mulai mengendorkan serangannya. Tiba-tiba dari
perkampungan itu orang-orang Tondano muncul dan menyerang dengan
hebatnya sehingga beberapa korban berjatuhan dari pihak Belanda. Pasukan
Belanda terpaksa ditarik mundur. Seiring dengan itu Sungai Temberan yang
dibendung mulai meluap sehingga mempersulit pasukan Belanda sendiri.
Dari jarak jauh Belanda terus menghujani meriam ke Kampung Minawanua,
tetapi tentu tidak efektif. Begitu juga serangan yang dari danau tidak mampu
mematahkan semangat juang orang-orang Tondano, Minawanua. Bahkan
terdengar berita kapal Belanda yang paling besar tenggelam di danau.
106
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
Perang Tondano II berlangsung
cukup lama, bahkan sampai
Agustus 1809. Dalam suasana
kepenatan dan kekurangan
makanan, mulai ada kelompok
pejuang yang memihak kepada
Belanda. Namun dengan kekuatan
yang ada para pejuang Tondano
terus memberikan perlawanan.
Akhirnya pada tanggal 4-5
Agustus 1809 Benteng pertahanan
Moraya milik para pejuang hancur
bersama rakyat yang berusaha
mempertahankannya.Para
pejuang itu memilih mati dari pada
menyerah kepada penjajah.
Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan Perlawanan), 2012.
Gambar 2.15
Danau Tondano, usai pemusnahan hunian di atas air.
Sumber:https://www.google.co.id/search=
benten+moraya, 25-9-2015
.
Gambar 2.16
Bekas Benteng Moraya
107
Sejarah Indonesia
»
Sungguh luar biasa perlawanan rakyat Minahasa, yang telah mati-
matian mempertahankan kedaulatannya. Coba pelajaran apa
yang dapat kamu peroleh setelah belajar tentang sejarah Perang
Tondano tersebut.
2. Perang Pattimura (1817)
Maluku dengan hasil rempah-rempahnya diibaratkan bagaikan “mutiara
dari timur”. Kekayaan yang diibaratkan bagaikan “mutiara dari timur” itu,
senantiasa diburu oleh orang-orang Eropa. Namun tidak hanya memburu
kekayaan, orang-orang Eropa juga ingin berkuasa dan melakukan monopoli
perdagangan. Kekuasaan orang-orang Eropa itu telah merusak tata ekonomi
dan pola perdagangan bebas yang telah lama berkembang di Nusantara.
Pada masa pemerintahan Inggris di bawah Raffles keadaan Maluku relatif
lebih tenang karena Inggris bersedia membayar hasil bumi rakyat Maluku.
Kegiatan kerja rodi mulai dikurangi. Bahkan para pemuda Maluku juga diberi
kesempatan untuk bekerja pada dinas angkatan perang Inggris. Tetapi pada
masa pernerintahan kolonial Hindia Belanda, keadaan kembali berubah.
Kegiatan monopoli di Maluku kembali diperketat. Dengan demikian, beban
rakyat semakin berat. Sebab selain penyerahan wajib, masih juga harus dikenai
kewajiban kerja paksa, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi. Kalau ada
penduduk yang melanggar akan ditindak tegas. Ditambah lagi terdengar
desas desus bahwa para guru akan diberhentikan untuk penghematan,
sementara itu para pemuda akan dikumpulkan untuk dijadikan tentara di
luar Maluku. Desas-desus ini membuat situasi semakin panas, ditambah
lagi dengan sikap arogan dan sikap sewenang-wenang dari Residen
Saparua. Suatu ketika Belanda memesan perahu orambai kepada nelayan.
Setelah selesai perahu diserahkan kepada Belanda. Tetapi Belanda tidak
mau membayar perahu itu dengan harga yang pantas. Mereka menuntut
agar pemerintah bersedia membayar perahu orambai yang dipesan oleh
pemerintah Belanda dengan harga yang pantas. Bahkan perahu orambai
yang diserahkan kepada pemerintah Belanda tidak pernah dibayar. Padahal
orang-orang Maluku sudah berperan menyediakan ikan asin untuk kapal-
kapal Belanda di Maluku. Belanda sama sekali tidak menghargai jasa orang-
orang Maluku. Oleh karena itu, para pembuat perahu mengancam akan
108
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
mogok jika tidak dibayar. Residen Saparua
Van
den Berg
menolak tuntutan rakyat itu. Kejadian
itu menyebabkan kebencian rakyat Maluku
semakin menjadi-jadi
.
Menanggapi kondisi yang demikian para
tokoh dan pemuda Maluku melakukan
serangkaian pertemuan rahasia. Sebagai
contoh telah diadakan pertemuan rahasia di
Pulau Haruku, pulau yang dihuni orang-orang
Islam. Selanjutnya pada tanggal 14 Mei 1817 di
Pulau Saparua (pulau yang dihuni orang-orang
Kristen) kembali diadakan pertemuan di sebuah
tempat yang sering disebut dengan Hutan
Kayu Putih. Dalam berbagai pertemuan itu
disimpulkan bahwa rakyat Maluku tidak ingin
terus menderita di bawah keserakahan dan kekejaman Belanda. Oleh karena
itu, mereka perlu mengadakan perlawanan untuk menentang kebijakan
Belanda. Thomas Matulessy yang kemudian terkenal dengan gelarnya
Pattimura dipercaya sebagai pemimpin. Pengalamannya bekerja di dinas
angkatan perang Inggris diyakini dapat menguntungkan rakyat Maluku.
Gerakan perlawanan dimulai dengan menghancurkan kapal-kapal Belanda
di pelabuhan. Para pejuang Maluku kemudian menuju Benteng Duurstede.
Ternyata di benteng itu sudah berkumpul pasukan Belanda. Dengan demikian
terjadilah pertempuran antara para pejuang Maluku melawan pasukan
Belanda. Dalam perang itu pasukan Belanda dipimpin oleh Residen van
den Berg. Sementara dari pihak para pejuang dipimpin oleh para tokoh lain
seperti Christina Martha Tiahahu, Thomas Pattiwwail, dan Lucas Latumahina.
Para pejuang Maluku dengan sekuat tenaga mengepung Benteng
Duurstede dan tidak begitu menghiraukan tembakan-tembakan meriam
yang dimuntahkan oleh serdadu Belanda dari dalam benteng. Sementara
itu senjata para pejuang Maluku masih sederhana seperti pedang dan keris.
Dalam waktu yang hampir bersamaan para pejuang Maluku satu persatu
dapat memanjat dan masuk ke dalam benteng. Residen dapat dibunuh dan
Benteng Duurstede dapat dikuasai oleh para pejuang Maluku. Jatuhnya
Benteng Duurstede telah menambah semangat juang para pemuda Maluku
untuk terus berjuang melawan Belanda.
Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan:
Dari Sultan Agung hingga
Hamengku Buwono IX, 1992.
Gambar 2.17
Pattimura.
109
Sejarah Indonesia
Belanda kemudian mendatangkan bantuan dari Ambon. Datanglah 300
prajurit yang dipimpin oleh Mayor Beetjes. Pasukan ini dikawal oleh dua kapal
perang yakni Kapal Nassau dan Evertsen. Namun bantuan ini dapat digagalkan
oleh pasukan Pattimura, bahkan Mayor Beetjes terbunuh. Kemenangan ini
semakin menggelorakan perjuangan para pejuang di berbagai tempat seperti
di Seram, Hitu, Haruku, dan Larike. Selanjutnya Pattimura memusatkan
perhatian untuk menyerang Benteng Zeelandia di Pulau Haruku. Melihat
gelagat itu maka pasukan Belanda memperkuat pertahanan benteng di
bawah komandannya Groot. Patroli juga terus diperketat. Oleh karena itu,
Pattimura gagal menembus Benteng Zeelandia.
Upaya perundingan mulai ditawarkan, tetapi tidak ada kesepakatan.
Akhirnya Belanda mengerahkan semua kekuatannya termasuk bantuan dari
Batavia untuk merebut kembali Benteng Duurstede. Bulan Agustus 1817
Saparua diblokade, Benteng Duurstede dikepung disertai tembakan meriam
Sumber:
Sejarah Nasional Indonesia 4, 1984
Gambar 2.18
Benteng Duurstede
110
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
yang bertubi-tubi. Satu persatu perlawanan
di luar benteng dapat dipatahkan. Daerah di
kepulauan itu jatuh kembali ke tangan Belanda.
Dalam kondisi yang demikian itu Pattimura
memerintahkan pasukannya untuk meloloskan
diri dan meninggalkan tempat pertahanannya.
Dengan demikian, Benteng Duurstede berhasil
dikuasai Belanda kembali. Pattimura dan
pengikutnya terus melawan dengan gerilya.
Tetapi pada bulan November beberapa
pembantu Pattimura tertangkap seperti
Kapitan Paulus Tiahahu (ayah Christina Martha
Tiahahu) yang kemudian dijatuhi hukuman
mati. Mendengar peristiwa ini Christina Martha
Tiahahu marah dan segera pergi ke hutan untuk
bergerilya.
Belanda tidak akan puas sebelum dapat menangkap Pattimura. Bahkan,
Belanda mengumumkan kepada siapa saja yang dapat menangkap Pattimura
akan diberi hadiah 1.000 gulden. Setelah enam bulan memimpin perlawanan,
akhirnya Pattimura tertangkap. Pada tanggal 16 Desember 1817 Pattimura
dihukum gantung di alun-alun Kota Ambon. Christina Martha Tiahahu yang
berusaha melanjutkan perang gerilya akhirnya juga tertangkap. Ia tidak
dihukum mati tetapi bersama 39 orang lainnya dibuang ke Jawa sebagai
pekerja rodi. Dikisahkan bahwa di dalam kapal Christina Martha Tiahahu
mogok tidak mau makan dan tidak mau buka mulut. Ia jatuh sakit dan
akhirnya meninggal pada tanggal 2 Januari 1818. Jenazahnya dibuang ke laut
antara Pulau Buru dan Pulau Tiga. Dengan demikian, berakhirlah perlawanan
Pattimura.
»
Kamu sudah belajar tentang sejarah perjuangan Pattimura dalam
melawan Belanda. Coba rumuskan secara singkat mengapa terjadi
perlawanan Pattimura, bagaimana jalannya perang yang dipimpin
Pattimura ? Apa akibat dari perang itu ?
Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan:
Dari Sultan Agung hingga
Hamengku Buwono IX, 1992.
Gambar 2.19
Christina Martha
Tiahahu.
111
Sejarah Indonesia
3.
Perang Padri
Perang Padri terjadi di tanah Minangkabau, Sumatera Barat pada tahun
1821–1837. Perang ini digerakkan oleh para pembaru Islam. Mengapa dan
bagaimana Perang Padri itu terjadi?
Perang Padri sebenarnya merupakan perlawanan kaum Padri terhadap
dominasi pemerintahan Hindia Belanda di Sumatera Barat. Perang ini
bermula adanya pertentangan antara kaum Padri dengan kaum Adat dalam
masalah praktik keagamaan. Pertentangan itu dimanfaatkan sebagai pintu
masuk bagi Belanda untuk campur tangan dalam urusan Minangkabau. Perlu
dipahami sekalipun masyarakat Minangkabau sudah memeluk agama Islam,
tetapi sebagian masyarakat masih memegang teguh adat dan kebiasaan
yang kadang-kadang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Pada akhir abad ke-18 telah datang seorang ulama dari kampung Kota
Tua di daratan Agam. Karena berasal dari kampung Kota Tua maka ulama
itu terkenal dengan nama Tuanku Kota Tua. Tuanku Kota Tua ini mulai
mengajarkan pembaruan-pembaruan dan praktik agama Islam. Dengan
melihat realitas kebiasaan masyarakat, Tuanku Kota Tua menyatakan bahwa
masyarakat Minangkabau sudah begitu jauh menyimpang dari ajaran Islam.
Ia menunjukkan bagaimana seharusnya masyarakat itu hidup sesuai dengan
Alquran dan Sunah Nabi. Di antara murid dari Tuanku Kota Tua ini yang
bernama Tuanku Nan Renceh. Kemudian pada tahun 1803 datanglah
tiga orang ulama yang baru saja pulang haji dari tanah suci Mekah, yakni:
Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piabang. Mereka melanjutkan gerakan
pembaruan atau pemurnian pelaksanaan ajaran Islam seperti yang pernah
dilakukan oleh Tuanku Kota Tua. Orang-orang yang melakukan gerakan
pemurnian ajaran Islam di Minangkabau itu sering dikenal dengan kaum
Padri.
Mengenai sebutan
Padri
ini sesuai dengan sebutan orang Padir di Aceh. Padir
itu tempat persinggahan para jamaah haji. Orang Belanda menyebutnya
dengan
Padri
yang dapat dikaitkan dengan kata
padre
dari bahasa Portugis
untuk menunjuk orang-orang Islam yang berpakaian putih. Sementara kaum
Adat di Sumatera Barat memakai pakaian hitam.
112
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
Dalam melaksanakan pemurnian praktik ajaran Islam, kaum Padri menentang
praktik berbagai adat dan kebiasaan kaum Adat yang memang dilarang
dalam ajaran Islam seperti berjudi, menyabung ayam, dan minum-minuman
keras. Kaum Adat yang mendapat dukungan dari beberapa pejabat penting
kerajaan menolak gerakan kaum Padri. Terjadilah pertentangan antara kedua
belah pihak. Timbullah bentrokan antara keduanya.
Pada tahun 1821 pemerintah Hindia Belanda mengangkat James Du Puy
sebagai residen di Minangkabau. Pada tanggal 10 Februari 1821, Du Puy
mengadakan perjanjian persahabatan dengan tokoh Adat, Tuanku Suruaso
dan 14 Penghulu Minangkabau. Berdasarkan perjanjian ini maka beberapa
daerah kemudian diduduki oleh Belanda. Pada tanggal 18 Februari 1821,
Belanda yang telah diberi kemudahan oleh kaum Adat berhasil menduduki
Simawang. Di daerah ini telah ditempatkan dua meriam dan 100 orang
serdadu Belanda. Tindakan Belanda ini ditentang keras oleh kaum Padri pada
tahun 1821 itu meletuslah Perang Padri.
NAMA P
ADRI
“Ada beberapa pendapat mengenai istilah padri. Ada yang mengatakan,
padri berasal dari kata Portugis, padre yang artinya “bapak”, sebuah
gelar yang biasa diberikan untuk golongan pendeta. Ada pula yang
mengatakan berasal dari kata Pedir, sebuah kota Bandar di pesisir utara
Aceh, tempat transit dan pemberangkatan kaum muslimin yang akan
melaksanakan ibadah haji ke Mekah. Di Minangkabau pada awal abad
XIX istilah padri belum dikenal. Waktu itu hanya popular sebutan
golongan hitam dan golongan putih. Penamaan ini didasarkan pada
pakaian yang mereka kenakan. Golongan putih yang pakaiannya serba
putih adalah para pembaru, kemudian oleh penulis-penulis sejarah
disebut sebagai kaum Padri/Padri. Belum diketahui mengapa golongan
putih ini mereka sebut sebagai kaum Padri, sedangkan untuk golongan
hitam merupakan kelompok yang memakai pakaian serba hitam.
