Gambar Sampul Sosiologi · Bab VI Perkembangan Kelompok Sosial
Sosiologi · Bab VI Perkembangan Kelompok Sosial
Suhardi

24/08/2021 09:51:23

SMA 11 KTSP

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

PERKEMBANGAN KELOMPOK SOSIAL

DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

BAB VI

Anda telah memahami bahwa

sesungguhnya kita hidup di masya-

rakat senantiasa menjadi anggota

kelompok-kelompok sosial yang

beragam. Keberadaan kelompok

sosial menentukan sebagian besar

perilaku kita sebagai warga masya-

rakat. Begitu pentingnya arti kelom-

pok sosial mengingat kita ini hidup

dalam masyarakat multikulktural.

Kehidupan bersama dalam masya-

rakat multikulural menuntut sikap

saling menghargai terhadap ber-

bagai kelompok yang berbeda. Agar dapat menumbuhkan sikap itu, diperlukan

pemahaman yang cukup mengenai hubungan antarkelompok sosial.

Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari bab ini, diharapkan Anda dapat:

1. memahami proses terbentuknya kelompok sosial,

2. mendeskripsikan dinamika kelompok sosial,

3. menjelaskan hubungan antarkelompok sosial, serta

4. memiliki sikap saling pengertian terhadap kelompok sosial lain.

Kata Kunci :

Kelompok sosial, Masyarakat multikurtural, Dinamika sosial,

Hubungan

antarkelompok sosial, Diskriminasi, Difusi, Disintegrasi, Asimililasi,

Akulturasi, Integrasi sosial.

Gambar 6.1

Persatuan harus tetap dijaga walau ber-

asal dari kelompok sosial yang berbeda.

Sumber: Solopos, Jumat 8 September 2006

178

Sosiologi

SMA

/

MA

Kelas

X

I

Peta Konsep

Eksploitasi, Diskriminasi,

Segregasi, Difusi, Asimilasi,

Akulturasi, Paternalisme

%aktor Internal dan Eksternal

Kelompok

Sosial

Kelompok

Sosial

Integrasi

Sosial

Simbiosis

Mutualisma

Distribusi Sumber

Daya

Penanggulangan

Kemiskinan

Mental

Kenegarawanan

Kesadaran

Pluralisme

Emansipasi

Wanita

Asimilasi dan

Amalgamasi

Mencakup

Mencakup

Mencakup

Berkaitan dengan

Berkaitan dengan

Berkaitan dengan

Berkaitan dengan

Perkembangan

Kelompok

Sosial

dalam

Masyarakat

Multikultural

179

A. Proses Terbentuknya Kelompok Sosial

Pada dasarnya, kelompok sosial ter-

bentuk pada saat individu-individu ber-

interaksi. Misalnya, seorang petani da-

lam menjalankan profesinya sebagai pe-

tani tentu membutuhkan bantuan orang

lain. Dia tidak bisa melakukan segala

sesuatu sehubungan dengan pekerjaan-

nya secara sendirian. Kebutuhan akan

bibit mendorong dia berinteraksi dengan

orang lain yang memiliki bibit. Keadaan

seperti ini mendorong orang lain untuk

bekerja sebagai penghasil dan penjual

bibit. Orang-orang yang bekerja sebagai

penghasil bibit merupakan ‘kelompok

penghasil bibit’. Demikian juga, orang

yang pekerjaannya menjual bibit merupakan ‘kelompok penjual bibit’. Sementara

itu, petani sendiri adalah bagian dari sekelompok orang yang bekerja di sektor

pertanian. Semua itu dinamakan kelompok sosial, dan kalau Anda cermati,

interaksi di antara mereka bersifat kerja sama dan saling menguntungkan

(asosiatif).

Apabila dikaji lebih jauh, manusia berinteraksi pada dasarnya disebabkan

oleh adanya suatu kebutuhan. Kebutuhan setiap individu tidak sama. Kebutuhan

juga berkaitan dengan kebudayaan, karena kebudayaan merupakan hasil

interaksi manusia sehubungan dengan tantangan hidup yang dihadapi. Tan-

tangan yang dihadapi orang-orang yang tinggal di pedalaman (lahan pertanian)

berbeda dengan tantangan yang dihadapi masyarakat pantai. Kebutuhan

masyarakat pertanian menimbulkan interaksi antarindividu yang akhirnya mem-

bentuk kelompok-kelompok sosial seputar dunia pertanian.

Keadaan tersebut berbeda dengan masyarakat yang tinggal di pantai. Untuk

memenuhi segala kebutuhan pekerjaan sebagai nelayan terjadilah pembagian

kerja. Maka terbentuklah kelompok pembuat perahu, kelompok pembuat jaring,

dan kelompok penangkap ikan.

Selain karena adanya kebutuhan, terbentuknya kelompok sosial juga

disebabkan karena adanya suatu kesamaan kepentingan. Suatu kebutuhan

bersifat naluriah dan alamiah, sedangkan kepentingan lebih bersifat politis.

Kelompok sosial yang didasari oleh kepentingan merupakan hasil dari rekayasa

sosial yang rasional. Kelompok sosial yang terbentuk atas dasar kepentingan

biasanya muncul pada saat masyarakat modern yang mempunyai pembagian

kerja makin rinci dengan tingkat kompetisi yang ketat. Kondisi sosial seperti ini

menuntut individu-individu untuk lebih kreatif menciptakan sumber daya-sumber

daya baru untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Contohnya, para

Gambar 6.2

Demi menjaga keamanan nasional

melahirkan kelompok sosial (organisasi sosial)

bernama ‘angkatan bersenjata’.

Sumber: Solopos, 6 Oktober 2006

180

Sosiologi

SMA

/

MA

Kelas

X

I

pengusaha konveksi berkumpul untuk mendiskusikan tentang peningkatan

penjualan. Para pengusaha tersebut sepakat untuk membuat sebuah iklan dan

menggelar sebuah

fashion show

dengan model terkenal di dalamnya. Oleh

sebab itu, iklan dan

fashion show

tersebut memperoleh citra positif, dan

masyarakat terpengaruh untuk mengenakan busana yang sama dengan model

pakaian yang dalam iklan atau

fashion show

. Hal tersebut akan menyebabkan

sebuah

trend

di kalangan masyarakat. Melalui pencitraan yang diciptakan oleh

para pengusaha, sebuah

trend

seolah-olah menjadi kebutuhan baru. Munculnya

kelompok masyarakat yang menganut bahwa

trend

adalah kebutuhan

merupakan kelompok sosial yang terbentuk dari hasil rekayasa para pengusaha

konveksi untuk memenuhi kepentingan mereka dalam melakukan penjualan.

Demikianlah kelompok-kelompok sosial di masyarakat terbentuk. Setiap

kondisi lingkungan dan masyarakat memengaruhi ragam kelompok sosial yang

terbentuk. Kondisi masyarakat kota yang heterogen juga memengaruhi ragam

kelompok-kelompok yang ada. Kebutuhan hidup yang beragam, tantangan

hidup sehari-hari yang beragam, membuat warga kota berinteraksi satu dengan

yang lain untuk beragam kebutuhan. Kehidupan modern di kota-kota industri

dan perdagangan membuat munculnya kelompok-kelompok profesi yang

beragam. Pembagian kerja di masyarakat modern semakin rinci sehingga lahir

banyak spesialisasi. Kalau Anda melihat sebuah pabrik, tentu mengetahui bahwa

setiap bagian mempekerjakan tenaga-tenaga spesialis. Misalnya pabrik mobil,

tidak mungkin sebuah mobil dibuat oleh sekelompok orang, sejak dari meran-

cang, membuat suku cadang, merakit, hingga mengecat, tetapi setiap bagian

dikerjakan oleh tenaga-tenaga yang terspesialisasi.

Untuk menciptakan tenaga-tenaga spesialis tersebut, dunia pendidikan

berperan untuk menyiapkannya. Seseorang yang mempunyai spesialisasi di

bidang perencanaan, biasanya hanya mampu mengerjakan bidangnya sendiri.

Dia tidak akan mampu mengerjakan bidang lain. Seorang ahli mesin, tidak

akan mampu mengerjakan perakitan badan mobil, karena tidak dididik untuk

itu.

Proses seperti ini menciptakan kelompok-kelompok sosial sesuai dengan

spesialisasi setiap orang. Gambaran yang terjadi pada pabrik mobil di atas

hanyalah salah satu contoh. Sebenarnya, setiap aspek dalam kehidupan masya-

rakat modern telah mengalami spesialisasi. Misal di dunia pendidikan, dalam

masyarakat sederhana (primitif), pekerjaan mendidik anak adalah tugas orang

tua. Namun, dalam dunia modern tugas itu diserahkan kepada guru-guru di

sekolah, maka terbentuklah kelompok sosial profesi guru. Perkembangan sekolah

mengharuskan berbagai pelajaan diberikan oleh guru-guru yang ahli di bidang

pelajaran tertentu, oleh sebab itu di SMP dan SMA mulai diajar guru bidang

studi yang menyebabkan lahirnya kelompok guru bahasa Indonesia, kelompok

guru matematika, kelompok guru kesenian, dan sebagainya.

