Halaman
Hak Cipta © 201
7
pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Dilindung
i Undang-Undang
Disklaimer:
Buku ini merupakan buku siswa yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka
implementasi Kurikulum 2013. Buku siswa ini disusun dan ditelaah oleh berbagai pihak di
bawah koordinasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan dipergunakan dalam tahap
awal penerapan Kurikulum 2013. Buku ini merupakan “dokumen hidup” yang senantiasa
diperbaiki, diperbaharui, dan dimutakhirkan sesuai dengan dinamika kebutuhan dan
perubahan zaman. Masukan dari berbagai kalangan yang dialamatkan kepada penulis dan
laman http://buku.kemdikbud.go.id atau melalui email [email protected] diharapkan
dapat meningkatkan kualitas buku ini.
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sejarah Indonesia/ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.-- . Edisi Revisi
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 201
7
.
viii, 280 hlm. : ilus. ; 25 cm.
Untuk SMA/MA/SMK/MAK Kelas X
ISBN 978-602-427-122-0 (jilid lengkap)
ISBN 978-602-427-123-7 (jilid 1)
1. Sejarah Indonesia -- Studi dan Pengajaran
I. Judul
II. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
959.8
Penulis
:
Restu Gunawan, Amurwani Dwi Lestariningsih, dan Sardiman.
Penelaah
:
Mohammad Iskandar, Hariyono, Mumuh Muhsin Z., dan Baha’
Uddin.
Penyelia Penerbitan
:
Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Cetakan Ke-1, 2013 ISBN 978-602-282-108-3 (jilid 1)
Cetakan Ke-2, 2014 ISBN 978-602-282-497-8 (jilid 1a) Edisi Revisi
ISBN 978-602-282-498-5 (jilid 1b) Edisi Revisi
Cetakan Ke-
3
, 2016 (Edisi Revisi)
Cetakan Ke-
4
, 201
7
(Edisi Revisi)
Disusun dengan huruf Frutiger, 11 pt.
iii
Sejarah Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdullilah kita panjatkan ke hadirat Tuhan
Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya sehingga buku
pelajaran Sejarah kelas X kurikulum 2013 dapat terselesaikan. Buku
yang ada di tangan anda ini sudah beberapa kali mengalami revisi.
Mungkin muncul pertanyaan dari para siswa apa perbedaan buku
Kurikulum 13 (K 13) dengan buku kurikulum sebelumnya? Ada
beberapa hal yang perlu diketahui oleh siswa dan para pemangku
kepentingan yang berhubungan dengan pembelajaran sejarah.
Dalam K 13 ini diharapkan siswa tidak hanya menghafal, tetapi juga
mampu melakukan penulisan dan mendiskripsikan setiap peristiwa
sejarah yang terjadi. Selain itu, siswa diharapkan dapat mengaitkan
berbagai peristiwa di daerahnya dengan peristiwa yang terjadi
tingkat nasional maupun global. Oleh karena itu kemampuan
melakukan analisis berbagai peristiwa sejarah sangat diperlukan.
Untuk itu siswa diwajibkan selain membaca buku ini, juga harus
mencari sumber-sumber rujukan lain yang relevan. Dengan
mempelajari sejarah, diharapkan siswa bisa mengambil nilai-nilai
setiap peristiwa sejarah yang terjadi untuk memperkuat rasa cinta
tanah air, bangga dan meningkatkan nasionalisme.
Terwujudnya buku ini tidak terlepas dari peran beberapa
penulis sebelumnya. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih
kepada Prof. Dr. Wasino; Dr. Agus Mulyana; Prof, Dr. Mestika Zed,
Drs. Wahdini Purba, M.Pd. Terima kasih pula kepada Prof. Dr. Hamid
Hassan, Prof. Dr.Taufik Abdullah, Dr. Anhar Gonggong yang telah
membaca draft naskah buku ini dan memberi beberapa masukan
penting untuk perbaikan naskah ini. Kepada para penelaah Prof.
Dr. Haryono, Dr. Muh. Iskandar, Dr. Mumuh Muhsin yang ditunjuk
oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud kami ucapkan
terima kasih atas segala masukannya. Terima kasih kepada Tim dari
Puskurbuk yang telah bekerja sejak tahun 2012 sampai dengan
2016 untuk mendampingi penyelesaian buku ini.
iv
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
Buku ini sudah beberapa kali dilakukan revisi dan perbaikan.
Namun demikian masih ada kekurangan. Oleh karena itu masukan
dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk perbaikan di masa
mendatang. Untuk mendiskusikan berbagai hal yang dikira belum
jelas atau memerlukan klarifikasi, kami siap untuk mendiskusikan
lebih lanjut. Selamat belajar sejarah, untuk merancang masa depan
yang lebih baik.
Jakarta; Januari 2016
Penulis
v
Sejarah Indonesia
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................