Kelompok ini merupakan kelompok yang mempertahankan paham yang
terlebih dahulu sudah berkembang lama di Minangkabau, sehingga juga
dikenal sebagai golongan adat”
(Taufik
Abdullah dan
A.B.
Lapian (ed),
2012: 415)
113
Sejarah Indonesia
»
Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebenarnya apa saja
yang memicu meletusnya Perang Padri di Sumatera Barat itu?
Coba rumuskan dengan bahasamu sendiri
Perang Padri di Sumatera Barat ini dapat dibagi dalam tiga fase.
a) Fase Pertama (1821-1825)
Pada fase pertama, kaum Padri menyerang pos-pos dan pencegatan
terhadap patroli-patroli Belanda. Bulan September 1821 pos-pos Simawang
menjadi sasaran serbuan kaum Padri. Begitu pula dengan pos-pos lain
seperti Soli Air, dan Sipinang. Kemudian Tuanku Pasaman menggerakkan
sekitar 20.000 sampai 25.000 pasukan untuk mengadakan serangan di
sekitar hutan di sebelah timur gunung. Pasukan Padri menggunakan senjata-
senjata tradisional, seperti tombak dan parang. Sedangkan Belanda dengan
kekuatan 200 orang serdadu Eropa ditambah sekitar 10.000 pasukan orang
pribumi termasuk juga kaum Adat. Belanda menggunakan senjata-senjata
lebih modern seperti meriam dan senjata api lainnya. Pertempuran ini
memakan banyak korban. Di pihak Tuanku Pasaman kehilangan 350 orang
prajurit, termasuk putra Tuanku Pasaman. Begitu juga Belanda tidak sedikit
kehilangan pasukannya. Tuanku Pasaman dengan sisa pasukannya kemudian
mengundurkan diri ke Lintau. Sementara itu, pasukan Belanda setelah berhasil
menguasai seluruh lembah Tanah Datar, kemudian mendirikan benteng di
Batusangkar yang kelak terkenal dengan sebutan Fort Van der Capellen.
Perlawanan kaum Padri muncul di berbagai tempat. Tuanku Pasaman
memusatkan perjuangannya di Lintau dan Tuanku Nan Renceh memimpin
pasukannya di sekitar Baso. Pasukan Tuanku Nan Renceh harus menghadapi
pasukan Belanda di bawah pimpinan Kapten Goffinet. Periode tahun 1821
- 1825, serangan-serangan kaum Padri memang meluas di seluruh tanah
Minangkabau. Bulan September 1822 kaum Padri berhasil mengusir Belanda
dari Sungai Puar, Guguk Sigandang, dan Tajong Alam. Menyusul kemudian
di Bonio kaum Padri harus menghadapi menghadapi pasukan PH. Marinus.
Pada tahun 1823 pasukan Padri berhasil mengalahkan tentara Belanda di
Kapau. Kesatuan kaum Padri yang terkenal berpusat di Bonjol. Pemimpin
mereka adalah Peto Syarif. Peto Syarif inilah yang dalam sejarah Perang Padri
dikenal sebagai Tuanku Imam Bonjol. Ia sangat gigih memimpin kaum Padri
untuk melawan kekejaman dan keserakahan Belanda di tanah Minangkabau.
114
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
Belanda merasa kewalahan dalam melawan kaum Padri, sehingga mengambil
strategi damai. Oleh karena itu, pada tanggal 26 Januari 1824 tercapailah
perundingan damai antara Belanda dengan kaum Padri di wilayah Alahan
Panjang. Perundingan ini dikenal dengan Perjanjian Masang. Tuanku Imam
Bonjol tidak keberatan dengan adanya perjanjian damai tersebut. Akan
tetapi, Belanda justru memanfaatkan perdamaian tersebut untuk menduduki
daerah-daerah lain. Kemudian Belanda juga memaksa Tuanku Mensiangan
dari Kota Lawas untuk berunding, tetapi ditolak. Tuanku Mensiangan
justru melakukan perlawanan. Tetapi Belanda lebih kuat bahkan pusat
pertahanannya kemudian dibakar dan Tuanku Mensiangan ditangkap.
Tindakan Belanda itu telah menimbulkan amarah kaum Padri Alahan Panjang
dan menyatakan pembatalan kesepakatan dalam Perjanjian Masang. Tuanku
Imam Bonjol menggelorakan kembali semangat untuk melawan Belanda.
Dengan demikian, perlawanan kaum Padri masih terus berlangsung di
berbagai tempat.
b) Fase Kedua (1825-1830)
Coba ingat-ingat angka tahun 1825-1830 itu. Kira-kira terkait dengan
peristiwa apa pada angka tahun tersebut? Peristiwa itu jelas di luar Sumatera
Barat. Tahun itu merupakan tahun yang sangat penting, sehingga bagi
Belanda digunakan sebagai bagian strategi dalam menghadapi perlawanan
kaum Padri di Sumatera Barat. Bagi Belanda tahun itu digunakan untuk sedikit
mengendorkan ofensifnya dalam Perang Padri. Upaya damai diusahakan
sekuat tenaga. Oleh karena itu, Kolonel De Stuers yang merupakan penguasa
sipil dan militer di Sumatera Barat berusaha mengadakan kontak dengan
tokoh-tokoh kaum Padri untuk menghentikan perang dan sebaliknya perlu
mengadakan perjanjian damai. Kaum Padri tidak begitu menghiraukan
ajakan damai dari Belanda, karena Belanda sudah biasa bersikap licik. Belanda
kemudian minta bantuan kepada seorang saudagar keturunan Arab yang
bernama Sulaiman Aljufri untuk mendekati dan membujuk para pemuka
kaum Padri agar dapat diajak berdamai. Sulaiman Aljufri menemui Tuanku
Imam Bonjol agar bersedia berdamai dengan Belanda. Tuanku Imam Bonjol
menolak. Kemudian menemui Tuanku Lintau ternyata merespon ajakan
damai itu. Hal ini juga didukung Tuanku Nan Renceh. Itulah sebabnya pada
tanggal 15 November 1825 ditandatangani Perjanjian Padang. Isi Perjanjian
Padang itu antara lain sebagai berikut:
1)
Belanda mengakui kekuasaan pemimpin Padri di Batusangkar,
Saruaso, Padang Guguk Sigandang, Agam, Bukittinggi dan menjamin
pelaksanaan sistem agama di daerahnya.
2)
Kedua belah pihak tidak akan saling menyerang.
115
Sejarah Indonesia
3)
kedua pihak akan melindungi para pedagang dan orang-orang yang
sedang melakukan perjalanan.
4)
Secara bertahap Belanda akan melarang praktik adu ayam.
»
Coba perhatikan secara kritis, apa makna perjanjian Padang itu
bagi Belanda lalu kaitkan dengan peristiwa tahun 1825 – 1830
di Jawa. Inilah strategi Belanda dalam memenangkan perang
di berbagai daerah. Perang Padri fase ke-2 ini dapat dikatakan
sebagai fase peredaan.
c) Fase ketiga (1830 – 1837/1838)
Nah, tentu kamu sudah menemukan jawaban peristiwa tahun 1825-1830 di
Jawa. Peristiwa itu adalah Perang Diponegoro. Setelah Perang Diponegoro
berakhir pada tahun 1830, semua kekuatan Belanda dikonsentrasikan ke
Sumatera Barat untuk menghadapi perlawanan kaum Padri. Dimulailah
Perang Padri fase ketiga.
Pada pertempuran fase ketiga ini kaum Padri mulai mendapatkan simpati
dari kaum Adat. Dengan demikian, kekuatan para pejuang di Sumatera Barat
meningkat. Orang-orang Padri yang mendapatkan dukungan kaum Adat itu
bergerak ke pos-pos tentara Belanda. Kaum Padri dari Bukit Kamang berhasil
memutuskan sarana komunikasi antara benteng Belanda di Tanjung Alam
dan Bukittinggi. Tindakan kaum Padri itu dijadikan alasan Belanda untuk
menyerang Koto Tuo di Ampek Angkek yang dipimpin Gillavary, Belanda
juga membangun benteng pertahanan dari Ampang Gadang sampai ke
Biaro. Batang Gadis, sebuah nagari yang memiliki posisi sangat strategis
terletak antara Tanjung Alam dan Batu Sangkar juga diduduki. Pada tahun
1831 Gillavary digantikan oleh Jacob Elout. Elout ini telah mendapatkan
pesan dari Gubernur Jenderal Van den Bosch agar melaksanakan serangan
besar-besaran terhadap kaum Padri.
Elout segera mengerahkan pasukannya untuk menguasai beberapa nagari,
seperti Manggung dan Naras. Termasuk daerah Batipuh. Setelah menguasai
Batipuh, serangan Belanda ditujukan ke Benteng Marapalam. Benteng ini
merupakan kunci untuk dapat menguasai Lintau. Karena bantuan dua orang
Padri yang berkhianat dengan menunjukkan jalan menuju benteng kepada
Belanda, maka pada Agustus 1831 Belanda dapat menguasai Benteng
Marapalam tersebut. Dengan jatuhnya benteng ini maka beberapa nagari di
sekitarnya ikut menyerah.
116
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
Seiring dengan datangnya bantuan pasukan dari Jawa pada tahun 1832
maka Belanda semakin ofensif terhadap kekuatan kaum Padri di berbagai
daerah. Pasukan yang datang dari Jawa itu antara lain pasukan legium
Sentot Ali Basah Prawirodirjo dengan 300 prajurit bersenjata. Tahun 1833
kekuatan Belanda sudah begitu besar. Dengan kekuatan yang berlipat ganda
Belanda melakukan penyerangan terhadap pos-pos pertahanan kaum Padri.
Di Banuhampu, Kamang, Guguk Sigandang, Tanjung Alam, Sungai Puar,
Candung dan beberapa nagari di Agam.
Dalam catatan sejarah kolonial penyerangan di berbagai tempat itu,
penyerangan terhadap Guguk Sigandang merupakan catatan hitam karena
disertai dengan penyembelihan dan penyincangan terhadap tokoh-tokoh
dan pasukan kaum Padri. Bahkan terhadap mereka yang dicurigai sebagai
pendukung Padri. Pada waktu penyerbuan Kamang, pasukan Belanda dapat
mendapat perlawanan sengit, bahkan 100 orang pasukan Belanda termasuk
perwira terbunuh. Baru hari berikutnya dengan mengerahkan kekuatannya,
Belanda dapat menguasai Kamang. Dalam serangkaian pertempuran itu
banyak kaum Padri telah menjadi korban, termasuk tokoh Tuanku Nan
Cerdik dapat ditangkap.
Di samping strategi militer, setelah Van den Bosch berkunjung ke Sumatera
Barat, diterapkan strategi
winning the heart
kepada masyarakat. Pajak pasar
dan berbagai jenis pajak mulai dihapuskan. Penghulu yang kehilangan
penghasilan akibat penghapusan pajak diberi gaji 25-30 gulden. Para kuli
yang bekerja untuk pemerintah Belanda juga diberi gaji 50 sen sehari.
Komandan militer untuk wilayah pesisir barat Sumatera Cornelis Pieter Jacob
Elout digantikan oleh E. Francis. Selanjutnya Belanda tidak akan mencampuri
urusan pemerintahan tradisional di Minangkabau. Sebagai upaya gencatan
senjata pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan Plakat Panjang. Plakat
Panjang adalah pernyataan atau janji khidmat yang isinya tidak akan ada
lagi peperangan antara Belanda dan kaum Padri. Setelah pengumuman
Plakat Panjang ini kemudian Belanda mulai menawarkan perdamaian kepada
para pemimpin Padri. Dengan kebijakan baru itu beberapa tokoh Padri
dikontak oleh Belanda dalam rangka mencapai perdamaian. Beberapa tokoh
memenuhi ajakan Belanda untuk berdamai.
Sementara para pejuang yang begitu mencintai kemerdekaan bumi
Minangkabau terus melanjutkan perlawanan. Setelah kekuatan pasukan
Tuanku Nan Cerdik dapat dihancurkan, pertahanan terakhir perjuangan
117
Sejarah Indonesia
kaum Padri berada di tangan Tuanku Imam Bonjol. Pada tahun 1834 Belanda
dapat memusatkan kekuatannya untuk menyerang pasukan Imam Bonjol di
Bonjol. Jalan-jalan yang menghubungkan Bonjol dengan daerah pantai sudah
diblokade oleh tentara Belanda. Pada tanggal 16 Juni 1835 benteng Bonjol
dihujani meriam oleh serdadu Belanda. Pada bulan Agustus 1835 benteng di
perbukitan dekat Bonjol jatuh ke tangan Belanda.
Belanda juga mencoba mendekati Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai.
Imam Bonjol mau berdamai, tetapi dengan beberapa persyaratan antara
lain jika tercapai perdamaian, Imam Bonjol minta agar rakyat Bonjol
dibebaskan dari bentuk kerja paksa dan nagari itu tidak diduduki Belanda.
Namun, Belanda tidak memberi jawaban. Belanda justru semakin ketat
mengepung pertahanan di Bonjol. Pengepungan ini dipimpin oleh Residen
Padang Emanuel Francis. Sampai tahun 1836 benteng Bonjol tetap dapat
dipertahankan oleh pasukan Padri. Akan tetapi, satu per satu pemimpin
Padri dapat ditangkap. Hal ini jelas dapat memperlemah pertahanan pasukan
Padri. Namun, di bawah komando Imam Bonjol mereka terus berjuang
untuk mempertahankan setiap jengkal tanah Minangkabau. Pada tanggal
16 Agustus 1837 Benteng Bonjol berhasil dikepung dari empat penjuru dan
berhasil dilumpuhkan. Imam Bonjol dan beberapa pejuang lainnya dapat
meloloskan diri. Francis kembali menyerukan Imam Bonjol untuk berunding.
Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan Perlawanan), 2012.
Gambar 2.20
Ilustrasi pertempuran sengit antara pasukan Padri melawan Belanda di bukit
selatan Bonjol.
118
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
Demi menjamin keselamatan warganya,
pada tanggal 28 Oktober 1837, Imam Bonjol
menerima tawaran damai dari Residen Francis.
Ternyata ajakan berunding itu hanya tipu
muslihat, karena pada saat datang di tempat
perundingan, Imam Bonjol langsung ditangkap.
Beberapa pengikutnya memang ada yang
berhasil meloloskan diri dan melanjutkan
perang gerilya di hutan-hutan Minangkabau.
Imam Bonjol kemudian dibawa ke Batavia.
Akhirnya, Tuanku Imam Bonjol dibuang ke
Cianjur, Jawa Barat. Pada tanggal 19 Januari
1839 ia dipindahkan ke Ambon dan tahun 1841
dipindahkan lagi ke Manado hingga wafatnya
pada tanggal 6 November 1864.
Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan:
Dari Sultan Agung hingga
Hamengku Buwono IX, 1992.
Gambar 2.21
Tuanku Imam
Bonjol.
Sumber: Tempat Pengasingan dan Makam Pejuang Bangsa, 2003
Gambar 2.22
Batu yang biasa digunakan salat Iman Bonjol sekarang terletak di
belakang kompleks makam Imam Bonjol di Manado.
119
Sejarah Indonesia
4.
Perang Diponegoro
Sebelum mempelajari bagaimana Perang Diponegoro itu berlangsung, coba
renungkan beberapa beberapa pertanyaan berikut!