Perkembangan

Kelompok

Sosial

dalam

Masyarakat

Multikultural

181

Demikian seterusnya, semakin terspesialisasi bidang-bidang pekerjaan berarti

semakin banyak kelompok sosial yang terbentuk. Apalagi kemajuan teknologi

informasi dan komunikasi membuat masyarakat semakin terbuka. Hampir tidak

ada masyarakat yang terbebas dari pengaruh dunia luar. Pengaruh dunia luar

membuat perubahan di masyarakat. Perubahan itu membuat masyarakat

semakin heterogen. Di samping terjadi spesialisasi yang melahirkan kelompok-

kelompok profesi, juga membuat beberapa warga masyarakat tidak terpenuhi

kebutuhannya secara mantap. Misalnya, akibat pengaruh informasi semua orang

menginginkan berbagai kebutuhan yang ditawarkan dalam iklan. Sayangnya

tidak semua orang mampu memperoleh apa yang ditawarkan, atau dengan

kata lain ketersediaan barang atau jasa yang ditawarkan tidak sebanding dengan

banyaknya warga masyarakat. Keadaan seperti ini melahirkan kelompok-

kelompok sosial baru.

Kelompok-kelompok sosial baru jenis kedua ini disebut kelompok volunter.

Anggota kelompok ini terdiri atas orang-orang yang mempunyai kepentingan

sama. Namun, kepentingan mereka tidak mendapat perhatian dari masyarakat

luas. Oleh karena itu, mereka membentuk kelompok sendiri untuk pemenuhan

kebutuhan-kebutuhan anggota-anggotanya. Kebutuhan yang mereka

perjuangakan pemenuhannya bisa bersifat primer bisa pula sekunder baik

kebutuhan material maupun spiritual. Kebutuhan primer itu adalah pangan,

sandang, dan papan, sedangkan kebutuhan sekunder antara lain rekreasi dan

hiburan. Sebagai contoh, terbatasnya daya tampung sekolah-sekolah atau

pergurunan-perguruan tinggi negeri melahirkan sekolah-sekolah dan perguruan-

perguruan tinggi swasta. Demikian juga dengan rumah sakit, klinik bersalin,

dan lain-lain. Semua itu menjadi wadah warga masyarakat yang tidak terlayani

oleh lembaga formal.

Pilih dan kerjakan salah satu tugas di bawah ini, kemudian serahkan kepada

guru untuk dinilai!

1. OSIS adalah sebuah kelompok sosial. Keberadaannya berhubungan

dengan suatu interaksi yang terjadi di kalangan siswa. Diskusikanlah

dengan teman Anda, interaksi yang mendasari terbentuknya OSIS!

2. Anda mungkin tidak asing dengan

mailist forum

. Diskusikanlah dengan

teman Anda, apakah

mailist forum

termasuk kelompok sosial? Bagai-

mana proses terbentuknya? Tuangkan hasil diskusi Anda ke dalam

bentuk artikel dan tampilkan di majalah dinding sekolah setelah mem-

peroleh masukan dari guru Sosiologi dan TIK (Teknologi Informasi

dan Komunikasi).

Aktivitas Siswa

182

Sosiologi

SMA

/

MA

Kelas

X

I

Tes Skala Sikap

Jawablah dengan tepat!

Kerjakan di buku tugas Anda!

1. Mengapa individu-individu dalam masyarakat cenderung membentuk

kelompok sosial?

2. Bagaimana proses terjadinya kelompok sosial secara umum?

3. Jelaskan proses terjadinya kelompok profesi dan kelompok volunter!

4. 8aktor-faktor apa saja yang memengaruhi keragaman kelompok sosial

di masyarakat?

5. Jelaskan hubungan antara interaksi sosial dengan proses terbentuknya

kelompok sosial!

Kerjakan di buku tugas Anda!

Ungkapkan tanggapan anda terhadap pernyataan atau kasus di bawah

ini, dengan cara memberi tanda cek (

—

) pada kolom S (Setuju), TS (Tidak

Setuju) atau R (Ragu-ragu)!

Pelatihan

1. Kelompok sosial terbentuk karena manusia ber-

interaksi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

2. Kondisi masyarakat tidak terlalu berpengaruh

terhadap ragam kelompok sosial yang terbentuk.

Pengaruh yang lebih kuat adalah faktor budaya.

3. Dalam masyarakat nelayan tidak mungkin ter-

bentuk kelompok sosial pedagang beras, karena

kehidupan sebagai nelayan tidak berkaitan

dengan perdagangan beras.

4. Masyarakat kota sangat kompleks sehingga

kelompok sosial di dalamnya juga kompleks, dan

membuat warga kota menjadi anggota beberapa

kelompok sosial yang saling bertentangan.

No.

Pernyataan

S TS R

Perkembangan

Kelompok

Sosial

dalam

Masyarakat

Multikultural

183

B. Dinamika Kelompok Sosial

Kelompok sosial dapat terbentuk kapanpun dan di manapun. Setelah kelom-

pok sosial terbentuk, bukan berarti menjadi statis pada tahap berikutnya. Se-

baliknya, setiap kelompok sosial akan selalu mengalami dinamika atau perubahan

dari waktu ke waktu. Perubahan dapat terjadi pada kegiatannya atau pada

bentuk dan strukturnya. Perubahan tersebut dapat berupa penambahan bagian-

bagian baru dalam struktur kelompok menjadi lebih baik, dan berupa pengu-

rangan bagian-bagian tertentu demi efisiensi tugas kelompok.

Dinamika kelompok menurut Paul B. Horton (1991) adalah interaksi yang

terjadi dalam kelompok sosial. Dalam hal ini, dinamika kelompok (

group

dynamics

) dianggap sebagai cabang tersendiri dalam sosiologi yang secara khusus

mempelajari interaksi yang terjadi di antara anggota-anggota kelompok kecil.

Melalui penelitian terhadap sebuah ke-

lompok, hubungan antaranggota diamati

dan dicatat. Hasil pengamatan akan

menunjukkan gambaran interaksi ang-

gota kelompok, pola kepemimpinan, dan

gambaran umum mengenai pola perilaku

kelompok tersebut.

Setiap kelompok memiliki struktur.

Struktur kelompok merupakan jaringan

hubungan dan pola komunikasi di antara

anggota-anggota kelompok, untuk mem-

pelajari, mengukur, dan membuat dia-

gram (gambaran) hubungan sosial yang

terjadi pada suatu kelompok diperlukan suatu alat yang disebut sosiogram. Bidang

keahlian khusus dalam sosiologi yang membicarakan hal ini disebut sosiometri.

Contoh sosiogram dapat dilihat pada gambar 6.3.

Gambar 6.3

Struktur sosiogram sebuah

kelompok kecil.

Sumber:

Paul B. Horton, 1991:234

C

E

D

8

AB

5. Terbentuknya kelompok sosial dipengaruhi oleh

kondisi alam, karena kondisi alamlah yang me-

nentukan pola interaksi dalam masyarakat.

No.

Pernyataan

S TS R

184

Sosiologi

SMA

/

MA

Kelas

X

I

Gambar 6.3 adalah sebuah sosiogram yang menggambarkan struktur sebuah

kelompok kecil beranggotakan enam orang (A, B, C, D, E, dan 8).

Garis lurus dengan tanda panah menunjukkan adanya perasaan ‘senang

terhadap’.

Garis lurus putus-putus bertanda panah menunjukkan hubungan ‘tidak

senang terhadap’.

Tidak ada garis penghubung menunjukkan ‘sikap netral’.

Penerapan sosiometri telah menghasilkan beberapa penemuan penting

sehubungan dengan dinamika kelompok. Dari pengukuran pola hubungan dan

tingkat interaksi antaranggota kelompok diperoleh empat pola dengan ciri-ciri

interaksi yang terjadi, serta keunggulan dan kelemahannya. Keempat pola

kelompok itu adalah sebagai berikut.

1. Pola Melingkar

Dalam pola ini, setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk ber-

komunikasi. Semua anggota berkedudukan sama, tidak ada yang menjadi

pemimpin. Pola ini memberikan kepuasan yang tinggi kepada setiap anggota

kelompok, namun kurang produktif dalam bekerja. Keuntungan lain dari pola

lingkaran adalah kemudahannya dalam menyesuaikan diri terhadap tugas-tugas

baru.

2. Pola Roda

Pola roda terdiri dari anggota-anggota yang mengitari seorang pemimpin.

Pemimpin ada di pusat lingkaran. Pemimpin berperan mengendalikan

komunikasi antaranggota sehingga efektif. Produktivitas kelompok berbentuk

roda sangat baik, namun kelemahannya adalah tidak memberikan kepuasan

yang memadahi kepada anggotanya.

3. Pola Rantai

Pola ini menempatkan anggota-anggota dalam jalur komunikasi satu arah.

Akibatnya efektivitas pelaksanaan tugas kelompok rendah.

4. Pola Y

Pola ini sama dengan pola rantai, yaitu menempatkan anggota kelompok

dengan jalur komunikasi satu arah.

Perkembangan

Kelompok

Sosial

dalam

Masyarakat

Multikultural

185

Sementara itu, Soerjono Soekanto (1990) mendefinisikan dinamika

kelompok sosial sebagai perubahan yang terjadi dalam kelompok, baik akibat

pengaruh situasi, akibat konflik di dalam kelompok, maupun akibat pengaruh

dari luar. Ketiga sebab tersebut memungkinkan terjadinya perubahan suatu ke-

lompok sosial, baik semakin berkembang, statis, atau terpecah dan bubar.

Dinamika kelompok sosial membedakan adanya kelompok yang stabil, dan

ada pula kelompok yang cepat berubah. Kelompok yang dianggap stabil adalah

yang tidak mengalami perubahan struktur, walaupun terjadi pergantian anggota

atau pengurus. Pengaruh apa pun dari luar tidak membuat kelompok jenis ini

goyah kestabilannya, sedangkan kelompok yang tidak stabil mengalami gon-

cangan akibat ditinggalkan salah satu anggotanya yang sangat berpengaruh.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah salah satu contoh kelompok sosial

yang stabil. Walaupun terjadi pergantian pimpinan secara periodik, tidak menye-

babkan strukturnya goyah. Sebaliknya, beberapa partai di negara kita ada yang

keutuhannya bergantung kepada kharisma ketua umum atau pendirinya.

Sehingga, pada saat pimpinannya berganti, maka keutuhan partai pun goyah.

Tidak ubahnya sebuah keluarga yang mengandalkan peran ayah sebagai

penopang kehidupannya. Pada saat ayah meninggal maka stabilitas keluarga

berantakan.

Dinamika kelompok terjadi karena adanya kekuatan-kekuatan yang

berpengaruh terhadap kelompok itu. Kekuatan-kekuatan tersebut menentukan

apa yang terjadi pada kelompok sosial. Ada kelompok sosial yang tetap stabil

walau dilanda pengaruh dari luar maupun dari dalam. Sebaliknya ada pula

kelompok yang cepat berubah walaupun tidak ada pengaruh dari mana pun.

Semua ini menjadi bahan kajian dalam dinamika kelompok sosial.

Berikut ini dijelaskan kekuatan-kekuatan yang berpengaruh terhadap

kelompok sosial.

Gambar 6.4

Pola interaksi berdasarkan sosiometri.

Pola Y

Pola Lingkaran Pola Roda

Pola Rantai

186

Sosiologi

SMA

/

MA

Kelas

X

I

1. Pengaruh dari Dalam Kelompok (Internal)

Kelompok sosial adalah kumpulan individu-individu yang memiliki kesadaran

berinteraksi. Setiap individu memiliki pikiran, kehendak, dan perasaan berbeda.

Perbedaan pandangan dapat menyebabkan konflik antaranggota kelompok.

Bila para anggota mengalami polarisasi pendirian, maka terjadi kutub-kutub

yang berseberangan. Kelompok terpecah menjadi dua subkelompok yang saling

berkonflik karena perbedaan pendirian. Peristiwa seperti ini sering dialami oleh

partai-partai politik di negara kita. Sejak era multi partai di Indonesia (1999

hingga sekarang) sering terjadi perperpecahan partai dengan munculnya pengu-

rus-pengurus tandingan. Contoh, Partai Demokrasi Indonesia terpecah menjadi

PDI dan PDI-P, Partai Persatuan Pembangunan terpecah menjadi PPP dan

PBR, dan sebagainya.

Dinamika sebagai akibat faktor internal juga dapat terjadi karena pergantian

pengurus atau pimpinan. Kelompok-kelompok sosial yang pengikatnya terletak

pada figur tokoh tertentu, pada saat tokoh tersebut diganti atau meninggal

maka keutuhannya pecah. Sebaliknya, apabila tokoh pengganti memiliki kele-

bihan tertentu sehingga mampu membuat perubahan yang positif, maka dina-

mika kelompok bersifat positif.

Konflik internal antaranggota kelompok, antara anggota dengan pengurus,

maupun karena pergantian pengurus menjadi sebab bagi proses formasi dan

reformasi kelompok. Proses formasi dapat diartikan sebagai penyusunan atau

pembentukan struktur baru, sedang proses reformasi berarti menata kembali

struktur yang sudah ada sebelumnya agar lebih baik. Pada saat ini Indonesia

mengalami reformasi di berbagai bidang. Pada tingkat pusat terjadi salah satunya,

yaitu reformasi sistem pemerintahan dan amandemen terhadap Undang-undang

Dasar 1945. Amandemen UUD berarti menata kembali berbagai aspek

mendasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Beberapa perubahan yang men-

dasar, antara lain pemilihan presiden dan kepala daerah secara langsung oleh

rakyat, dan sistem pemerintahan multipartai seperti sekarang ini.

2. Pengaruh dari Luar Kelompok (Eksternal)

Tidak ada satu kelompok sosial pun yang terbebas dari pengaruh kelompok

lain. Ini berarti terjadi hubungan dengan kelompok lain. Hubungan itu menimbul-

kan pengaruh terhadap masing-masing kelompok. Pengaruh yang terjadi bersifat

dua arah (saling memengaruhi).

Hubungan antarkelompok dapat bersifat asosiatif atau justru disasosiatif.

Hubungan yang saling mendukung at

au bekerja sama akan menimbulkan semakin

kokohnya struktur dan keutuhan kelompok, sedang

kan konflik dengan kelompok

lain dapat menyebabkan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama akan ter-

jadi kehancuran, dan kemungkinan kedua justru akan membuat semakin kokoh.

Perkembangan

Kelompok

Sosial

dalam

Masyarakat

Multikultural

187

Konflik antarkelompok dapat berupa persaingan untuk memperoleh sumber-

sumber ekonomi (mata pencaharian, barang modal, dll), atau pemaksaan unsur-

unsur kebudayaan. Di samping itu, dapat juga terjadi pemaksaan agama, do-

minasi politik, dan dominasi ekonomi. Konflik dua kelompok sosial yang paling

parah adalah perang. Kerusuhan di berbagai daerah di Indonesia (Poso, Ambon,

Papua, Aceh) merupakan konflik sosial yang melibatkan beberapa kelompok

masyarakat. Sedangkan perang antara Amerika dengan Irak (2005), atau antara

Israel dengan Lebanon (2006) adalah konflik antarnegara yang melibatkan faktor

agama, ideologi, politik, dan kepentingan ekonomi.

Apabila dua kelompok saling bertentangan maka terjadi proses sebagai

berikut:

a. Apabila dua kelompok bersaing maka akan timbul stereotip

Stereotip adalah prasangka penilaian buruk kelompok lain. Penilaian itu ti-

dak didasarkan atas kenyataan yang sebenarnya. Prasangka biasanya bersifat

tidak objektif, dan menganggap setiap anggota kelompok lain memiliki sifat

sama (generalisasi).

Sebagai contoh, kelompok pedagang kaki lima terlibat konflik dengan

petugas ketertiban kota. Kelompok pedagang menganggap pemerintah kota

yang di-wakili oleh para petugas ketertiban sebagai kelompok orang yang hanya

mau menang sendiri, tidak memihak kepada rakyat kecil. Anggapan itu ditujukan

kepada semua petugas ketertiban, walaupun di antara para petugas itu ada

orang-orang yang sehari-harinya baik hati dan penuh pengertian kepada ke-

sulitan pedagang kaki lima.

Pihak pemerintah yang diwakili para petugas ketertiban juga muncul

stereotip terhadap kelompok pedagang kaki lima, stereotip itu berupa anggapan

terhadap kelompok pedagang kaki lima sebagai orang-orang yang tidak

mengindahkan aturan yang dibuat pemerintah.

b. Walaupun kedua kelompok yang bertentangan mengadakan

kontak, sikap bermusuhan mereka tidak berkurang

Kontak adalah bentuk hubungan yang dangkal. Dalam kontak belum terjadi

pertukaran informasi mengenai maksud dan tujuan masing-masing kelompok

yang berseberangan. Oleh karena itu, kontak belum bisa mengurangi ketegangan

yang telah terjadi. Dalam kasus yang dicontohkan di atas, kedatangan wakil

pemerintah untuk membacakan keputusan pemerintah sebagai dasar peng-

gusuran tidak akan mengurangi ketegangan mereka. Bahkan, kelompok pe-

dagang kaki lima memusuhi petugas atau menghalang-halangi proses

penggusuran.

188

Sosiologi

SMA

/

MA

Kelas

X

I

c. Apabila kedua kelompok saling bekerja sama untuk satu tujuan

tertentu, maka pertentangan mereka ternetralisir

Sikap bekerja sama dalam kasus ini dapat diawali perundingan antara kedua

kelompok secara adil, terbuka, dan saling mengerti. Pemerintah harus dapat

menunjukkan alasan-alasan yang dapat diterima kelompok pedagang kaki lima

perlunya menata kembali lokasi yang mereka tempati. Penggusuran itu jangan

sampai merugikan usaha pedagang kaki lima. Hal-hal yang berhubungan dengan

besarnya uang pengganti kerugian, dan penempatan pada lokasi baru yang

memadahi harus dibicarakan bersama secara terbuka dan adil.