»
1)
Siapakah Pangeran Diponegoro itu?
2)
Benarkah Pangeran Diponegoro pejuang yang cinta tanah
air?
3)
Buktikan bahwa Pangeran Diponegoro memperjuangkan nilai-
nilai kemanusiaan!
4)
Benarkah Pangeran Diponegoro merupakan pemimpin dan
pejuang yang sangat menghargai kerja sama dengan sesama
pejuang?
5)
Buktikan bahwa Pangeran Diponegoro adalah seorang
pemimpin bukan sekadar manajer !
6)
Dalam berjuang Pangeran Diponegoro tetap mendasarkan
pada nilai-nilai kesyukuran dan keimanan. Coba tunjukkan
buktinya!
Memasuki abad ke-19, keadaan di Jawa khususnya di Surakarta dan
Yogyakarta semakin memprihatinkan. Intervensi pemerintah kolonial terhadap
pemerintahan lokal tidak jarang mempertajam konflik yang sudah ada dan
atau dapat melahirkan konflik baru di lingkungan kerajaan. Hal ini juga terjadi
di Surakarta dan Yogyakarta. Campur tangan kolonial itu juga membawa
pergeseran adat dan budaya keraton yang
sudah lama ada di keraton bahkan melahirkan
budaya Barat yang tidak sesuai dengan
budaya Nusantara, seperti minum-minuman
keras. Dominasi pemerintahan kolonial juga
telah menempatkan rakyat sebagai objek
pemerasan, sehingga semakin menderita.
Pada waktu itu pemerintah kerajaan
mengizinkan perusahaan asing menyewa
tanah untuk kepentingan perkebunan.
Pada umumnya tanah itu disewa dengan
penduduknya sekaligus. Akibatnya, para
petani tidak dapat mengembangkan hidup
dengan pertaniannya, tetapi justru menjadi
tenaga kerja paksa. Rakyat tetap hidup
Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan:
Dari Sultan Agung hingga
Hamengku Buwono IX, 1992.
Gambar 2.23
Pangeran
Diponegoro.
120
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
menderita. Perubahan pada masa Van der Capellen juga menimbulkan
kekecewaan. Beban penderitaan rakyat itu semakin berat, karena diwajibkan
membayar berbagai macam pajak, seperti: (a)
welah-welit
(pajak tanah),
(b
)
pengawang-awang
(pajak halaman pekarangan), (c)
pecumpling
(pajak
jumlah pintu), (d)
pajigar
(pajak ternak), (e)
penyongket
(pajak pindah nama),
dan (f)
bekti
(pajak menyewa tanah atau menerima jabatan). Di samping
berbagai pajak itu masih ada pajak yang ditarik di tempat pabean atau tol.
Semua lalu lintas pengangkut barang juga dikenai pajak. Bahkan seorang
ibu yang menggendong anak di jalan umum juga harus membayar pajak.
Penderitaan rakyat ini semakin bertambah setelah terjadi wabah kolera di
berbagai daerah.
Sementara itu dalam kehidupan sosial kemasyarakatan terdapat jurang
pemisah antara rakyat dengan punggawa kerajaan dan perbedaan
status sosial antara rakyat pribumi dengan kaum kolonial. Adanya jurang
pemisah antara si kaya dan si miskin, antara rakyat dan kaum kolonial,
sering menimbulkan kelompok-kelompok yang tidak puas sehingga sering
menimbulkan kekacauan.
Dalam suasana penderitaan rakyat dan kekacauan itu tampil seorang
bangsawan, putera Sultan Hamengkubuwana III yang bernama Raden
Mas Ontowiryo atau lebih terkenal dengan nama Pangeran Diponegoro.
Pangeran Diponegoro merasa tidak puas dengan melihat penderitaan rakyat
dan kekejaman serta kelicikan Belanda. Pangeran Diponegoro merasa sedih
menyaksikan masuknya budaya Barat yang tidak sesuai dengan budaya
Timur. Oleh karena itu, Pangeran Diponegoro berusaha menentang dominasi
Belanda yang kejam dan tidak mengenal perikemanusiaan. Pada tanggal 20
Juli 1825 meletuslah Perang Diponegoro. Meletusnya perang ini didasarkan
pada visi dan cita-cita Pangeran Diponegoro yakni untuk membentuk
Kesultanan Yogyakarta yang memuliakan agama yang berada dalam wadah
negara Islam. Oleh karena itu, Pangeran Diponegoro disebut telah melakukan
“hijrah kultural”.(Saleh As’ad Djamhari, “ Pangeran Diponegoro dan Perang
Jawa (1825-1830)” dalam buku
Indonesia dalam Arus Sejarah
,
2012)
»
Perang Diponegoro sering disebut dengan Perang Jawa. Nah,
bersama anggota kelompokmu coba diskusikan bagaimana
latar belakang dan sebab-sebab terjadinya Perang Diponegoro.
Mengapa dinamakan Perang Jawa?
121
Sejarah Indonesia
Bermula dari insiden anjir
Sejak tahun 1823, Jonkheer Anthonie Hendrik Smissaert diangkat sebagai
residen di Yogyakarta. Tokoh Belanda ini dikenal sebagai tokoh yang sangat
anti terhadap Pangeran Diponegoro. Oleh karena itu, Smissaert bekerja
sama dengan Patih Danurejo untuk menyingkirkan Pangeran Diponegoro
dari istana Yogyakarta. Pada suatu hari di tahun 1825 Smissaert dan Patih
Danurejo memerintahkan anak buahnya untuk memasang
anjir
(pancang/
patok) dalam rangka membuat jalan baru. Pemasangan
anjir
ini secara sengaja
melewati pekarangan milik Pangeran Diponegoro di Tegalrejo tanpa izin.
Pangeran Diponegoro memerintahkan
raky
at untuk mencabuti
anjir
tersebut.
Kemudian Patih Danurejo memerintahkan memasang kembali
anjir-anjir
itu
dengan dijaga pasukan Macanan (pasukan pengawal kepatihan). Dengan
keberaniannya pengikut Pangeran Diponegoro mencabuti
anjir
/
patok-patok
itu dan digantikannya dengan tombak-tombak mereka. Berawal dari insiden
anjir
inilah meletus Perang Diponegoro.
Pada tanggal 20 Juli 1825 sore hari, rakyat Tegalreja berduyun-duyun
berkumpul di
ndalem
Tegalreja. Mereka membawa berbagai senjata seperti
pedang, tombak, dan lembing. Mereka menyatakan setia kepada Pangeran
Diponegoro dan mendukung perang melawan Belanda. Belanda datang
dan mengepung kediaman Pangeran Diponegoro di Tegalreja. Pertempuran
sengit antara pasukan Diponegoro dengan serdadu Belanda tidak dapat
dihindarkan. Tegalreja dibumihanguskan. Dengan berbagai pertimbangan,
Pangeran Diponegoro dan pasukannya menyingkir ke arah selatan ke Bukit
Selarong.
Pangeran Diponegoro adalah pemimpin yang tidak individualis. Beliau sangat
memperhatikan keselamatan anggota keluarga dan anak buahnya. Sebelum
melanjutkan perlawanan Pangeran Diponegoro harus mengungsikan
anggota keluarga, anak-anak dan orang-orang yang sudah lanjut usia ke
Dekso (daerah Kulon Progo). Untuk mengawali perlawanannya terhadap
Belanda Pangeran Diponegoro membangun benteng pertahanan di Gua
Selarong. Dalam memimpin perang ini Pangeran Diponegoro mendapat
dukungan luas dari masyarakat, para punggawa kerajaan, dan para bupati.
Tercatat 15 dari dari 29 pangeran dan 41 dari 88 bupati bergabung dengan
Pangeran Diponegoro. Di samping itu, Pangeran Diponegoro juga sudah
mempersiapkan termasuk penggalangan dana, tenaga, dan persenjataan.
Pangeran Diponegoro mendapat dukungan dari berbagai lapisan pangeran,
dan priayi sepuh, juga rakyat. Mereka rela mengumpulkan barang-barang
berharga seperti uang kontan dan perhiasan, aneka sarung keris bertatahkan
122
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
permata, dan sabuk bersepuhkan emas. Bantuan juga diberikan rakyat
sesuai dengan kemampuan mereka. Sementara dari segi persenjataan para
pengikut Pangeran Diponegoro mempersenjatai dirinya sendiri dengan
senjata seadanya. Seperti dilaporkan seorang komandan pasukan gerak
cepat Belanda menceritakan sebagai berikut.
“Penduduk desa biasa di sini begitu menyatu dengan para
pemberontak sehingga mereka langsung bergabung dengan musuh
dan menyerang orang-orang kita (Belanda) dengan tembakan ketapel
yang menyebabkan beberapa orang dipihak kita cedera” (Peter Carey,
Kuasa Ramalan,
2011)
Mengatur Strategi dari Selarong
Dari Selarong, Pangeran Diponegoro menyusun strategi perang. Dipersiapkan
beberapa tempat untuk markas komando cadangan. Kemudian Pangeran
Diponegoro menyusun langkah-langkah. (1) merencanakan serangan ke
keraton Yogyakarta dengan mengisolasi pasukan Belanda dan mencegah
masuknya bantuan dari luar. (2) mengirim kurir kepada para bupati atau
ulama agar mempersiapkan peperangan melawan Belanda. (3) menyusun
daftar nama bangsawan, siapa yang sekiranya kawan dan siapa lawan. (4)
membagi kawasan Kesultanan Yogyakarta menjadi beberapa mandala perang,
dan mengangkat para pemimpinnya. Pangeran Diponegoro telah membagi
menjadi 16 mandala perang,
yaitu Yogyakarta dan sekitarnya
di bawah komando Pangeran
Adinegoro (adik Diponegoro) yang
diangkat sebagai patih dengan gelar
Suryenglogo. Bagelen diserahkan
kepada Pangeran Suryokusumo
dan Tumenggung Reksoprojo.
Perlawanan di daerah Kedu
diserahkan kepada Kiai Muhammad
Anfal dan Mulyosentiko. Bahkan, di
daerah Kedu Pangeran Diponegoro
juga mengutus Kiai Hasan Besari
mengobarkan Perang Sabil untuk
memperkuat pasukan yang telah
ada. Pangeran Abubakar didampingi
Pangeran Muhammad memimpin
perlawanan di Lowanu. Perlawanan
Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4
(Kolonisasi dan Perlawanan), 2012.
Gambar 2.24
Gua Selarong.
123
Sejarah Indonesia
di Kulon Progo diserahkan kepada Pangeran Adisuryo dan Pangeran
Somonegoro. Yogyakarta bagian utara dipimpin oleh Pangeran Joyokusumo.
Yogyakarta bagian timur diserahkan kepada Suryonegoro, Somodiningrat,
dan Suronegoro. Perlawanan di Gunung Kidul dipimpin oleh Pangeran
Singosari. Daerah Plered dipimpin oleh Kertopengalasan. Daerah Pajang
diserahkan kepada Warsokusumo dan Mertoloyo, sementara itu daerah
Sukowati dipimpin oleh Tumenggung Kertodirjo dan Mangunnegoro.
Gowong dipimpin oleh Tumenggung Gajah Pernolo. Langon dipimpin oleh
Pangeran Notobroto Projo. Serang dipimpin oleh Pangeran Serang.
Sebagai pucuk pimpinan Pangeran Diponegoro didampingi oleh Pangeran
Mangkubumi (paman Pangeran Diponegoro), Ali Basyah Sentot Prawirodirjo
sebagai panglima muda, dan Kiai Mojo bersama murid-muridnya. Nyi Ageng
Serang yang sudah berusia 73 tahun bersama cucunya R.M. Papak bergabung
bersama pasukan Pangeran Diponegoro. Nyi Ageng Serang (nama aslinya
R.A. Kustiah Retno Edi), sejak remaja sudah anti terhadap Belanda dan pernah
membantu ayahnya (Panembahan Serang) untuk melawan Belanda.
Tiga minggu setelah penyerbuan Tegalrejo, pasukan Diponegoro balik
menyerang Keraton Yogyakarta. Serangan ke keraton ini mendapatkan
hasil. Pasukan Pangeran Diponegoro di desa Kejiwan berhasil memporak
porandakan pasukan Belanda yang di pimpin Sollewijn. Pasukan Diponegoro
berhasil menduduki keraton.
Pada tahun-tahun awal Pangeran Diponegoro
mengobarkan semangat “Perang Sabil”.
Perlawanannya berjalan sangat efektif. Pusat
kota dapat dikuasai. Selanjutnya pasukan
Pangeran Diponegoro bergerak ke timur dan
berhasil menaklukan Delanggu dalam rangka
menguasai Surakarta. Namun, pasukan Pangeran
Diponegoro dapat ditahan oleh pasukan Belanda
di Gowok. Secara umum dapat dikatakan
pasukan Pangeran Diponegoro mendapatkan
banyak kemenangan. Beberapa pos pertahanan
Belanda dapat dikuasai. Untuk memperkokoh
kedudukan Pangeran Diponegoro, para ulama
dan pengikutnya menobatkannya sebagai raja
dengan gelar: Sultan Abdulhamid Herucokro
(Sultan Ngabdulkamid Erucokro).
Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan:
Dari Sultan Agung hingga
Hamengku Buwono IX, 1992.
Gambar 2.25.
Nyi Ageng Serang.
124
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
Perluasan perang di berbagai daerah
Perlawanan Pangeran Diponegoro terus meningkat. Beberapa pos pertahanan
Belanda dapat dikuasai. Pergerakan pasukan Pangeran Diponegoro meluas ke
daerah Banyumas, Kedu, Pekalongan, Semarang dan Rembang. Kemudian ke
arah timur meluas ke Madiun, Magetan, Kediri dan sekitarnya. Perang yang
dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro mampu menggerakkan kekuatan di
seluruh Jawa. Oleh karena itu, Perang Diponegoro sering dikenal dengan
Perang Jawa. Semua kekuatan dari rakyat, bangsawan, dan para ulama
bergerak untuk melawan kekejaman Belanda.
Menghadapi perlawanan Diponegoro yang terus meluas itu, Belanda
berusaha meningkatkan kekuatannya. Beberapa komandan tempur dikirim
ke berbagai daerah pertempuran. Misalnya Letkol Clurens dikirim ke Tegal
dan Pekalongan, kemudian Letkol Diell ke Banyumas. Jenderal de Kock
sebagai pemimpin perang Belanda berusaha meningkatkan kekuatannya.
Untuk menambah kekuatan Belanda, juga didatangkan bantuan tentara
Belanda dari Sumatera Barat.
»
Kamu tentu ingat peristiwa apa yang terjadi di Sumatera Barat
pada tahun 1825 – 1830. Peristiwa apa itu?
Belanda berusaha menghancurkan pos-pos pertahanan pasukan Pangeran
Diponegoro. Sasaran pertama Belanda yaitu pos pertahanan Pangeran
Diponegoro di Gua Selarong. Tanggal 4 Oktober 1825 pasukan Belanda
menyerang pos tersebut. Namun, ternyata pos Gua Selarong sudah kosong.