Apabila proses seperti itu dilakukan, barulah ketengangan dapat dikendorkan

dan akhirnya menjadi netral (tidak bermusuhan). Kerja sama antarkelompok

membuat terjadinya sikap saling pengertian, saling membutuhkan, dan saling

menghargai. Oleh karena itu, sikap bermusuhan harus ditinggalkan dan

digantikan oleh semangat kerja sama.

d. Apabila kedua kelompok saling bekerja sama, timbullah saling

pengertian dan pemahaman terhadap pihak lain

Hal seperti ini dapat menghilangkan prasangka yang telah timbul sebelum-

nya. Pertentangan dua kelompok sosial dapat saja dialami oleh kelompok mayo-

ritas dan minoritas, apabila hal ini terjadi maka kelompok minoritas bereaksi

dalam bentuk menerima, agresif, menghindari, atau asimilasi. Sikap menerima

terjadi, apabila kelompok minoritas merasa tidak berdaya menghadapi tekanan

kelompok mayoritas.

Sikap menghindari konflik juga sering mewarnai hubungan kelompok

mayoritas dan minoritas. Apabila merasa tidak mungkin mengalahkan dominasi

kelompok besar, maka banyak kelompok kecil yang dengan sengaja dan

terencana menghindari konflik dengan kelompok besar. Selain itu, dapat pula

terjadi asimilasi. Dalam asimilasi, kelompok kecil menerima unsur-unsur

kebudayaan kelompok besar, walaupun pada mulanya merasa asing dan tidak

suka, namun sedikit demi sedikit mengikuti kemauan kelompok mayorias.

Salah satu wujud dinamika kelompok sosial adalah perilaku kolektif. Perilaku

kolektif adalah cara berpikir, merasa, atau tindakan orang-orang yang berada

dalam suatu kerumuman atau kelompok tak terorganisasi lainnya.

Pada umumnya, perilaku kolektif berasal dari dorongan perasaan (hati),

tidak direncanakan, dan berlangsung singkat. Perilaku seperti ini sering bangkit

dalam situasi yang menyulut emosi banyak orang. Situasi tersebut dapat berupa

pertandingan olah raga, unjuk rasa, dan terjadinya bencana, sedangkan perilaku

kelompok sosial terorganisasi bersifat dapat diduga, terencana, dan jangka panjang.

Perkembangan

Kelompok

Sosial

dalam

Masyarakat

Multikultural

189

Pilih dan kerjakan salah satu tugas di bawah ini, kemudian serahkan kepada

guru untuk dinilai!

1. Carilah informasi dari berbagai sumber mengenai proses pergantian

pimpinan di Tentara Nasional Indonesa (TNI)! Temukan alasan-alasan

yang menjadi dasar tetap stabilnya organisasi TNI walaupun sering

terjadi pergantian kepemimpinan! Buatlah laporannya!

2. Carilah informasi dari berbagai sumber, mengapa beberapa partai politik

di Indonesia yang mengalami perpecahan. Tulis hasil kajian Anda dalam

bentuk makalah untuk dipresentasikan di depan diskusi kelas!

Kerjakan di buku tugas Anda!

Jawablah dengan tepat!

1. Sebutkan faktor internal yang menyebabkan terjadinya perubahan ke-

lompok sosial!

2. 8aktor-faktor apa saja yang menyebutkan terjadinya dinamika kelom-

pok?

3. Apakah yang dimaksud dengan sosiometri?

4. Apabila Anda sedang berdiskusi mengenai suatu persoalan, pola apakah

yang sebaiknya Anda gunakan? Mengapa?

5. Jelaskan perbedaan definisi dinamika kelompok menurut Paul B. Horton

dengan Soerjono Soekanto!

Kerjakan di buku tugas Anda!

Ungkapkan tanggapan anda terhadap pernyataan atau kasus di bawah

ini, dengan cara memberi tanda cek (

—

) pada kolom S (Setuju), TS (Tidak

Setuju) atau R (Ragu-ragu)!

Aktivitas Siswa

Pelatihan

Tes Skala Sikap

190

Sosiologi

SMA

/

MA

Kelas

X

I

C. Hubungan Antarkelompok Sosial

Salah satu penyebab utama terjadinya dinamika kelompok adalah hubung-

an antarkelompok. Hubungan antarkelompok dapat terjadi antara dua kelompok

sosial atau lebih. Secara umum, hubungan antarkelompok mengarah ke dua

kemungkinan, yaitu asosiatif atau disosiatif.

Inti dari pembicaraan kita kali ini tertuju kepada hubungan antarkelompok

yang memiliki perbedaan status sosial, ras, etnik, atau agama. Sebab, keempat

tipe kelompok itulah yang memiliki ciri-ciri khusus dalam hubungan antar-

kelompok. Dalam satu kelompok suatu kebudayaan yang dominan akan me-

mengaruhi bentuk hubungan antarkelompok di suatu masyarakat. Penelitian

yang diadakan di Medan dan Bandung oleh Edward M. Bruner menunjukkan

hal itu. Kota Medan adalah masyarakat multikultural yang terdiri dari kelompok-

kelompok etnik tanpa ada satu pun kebudayaan mayoritas (dominan). Keadaan

ini membuat persaingan antarkelompok demikian ketat yang terkadang

mengakibatkan hubungan sosial mengalami ketegangan. Hubungan yang terjadi

1. Setiap kelompok sosial dapat berubah atau bu-

bar, kecuali negara Republik Indonesia.

2. Pengaruh dari luar dapat menyebabkan semakin

kokohnya struktur kelompok, namun juga dapat

memecah-belah kelompok.

3. Kepemimpinan yang kuat dapat memengaruhi

efektifitas kerja kelompok sosial, namun biasanya

membuat para anggotanya mengeluh.

4. Semakin banyak Anda memiliki teman berarti

semakin bagus interaksi Anda dalam kelompok.

Hal ini menjadi kunci keberhasilan dalam bekerja

sama dalam kelompok.

5 Pertentangan antara pengurus dengan anggota

kelompok dapat membahayakan keutuhan ke-

lompok tersebut. Oleh karena itu, sebaiknya di-

buat kepemimpinan kolektif agar pihak-pihak

yang saling bertentangan merasa terwakili

aspirasinya.

No.

Pernyataan

S TS R

Perkembangan

Kelompok

Sosial

dalam

Masyarakat

Multikultural

191

didasari kepentingan yang berkembang secara rasional. Setiap kelompok

termotivasi untuk berprestasi dan menguasai sumber daya-sumber daya dalam

masyarakat. Berbeda dengan kota Bandung yang memiliki kebudayaan mayo-

ritas, yaitu Sunda. Kebudayaan Sunda mendominasi hubungan antarkelompok

yang ada disana, sehingga kelompok pendatang harus menyesuaikan diri dengan

kebudayaan yang sudah ada. keadaan ini menghasilkan hubungan yang serah

dan relatif tanpa gejolak. Namun, potensi konflik tetap ada walaupun dalam

bentuk yang relatif kecil dan terselubung seperti gosip atau pergunjingan-

pergunjingan di keloompok pendatang.

Kelompok minoritas dapat terjadi juga karena suatu bangsa menganeksasi

(menjajah) bangsa lain. Bangsa-bangsa di Asia dan Afrika sebelum tahun 1945

banyak yang dijajah oleh bangsa-bangsa Eropa. Mereka menjadi kelompok

minoritas di negerinya sendiri sebelum merdeka. Bangsa-bangsa yang terjajah

secara politik, sosial, dan ekonomi dikendalikan oleh bangsa penjajah. Kekayaan

alam mereka dikuras untuk kemakmuran negeri penjajah, selama penjajahan

masih berlangsung nasib mereka tidak lebih dari sebagai kaum minoritas. Negara-

negara Eropa yang telah menjajah Asia dan Afrika selama tahun 1400-an hingga

1900-an antara lain Belgia, Perancis, Inggris,

Portugal, Belanda, dan Spanyol.

Nasib kelompok minoritas kadang-kadang

lebih buruk lagi. Para pendatang tidak cukup

hanya mendominasi kelompok minoritas,

tetapi juga mengusir mereka dari wilayahnya

sendiri. Seperti kedatangan orang kulit putih

yang kemudian mengusir orang-orang Indian

Cherokee dan memindahkan mereka ke

tempat reservasi di Oklahoma. Bahkan, lebih

dari itu, tidak jarang kelompok pendatang

yang ingin menanamkan dominasinya dengan

sistematis melakukan pembantaian etnis

(

genocide

). Nasib buruk kaum minoritas yang

dibasmi oleh pendatang juga terjadi di Amerika

Serikat, yaitu pembunuhan terhadap bangsa

Indian (penduduk asli benua Amerika) oleh

orang kulit putih yang datang mendominasi.

Sejarah kekejaman Nazi yang membunuh se-

kitar enam juta orang Yahudi juga merupakan

bentuk

genocide

lainnya.

Kelompok mayoritas tidak harus berarti

jumlahnya lebih banyak. Walaupun jumlahnya

sedikit, sebuah kelompok dapat dikatakan

sebagai mayoritas jika memiliki pengaruh lebih

besar terhadap kelompok lain.

Infososio

PERBUDAKAN

Perbudakan adalah praktik eks-

ploitasi dalam bentuk orang me-

miliki orang lain. Seorang budak

dianggap sebagai hak milik orang

yang menjadi tuannya. Budak be-

kerja untuk tuannya tanpa mem-

peroleh gaji. Tuan pemiliki budak

hanya menyediakan makanan,

tempat tinggal ala kadarnya, dan

pakaian. Hal ini, mirip dengan ke-

pemilikan terhadap binatang.

Perbudakan terjadi sejak zaman pra-

sejarah. Merebaknya perbudakan

terjadi di Yunani dan Romawi.

Pada abad pertengahan per

budakan

menurun, namun meningkat lagi

pada masa kolonialisasi di Asia,

Afrika, dan Amerika oleh bangsa

Eropa (1500-1600). Setelah

terjadi kesadaran moral, sejak

tahun 1800-an

perbudakan me-

nurun. Saat ini per

budakan di-

nyatakan ilegal, namun masih

tetap dipraktikkan di Afrika, Asia,

dan Amerika Utara.

Sumber: The Wordbook Millenium 2000

192

Sosiologi

SMA

/

MA

Kelas

X

I

Kelompok mayoritas memiliki kekuatan lebih besar sehingga menguasai

kelompok minoritas. Kekuatan atau keunggulan kelompok bisa disebabkan oleh

ciri-ciri fisik, ekonomi, budaya, atau perilaku, sedangkan kelompok minoritas

dianggap tidak unggul atau lebih rendah daripada kelompok mayoritas. Akibat

adanya perbedaan kekuatan atau pengaruh, kelompok minoritas memperoleh

perlakuan eksploitatif dan diskriminatif dari kelompok mayoritas. Di samping

itu, hubungan antarkelompok juga diwarnai ciri-ciri khusus dalam bentuk

eksploitasi, diskriminasi, difusi, akulturasi, segregasi, paternalisme, pluralisme,

integrasi, dan asimilasi. Berikut ini, diuraikan ciri-ciri hubungan antar kelompok.

1. Eksploitasi

Keunggulan dalam hal ciri-ciri fisik pernah mengakibatkan eksploitasi

kelompok orang kulit putih terhadap orang kulit hitam di berbagai belahan

dunia. Bentuk eksploitasi itu berupa perbudakan. Pada saat ini, keunggulan

ekonomi dan budaya yang banyak menyebabkan terjadinya dominasi kelompok

mayoritas terhadap minoritas. Masyarakat maju yang kuat secara ekonomi

cenderung menguasai masyarakat miskin. 8enomena itu tampak dengan jelas

pada hubungan antara kelompok negara-negara maju dengan negara-negara

terbelakang. Apabila secara ekonomi sudah dominan, pada umumnya aspek

budaya pun akan dominan.

2. Diskriminasi

Diskriminasi adalah perlakuan yang berbeda yang dialami seseorang atau

sekelompok orang mengenai hal-hal tertentu. Misalnya, secara fisik kaum wanita

dianggap lemah dan emosional dibandingkan dengan kaum pria. Keadaan ini

membuat kaum wanita mengalami diskriminasi dalam hal memperoleh pen-

didikan dan pekerjaan atau jabatan. Diskriminasi tidak hanya dialami kelompok

wanita, tetapi juga para penderita cacat, penderita penyakit AIDS, penganut

agama, atau etnik tertentu.

Diskriminasi dapat dialami oleh individu, dan dapat pula dialami oleh ke-

lompok sosial. Penderita AIDS yang dikucilkan masyarakat atau dikeluarkan

dari pekerjaan adalah diskriminasi terhadap individu, sedangkan kebijakan ke-

lompok sosial (organisasi atau negara) yang hanya menguntungkan kelompok

tertentu dan merugikan kelompok lain adalah bentuk diskriminasi kelompok

terhadap kelompok sosial lain.

3. Segregasi

Segregasi merupakan pemisahan kelompok sosial berdasarkan tradisi atau

hukum. Kelompok yang mengalami perlakuan ini biasanya berbeda dalam hal

asal-usul etnik, agama, kesejahteraan, atau kebudayaan. Segregasi dapat terjadi

Perkembangan

Kelompok

Sosial

dalam

Masyarakat

Multikultural

193

dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat. Misalnya, dalam hal memperoleh

perumahan, pendidikan, pekerjaan, dan penggunaan berbagai fasilitas umum

(sarana transportasi, rumah makan, dan lain-lain).

Salah satu wujud segregasi yang

ada di Indonesia adalah rintangan

perkawinan antarsuku, dan antar-

kelompok sosial. Beberapa suku di

Indonesia masih melarang terjadinya

perkawinan antarsuku, misalnya

masyarakat Batak tradisional.

Demikian juga halangan perkawinan

antara kelas sosial yang berbeda.

Misalnya, orang kaya cenderung me-

nikahkan anaknya dengan sesama

orang kaya.

4. Difusi

Tidak ada satu masyarakan pun yang benar-benar terisolasi sehingga tidak

pernah berhubungan dengan masyarakat lain. Pada saat terjadi kontak itulah

terjadi proses saling meminjam unsur budaya. Dengan cara demikian, akhirnya

unsur-unsur dan pola-pola budaya cenderung menyebar dari suatu masyarakat

ke masyarakat lain. Proses penyebaran unsur dan pola kebudayaan seperti ini

disebut difusi. Ada dua macam difusi, yaitu difusi intramasyarakat, dan difusi

antarmasyarakat. Difusi intramasyarakat terjadi bila unsur kebudayaan yang

tersebar berasal dari masyarakat itu sendiri, sedangkan difusi antarmasyarakat

terjadi bila ada kontak antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.

Dinamika sosial pada umumnya terjadi akibat adanya difusi. Difusi

berlangsung secara dua arah, saling memberi dan saling menerima. Namun,

umumnya masyarakat dengan teknologi lebih sederhanalah yang lebih banyak

menyerap unsur budaya dari masyarakat yang lebih maju. Demikian pula,

kelompok sosial berstatus rendah lebih banyak menyerap unsur budaya dari

kelompok sosial berstatus tinggi. Difusi disertai seleksi dan modifikasi. Jadi

unsur budaya yang diserap tidak selalu sama persis dengan aslinya. Dengan

bantuan teknologi komunikasi dan sarana transportasi yang telah berkembang

maju seperti sekarang ini, proses difusi tidak harus melalui kontak langsung

dengan sumber aslinya.

Gambar 6.5

Salah satu sisi kehidupan di masyarakat

kita yang masih diwarnai segregasi.

Sumber:

Haryana

194

Sosiologi

SMA

/

MA

Kelas

X

I

5. Asimilasi

Kontak budaya juga terjadi melalui

perpindahan orang dari suatu masya-

rakat ke masyarakat lain sehingga me-

nimbulkan proses asimilasi. Asimilasi ter-

jadi bila kebudayaan masyarakat yang

didatangi bersifat dominan. Dalam ke-

adaan seperti itu, cara-cara dan tradisi-

tradisi yang dibawa dari kelompok pen-

datang akan menjadi bagian dari kebu-

dayaan yang mendominasi. Oleh karena

itu, proses asimilasi membuat kelompok

minoritas menjadi lebur karena anggota-

anggota kelompok kehilangan beberapa

ciri budayanya. Sementara itu, masyara-

kat yang didatangi menerima unsur-unsur baru dalam kebudayaannya. Unsur

baru hanya memperkaya variasi, namun dapat pula menjadi penyebab

perubahan yang cukup nyata di masyarakat.

6. Akulturasi

Pada saat pertama kali terjadi kontak antara dua kelompok sosial yang

memiliki kebudayaan berbeda dan kemudian terus-menerus berhubungan, ter-

jadilah pertukaran unsur-unsur kedua kebudayaan itu. Proses ini disebut

akulturasi. Akulturasi juga terjadi jika suatu bangsa menjajah atau menaklukkan

bangsa lain. Hubungan perdagangan juga mengakibatkan akulturasi. Dalam

akulturasi, kecuali terjadi penyerapan unsur-unsur budaya juga terjadi pen-

campuran unsur-unsur budaya. Unsur yang sering bercampur antara lain bahasa,

cara dan model busana, tarian, musik, resep makanan, dan berbagai peralatan.

Misalnya kita sebagai orang Indonesia telah lama menyerap unsur budaya dalam

bentuk model berpakaian ala dunia Islam dan ala Barat, begitu juga dengan

bahasa Indonesia yang banyak menyerap dari berbagai bahasa lain (Sansekerta,

Belanda, Arab, Cina, Inggris, dan lain-lain).

Melalui akulturasi, bagian-bagian tertentu dari salah satu atau kedua

kebudayaan kelompok sosial yang membaur terjadi perubahan. Akan tetapi,

keberadaan kelompok-kelompok sosial itu masih berbeda nyata. Di sinilah

perbedaan antara akulturasi dengan asimilasi, karena dalam asimilasi salah satu

kelompok sosial menjadi bagian dari kelompok lainnya dan identitasnya hilang.