Ini memang sebagai bagian strategi Pangeran Diponegoro. Pos pertahanan
Diponegoro sudah dipindahkan ke Dekso di bawah pimpinan Ali Basyah
Sentot Prawirodirjo. Pada tahun 1826 pasukan Ali Basyah Sentot Prawirodirjo
ini berhasil mengalahkan tentara Belanda di daerah-daerah bagian barat
(Kulon Progo dan sekitarnya). Sementara itu, di Gunung Kidul pasukan
Diponegoro yang dipimpin oleh Pangeran Singosari juga mendapatkan
berbagai kemenangan. Benteng pertahanan Belanda di Prambanan juga
berhasil diserang oleh pasukan Diponegoro di bawah pimpinan Tumenggung
Suronegoro. Plered sebagai pos pertahanan Diponegoro juga sering mendapat
serangan Belanda. Meskipun demikian, Plered masih dapat dipertahankan
oleh pasukan Diponegoro di bawah Kertopengalasan.
125
Sejarah Indonesia
Seperti telah diterangkan di atas bahwa perlawanan Pangeran Diponegoro
mendapat dukungan luas dari para bupati di
mancanegara
(istilah mancanegara
untuk menyebut daerah-daerah yang berada di luar Yogyakarta). Misalnya
terjadi perlawanan sengit di Serang (daerah perbatasan antara Karesidenan
Semarang dan Surakarta). Daerah-daerah mancanegara bagian timur terus
melakukan perlawanan di bawah para bupatinya, misalnya di Madiun,
Magetan, Kertosono, Ngawi, dan Sukowati. Sementara itu, peperangan di
daerah mancanegara bagian barat meluas di wilayah Bagelen, Magelang dan
daerah-daerah Karesiden Kedu lainnya.
Benteng Stelsel pembawa petaka
Pangeran Diponegoro menerapkan beberapa strategi perang. Pangeran
Diponegoro menerapkan perang dengan penyerangan langsung yang
mengandalkan jumlah pasukan yang besar. Selain itu, ia juga menjalankan
prinsip perang gerilya. Bahkan, Pangeran Diponegoro juga menerapkan
strategi perang
atrisi
(penjemuan). Strategi ini mengubah perang secara
langsung dengan perang jangka panjang (agar Belanda sampai bosan).
Dalam melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda, pasukan Pangeran
Diponegoro senantiasa bergerak dari pos pertahanan yang satu ke pos yang
lain. Pengaruh perlawanan Diponegoro ini semakin meluas. Perkembangan
Perang Diponegoro ini sempat membuat Belanda kebingungan. Untuk
menghadapi pasukan Diponegoro yang bergerak dari pos yang satu ke pos
yang lain, Jenderal de Kock menerapkan strategi dengan sistem
Benteng
Stelsel
.
»
Kamu tahu, apa yang dimaksud sistem “Benteng Stelsel” dari
Belanda. Apa tujuannya ? Coba diskusikan dengan anggota
kelompok. Kamu dapat membaca buku-buku sejarah yang ada di
perpustakaan sekolah.
Dengan strategi
Benteng Stelsel
sedikit demi sedikit perlawanan Diponegoro
dapat diatasi. Dalam tahun 1827 perlawanan Diponegoro di beberapa
tempat misalnya di Tegal, Pekalongan, Semarang, dan Magelang berhasil
dipukul mundur oleh pasukan Belanda. Setiap tempat dihubungkan dengan
benteng pertahanan. Selain itu, Magelang dijadikan pusat kekuatan militer
Belanda.
126
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
Dengan sistem
Benteng Stelsel
ruang gerak pasukan Diponegoro dari waktu
ke waktu semakin sempit. Para pemimpin yang membantu Diponegoro
mulai banyak yang tertangkap, tetapi perlawanan rakyat masih terjadi di
beberapa tempat. Pasukan Diponegoro di Banyumeneng harus bertahan dari
serangan Belanda. Di Rembang di bawah pimpinan Raden Tumenggung Ario
Sosrodilogo, rakyat mengadakan perlawanan di daerah Rajegwesi. Namun,
perlawanan di Rembang dapat dipatahkan oleh Belanda pada bulan Maret
1828. Sementara itu, pasukan Diponegoro di bawah Sentot Prawirodirjo
justru berhasil menyerang benteng Belanda di Nanggulan (daerah di Kulon
Progo sekarang). Penyerangan ini berhasil menewaskan Kapten Ingen.
Peristiwa penyerangan benteng di Nanggulan ini mendapat perhatian
para pemimpin perang Belanda. Pasukan Belanda dikonsentrasikan untuk
mendesak dan mempersempitkan ruang gerak pasukan Sentot Prawirodirjo
dan kemudian mencoba untuk didekati agar mau berunding. Ajakan Belanda
ini berkali-kali ditolaknya. Belanda kemudian meminta bantuan kepada Aria
Prawirodiningrat untuk membujuk Sentot Prawirodirjo. Pertahanan hati
Sentot Prawirodirjo pun luluh, dan menerima ajakan untuk berunding. Pada
tanggal 17 Oktober 1829 ditandatangani Perjanjian Imogiri antara Sentot
Prawirodirjo dengan pihak Belanda. Isi perjanjian itu antara lain sebagai
berikut.
1)
Sentot Prawirodirjo diizinkan untuk tetap memeluk agama Islam.
2)
Pasukan Sentot Prawirodirjo tidak dibubarkan dan ia tetap sebagai
pemimpinnya.
3)
Sentot Prawirodirjo dengan pasukannya diizinkan untuk tetap memakai
sorban.
4)
Sebagai kelanjutan perjanjian itu, maka pada tanggal 24 Oktober 1829
Sentot Prawirodirjo dengan pasukannya memasuki ibu kota negeri
Yogyakarta untuk secara resmi menyerahkan diri.
Penyerahan diri dan tertangkapnya para pemimpin pengikut Pangeran
Diponegoro, merupakan pukulan berat bagi perjuangan Pangeran
Diponegoro. Namun pasukan di bawah komando Diponegoro terus berjuang
mempertahankan tanah tumpah darahnya. Pasukan ini bergerak dari satu
pos yang ke pos lain. Belum ada tanda-tanda perlawanan Diponegoro akan
berakhir. Belanda kemudian mengumumkan kepada khalayak pemberian
hadiah sejumlah 20.000 ringgit bagi siapa saja yang dapat menyerahkan
Pangeran Diponegoro baik dalam keadaan hidup maupun mati. Tetapi
nampaknya tidak ada yang tertarik dengan pengumuman itu.
127
Sejarah Indonesia
»
Demikian berbagai upaya Belanda untuk segera dapat mengakhiri
perlawanan Pangeran Diponegoro. Nah, bagaimana akhir kisah
Perang Diponegoro yang terjadi pada tahun 1830? Coba kamu
uraikan dalam dua lembar kertas folio!
»
Setelah belajar tentang sejarah Perang Diponegoro, pelajaran apa
yang dapat kita peroleh? Coba lakukan kajian dengan teman-
teman!
5.
Perlawanan di Bali
Kamu tentu sudah tahu tentang Bali. Sekalipun ada di antara kamu yang
belum pernah ke Bali, tetapi tentu sudah begitu familier mendengar nama
Bali. Bahkan, pada abad ke-20 pada saat Indonesia sudah merdeka ternyata
masyarakat dunia lebih mengenal nama Bali dari pada nama Indonesia. Bali
adalah sebuah pulau kecil yang sangat terkenal di Indonesia. Bali dikenal
sebagai Pulau Dewata dan menjadi tujuan wisata nomor satu di Indonesia.
Tetapi kalau kita lihat dalam perjalanan sejarah nasional Indonesia sampai
abad ke-19 Bali belum banyak menarik perhatian orang-orang Barat untuk
Sumber: Raden Saleh: Anak Belanda, Mooi Indie dan Nasionalisme, 2009.
Gambar 2.26
Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh.
128
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
menanamkan pengaruhnya. Kapal-kapal orang-orang Barat mungkin
hanya singgah dan sekedar berdagang. Baru pada sekitar tahun 1830-
an pemerintahan Hindia Belanda aktif menanamkan pengaruhnya di Bali.
Perkembangan dominasi Belanda inilah yang kemudian menyulut api
perlawanan rakyat Bali kepada Belanda yang terkenal dengan sebutan
“Perang Puputan”
Mengapa Terjadi Perang Puputan di Bali?
Pada abad ke-19 di Bali sudah berkembang kerajaan-kerajaan yang berdaulat.
Misalnya Kerajaan Buleleng, Karangasem, Klungkung, Gianyar, Badung,
Jembrana, Tabanan, Menguri, dan Bangli. Pada masa pemerintahan Gubernur
Jenderal Daendels, pemerintah kolonial mulai menjalin kontak dengan
kerajaan-kerajaan di Bali. Kontrak tersebut tidak sekadar urusan dagang,
tetapi juga menyangkut sewa menyewa orang-orang Bali untuk dijadikan
tentara pemerintah Hindia BeIanda. Namun, dalam perkembangannya
pemerintah Hindia Belanda ingin menanamkan pengaruh dan berkuasa di
Bali. Oleh karena itu, Belanda mengirim dua utusan dengan misi masing-
masing.
Pertama
, G.A. Granpre Moliere untuk misi ekonomi.
Kedua,
Huskus
Koopman mengemban misi politik. Misi ekonomi berjalan lancar, tetapi misi
politik menghadapi berbagai kendala. Huskus Koopman terus berusaha
mendekati raja-raja di Bali agar bersedia mengakui keberadaan dan kekuasaan
Belanda. Akhirnya dicapai perjanjian atau kontrak politik antara raja-raja di
Bali dengan Belanda, diantaranya, dengan Raja Badung (28 November 1842),
Raja Karangasem ( 1 Mei 1843), Raja Buleleng ( 8 Mei 1843), Raja Klungkung
(24 Mei 1843) dan Raja Tabanan (22 Juni 1843). Perjanjian kontrak antara
raja-raja di Bali dengan Belanda itu terutama seputar Hukum Tawan Karang
agar dihapuskan.
»
Kamu tahu apa yang dimaksud dengan Hukum Tawan Karang di
Bali. Mengapa Belanda meminta hukum itu dihapuskan. Coba cari
jawabnya !
Karena kelihaian atau bujukan Belanda, raja-raja di Bali dapat menerima
perjanjian untuk meratifikasi penghapusan Hukum Tawan Karang. Tetapi
sampai tahun 1844 Raja Buleleng dan Karangasem belum melaksanakan
perjajian tersebut. Terbukti pada tahun 1844 itu penduduk melakukan
perampasan atas isi dua kapal Belanda yang terdampar di Pantai Sangsit
(Buleleng) dan Jembrana (waktu itu juga daerahnya Buleleng). Belanda protes
keras terhadap kejadian ini. Belanda memaksa Raja Buleleng, Gusti Ngurah
Made Karangasem agar melaksanakan isi perjanjian yang telah disepakati.
129
Sejarah Indonesia
Belanda juga menuntut agar Buleleng
membayar ganti rugi atas kapal Belanda
yang dirampas penduduk. Raja Gusti Ngurah
Made Karangasem yang mendapat dukungan
patihnya, I Gusti Ketut Jelantik, dengan tegas
menolak tuntutan Belanda tersebut. Bahkan,
I Gusti Ketut Jelantik sudah melakukan latihan
dan menghimpun kekuatan untuk melawan
kesewenang-wenangan Belanda. Dengan
demikian perang tidak dapat dihindarkan.
Patih Ketut Jelantik terus mempersiapkan prajurit
Buleleng dan memperkuat pos-pos pertahanan.
Dalam pertempuran ini Raja Buleleng mendapat
dukungan dari Kerajaan Karangasem dan Klungkung. Sementara, pada
tanggal 27 Juni 1846 telah datang pasukan Belanda berkekuatan 1.700 orang
pasukan darat yang langsung menyerbu kampung-kampung di tepi pantai.
Di samping itu, masih ada pasukan laut yang datang dengan kapal-kapal
sewaan. Pertempuran sengit terjadi antara para pejuang dari Buleleng yang
dibantu oleh para pejuang Karangasem dan Klungkung melawan Belanda.
Selama dua hari para pemimpin, prajurit, dan rakyat Buleleng bertempur
mati-matian. Mengingat persenjataan Belanda lebih lengkap dan modern,
maka para pejuang Buleleng semakin terdesak. Benteng pertahanan Buleleng
jebol dan ibu kota Singaraja dikuasai Belanda. Raja dan Patih Ketut Jelantik
beserta pasukannya terpaksa mundur sampai ke Desa Jagaraga (sekitar 7
km sebelah timur Singaraja). Pasukan Belanda terus mendesak para pejuang
dan memaksa Raja Buleleng untuk menandatangani perjanjian. Perjanjian
ditandatangani pada tanggal 6 Juli 1846 yang isinya antara lain: (1) dalam
waktu tiga bulan Raja Buleleng harus menghancurkan semua benteng
Buleleng yang pernah digunakan dan tidak boleh membangun benteng baru;
(2) Raja Buleleng harus membayar ganti rugi dari biaya perang yang telah
dikeluarkan Belanda, sejumlah 75.000 gulden, dan raja harus menyerahkan
I Gusti Ketut Jelantik kepada pemerintah Belanda; (3) Belanda diizinkan
menempatkan pasukannya di Buleleng.
Tekanan dan paksaan Belanda itu ditandingi dengan tipu daya. Raja dan para
pejuang berpura-pura menerima isi perjanjian itu. Namun, di balik itu Raja dan
Patih Ktut Jelantik memperkuat pasukannya. Di Jagaraga dibangun benteng
pertahanan yang kuat bagaikan
Gelar Supit Urang
.
Rakyat juga sengaja tetap
mempertahankan Hukum Tawan Karang. Pada tahun 1847 kapal-kapal asing
Sumber: Indonesia Dalam Arus
Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan
Perlawanan), 2012.
Gambar 2.27
I Gusti Ketut
Jelantik.
130
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
yang terdampar di Pantai Kusumba Klungkung tetap dirampas oleh kerajaan.
Hal ini menimbulkan amarah dari Belanda. Belanda kemudian mengeluarkan
ultimatum agar raja-raja di Buleleng, Klungkung, dan Karangasem mematuhi
dan melaksanakan isi perjanjian yang telah ditandatangani.
Raja-raja di Bali tidak menghiraukan ultimatum Belanda itu. Rakyat justru
dipersiapkan untuk melawan kekejaman Belanda. Raja Buleleng kemudian
mengirim kurir untuk meminta bantuan pasukan dari kerajaan-kerajaan lain
di Bali sehingga datang pasukan tambahan dari Klungkung, Karangasem,
dan Mengwi. Belanda mengetahui bahwa Raja Buleleng membangkang dan
Patih Ketut Jelantik terus memperkuat pasukannya.
Belanda terus meningkatkan kekuatannya untuk menghadapi hal tersebut.
Pada tanggal 7 dan 8 Juni 1848, bala bantuan Belanda mendarat di Pantai
Sangsit. Tanggal 8 Juni serangan Belanda terhadap Benteng Jagaraga
dimulai. Sebagai pemimpin tentara Belanda antara lain: J. van Swieten,
Letkol Sutherland. Benteng Jagaraga terus dihujani meriam. Namun pasukan
Buleleng di bawah pimpinan Ketut Jelantik yang dibantu isterinya, Jero
Jempiring mampu mengembangkan pertahanan dengan
gelar-supit urang
sehingga dapat menjebak pasukan Belanda. Lima orang opsir dan 74 orang
serdadu dapat ditewaskan ditambah lagi tujuh opsir dan 98 serdadu Belanda
luka-luka. Pasukan Belanda terpaksa ditarik mundur.
Kekalahan Belanda itu cukup menyakitkan perasaan pimpinan Belanda
di Batavia. Oleh karena itu, dipersiapkan pasukan yang lebih kuat untuk
melakukan pembalasan. Awal April 1849 telah datang kesatuan serdadu
Belanda dalam jumlah besar menuju ke Jagaraga. Pada tanggal 15 April 1849
semua kekuatan Belanda dikerahkan untuk menyerang Jagaraga. Dalam
tempo dua hari, yakni tanggal 16 April sore hari semua kekuatan di Jagaraga
dapat dilumpuhkan oleh Belanda. Keruntuhan Benteng Jagaraga menjadi
pertanda lenyapnya kedaulatan rakyat Buleleng. Raja Buleleng diikuti I Gusti
Ketut Jelantik dan Jero Jempiring menyingkir ke Karangasem. Tetapi mereka
tertangkap dan terbunuh dalam upaya untuk mempertahankan diri.
Dengan terbunuhnya Raja Buleleng dan Patih Ketut Jelantik maka jatuhlah
Kerajaan Buleleng ke tangan Belanda. Menyusul kemudian bulan Mei 1849
Karangasem berhasil ditaklukkan, berikutnya Kusumba (Klungkung) jatuh
pula ke tangan Belanda. Meskipun demikian, Belanda tidak mudah untuk
menguasai Pulau Bali. Pertempuran demi pertempuran masih terus terjadi.
Tahun 1906 terjadi Perang Puputan di Badung. Dua tahun kemudian Perang
Puputan meletus di Klungkung.
131
Sejarah Indonesia
»
Kamu tahu apa yang dimaksud dengan Perang Puputan? Coba
lakukan telaah tentang itu. Nilai apa yang terkandung dalam
Perang Puputan itu!
»
Coba buatlah karya tulis sejarah tentang salah satu Perang
Puputan di Bali!
6.
Perang Banjar
Kamu tentu sudah mengenal Provinsi Kalimantan Selatan. Ibu Kotanya ada
di Banjarmasin. Berbicara soal Banjarmasin, apa yang kamu ingat, apa yang
kamu ketahui tentang Banjarmasin atau Provinsi Kalimantan Selatan pada
umumnya. Kamu pernah mendengar tentang batu-batu mulia dan intan dari
Kalimantan Selatan? Atau kamu tahu tentang kain sasirangan. Itu semua
merupakan produk-produk penting dari Kalimantan Selatan dewasa ini.
Bagaimana dengan latar belakang sejarahnya?
Di Kalimantan Selatan pernah berkembang Kerajaan Banjar atau Banjarmasin.
Wilayah Kesultanan Banjarmasin ini pada abad ke-19 meliputi Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Tengah sekarang. Pusatnya ada di Martapura.
Kesultanan ini memiliki posisi yang strategis dalam kegiatan perdagangan
dunia. Hal ini terutama karena adanya hasil-hasil seperti emas dan intan,
lada, rotan dan damar. Hasil-hasil ini termasuk produk yang diminati oleh
orang-orang Barat. Kondisi ini membuat Belanda berambisi untuk menguasai
Banjarmasin.
Setelah melalui bujuk rayu disertai tekanan-tekanan, maka pada tahun 1817
terjadi perjanjian antara Sultan Banjar (Sultan Sulaiman) dengan pemerintah
Hindia Belanda. Dalam perjanjian ini Sultan Sulaiman harus menyerahkan
sebagian wilayah Banjar kepada Belanda, seperti daerah Dayak, Sintang,
Bakumpai, Tanah Laut, Mundawai, Kotawaringin, Lawai, Jalai, Pigatan,
Pasir Kutai, dan Beran. Dengan demikian wilayah kekuasaan Kesultanan
Banjarmasin semakin sempit, sementara daerah kekuasaan Belanda semakin
bertambah. Bahkan, menurut perjanjian yang diadakan tanggal 4 Mei 1826
antara Sultan Adam Alwasikh dengan Belanda ditetapkan bahwa kekuasaan
Kesultanan Banjar hanya daerah Hulu Sungai, Martapura, dan Banjarmasin.
132
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
Wilayah yang semakin sempit itu telah membawa problem dalam kehidupan
sosial ekonomi. Penghasilan para penguasa kerajaan menjadi semakin kecil.
Sementara dengan masuknya pola hidup Barat, kebutuhan hidup para
penguasa meningkat. Dengan demikian, beban hidup mereka semakin
sulit. Untuk mengatasi kesulitan ini maka mereka menaikkan pajak. Dengan
demikian, rakyat menjadi sasaran eksploitasi oleh pemerintah kolonial
maupun para pejabat kerajaan. Rakyat juga diperintahkan untuk melakukan
kerja wajib.
Dalam suasana sosial ekonomi yang memprihatinkan itu, di dalam kerajaan
sendiri terjadi konflik intern. Konflik ini terutama dipicu oleh intervensi
Belanda. Hal ini bermula saat putera mahkota Abdul Rakhman meninggal
secara mendadak pada tahun 1852. Sementara Sultan Adam memiliki tiga
putra sebagai kandidat pengganti sultan, yakni: Pangeran Hidayatullah
(Pangeran Hidayat), Pangeran Tamjidillah, dan Prabu Anom. Ketiga kandidat
itu masing-masing memiliki pendukung. Pangeran Hidayatullah didukung
pihak istana dan kebetulan sudah mengantongi surat wasiat dari Sultan
Adam untuk menggantikan sebagai sultan, Pangeran Anom dijagokan
sebagai mangkubumi, sedang Tamjidillah didukung Belanda.
Pada tahun 1857 Sultan Adam meninggal. Dengan sigap Residen E.F. Graaf
von Bentheim Teklenburg mewakili Belanda mengangkat Tamjidillah sebagai
sultan dan Pangeran Hidayatullah diangkat sebagai Mangkubumi. Pada hal
menurut wasiat yang sah yang diangkat menjadi sultan adalah Pangeran
Hidayatullah. Oleh karena itu, wajar kalau pengangkatan Tamjidillah sebagai
Sultan Banjarmasin menimbulkan protes dan rasa kecewa dari berbagai
pihak. Tamjidillah memiliki perangai yang
kurang baik, senang minum-minuman
keras seperti orang Belanda. Tamjidillah
juga menghapus hak-hak istimewa pada
saudara-saudaranya termasuk menganggap
tidak ada surat wasiat dari Sultan Adam
kepada Pangeran Hidayatullah. Tindakan
Tamjidillah yang sewenang-wenang itu
semakin menimbulkan rasa kecewa dari
berbagai pihak. Salah satu gerakan protes
dan menolak pengangkatan Tamjidillah
sebagai sultan dipelopori oleh Penghulu
Abdulgani. Pangeran Hidayatullah yang
Sumber: Indonesia Dalam Arus
Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan
Perlawanan), 2009.
Gambar 2.28
Pangeran Hidayatullah.
133
Sejarah Indonesia
diangkat sebagai mangkubumi ternyata selalu disisihkan dalam berbagai
urusan. Akibatnya, ketegangan di istana semakin tajam sehingga membuat
kondisi kerajaan menjadi tidak kondusif.
»
Berdasarkan uraian yang sudah ada itu coba lakukan identifikasi,
sebab-sebab terjadinya perang di Kesultanan Banjarmasin !
Dalam suasana yang penuh ketegangan itu ditambah terjadi gerakan di
pedalaman yang dipelopori oleh Aling. Aling yang juga dikenal sebagai
Panembahan Muning mengatakan dalam semedinya ia seperti mendengar
kata-kata sebagai berikut.
“Ikam nang baamal dengan kesukaan aku, akan permintaan ikam mandapat
nagri dan pagustianikam batatap, kardjaakan, barbunyian, mau raja-raja
gaib manolong ikam, sakira-kira jadi salamat nagri dan rajapun tatap. Tetapi
Pangeran Antasari ikam aturi ka Muning”
Diterjemahkan sebagai berikut:
“Engkau yang melakukan amalan zikir, salat serta puasa dengan kesukaan
atau izin, akan segala permintaan engkau untuk mendapat negeri dan raja-raja
yang bertahta, bunyikanlah bunyi-bunyian. Anakmu yang bisa menari gandut
suruh menarikan gandut dilaksanakan, maka raja-raja gaib akan menolong
kamu, sehingga menjadi selamatlah rajapun akan duduk di atas tahta. Tetapi
Pangeran Antasari kamu mohon datang ke Muning” (Tim, Sejarah Banjar,
2003)
.
Menurut Panembahan Muning berdasarkan
ilham atau firasat (dalam bahasa Jawa:
wisik
)
bahwa nasib dan keselamatan Kesultanan
Banjarmasin tergantung kepada peran
serta Pangeran Antasari, sepupu Pangeran
Hidayatullah. Pangeran Antasari adalah juga
seorang pangeran yang diperkirakan juga
keturunan raja di Banjarmasin.
Gerakan Aling ini membuat suasana
kerajaan semakin kacau. Pusat gerakan Aling
dinamakan Tambai Mekah (Serambi Mekah)
yang terletak di tepian Sungai Muning. Aling
juga memanggil Antasari agar datang di
Tambai Mekah. Pengaruh Aling ini semakin
Sumber: Indonesia Dalam Arus
Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan
Perlawanan), 2012.
Gambar 2.29
Pangeran Antasari.
134
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
besar dan banyak pengikutnya, karena Aling memang dipandang orang
yang sakti. Pangeran Antasari yang memang sudah kecewa dengan apa
yang terjadi di lingkungan kerajaan, datang dan bergabung dengan Gerakan
Aling. Antasari berkeinginan untuk menurunkan Tamjidillah dan melawan
kekuasaan Belanda. Di samping kekuatan penuh dari pengikut Aling,
Pangeran Antasari juga mendapat dukungan dari berbagai pihak seperti
Sultan Pasir dan Tumenggung Surapati pimpinan orang-orang Dayak.
Bagaimana Perang Banjar berlangsung?
Pada tanggal 28 April 1859 orang-orang Muning yang dipimpin oleh
Panembahan Aling dan puteranya, Sultan Kuning menyerbu kawasan
tambang batu bara di Pengaron. Sekalipun gagal menduduki benteng di
Pengaron tetapi para pejuang Muning berhasil membakar kawasan tambang
batu bara dan pemukiman orang-orang Belanda di sekitar Pengaron. Banyak
orang-orang Belanda yang terbunuh oleh gerakan orang-orang Muning ini.
Mereka juga melakukan penyerangan ke perkebunan milik gubernemen
di Gunung Jabok, Kalangan, dan Bangkal. Dengan demikian berkobarlah
Perang Banjar.
Dengan peristiwa tersebut, keadaan
pemerintahan Kesultanan Banjar
semakin kacau. Sultan Tamjidillah
yang memang tidak disenangi
oleh rakyat itu juga tidak bisa
berbuat banyak. Oleh karena itu,
Tamjidillah dinilai oleh Belanda
tidak mampu memerintah yang
diminta untuk turun tahta. Akhirnya
pada tanggal 25 Juni 1859 secara
resmi Tamjidillah mengundurkan
diri dan mengembalikan
legalia
Banjar kepada Belanda. Tamjidillah
kemudian diasingkan ke Bogor.
Mulai saat itu Kesultanan Banjar
berada di bawah kendali Belanda.
Belanda sebenarnya berusaha
membujuk Pangeran Hidayatullah
untuk bergabung dengan Belanda
dan akan dijadikan Sultan Banjar.
Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4
(Kolonisasi dan Perlawanan), 2009.
Gambar 2.30
Orang Dayak dengan pakaian
perang.
135
Sejarah Indonesia
Tetapi melihat kelicikan Belanda, Pangeran Hidayatullah menilai bujukan
itu merupakan tipu daya Belanda. Oleh karena itu, Pangeran Hidayatullah
memilih bersama rakyat untuk melancarkan perlawanan terhadap Belanda.
Sementara itu pasukan Antasari sudah bergerak menyerbu pos-pos Belanda
di Martapura. Perlawanan Antasari dengan cepat mendapat dukungan dari
para ulama dan punggawa kerajaan yang sudah muak dengan kelicikan dan
kekejaman Belanda. Bulan Agustus 1859, Antasari bersama pasukan Haji
Buyasin, Kiai Langlang, Kiai Demang Lehman berhasil menyerang benteng
Belanda di Tabanio. Kemudian pasukan Surapati berhasil menenggelamkan
kapal Belanda, Onrust, dan merampas senjata yang ada di kapal tersebut
di Lontotuor, Sungai Barito Hulu. Dengan demikian, Perang Banjar semakin
meluas.
Memasuki bulan Agustus-September tahun 1859 pertempuran rakyat Banjar
terjadi di tiga lokasi, yakni di sekitar Banua Lima, sekitar Martapura dan Tanah
Laut, serta sepanjang Sungai Barito. Pertempuran di sekitar Banua Lima
dipimpinan oleh Tumenggung Jalil. Pertempuran di sekitar Martapura dan
Tanah Laut dipimpin oleh Demang Lehman. Sementara itu, pertempuran di
sepanjang Sungai Barito dikomandani oleh Pangeran Antasari. Kiai Demang
Lehman yang berusaha mempertahankan benteng Tabanio diserbu tentara
Belanda. Pertempuran sengit terjadi dan banyak membawa korban. Sembilan
orang serdadu Belanda tewas. Belanda kemudian meningkatkan jumlah
pasukannya. Benteng Tabanio berhasil dikepung oleh Belanda. Demang
Lehman dan pasukannya dapat meloloskan diri. Demang Lehman kemudian
memusatkan kekuatannya di benteng pertahanan di Gunung Lawak, Tanah
Laut. Benteng ini juga diserbu tentara Belanda. Setelah bertahan mati-
matian, akhirnya Demang Lehman meninggalkan benteng itu karena sudah
banyak pengikutnya yang menjadi korban. Kekalahan Demang Lehman
di benteng Gunung Lawak tidak memupuskan semangat juang melawan
Belanda sebab mereka yakin perang ini merupakan perang sabil.
Pada bulan September Demang Lehman dan para pemimpin lain seperti
Tumenggung Jalil dan Pangeran Muhammad Aminullah meninggalkan
medan pertempuran di Tanah Laut menuju Kandangan untuk mengadakan
perundingan dengan tokoh-tokoh pejuang yang lain. Pertemuan di
Kandangan menghasilkan kesepakatan yang intinya para pemimpin pejuang
Perang Banjar menolak tawaran berunding dengan Belanda, dengan
merumuskan beberapa siasat perlawanan sebagai berikut:
136
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
1)
pemusatan kekuatan perlawanan di daerah Amuntai;
2)
membuat dan memperkuat pertahanan di Tanah Laut, Martapura,
Rantau dan Kandangan;
3)
Pangeran Antasari memperkuat pertahanan di Dusun Atas; dan
4)
mengusahakan tambahan senjata.
Dalam pertemuan itu semua yang hadir mengangkat sumpah untuk berjuang
mengusir penjajah Belanda dari bumi Banjar tanpa kompromi : “
Haram
Manyarah Waja sampai Kaputing
”. Para pejuang tidak akan menyerah
sampai titik darah yang penghabisan.