Dalam akulturasi, unsur-unsur budaya asing yang mudah diserap biasanya

memiliki ciri-ciri mudah dipakai, sangat bermanfaat, dan mudah disesuaikan

dengan kondisi setempat. Misalnya, peralatan tulis-menulis, komunikasi,

transportasi, sarana pertanian dan mata pencaharian hidup lainnya. Unsur-

unsur itu biasanya berhubungan dengan perkembangan teknologi. Berbagai

Gambar 6.6

Orang Cina di Indonesia berbicara

dengan bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Ini

suatu bentuk asimilasi. Bisakah Anda menemukan

aspek kehidupan mereka yang masih dipertahan-

kan?

Sumber: Haryana

Perkembangan

Kelompok

Sosial

dalam

Masyarakat

Multikultural

195

unsur yang berhubungan dengan pemenuhan rasa senang, baik dalam bentuk

musik, mode pakaian, dan rekreasi juga mudah diserap masyarakat lain.

Sementara itu, unsur-unsur yang berhubungan dengan kepercayaan, nilai dan

norma sosial, dan bahan makanan pokok tidak mudah diserap.

7. Paternalisme

Paternalisasi terjadi pada saat Indonesia

dijajah Belanda. Orang Belanda sebagai

kelompok pendatang telah menjajah Indo-

nesia selama 350 tahun. Awal mulanya,

mereka mendirikan perusahaan dagang, la-

ma-kelamaan mendirikan benteng dan me-

nakhlukan raja-raja pribumi. Jumlahnya

yang sedikit (minoritas) tidak mungkin

mampu mengontrol wilayah yang demikian

luas (jauh lebih luas dari negeri Belanda

sendiri). Raja-raja pribumi masih diberi

kekuasaan terhadap penduduk, akan tetapi

raja-raja itu harus mengakui kedaulatan

Belanda sebagai penjajah.

Paternalisme juga sering dijadikan pola kerja sama antara pengusaha besar

dengan pengusaha kecil. Pengusaha besar memberi bantuan modal dan jaringan

pemasaran kepada pengusaha kecil. Dalam istilah hubungan seperti itu

pengusaha besar disebut bapak angkat sedangkan industri kecil disebut anak

asuh.

Pilih dan kerjakan salah satu tugas di bawah ini, kemudian serahkan kepada

guru untuk dinilai!

1. Di sekolah Anda tentu terdapat berbagai kelompok siswa. Pilihlah dua

kelompok, misalnya tim bola voli putra dan tim bola voli putri di kelas

Anda! Deskripsikan hubungan antara kedua kelompok tersebut secara

tertulis!

2. Selama ini, resolusi PBB yang ditetapkan berdasarkan suara mayoritas

negara-negara anggotanya senantiasa diveto oleh Amerika Serikat jika

bertentangan dengan kepentingan negara itu. Diskusikanlah hal ini

dengan teman-teman Anda, sehingga memperoleh hasil analisis yang

tepat mengenai hubungan antara negara-negara di dunia! Tulis hasilnya

dalam bentuk artikel dan tampilkan di majalah dinding sekolah setelah

diperiksa oleh guru Anda!

Aktivitas Siswa

Gambar 6.7

Paternalisme penguasa pri-

bumi dengan penjajah.

Sumber:

Insight Guides

196

Sosiologi

SMA

/

MA

Kelas

X

I

Tes Skala Sikap

Kerjakan di buku tugas Anda!

Jawablah dengan tepat!

1. Sebutkan hal-hal yang memengaruhi hubungan antarkelompok sosial!

2. Berikan contoh terjadinya asimilasi di antara dua kelompok sosial!

3. Berikan tiga contoh diskriminasi yang masih terjadi di masyarakat kita!

4. Apakah akibat dari terjadinya diskriminasi satu kelompok terhadap

kelompok lainnya?

5. Apakah perbedaan dan kesamaan asimilasi dengan akulturasi dalam

konteks hubungan antarkelompok sosial?

Kerjakan di buku tugas Anda!

Ungkapkan tanggapan Anda terhadap pernyataan atau kasus di bawah

ini, dengan cara memberi tanda cek (

—

) pada kolom S (Setuju), TS (Tidak

Setuju) atau R (Ragu-ragu)!

Pelatihan

1. Hubungan antarkelompok sosial selalu meng-

akibatkan terjadinya perubahan yang bersifat po-

sitif.

2. Untuk menghindari pecahnya partai-partai di

Indonesia, perlu dibuat peraturan yang melarang

hubungan antarpartai.

3. Segregasi hanya terjadi di masyarakat yang me-

miliki penduduk kulit hitam dan kulit putih seperti

di Amerika Serikat, Australia, dan Kanada.

4. Dampak positif hubungan antarkelompok adalah

terjadinya formasi dan reformasi struktur kelom-

pok.

5. Reformasi yang terjadi di Indonesia sejak tahun

1998 adalah akibat pengaruh dari negara-negara

lain.

No.

Pernyataan

S TS R

Perkembangan

Kelompok

Sosial

dalam

Masyarakat

Multikultural

197

D. Integrasi Sosial dalam Masyarakat Multikultural

Lebih dari 250 suku bangsa di

Indonesia memiliki bahasa dan latar

belakang kebudayaan yang berbeda.

Pada saat masing-masing berada da-

lam pergaulan dengan sesama ang-

gota kelompok sosial masing-masing,

tentulah tidak ada persoalan kebu-

dayaan. Namun, ketika mereka ber-

gaul dengan kelompok sosial lain,

maka sikap saling menghargai kebu-

dayaan yang berbeda menjadi sangat

penting. Lebih-lebih para kaum urban

di kota-kota yang merupakan komu-

nitas dengan beragam latar belakang

etnik dan kebudayaan. Kesadaran

hidup dalam masyarakat muktikultural

juga menyangkut penghargaan ter-

hadap status dan hak-hak kaum

wanita.

Suku-suku bangsa di Indonesia

menjunjung tinggi semboyan ‘Bhinne-

ka Tunggal Ika’ sebagai wujud sikap penghargaan terhadap perbedaan

kebudayaan, demikian juga di negara-negara lain yang masyarakatnya

multikultur. Negara-negara Eropa bekas penjajah memiliki kelompok-kelompok

etnik yang berasal dari wilayah jajahannya. Untuk menghargai kebudayaan

mereka berbagai upaya telah dilakukan. Diantaranya adalah dengan mengajarkan

sikap saling memahami perbedaan agama di antara warganya. Sebagai contoh,

runtuhnya politik

apartheid

di Afrika Selatan, melahirkan semboyan ‘Afrika

Selatan adalah milik semua orang yang hidup di dalamnya, persatuan dalam

keanekaragaman’. Semboyan itu menjadi tanda dimulainya sikap menghargai

kebudayaan etnik-etnik asli Afrika. Bahkan, Afrika Selatan membentuk suatu

komisi khusus yang bertugas melindungi hak hidup berbagai kebudayaan, agama,

dan bahasa yang ada di sana. Pada tahun 1970-an, Australia meski agak

terlambat juga mulai memberi kewenangan kepada suku Aborigin (penduduk

asli benua Australia) untuk mengatur warisan kebudayaan nenek moyang mereka.

Pengakuan terhadap hak milik atas tanah orang aborigin baru diberikan tahun

1972. Di Selandia Baru, mulai ada pengakuan terhadap hak-hak orang suku

Maori atas warisan sejarahnya, termasuk menyerahkan wewenang yang lebih

luas kepada suku itu untuk mengatur urusan internalnya sendiri.

Gambar 6.8

Keanekaragaman bentuk integrasi

sosial yang ada di Indonesia.

Sumber:

Insight Guides

198

Sosiologi

SMA

/

MA

Kelas

X

I

Walaupun kesadaran hidup dalam masyarakat multikultural telah semakin

meluas, namun masih banyak tantangan yang menghadang. Salah satunya

adalah perlunya dikembangkan sistem nilai sosial dan sistem hukum yang

menjamin agar keragaman kebudayaan dan bahasa tetap dihargai dan dilindungi.

Masyarakat pluralistik seperti Indonesia memiliki banyak kelompok suku,

ras, agama, dan etnik. Belum lagi kelas-kelas sosial yang terbentuk akibat

kesenjangan ekonomi. Ada sekelompok kecil orang yang mampu menjadi pengu-

saha besar dengan aset ratusan triliun rupiah, ada kelas menengah yang

mempunyai pekerjaan bagus, pendidikan tinggi untuk menunjang karirnya itu,

penghasilannya pun memungkinkan mereka hidup dengan nyaman. Namun,

ada juga puluhan juta orang di Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Kondisi semacam itu sebenarnya rawan akan perpecahan (disintegrasi) dan

konflik sosial. Suatu masyarakat yang selalu dilanda konflik dan disintegrasi

senantiasa tidak nyaman bagi warganya, terganggu perkembangan dan per-

tumbuhan ekonominya. Pada akhirnya, ketidakstabilan sosial itu berujung pada

terpuruknya masyarakat ke dalam lembah kemiskinan. Sebab, kekacauan sosial

sangat mengganggu kegiatan ekonomi. Padahal, semakin meluasnya kemiskinan

dan semakin dalamnya jurang perbedaan akan berpotensi menimbulkan konflik

dan perpecahan. Kecemburuan sosial akibat kesenjangan ekomoni sering

meningkatkan angka kriminalitas dan protes sosial, misalnya kaum buruh yang

merasa tidak memperoleh penghasilan cukup ramai berdemontrasi atau mogok

kerja. Sementara itu, keterpurukan ekonomi masyarakat tidak memungkinkan

pengusaha meningkatkan keuntungannya, termasuk untuk menaikkan menggaji

para buruh.

Demikian juga kesenjangan sosial yang muncul antarkelompok etnik.

Kelompok etnik Papua dan masyarakat Indonesia bagian timur lainnya yang

hingga kini belum menikmati kemakmuran setara dengan warga negara

Indonesia di bagian barat (Jawa, Sumatra, Sulawesi, Bali) menuntut disintegrasi.

Perlakuan tidak adil yang mereka terima selama ini membuat mereka tidak

puas, sehingga muncullah tuntutan-tuntutan pemisahan diri yang dimotori OPM

(Organisasi Papua Merdeka). Dengan alasan yang hampir serupa, Aceh dengan

Gerakan Aceh Merdeka dan Maluku dengan Republik Maluku Selatan pernah

menuntut untuk melepaskan diri dari kesatuan Republik Indonesia.

Kondisi seperti di atas sungguh sangat tidak diharapkan siapa pun.

Bagaimana pun juga, hidup bersama dalam satu kesatuan negara besar Republik

Indonesia tetap lebih baik. Berdiri sendiri-sendiri dalam suatu negara-negara

kecil akan lebih lemah dan mudah dipermainkan negara lain yang lebih besar.

Oleh karena itu, sesungguhnya kesadaran untuk tetap menjaga persatuan dan

kesatuan Republik Indonesia hendaknya tetap harus dimiliki oleh rakyat

Indonesia. Namun, kesadaran hanyalah salah satu hal yang memang penting

untuk diupayakan. Akan tetapi, kenyataan masyarakat Indonesia yang pluralistik

seperti yang digambarkan di atas adalah hal lain yang perlu diwaspadai.

Perkembangan

Kelompok

Sosial

dalam

Masyarakat

Multikultural

199

Konsekuensi-konsekuensi adanya berbagai ragam suku bangsa, agama, dan

kelas sosial ekonomi harus dikelola sehingga keutuhan negara kesatuan republik

Indonesia tetap terjaga.

Ada beberapa upaya yang bersifat sosial budaya yang dapat dilakukan untuk

mempertahankan integrasi masyarakat. Akan tetapi, setiap upaya tidak berdiri

sendiri melainkan harus berjalan bersama-sama dengan upaya lain. Lagi pula

setiap upaya tidak selalu dapat diterapkan terhadap setiap kasus yang terjadi.

Setiap konflik atau ancaman integrasi yang terjadi di antara kelompok dan

kelas sosial memiliki karakteristik tersendiri sehingga memerlukan pendekatan

yang khusus pula. Oleh karena itu, pemilihan cara dan pendekatan dalam upaya

penanganan konflik dan disintegrasi sosial ditentukan oleh situasi dan kondisi

masyarakat dan sifat kasusnya. Integrasi sosial dalam masyarakat mutikultural

umumnya berlangsung dalam dua pola, yaitu normatif dan sosiatif. Pola integrasi

normatif menekankan pada kepatuhan semua individu atau kelompok sosial

dalam masyarakat terhadap aturan-aturan baku yang diberlakukan secara umum

dan mengikat. Pola ini ditandai dengan adanya perangkat-perangkat formal

yang mengatur hubungan antarindividu maupun antarkelompok. Perangkat-

perangkat ini dioperasionalkan oleh lembaga yang juga bersifat formal, contoh-

nya lembaga yudikatif (pengadilan, jaksa, dan MA) yang mengatur hubungan

antarindividu dalam wilayah hukum.

Pola yang kedua adalah sosiatif. Pola integrasi ini menekankan pada

kesadaran sosial yang dimiliki oleh individu atau kelompok dan kekuatan luar

yang mempunyai pengaruh yang kuat pada masyarakat. Keberadaan perangkat-

perangkat tidak dalam bentuk yang formal, tetapi cukup mengikat secara moral

dan sosial. Kekuatan luar antara lain terdiri dari pemuka agama, tokoh masya-

rakat, tokoh sosial, dan pemimpin adat. Melalui mereka, nilai-nilai yang mem-

persatukan individu dan kelompok sosial dalam masyarakat multikultural dapat

diharapkan keberhasilannya, misalnya pertemuan tokoh lintas agama. Per-

temuan ini akan berpengaruh terhadap meredupnya ketegangan dalam masya-

rakat yang bersumber pada perbedaan agama dan keyakinan.

Beberapa metode untuk melaksanakan integrasi sosial adalah sebagai

berikut:

1. Membina Hubungan Simbiosis Mutualisma

Hubungan simbiosis mutualisma adalah bentuk kerja sama antarkelompok

masyarakat yang bersifat saling menguntungkan. Pendekatan ini lebih bersifat

kerja sama ekonomi. Dalam bidang ekonomi, kerawanan sosial yang sering

muncul adalah kesenjangan antara kelompok orang kaya dan orang miskin,

atau antara kelompok orang yang menguasai sumber daya ekonomi dengan

kelompok yang tidak menguasai sumber daya ekonomi. Kelompok orang kaya

sekaligus yang menguasai sumber daya ekonomi diwakili oleh para pengusaha,

sedangkan kelompok orang miskin yang tidak menguasai sumber daya ekonomi

200

Sosiologi

SMA

/

MA

Kelas

X

I

diwakili oleh kelompok buruh yang

mengandalkan pendapatan mereka dari

bekerja pada perusahaan-perusahaan.

Kasus yang biasanya terjadi adalah

pihak pengusaha bersikap merendahkan

para buruh. Para pengusaha merasa be-

rada di pihak yang kuat sehingga mem-

perlakukan mereka secara kurang pan-

tas. Rendahnya upah yang diberikan, ti-

dak adanya jaminan kesehatan dan

keselamatan kerja, tidak mengasuransi-

kan pekerja, dan berbagai bentuk tun-

jangan kesejahteraan lainnya, pada

umumnya menjadi sumber ketidakpuas-

an kelompok buruh. Apabila ketidak-puasan itu disalurkan lewat serikat-serikat

buruh, dan kemudian menjadi gerakan terorganisasi menuntut hak-hak mereka

melalui de-monstrasi dan mogok kerja, berarti telah timbul konflik di antara

kedua kelompok sosial tersebut.

Kasus yang sering terjadi di Indonesia adalah demonstrasi kaum buruh

menuntut kenaikan upah. Demonstrasi kaum buruh yang paling besar adalah

demonstrasi buruh pada bulan Maret hingga April 2006 yang menuntut

pemerintah untuk membatalkan rencana perevisian undang-undang yang

mengatur hubungan buruh dan majikan. Buruh menganggap undang-undang

itu semula berpihak pada nasib kaum buruh, tetapi setelah pemerintah mendapat

masukan dari pengusaha dan investor, menilai undang-undang itu menghambat

investasi dan perkembangan dunia usaha maka akan direvisi. Sebelum rancangan

revisi dibuat, para buruh sudah menolak lewat aksi demontrasi yang kian hari

kian meluas, bahkan mengancam akan mogok nasional.

Konflik semacam itu jelas merugikan integrasi bangsa, khususnya integrasi

antara pengusaha dan buruh yang sebenarnya dua pihak yang saling mem-

butuhkan. Pengusaha tidak mungkin menjalankan usahanya jika tidak ada para

buruh yang bekerja. Sebaliknya, para buruh membutuhkan keberadaan para

majikan yang membuka usaha sehingga tercipta lapangan kerja bagi buruh.

Untuk menciptakan hubungan yang harmonis di antara kedua kelompok sosial

itu diperlukan kerjasama yang saling menguntungkan. Pengusaha harus meng-

hargai para buruh dengan memberikan imbalan kesejahteraan yang layak. Para

buruh pun harus bekerja dengan produktivitas tinggi untuk memajukan peru-

sahaan. Pemerintah sebagai pihak ketiga yang berwenang membuat regulasi

(peraturan) pun jangan berat sebelah, baik pengusaha maupun buruh harus

sama-sama diperhatikan kepentingannya. Aturan yang menguntungkan kedua

belah pihak akan membuat kelompok pengusaha tetap dapat beroperasi, dan

buruh pun diperhatikan kesejahteraannya. Apabila aturan yang menjamin kondisi

seperti itu dapat diwujudkan maka akan tercipta simbiosis mutualisma antara

kelompok pengusaha dan kelompok buruh.

Gambar 6.9

Buruh adalah mitra para pengu-

saha, sehingga keberadaan mereka tidak boleh

direndahkan.