Setelah pertemuan itu perlawanan terus berkobar di berbagai tempat. Untuk
menghadapi berbagai serangan itu Belanda juga terus memperkuat pasukan
dan membangun benteng-benteng pertahanan seperti di Tapin, memperkuat
Benteng Munggu Thayor, serta Benteng Amawang di Kandangan. Demang
Lehman berusaha menyerang Benteng Amawang tersebut, tetapi gagal.
Setelah itu, Demang Lehman dan pasukannya mundur menuju daerah
Barabai untuk memperkuat pertahanan pasukan Pangeran Hidayatullah.
Perlu diketahui bahwa Pangeran Hidayatullah meninggalkan Martapura dan
berkumpul dengan seluruh anggota keluarga, yang diikuti pasukannya ia
berangkat ke Amuntai. Meskipun tidak dengan perangkat kebesaran, oleh
para ulama dan semua pengikutnya, Hidayatullah diangkat sebagai sultan.
Setelah itu Sultan Hidayatullah menyatakan perang jihad
fi
sabilillah
terhadap
orang-orang Belanda. Dalam gerakannya menuju Amuntai pasukannya
melakukan serangan ke pos-pos Belanda.
Gerakan perlawanan Pangeran Hidayatullah kemudian dipusatkan di
Barabai. Datanglah kemudian pasukan Demang Lehman untuk memperkuat
pasukan Hidayatullah. Menghadapi pasukan gabungan itu Belanda di bawah
G.M. Verspyck mengerahkan semua kekuatan pasukan yang ada. Pasukan
infanteri dari Batalion VII, IX, XIII semua dikerahkan, ditambah 100 orang
petugas pembawa perlengkapan perang dan makanan. Juga mengerahkan
kapal-kapal perang dari Suriname, Bone, dan kapal-kapal kecil. Terjadilah
pertempuran sengit. Dengan seruan
“
Allahu Akbar
”
pasukan Hidayatullah
dan Demang Lehman menyerbu menghadapi kekuatan tentara Belanda.
Mereka dengan penuh keberanian menghadapi musuh karena yakin mati
dalam perang ini adalah syahid. Tetapi kekuatan tidak seimbang, pasukan
Belanda lebih unggul dari jumlah pasukan maupun senjata, maka Hidayatullah
137
Sejarah Indonesia
dan Demang Lehman menarik
mundur pasukannya. Kemudian
membangun pertahanan di
Gunung Madang. Semua kekuatan
Belanda dikerahkan untuk segera
menangkap Pangeran Hidayatullah.
Pertahanan di Gunung Madang
pun jebol. Pangeran Hidayatullah
dengan sisa pasukannya kemudian
berjuang berpindah-pindah,
bergerilya dari tempat yang satu
ke tempat yang lain, dari hutan
yang satu ke hutan yang lain.
Namun Belanda terus memburu
dan mempersempit ruang gerak
pasukan Hidayatullah. Akhirnya
pada tanggal 28 Februari 1862
Hidayatullah berhasil ditangkap
bersama anggota keluarga yang
ikut bergerilya. Hidayatullah
bersama anggota keluarganya
kemudian diasingkan ke Cianjur,
Jawa Barat. Berakhirlah perlawanan
Pangeran Hidayatullah.
Sementara itu Pangeran Antasari terus melanjutkan perlawanan. Oleh para
pengikutnya Antasari kemudian diangkat sebagai pejuang dan pemimpin
tertinggi agama Islam dengan gelar Panembahan Amiruddin Kalifatullah
Mukminin.
Nah, bagaimana kelanjutan dan akhir dari perjuangan Pangeran Antasari?
»
Coba bersama anggota kelompokmu lakukan diskusi untuk
kemudian menuliskan kisah dari kelanjutan dan akhir perlawanan
Pangeran Antasari dalam Perang Banjar! Kamu bisa membaca buku
sejarah yang ada di perpustakaan sekolah atau bertanya kepada siapa
saja yang sekiranya mengetahui tentang sejarah perlawanan Pangeran
Antasari.
Dikisahkan bahwa pada saat
ditangkap keadaan Pangeran
Hidayatullah itu sangat
menyedihkan, pakaian
compang-camping, badannya
sakit dan kurus kering. Ia
memang seorang nasionalis
sejati ingin membela
tanah airnya bebas dari
kekuasaan asing. Ia tidak
memilih jabatan sultan yang
serba enak tetapi memilih
menderita bersama rakyat
untuk sebuah kedaulatan
rakyatnya.
138
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
7. Perang Aceh
Kita sering mendengar tentang Aceh. Apa yang kamu ketahui tentang Aceh?
Ya, yang segar diingatan kita yakni peristiwa tsunami pada 26 Desember
2004. Tsunami itu terjadi karena adanya gempa bumi yang begitu dahsyat
dengan kekuatan 9,3 skala Richter terletak di Samudra Indonesia, kurang
lebih 160 km sebelah barat Aceh pada kedalaman 10 km. Tsunami itu telah
meluluhlantakkan Aceh. Nah, peristiwa tsunami ini bisa dikatakan sebagai
peringatan Tuhan Yang Maha Kuasa agar kita lebih berhati-hati untuk
menjaga lingkungan dan tidak sembarang melakukan reklamasi pantai.
Di samping tsunami apa lagi yang kamu tahu tentang Aceh? Oh, ya mungkin
kamu juga pernah mendengar Aceh dikenal sebagai Serambi Mekah.
Mengapa? Aceh merupakan daerah pertama masuknya Islam di Nusantara.
Aceh juga pernah menjadi kerajaan Islam yang mendapat pengakuan dari
Syarif Mekah atas nama Khalifah Turki. Aceh juga pernah menjadi pangkalan/
pelabuhan haji untuk seluruh Nusantara. Orang-orang Indonesia yang naik
haji ke Mekah dengan kapal laut, sebelum mengarungi Samudra Indonesia,
tinggal beberapa bulan di Banda Aceh. Oleh karena itu, Aceh mendapat
julukan “Serambi Mekah”.
Sungguh Aceh ibarat Serambi Mekah merupakan daerah dan kerajaan yang
berdaulat. Rakyat bebas beraktivitas, beribadah, dan berdagang dengan siapa
saja, di mana saja. Tetapi kedaulatan mulai terganggu karena keserakahan
dan dominasi Belanda. Dominasi dan kekejaman penjajahan Belanda ini
telah berimbas ke Aceh sehingga melahirkan “Perang Aceh”, perangnya
para pejuang untuk berjihad melawan kezaliman kaum penjajah pada tahun
1873 - 1912.
a)
Mengapa dan Apa Latar Belakang Perang di Aceh itu?
Aceh memiliki kedudukan yang strategis. Aceh menjadi pusat perdagangan.
Daerahnya luas dan memiliki hasil penting seperti lada, hasil tambang, serta
hasil hutan. Karena itu dalam rangka mewujudkan
Pax Neerlandica
,
Belanda
sangat berambisi untuk menguasai Aceh. Kita tahu sejak masa VOC, orang-
orang Belanda itu ingin menguasai perdagangan di Aceh, begitu juga zaman
pemerintahan Hindia Belanda. Namun, di sisi lain orang-orang Aceh dan para
139
Sejarah Indonesia
sultan yang pernah berkuasa tetap ingin mempertahankan kedaulatan Aceh.
Semangat dan tindakan sultan beserta rakyatnya yang demikian itu memang
secara resmi didukung dan dibenarkan oleh adanya Traktat London tanggal 17
Maret 1824. Traktat London itu adalah hasil kesepakatan antara Inggris dan
Belanda yang isinya antara lain bahwa Belanda setelah mendapatkan kembali
tanah jajahannya di Kepulauan Nusantara tidak dibenarkan mengganggu
kedaulatan Aceh.
Isi Traktat London itu secara resmi menjadi kendala bagi Belanda untuk
menguasai Aceh. Tetapi secara geografis-politis Belanda merasa diuntungkan
karena kekuatan Inggris tidak lagi sebagai penghalang dan Belanda mulai
dapat mendekati wilayah Aceh. Apalagi pada tahun 1825 Inggris sudah
menyerahkan Sibolga dan Natal kepada Belanda. Dengan demikian, Belanda
sudah berhadapan langsung wilayah Kesultanan Aceh. Belanda tinggal
menunggu waktu yang tepat untuk dapat melakukan intervensi di Aceh.
Belanda mulai kasak-kusuk untuk menimbulkan kekacauan di Aceh. Politik
adu domba juga mulai diterapkan. Belanda juga bergerak di wilayah perairan
Aceh dan Selat Malaka. Belanda sering menemukan para bajak laut yang
mengganggu kapal-kapal asing yang sedang berlayar dan berdagang di
perairan Aceh dan Selat Malaka. Dengan alasan menjaga keamanan kapal-
kapal yang sering diganggu oleh para pembajak, maka Belanda menduduki
beberapa daerah seperti Baros dan Singkil.
Gerakan menuju aneksasi terus diintensifkan. Pada tanggal 1 Februari 1858,
Belanda menyodorkan perjanjian dengan Sultan Siak, Sultan Ismail. Perjanjian
inilah yang dikenal dengan Traktat Siak. Isinya antara lain Siak mengakui
kedaulatan Hindia Belanda di Sumatra Timur. Ini artinya daerah-daerah
yang berada di bawah pengaruh Siak seperti: Deli, Asahan, Kampar, dan
Indragiri berada di bawah dominasi Hindia Belanda. Padahal daerah-daerah
itu sebenarnya berada di bawah lindungan Kesultanan Aceh. Bagaimanapun
juga hal itu tentu mengecewakan pihak Kesultanan Aceh. Belanda tampak
bergeming dan tidak peduli. Oleh karena itu, Aceh mewaspadai sikap
dan gerak-gerak Belanda dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk
menghadapi aneksasi tentara Belanda.
Sebelum Traktat Siak terdapat Perjanjian antara Inggris-Belanda yang isinya
Inggris mengizinkan Belanda masuk ke Aceh. Sebagaimana kita ketahui
bersama sebelumnya Aceh di bawah Pemerintahan Kolonial Inggris.
140
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
Perkembangan politik yang semakin menohok Kesultanan Aceh adalah
ditandatanganinya Traktat Sumatera antara Belanda dengan Inggris pada
tanggal 2 November 1871. Isi Traktat Sumatera itu antara lain Inggris memberi
kebebasan kepada Belanda untuk memperluas daerah kekuasaannya di
seluruh Sumatera. Hal ini jelas merupakan ancaman bagi Kesultanan Aceh.
Dalam posisi yang terus terancam ini Aceh berusaha mencari sekutu dengan
negara-negara lain seperti Turki, Italia bahkan juga melakukan kontak
hubungan dengan Amerika Serikat. Pada tahun 1873 Aceh mengirim utusan
yakni Habib Abdurrahman pergi ke Turki untuk meminta bantuan senjata.
Langkah-langkah Aceh itu diketahui oleh Belanda
.
Oleh karena itu, Belanda
mengancam dan mengultimatum agar Kesultanan Aceh tunduk di bawah
pemerintahan Hindia Belanda. Aceh tidak menghiraukan ultimatum itu.
Karena Aceh dinilai membangkang maka pada tanggal 26 Maret 1873,
Belanda melalui Komisaris Nieuwenhuijzen mengumumkan perang terhadap
Aceh. Pecahlah pertempuran antara Aceh melawan Belanda. Para pejuang
Aceh di bawah pemerintahan Sultan Mahmud Syah II mengobarkan semangat
jihad angkat senjata untuk melawan kezaliman Belanda.
»
Dari uraian tersebut coba rumuskan apa saja yang menjadi sebab-
sebab terjadinya Perang Aceh!
Beberapa persiapan di Aceh sebenarnya sudah dilakukan. Misalnya
membangun pos-pos pertahanan. Sepanjang pantai Aceh Besar telah
dibangun
kuta,
yakni semacam benteng untuk memperkuat pertahanan
wilayah.
Kuta
ini dibangun di sepanjang Pantai Aceh Besar seperti
Kuta
Meugat,
Kuta
Pohama, Kuta Mosapi dan juga lingkungan istana Kutaraja
dan Masjid Raya Baiturrahman. Jumlah pasukan juga ditingkatkan dan
ditempatkan di beberapa tempat strategis. Sejumlah 3000 pasukan disiagakan
di pantai dan 4000 pasukan disiagakan di lingkungan istana. Senjata dari
luar juga sebagian juga telah berhasil dimasukkan ke Aceh seperti 5000 peti
mesiu dan sekitar 1394 peti senapan.
b)
Syahid atau Menang
Agresi tentara Belanda terjadi pada tanggal 5 April 1873. Tentara Belanda
di bawah pimpinan Jenderal Mayor J.H.R. Kohler terus melakukan serangan
terhadap pasukan Aceh. Pasukan Aceh yang terdiri atas para
ulebalang
,
ulama, dan rakyat terus mendapat gempuran dari pasukan Belanda. Dengan
memperhatian hasil laporan spionase Belanda yang mengatakan bahwa Aceh
141
Sejarah Indonesia
dalam keadaan lemah secara politik dan ekonomi, membuat para pemimpin
Belanda termasuk Kohler optimis bahwa Aceh segera dapat ditundukkan.
Oleh karena itu, serangan-serangan tentara Belanda terus diintensifkan.
Namun, pada kenyataannya tidak mudah menundukkan para pejuang
Aceh. Dengan kekuatan yang ada para pejuang Aceh mampu memberikan
perlawanan sengit. Pertempuran terjadi di kawasan pantai dan kota. Bahkan,
pada tanggal 14 April 1873 terjadi pertempuran sengit antara pasukan Aceh
di bawah pimpinan Teuku Imeum Lueng Bata melawan tentara Belanda di
bawah pimpinan Kohler untuk memperebutkan Masjid Raya Baiturrahman.
Dalam pertempuran memperebutkan Masjid Raya Baiturrahman ini pasukan
Aceh berhasil membunuh Kohler di bawah pohon dekat masjid tersebut.
Pohon ini kemudian dinamakan Kohler Boom. Banyak jatuh korban dari pihak
Belanda. Begitu juga tidak sedikit korban dari pihak pejuang Aceh yang mati
syahid.
Terbunuhnya Kohler menyebabkan pasukan Belanda ditarik mundur ke
pantai. Dengan demikian, gagallah serangan tentara Belanda yang pertama.
Ini membuktikan bahwa tidak mudah untuk menundukkan Aceh. Karena
kekuatan para pejuang Aceh tidak semata-mata terletak pada kekuatan
pasukannya, tetapi juga karena hakikat kehidupan yang didasarkan pada
nilai-nilai agama dan sosial budaya yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an.
Doktrin para pejuang Aceh dalam melawan Belanda hanya ada dua pilihan
“syahid atau menang”. Dalam hal ini nilai-nilai agama senantiasa menjadi
potensi yang sangat menentukan untuk menggerakkan perlawanan terhadap
penjajahan asing. Oleh karena itu, Perang Aceh berlangsung begitu lama.
Setelah melipatgandakan kekuatannya, pada tanggal 9 Desember 1873
Belanda melakukan agresi atau serangan yang kedua. Serangan ini dipimpin
oleh J. van Swieten. Pertempuran sengit terjadi istana dan juga terjadi di
Masjid Raya Baiturrahman. Para pejuang Aceh harus mempertahankan masjid
dari serangan Belanda yang bertubi-tubi. Masjid terus dihujani peluru dan
kemudian pada tanggal 6 Januari 1874 masjid itu dibakar. Para pejuang dan
ulama kemudian meninggalkan masjid. Tentara Belanda kemudian menuju
istana. Pada tanggal 15 Januari 1874 Belanda dapat menduduki istana setelah
istana dikosongkan, karena Sultan Mahmud Syah II bersama para pejuang
yang lain meninggalkan istana menuju ke Leueung Bata dan diteruskan ke
Pagar Aye (sekitar 7 km dari pusat kota Banda Aceh). Tetapi pada tanggal 28
Januari 1874 sultan meninggal karena wabah kolera.
142
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
Jatuhnya Masjid Raya Baiturrahman dan istana sultan, Belanda menyatakan
bahwa Aceh Besar telah menjadi daerah kekuasaan Belanda. Para ulebalang,
ulama dan rakyat tidak ambil pusing dengan pernyataan Belanda. Mereka
kemudian mengangkat putra mahkota Muhammad Daud Syah sebagai Sultan
Aceh. Tetapi karena masih di bawah umur, maka diangkatlah Tuanku Hasyim
Banta Muda sebagai wali atau pemangku sultan sampai tahun 1884. Pusat
pemerintahan di Indrapuri (sekitar 25 km arah tenggara dari pusat kota).
Semangat untuk melanjutkan perang terus menggelora di berbagai tempat.
Pertempuran dengan Belanda semakin meluas ke daerah hulu. Sementara
itu, tugas van Swieten di Aceh dipandang cukup. Ia digantikan oleh Jenderal
Pel. Sebelum Swieten meninggalkan Aceh, ia mengatakan bahwa pemerintah
Hindia Belanda akan segera membangun kembali masjid raya yang telah
dibakarnya. Tentu hal ini dalam rangka menarik simpati rakyat Aceh.
Para pejuang Aceh tidak mengendorkan semangatnya. Di bawah pimpinan
ulebalang,
ulama, dan ketua adat, rakyat Aceh terus mengobarkan perang
melawan Belanda. Semangat juang semakin meningkat seiring pulangnya
Habib Abdurrahman dari Turki pada tahun 1877. Tokoh ini kemudian
menggalang kekuatan bersama Tengku Cik Di Tiro. Pasukannya terus
melakukan serangan-serangan ke pos-pos Belanda. Kemudian Belanda
menambah kekuatannya sehingga dapat mengalahkan serangan – serangan
yang dilakukan pasukan Habib Abdurrahman dan Cik Di Tiro. Di bawah
pimpinan Van der Heijden, Belanda berhasil mendesak pasukan Habib
Abdurrahman, bahkan Habib Abdurrahman akhirnya menyerah kepada
Belanda. Sementara Cik Di Tiro mundur ke arah Sigli untuk melanjutkan
perlawanan. Belanda berhasil menguasai beberapa daerah seperti Seunaloh,
Ansen Batee.
c)
Perang Sabil
Tahun 1884 merupakan tahun yang sangat penting, karena Muhammad
Daud Syah telah dewasa maka secara resmi dinobatkan sebagai sultan
dengan gelar Sultan Ala’uddin Muhammad Daud Syah bertempat di Masjid
Indrapuri. Pada waktu upacara penobatan ini para pemimpin Perang Aceh
seperti Tuanku Hasyim, Panglima Polim, Tengku Cik Di Tiro memproklamirkan
“Ikrar Prang Sabi” (Perang Sabil). Perang Sabil merupakan perang melawan
kaphee Beulanda
(kafir Belanda), perang suci untuk membela agama, perang
143
Sejarah Indonesia
untuk mempertahankan tanah air, perang
jihad untuk melawan kezaliman di muka bumi.
Setelah penobatan itu, mengingat keamanan,
istana di Indrapuri dipindahkan ke Keumala
di daerah Pidie (sekitar 25 km sebelah selatan
kota Pidie). Dari Istana Keumala inilah semangat
Perang Sabil digelorakan.
Dengan digelorakan Perang Sabil, perlawanan
rakyat Aceh semakin meluas. Apalagi dengan
seruan Sultan Muhammad Daud Syah yang
menyerukan gerakan amal untuk membiayai
perang, telah menambah semangat para
pejuang Aceh. Cik Di Tiro mengobarkan
perlawanan di Sigli dan Pidie. Di Aceh bagian
barat tampil Teuku Umar beserta isterinya
Cut Nyak Dien. Pertempuran sengit terjadi di
Meulaboh. Beberapa pos pertahanan Belanda
berhasil direbut oleh pasukan Teuku Umar.
Pasukan Aceh dengan semangat jihadnya telah
menambah kekuatan untuk melawan Belanda.
Belanda mulai kewalahan di berbagai medan
pertempuran. Belanda mulai menerapkan
strategi baru yang dikenal dengan
Konsentrasi
Stelsel
atau
Stelsel Konsentrasi
.
»
Kamu tahu apa yang dimaksud dengan
Konsentrasi Stelsel dan bagaimana
penerapannya di Aceh?
Strategi
Konsentrasi Stelsel
itu ternyata juga
belum efektif untuk dapat segera menghentikan perang di Aceh. Bahkan,
dengan strategi itu telah menyebarkan perlawanan rakyat Aceh dari tempat
yang satu ke tempat yang lain. Perang gerilya juga mulai dilancarkan oleh
para pejuang Aceh. Gerakan pasukan Teuku Umar juga terus mengalami
kemajuan. Pertengahan tahun 1886 Teuku Umar berhasil menyerang dan
menyita kapal Belanda Hok Canton yang sedang berlabuh di Pantai Rigaih.
Kapten Hansen (seorang berkebangsaan Denmark) nakhoda kapal yang
diberi tugas Belanda untuk menangkap Teuku Umar justru tewas dibunuh
oleh Teuku Umar. Di tengah-tengah perjuangan itu pada tahun 1891 Tengku
Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan:
Dari Sultan Agung hingga
Hamengku Buwono IX, 1992.
Gambar 2.31
Cut Nyak Dien.
Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan:
Dari Sultan Agung hingga
Hamengku Buwono IX, 1992.
Gambar 2.32
Teuku Umar.
144
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
Cik Di Tiro meninggal. Perjuangannya melawan Belanda dilanjutkan oleh
puteranya yang bernama Tengku Ma Amin Di Tiro. Kemudian ada berita
bahwa pada tahun 1893 Teuku Umar menyerah kepada Belanda. Teuku Umar
kemudian dijadikan panglima tentara Belanda dan diberi gelar Teuku Johan
Pahlawan. Ia diizinkan untuk membentuk kesatuan tentara beranggotakan
250 orang. Peristiwa ini tentu sangat berpengaruh pada semangat juang
rakyat Aceh. Nampaknya Teuku Umar juga tidak serius untuk melawan
bangsanya sendiri. Setelah pasukannya sudah mendapatkan banyak senjata
dan dipercaya membawa dana 800.000 gulden, pada 29 Maret 1896 Teuku
Umar dengan pasukannya berbalik dan kembali melawan Belanda. Peristiwa
inilah yang dikenal dengan
Het verraad van Teukoe Oemar
(Pengkhianatan
Teuku Umar). Teuku Umar berhasil menyerang pos-pos Belanda yang ditemui.
Peristiwa itu membuat Belanda semakin marah dan geram. Sementara
untuk menghadapi semangat Perang Sabil Belanda juga semakin kesulitan.
Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain untuk melaksanakan usulan Snouck
Horgronye untuk melawan Aceh dengan kekerasan. Perlu diketahui bahwa
sebelum itu Belanda telah meminta Snouck Hurgronje agar melakukan kajian
tentang seluk beluk kehidupan dan semangat juang orang-orang Aceh,
sehingga dapat ditemukan strategi untuk segera mengalahkan para pejuang
Aceh. Snouck Hurgronje mulai menyamar memasuki kehidupan di tengah-
tengah kehidupan masyarakat Aceh. Ia memakai nama samaran Abdul Gafar.
Ia telah mempelajari agama Islam dan adat budaya Aceh. Snouck Horgronye
menyimpulkan bahwa para pejuang Aceh itu sulit dikalahkan karena
disemangati oleh semangat jihad dengan tali ukhuwah Islamiyahnya. Oleh
karena itu, Snouck Hurgronje mengusulkan beberapa cara untuk melawan
perjuangan rakyat Aceh. Beberapa usulan itu adalah sebagai berikut:
1)
perlu memecah belah persatuan dan kekuatan masyarakat Aceh, sebab
di lingkungan masyarakat Aceh terdapat rasa persatuan antara kaum
bangsawan, ulama, dan rakyat;
2)
menghadapi kaum ulama yang fanatik dalam memimpin perlawanan
harus dengan kekerasan, yaitu dengan kekuatan senjata; dan
3)
bersikap lunak terhadap kaum bangsawan dan keluarganya dan
diberi kesempatan untuk masuk ke dalam korps pamong praja dalam
pemerintahan kolonial Belanda.
Belanda segera melaksanakan usulan-usulan Snouck Hurgronje tersebut.
Belanda harus menggempur Aceh dengan kekerasan dan senjata. Untuk
memasuki fase ini dan memimpin perang melawan rakyat Aceh, diangkatlah
145
Sejarah Indonesia
gubernur militer yang baru yakni van Heutsz
(1898-1904) menggantikan van Vliet.
Genderang perang dengan kekerasan di mulai
tahun 1899. Perang ini berlangsung 10 tahun.
Oleh karena itu, pada periode tahun 1899 –
1909 di Aceh disebut dengan masa sepuluh
tahun berdarah (
tien bloedige jaren
)
.
Semua pasukan disiagakan dengan dibekali
seluruh persenjataan. Van Heutsz segera
melakukan serangan terhadap pos pertahanan
para pemimpin perlawanan di berbagai daerah.
Dalam hal ini Belanda juga mengerahkan
pasukan anti gerilya yang disebut Korps
Marchausse (Marsose)
yakni pasukan yang terdiri dari orang-orang Indonesia
yang berada di bawah pimpinan opsir-opsir Belanda. Mereka pandai berbahasa
Aceh. Dengan demikian, mereka dapat bergerak sebagai informan. Dengan
kekuatan penuh dan sasaran yang tepat karena adanya informan-informan
bayaran, serangan Belanda berhasil mencerai-beraikan para pemimpin
perlawanan. Teuku Umar bergerak menyingkir ke Aceh bagian barat dan
Panglima Polem dapat digiring dan bergerak di Aceh bagian timur.
Di Aceh bagian barat Teuku Umar mempersiapkan pasukannya untuk
melakukan penyerangan secara besar-besaran ke arah Meulaboh. Tetapi
tampaknya persiapan Teuku Umar ini tercium oleh Belanda. Maka Belanda
segera menyerang benteng pertahanan Teuku Umar. Terjadilah pertempuran
sengit pada Februari 1899. Dalam pertempuran ini Teuku Umar gugur sebagai
syuhada. Perlawanan dilanjutkan oleh Cut Nyak Dien. Cut Nyak Dien dengan
pasukannya memasuki hutan dan mengembangkan perang gerilya.
Perlawanan rakyat Aceh belum berakhir. Para pejuang Aceh di bawah
komando Sultan Daud Syah dan Panglima Polem terus berkobar. Setelah
istana kerajaan di Keumala diduduki Belanda, sultan melakukan perlawanan
dengan berpindah-pindah bahkan juga melakukan perang gerilya. Sultan
menuju
Kuta
Sawang kemudian pindah ke Kuta Batee Iliek. Tetapi kuta-kuta
ini berhasil diserbu Belanda. Sultan kemudian menyingkir ke Tanah Gayo.
Pada tahun berikutnya Belanda menangkap istri sultan, Pocut Murong. Karena
tekanan Belanda yang terus menerus, pada Januari 1903 Sultan Muhammad
Daud Syah terpaksa menyerah. Demikian siasat licik dari Belanda. Cara licik
ini kemudian digunakan untuk mematahkan perlawanan Panglima Polem dan
Tuanku Raha Keumala. Istri, ibu dan anak-anak Panglima Polem ditangkap
Sumber: Dari Buku ke Buku
sambung Menyambung Menjadi
Satu, 2002.
Gambar 2.33
Snouck Hurgronje.
146
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
oleh Belanda. Dengan tekanan yang bertubi-tubi akhirnya Panglima Polem
juga menyerah pada 6 September 1903. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa Kerajaan Aceh yang sudah berdiri sejak 1514 harus berakhir.
Kerajaan boleh berakhir, tetapi semangat juang rakyat Aceh untuk melawan
dominasi asing sulit untuk dipadamkan. Sementara Cut Nyak Dien terus
mengobarkan perang jihad dengan bergerilya. Tetapi setelah pos pertahanan
pasukannya dikepung tentara Belanda pada tahun 1906 Cut Nyak Dien
berhasil ditangkap. Ia dibuang ke Sumedang, Jawa Barat sampai meninggal
pada tanggal 8 November 1908.
Namun perjuangan rakyat Aceh juga belum berakhir. Di daerah Pidie sejumlah
ulama masih terus melancarkan serangan ke pos-pos Belanda. Tokoh-
tokoh ulama itu misalnya Teungku Mahyidin Tiro bersama istrinya Teungku
Di Bukiet Tiro, Teungku Ma’at Tiro, Teungku Cot Plieng. Semua ulama ini
gugur dalam Perang Sabil melawan kezaliman Belanda. Ulama yang terakhir
mengadakan perlawaan di Pidie ini adalah Teungku Ma’at Tiro yang waktu
Sumber: Tempat Pengasingan dan Makam Pejuang Bangsa, 2003
Gambar 2.34.
Keadaan Cut Nyak Dien saat setelah ditangkap setelah
beberapa waktu memimpi
n
perang gerilya.
147
Sejarah Indonesia
itu baru berusia 16 tahun. Tetapi setelah dikepung di Pegunungan Tangse
Teungku Ma’at Tiro berhasil ditembak mati oleh Belanda pada tahun 1911.
Ia mati syahid gugur sebagai kusuma bangsa.
Sementara itu, di pesisir utara dan timur Aceh
juga masih banyak para ulama dan pemimpin
adat yang terus melakukan perlawanan. Tokoh
perlawanan tersebut diantaranya Teuku Ben
Pirak (ayah Cut Nyak Mutia), Teuku Cik Tinong
(suami Cut Nyak Mutia). Setelah ayah dan
suaminya gugur, Cut Nyak Mutia melanjutkan
perang melawan kekejaman Belanda. Cut Nyak
Mutia sesuai dengan pesan suaminya Teuku Cik
Tunong sebelum ditembak mati oleh Belanda
disarankan untuk menikah dengan Pang
Nanggru. Oleh karena itu, Cut Nyak Mutia dapat
bersama-sama melawan Belanda dengan Pang
Nanggru. Pada tanggal 26 September 1910
terjadi pertempuran sengit di Paya Cicem. Pang
Nanggru tewas dan Cut Nyak Mutia berhasil
meloloskan diri. Bersama puteranya Raja Sabil (baru usia 11 tahun), Cut Nyak
Mutia terus memimpin perlawanan. Tetapi Cut Nyak Mutia akhirnya dapat
didesak dan gugur setelah beberapa peluru menembus kaki dan tubuhnya.