Sumber:

Haryana

Perkembangan

Kelompok

Sosial

dalam

Masyarakat

Multikultural

201

Kerjasama saling menguntungkan seperti di atas, tidak hanya dapat

diterapkan untuk kalangan pengusaha dengan buruh. Setiap ada dua kelompok

atau lebih yang sebenarnya saling membutuhkan dan saling bergantung,

sebaiknya diatur agar tercipta simbisosis mutualisma. Petani, tengkulak, dan

industri adalah tiga pihak yang saling membutuhkan. Nelayan dan perusahaan

pengolah ikan juga demikian, bahkan para pemilik toko dengan para pelayan

toko juga memerlukan kerja sama saling menguntungkan itu agar semua ke-

lompok terjamin kepentingannya. Apabila salah satu kelompok berusaha

menekan kelompok lain baik dengan cara langsung maupun memanipulasi

peraturan, maka lama-kelamaan akan pecah konflik dan terjadikan diintegrasi

di antara keduanya. Selanjutnya, disintegrasi antarkelompok sosial akan

mengganggu kesatuan masyarakat secara umum.

2. Distribusi Sumber Daya Secara Adil

Segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup

manusia disebut sumber daya, baik itu bersifat alamiah, sosial, budaya, maupun

ekonomi. Keberadaan sumber daya di masyarakat tidak semuanya berlimpah,

melainkan lebih banyak yang terbatas. Sumber daya yang keberadaannya

terbatas inilah yang sering menimbulkan konflik jika distribusinya tidak men-

cerminkan keadilan. Menurut George 8oster (1

967), seorang antropolog Amerika

Serikat, sumber daya yang terbatas itu misalnya penghasilan,

kekuasaan,

kesempatan, berbagai kekayaan alam, dan bahkan sesuatu yang bersifat simbolik

yaitu status sosial. Setiap orang dalam suatu masyarakat secara tidak sadar

menganggap berhak mendapatkan sumber daya itu secara adil. Namun, ke-

nyataannya tidak semua orang mampu memperolehnya, di samping karena

keterbatasan sumber daya itu juga karena keterbatasan kemampuan dirinya.

Oleh karena itu, orang-orang yang beruntung dapat memperoleh sumber daya

secara berlebihan harus mengembalikan (redistribusi) sebagian sumber daya itu

kepada warga masyarakat yang kurang beruntung. Bentuk konkretnya, orang

kaya harus membantu orang miskin, para penguasa harus melindungi rakyat

biasa, dan lain-lain.

Apabila prinsip keadilan distribusi sumber daya yang terbatas itu dilanggar

maka timbullah konflik sosial dan perpecahan. Kasus demontrasi warga

masyarakat Papua yang menuntut penutupan tambang tembaga dan emas

PT.

%reeport

, tuntutan Aceh untuk melepasan diri dari kesatuan Republik Indonesia,

dan berbagai kasus disintegrasi lain di Indonesia dapat dipahami akar masalahnya

dari sudut pandang ini.

Pemahaman kasus seperti di atas dapat diterapkan terhadap kasus di Aceh

dan Riau. Ketidakadilan distribusi kekuasaan pemerintah pusat dan pemerintah

daerah, ditambah lagi ketidakadilan distribusi hasil sumber daya alam dan

pengelolaan aset-aset ekonomi, menyebabkan mereka berupaya memisahkan

diri dari Indonesia. Untuk mencegah hal itu agar tidak terulang lagi, maka perlu

202

Sosiologi

SMA

/

MA

Kelas

X

I

diupayakan adanya pembagian yang adil atas berbagai sumber daya yang ada,

baik itu sumber daya alam, sumber daya ekonomi, sumber daya sosial budaya,

dan kekuasaan.

Oleh karena itu, setelah gelombang reformasi bergulir pemerintah pusat

mulai meredistribusikan berbagai sumber daya itu ke daerah-daerah. Dalam hal

pembagian keuntungan hasil tambang, pengaturan anggaran negara, dan

bahkan desentralisasi kekuasaan lewat otonomi daerah. Tentu saja pada tahap

awal masih terjadi ketimpangan-ketimpangan pelaksanaannya. Tidak ada

manusia yang mampu sekaligus mengubah sistem menjadi sempurna seratus

persen. Semua perlu belajar dari kesalahan, kemudian dikoreksi dan disem-

purnakan. Masa-masa awal yang penuh pancaroba itu harus dilalui dengan

kesabaran dan tekat untuk tetap satu dalam keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Jalan benar telah ditempuh, yaitu dengan meredistribusikan sumber

daya secara adil, walaupun keadilan itu sendiri masih selalu mengalami tarik

ulur manifestasinya yang paling tepat sehingga dapat diterima semua pihak.

Suatu saat, keutuhan masyarakat Indonesia akan kembali normal dan stabil

dengan pendekatan ini.

3. Penanggulangan Kemiskinan

Kelas orang miskin selalu digambarkan sebagai sekelompok orang yang

kebutuhan hidupnya tidak atau kurang tercukupi. Mereka tinggal di rumah-

rumah sederhana, kurang memenuhi syarat kesehatan, kumuh, tidak permanen,

tidak memiliki pekerjaan tetap atau pekerjaannya tidak memberikan penghasilan

cukup, kurang pendidikan, dan hidupnya tersisih. Keterbatasan ekonomi juga

menyebabkan mereka tidak memiliki kesempatan berhubungan dengan dunia

luas. Akibatnya, semakin sempit wawasan mereka. Semakin sempit pergaulan

seseorang semakin kecil peluangnya untuk menemukan mitra kerja sama untuk

memperbaiki kehidupan. Kondisi semacam ini sering menjadi sebab orang-

orang miskin kalah dalam persaingan hidup dengan warga masyarakat lainnya.

Dampaknya, mereka menjadi tidak puas terhadap kondisi di masyarakat, dan

muncullah berbagai tindakan kriminal yang dapat mengarah pada gangguan

terhadap keutuhan masyarakat. Di sisi lain, melihat kehidupan orang kaya yang

serba berkecukupan dan bahkan serba mewah menimbulkan perasaan iri dan

cemburu.

Kemiskinan adalah kenyataan yang selalu ada di masyarakat. Keberadaannya

tidak bisa dihapus sama sekali. Meningkatnya jumlah orang-orang miskin perlu

diwaspadai. Sebab, semakin banyak orang miskin juga mengancam harmoni

masyarakat. Ketidakkharmonisan itu merupakan konsekuensi perbedaan sosial

antara orang kaya dengan orang miskin. Di antara kedua kelas sosial itu terdapat

kesenjangan sosial yang memicu kecemburuan dari kalangan orang miskin

terhadap orang kaya. Kecemburuan sosial itulah yang potensial memecah-belah

integrasi sosial.

Perkembangan

Kelompok

Sosial

dalam

Masyarakat

Multikultural

203

Upaya penanggulangan kemis-

kinan berkaitan erat dengan proses

pertukaran sosial (

social exchange

)

secara umum. Pertukaran sosial

berupa hubungan antarkelompok

dan antarkelas sosial yang bersifat

saling memberi dan saling meneri-

ma (resiprokal). Hubungan resipro-

kal tidak harus bersifat simetris,

artinya apabila satu pihak mem-

berikan sesuai kepada pihak lain

berupa uang, maka pihak penerima

nantinya akan membalas dengan

memberikan uang pula, akan tetapi

hubungan resiprokal kadang-kadang

bersifat asimetris, misalnya rakyat

membayar pajak kepada pemerin-

tah, dan pemerintah memberikan perlindungan kepada rakyat. Pertukaran sosial

ini, apabila berjalan tanpa gangguan, kehidupan masyarakat akan harmonis

dan jauh dari disintegrasi.

Kemiskinan merupakan akibat dari distribusi sumber daya yang tidak merata,

baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Kadang-kadang secara sistematis

peraturan-peraturan pemerintah membuat orang miskin semakin miskin dan

orang kaya semakin kaya. Kemiskinan akibat peraturan pemerintah yang berat

sebelah seperti itu oleh ahli ilmu sosial disebut kemiskinan struktural

.

Contoh

kemiskinan struktural adalah orang-orang miskin yang baru muncul sebagai

akibat kenaikan harga bahan bakar minyak mencapai seratus persen pada awal

tahun 2006. Kenaikan harga BBM yang begitu tinggi memicu kenaikan hampir

semua barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat, sementara itu pendapatan

masyarakat relatif tetap. Akibatnya, di antara mereka yang semula bukan orang

miskin, tiba-tiba jatuh ke lembah kemiskinan struktural.

Untuk memperkokoh keutuhan masyarakat, kemiskinan harus ditanggulangi

agar jumlahnya menjadi seminimal mungkin. Berbagai upaya telah dilakukan

pemerintah, swasta, maupun perseorangan. Berbagai program bantuan untuk

mengangkat kehidupan orang-orang miskin selalu dijalankan. Upaya yang telah

dilakukan pemerintah antara lain mengimplementasikan Program Inpres Desa

Tertinggal mulai tahun 1993, Program Kelompok Usaha Bersama (PKUB) tahun

1996, Tabungan Kesejahteraan Rakyat (Takesra) dan Kredit Usaha

Kesejahteraan Rakyat (Kukesra) tahun 1997, Inpres Desa Tertinggal (IDT) tahun

1994, program pembangunan perumahan rakyat bagi warga masyarakat

berpenghasilan rendah, pemberian bantuan beasiswa