Ulama yang lain seperti Teungku Di Barat bersama istrinya Cut Po Fatimah
masih melanjutkan perlawanan, tetapi suami-istri itu akhirnya juga gugur
tertembak oleh keganasan peluru Belanda pada tahun 1912. Demikian
Perang Sabil yang digelorakan rakyat Aceh secara massal baru berakhir pada
tahun 1912. Tetapi sebenarnya masih ada gerakan-gerakan perlawanan lokal
yang berskala kecil yang sering terjadi. Bahkan, dikatakan perang-perang
kecil itu berlangsung sampai tahun 1942.
»
Kamu sudah belajar tentang sejarah Perang Sabil di Aceh.
Bagaimana penilaian kamu tetang semangat dan perjuangan rakyat
dan para tokoh di Aceh. Mengapa Perang Sabil di Aceh berlangsung
begitu lama? Pelajaran apa yang dapat kamu peroleh, apa yang
dapat kamu teladani dalam peristiwa sejarah Perang Sabil di Aceh?
Sumber: Jejak-jejak Pahlawan:
Dari Sultan Agung Hingga
Hamengkubuwono IX, 1992.
Gambar 2.35
Cut Nyak Mutia.
148
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
8. Perang Batak
Kita semua juga sudah sangat familier
mendengar kata Batak. Batak merupakan nama
kawasan sekaligus nama suku, Suku Batak.
Ada beberapa kelompok Batak misalnya ada
Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,
Batak Mandailing, dan Batak Pakpak. Sekarang
masyarakat Batak tersebar di berbagai daerah
di Indonesia. Mereka banyak yang bergerak dan
berperan di bidang hukum.
Secara historis-sosiologis masyarakat Batak
menarik untuk dikaji. Secara sosiologis kita
mengenal bagaimana struktur masyarakat Batak
itu. Basis masyarakat Batak sebenarnya berada
di daerah-daerah kompleks perkampungan yang disebut dengan
huta
.
Huta
adalah bentuk kesatuan ikatan-ikatan kampung yang dalam berbagai
aspek kehidupan berdiri sendiri-sendiri. Setiap kesatuan
huta
didiami oleh
satu ikatan kekerabatan yang disebut marga. Dalam strukturnya, di atas
huta
atau gabungan dari beberapa
huta
terbentuk
horja
dan gabungan dari
beberapa
horja
terbentuk
bius
. Kesatuan dari beberapa
bius
itu terbentuklah
satu wilayah kerajaan. Kerajaan masyarakat Batak yang dipimpin oleh Raja
Sisingamangaraja, pusat pemerintahannya ada di Bakkara. Sejak tahun
1870 yang menjadi raja adalah Patuan Bosar Ompu Pulo Batu yang bergelar
Sisingamangaraja XII. Pada tahun 1878 Raja Sisingamangaraja XII angkat
senjata memimpin rakyat Batak untuk melawan Belanda.
a. Mengapa terjadi Perang Batak?
Perlu diketahui bahwa setelah Perang Padri berakhir, Belanda terus meluaskan
daerah pengaruhnya. Belanda mulai memasuki tanah Batak seperti
Mandailing, Angkola, Padang Lawas, Sipirok bahkan sampai Tapanuli. Hal ini
jelas merupakan ancaman serius bagi kekuasaan Raja Batak, Sisingamangaraja
XII. Masuknya dominasi Belanda ke tanah Batak ini juga disertai dengan
penyebaran agama Kristen. Penyebaran agama Kristen ini ditentang oleh
Sisingamangaraja XII karena dikhawatirkan perkembangan agama Kristen itu
akan menghilangkan tatanan tradisional dan bentuk kesatuan negeri yang
telah ada secara turun temurun. Untuk menghalangi proses Kristenisasi ini,
Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan:
Dari Sultan Agung hingga
Hamengku Buwono IX, 1992.
Gambar 2.36
Sisingamangaraja
XII
.
149
Sejarah Indonesia
pada tahun 1877 Raja Sisingamangaraja XII berkampanye keliling ke daerah-
daerah untuk menghimbau agar masyarakat mengusir para
zending
yang
memaksakan agama Kristen kepada penduduk. Masuknya pengaruh Belanda
ini juga akan mengancam kelestarian tradisi dan adat asli orang-orang Batak.
Akibat kampanye Raja Singamangaraja XII telah menimbulkan ekses
pengusiran para
zending.
Bahkan ada penyerbuan dan pembakaran terhadap
pos-pos
zending
di Silindung. Kejadian ini telah memicu kemarahan Belanda
dan dengan alasan melindungi para
zending,
Pada tanggal 8 Januari 1878
Belanda mengirim pasukan untuk menduduki Silindung. Pecahlah Perang
Batak
»
Dari uraian yang telah dipaparkan, coba rumuskan apa sebab
terjadinya Perang Batak?
b. Bagaimana Jalannya Perang Batak?
Alasan untuk melindungi para
Zending
tentu alasan yang dibuat-buat
Belanda. Karena yang jelas Belanda menduduki Silindung sebagai langkah
awal untuk memasuki tanah Batak yang merupakan wilayah kekuasaan Raja
Sisingamangaraja XII. Belanda ingin menguasai seluruh tanah Batak. Kali
pertama pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapten Schelten menuju Bahal
Batu. Rakyat Batak di bawah pimpinan langsung Raja Sisingamangaraja
XII melakukan perlawanan terhadap gerakan pasukan Belanda di Bahal
Batu. Dalam menghadapi perang melawan Belanda ini rakyat Batak sudah
menyiapkan benteng pertahanan seperti benteng alam yang terdapat di
dataran tinggi Toba dan Silindung. Di samping itu, dikembangkan benteng
buatan yang ada di perkampungan. Setiap kelompok kampung dibentuk
empat persegi dengan pagar keliling terbuat dari tanah dan batu. Di luar
tembok ditanami bambu berduri dan di sebelah luarnya lagi dibuat parit
keliling yang cukup dalam. Pintu masuk dibuat hanya beberapa buah dengan
ukuran sempit.
Pertempuran pertama terjadi di Bahal Batu. Sisingamangaraja XII dengan
pasukannya berusaha memberikan perlawanan sekuat tenaga. Tetapi
nampaknya kekuatan pasukan Batak tidak seimbang dengan kekuatan tentara
Belanda, sehingga pasukan Sisingamangaraja XII ini harus ditarik mundur.
Akibatnya justru pertempuran merembet ke daerah lain, misalnya sampai di
Butar. Karena dengan gerakan mundur tadi, pasukan Sisingamangaraja XII
juga melakukan penyerangan pada pos-pos Belanda yang lain.
150
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
Perang Batak ini semakin meluas ke daerah-daerah lain. Setelah berhasil
menggagalkan berbagai serangan dari pasukan Sisingamangaraja XII,
Belanda mulai bergerak ke Bakkara. Bakkara merupakan benteng dan istana
Kerajaan Sisingamangaraja. Dengan jumlah pasukan yang cukup besar
Belanda mulai mengepung Bakkara. Letnan Kitchner menyerang dari arah
selatan, Chelter mendesak dari sebelah timur, sementara Van den Bergh
mengepung dari arah barat. Beberapa komandan tempur Belanda berusaha
memasuki benteng Bakkara, tetapi selalu dapat dihalau dengan lemparan
batu oleh para pejuang Batak. Akhirnya benteng dan Istana Bakkara dihujani
tembakan-tembakan yang begitu gencar, sehingga benteng itu dapat
diduduki Belanda. Sisingamangaraja dan sisa pasukannya berhasil meloloskan
diri dan menyingkir ke daerah Paranginan di bagian selatan Danau Toba.
Belanda terus memburu Sisingamangaraja. Sisingamangaraja kemudian
menyingkir ke Lintung. Belanda terus mengejar Sisingamangaraja terus
bergerak ke Tambunan, Lagu Boti, dan terus ke Baligie. Dengan kekuatan
pasukannya, Belanda dapat menguasai tempat-tempat itu semua, sehingga
semua daerah di sekitar Danau Toba sudah dikuasai Belanda.
Sisingamangaraja XII dengan sisa pasukannya bergerak menuju
Huta
Puong.
Pada Juli tahun 1889 Sisingamangaraja XII kembali angkat senjata melawan
ekspedisi Belanda. Di
Huta
Puong ini pasukan Sisingamangaraja XII bertahan
cukup lama. Tetapi pada tanggal 4 September 1899
Huta
Puong juga jatuh
ke tangan Belanda. Sisingamangaraja XII kemudian membuat pertahanan
di Pakpak dan Dairi. Pasukan Belanda di bawah komando van Daden
mengadakan gerakan sapu bersih terhadap kantong-kantong pertahanan
dari Aceh sampai tanah Gayo, termasuk yang ada di tanah Batak . Tahun
1907 pasukan Belanda di bawah komando Hans Christoffel memfokuskan
untuk menangkap Sisingamangaraja XII. Sisingamangaraja XII berhasil
dikepung rapat di daerah segitiga Barus, Sidikalang, dan Singkel. Dalam
pengepungan ini Belanda menggunakan cara licik yakni menangkap Boru
Sagala, istri Sisingamangaraja XII dan dua anaknya.
Dengan beban psikologis yang berat Sisingamangaraja XII tetap bertahan, tidak
mau menyerah. Akhirnya pada tanggal 17 Juni 1907 siang pasukan Belanda
dikerahkan untuk menangkap Sisingamangaraja XII di pos pertahanannya di
Aik Sibulbulon di daerah Dairi. Dalam keadaan terdesak, Sisingamangaraja
XII dengan putera-puteranya tetap bertahan dan melakukan perlawanan
sekuat tenaga. Tetapi dalam pertempuran itu Sisingamangaraja XII tertembak
mati. Begitu juga putrinya Lopian dan dua orang puteranya Sutan Nagari dan
Patuan. Dengan demikian berakhirlah Perang Batak.
151
Sejarah Indonesia
»
Kamu sudah mempelajari sejarah perjuangan Sisingamangaraja
XII dalam melawan Belanda. Kamu juga sudah belajar tentang
sejarah Perang Padri dan Perang Sabil di Aceh. Coba tunjukkan
keterkaitan antara ketiga perang tersebut!
KESIMPULAN
1.
Perang yang terjadi pada abad ke-18, 19, dan awal 20
merupakan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Hindia
Belanda.
2.
Pemerintah kolonial Belanda tetap menjalankan taktik perang
yang licik dan kejam. Tipu daya pura-pura mengajak damai,
mengadu domba dan menangkap anggota keluarga pimpinan
perang Indonesia terus dilakukan.
3.
Perang melawan penjajahan pemerintahan kolonial Hindia
Belanda memang belum berhasil, tetapi semangat juang
rakyat dan para pemimpin perang kita tidak pernah padam.
Kedaulatan dan kemerdekaan rakyat Indonesia harus terus
diperjuangkan agar bebas dari penjajahan. Penjajahan pada
hakikatnya selalu kejam, menangnya sendiri, serakah, tidak
memperhatikan penderitaan orang lain. Penjajahan senantiasa
bertentangan dengan harkat dan hak asasi manusia.
4.
Banyak nilai keteladanan yang dapat kita terapkan dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya semangat cinta tanah air, rela
berkorban, kebersamaan, kerja keras pantang menyerah dengan
berbagai tantangan, sehingga dapat memotivasi kita untuk kerja
keras dan giat belajar.
152
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
LATIH ULANGAN AKHIR BAB
LATIH UJI KOMPETENSI
1.
Rakyat Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan
50-60 budak sebagai ganti rugi rusaknya tanaman padi karena
genangan air Sungai Temberan. Coba telaah secara kritis ancaman
Belanda padahal yang membendung Sungai Temberan itu Belanda.
Bagaimana penilaian kamu tentang sikap Belanda yang demikian.
Sikap ini merupakan sikap kolonialisme dan imperialisme yang akan
terus berlangsung termasuk sampai sekarang. Berikan contoh!
2.
Rumuskan latar belakang terjadinya perlawanan Pattimura di Saparua?
3.
Perang Padri fase kedua sebenarnya merupakan salah satu strategi
perang Belanda semacam “gencatan senjata” atau “peredaan”.
Mengapa demikian, apa tujuan yang ingin diraih Belanda? Jelaskan!
4.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan strategi
winning the heart
?
5.
Pangeran Diponegoro memimpin perang dengan berlandaskan pada
nilai-nilai kesyukuran dan keimanan. Jelaskan!
6.
Apa yang dimaksud dengan Benteng Stelsel, bagaimana
pelaksanaannya?
7.
Apa yang dimaksud Hukum Tawan Karang? Mengapa Belanda
menentang Hukum tersebut?
8.
Coba jelaskan secara singkat latar belakang dan sebab-sebab terjadinya
Perang Banjar!
9.
Rakyat Aceh memiliki semboyan dan doktrin “syahid atau menang”
Coba jelaskan makna semboyan itu bagi perjuangan rakyat Aceh
dalam melawan Belanda!
10.
Mengapa Sisingamangaraja XII menentang Kristenisasi yang dilakukan
Belanda?
Tugas
Kamu perlu menyaksikan film Cut Nyak Dien! Kemudian, coba buatlah karya
tulis dengan tema: Heroisme Cut Nyak Dien!
153
Sejarah Indonesia
LATIH ULANGAN SEMESTER
Jawablah beberapa pertanyaan berikut ini
1.
Apa yang dimaksud Pelayaran Hongi? Mengapa Sultan Hasanuddin
menentang Pelayaran Hongi?
2.
Coba ceritakan secara singkat perlawanan rakyat Maluku terhadap
dominasi Portugis?
3.
Bagaimana pendapat dan penilaian kamu tentang pandangan
bahwa Aru Palaka itu bukan merupakan pengkhianat tetapi justru
merupakan tokoh pejuang dari Bone?
4.
Ceritakan secara singkat Perang Tondano II yang menandai
tenggelamnya kedaulatan rakyat Minahasa!
5.
Jelaskan kasus tentang “surat pas” atau surat izin bermukim bagi orang
Cina. Coba kaitkan kasus ini dengan kehidupan masyarakat Indonesia
sekarang ini!
6.
Apa yang dimaksud dengan strategi
winning the heart
dari Belanda
dalam Perang Padri, apa isinya dan apa tujuan Belanda mengambil
cara itu?
7.
Nilai-nilai kejuangan apa yang dapat kita peroleh saat belajar sejarah
perjuangan Pangeran Hidayatullah dari Banjar?
8.
Perang Padri fase kedua sebenarnya merupakan salah strategi perang
Belanda semacam “gencatan senjata” atau “peredaan” Mengapa
demikian, apa tujuan yang ingin diraih Belanda? Jelaskan!
9.
Perang Diponegoro sering disebut dengan Perang Jawa, mengapa?
Jelaskan!
10.
Perang Aceh berlangsung begitu lama, mengapa demikian?
154
Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 1
Tugas
Buatlah karya tulis yang terkait dengan peristiwa perlawanan rakyat
melawan kolonialisme Belanda yang ada di daerah kamu, nilai-nilai apa
yang kamu dapatkan dengan mempelajari peristiwa yang kamu tulis
tersebut!
Rakyat Indonesia tidak senang bermusuhan tetapi berperang untuk
menegakkan kedaulatan harus dilakukan