....
iii
Daftar Isi
.......................................................................................
v
Bab I
Menelusuri Per
adaban Awal di Kepulauan Indonesia ....................
1
A.
Sebelum Mengenal Tulisan
.............................................
3
B.
Terbentuknya Kepulauan Indonesia
...............................
8
C.
Mengenal Manusia Purba
..............................................
18
1.
Sangiran
..................................................................
19
2.
Trinil, Ngawi, Jawa Timur
.........................................
21
3.
Perdebatan Antara Pithecantropus
ke Homo Erectus
......................................................
30
D.
Asal Usul
dan
Persebaran Nenek Moyang
Bangsa Indonesia
...........................................................
34
1.
Proto Melayu
...........................................................
35
2.
Deutero Melayu
.......................................................
36
3.
Melanesoid
..............................................................
37
4.
Negrito dan Weddid
..................................................
38
5.
Teori Out of Africa dan Out of Taiwan...................... 40
E.
Corak
Keh
idup
an
Masyarakat
Masa
Praaksara............. ....46
1.
Pola Hunian
..............................................................
46
2.
Dari Berburu
-
Meramu
,
sampai Bercocok Tanam
....
.
...
47
3.
Sistem Kepercayaan
..................................................
49
F.
Perkembangan Teknologi
...........................................
54
1.
Antara Batu dan Tulang
.......................................
55
2.
Antara Pantai dan Gua
.........................................
58
3.
Mengenal Api
.......................................................
61
vi
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
4.
Sebuah Revolusi
...................................................
63
5.
Konsep Ruang pada Hunian (Arsitektur)
...............
66
Kesimpulan
...............................................................
69
Bab II
Pedagang
, Penguasa dan Pujangga pada Masa Klasik
(Hindu dan Buddha)
.................................................................
73
A.
Pengaruh Budaya India
.......................................
75
B.
Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha
..............
86
1.
Kerajaan Kutai ................................
.....................
87
2.
Kerajaan Tarumanegara ........................................
90
3.
Kerajaan Kalingga .................................................
97
4.
Kerajaan Sriwijaya ............................
...................
100
5.
Kerajaan Mataram Kuno
.....................................
110
6.
Kerajaan Kediri
..................................................
125
7.
Kerajaan Singhasari
............................................
129
8.
Kerajaan Majapahit
............................................
136
9.
Kerajaan Buleleng dan Kerajaan Dinasti
Warmadewa di Bali ...................
...........................
145
10.
Kerajaan Tulang Bawang
.....................................
146
11.
Kerajaan Kota Kapur
.............................................
147
C.
Terbentuknya Jaringan Nusantara Melalui Perdagangan
151
D.
Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu-Buddha
157
Kesimpulan
................................................................
165
Bab III
Islamisasi dan Silang Budaya di Nusantara
...............................
168
A
.
Kedatangan Islam ke Nusantara ...................................
170
B.
Islam dan Jaringan Perdagangan Antarpulau
..............
176
C.
Islam Masuk Istana Raja
........................................
184
1.
Kerajaan Islam di Sumatra ..............
.....................
185
2.
Kerajaan Islam di Jawa
.........................................
202
vii
Sejarah Indonesia
3.
Kerajaan-
K
erajaan Islam di Kalimantan ................ 21
5
4.
Kerajaan-
K
erajaan Islam di Sulawesi
................ 22
0
5.
Kerajaan-
K
erajaan Islam di Maluku Utara ............... 22
5
6.
Kerajaan-
K
erajaan Islam di Papua
..................... 229
7.
Kerajaan-
K
erajaan Islam di
Nusa Tenggara
........ 231
D.
Jaringan Keilmuan di Nusantara
................................
235
E.
Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam
.............
239
1.
Seni Bangunan
..................................................
240
2.
Seni Ukir
........................................................
245
3.
Aksara dan Seni Sastra
.......................................
246
4.
Kesenian
........................................................
248
5.
Kalender
............................................................
248
F.
Proses Integrasi Nusantara
.........................................
250
1.
Peranan Para Ulama
d
alam Proses Integrasi ......... 250
2.
Peran Perdagangan Antarpulau
...........................
251
3.
Peran Bahasa
.....................................................
252
Kesimpulan
.......................................................................
254
Latihan Ulangan
......................................................................
256
Glosarium
.............................................................
.................
258
Daftar Pustaka
.......................................................................
265
Profil
Penulis
........................................................
.....................
271
Profil P
enelaah
.........................................................................
275
Profil
Editor
................................................................................
280
viii
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
Gambar 1.1
Waruga
Sumber: Direktorat Geografi Sejarah. 2009. Atlas Prasejarah Indonesia. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata.
1
Sejarah Indonesia
Bab I
Menelusuri
Peradaban Awal di
Kepulauan Indonesia
Indonesia terletak di persimpangan tiga lempeng benua
–
ketiganya
bertemu di sini
–
menciptakan tekanan sangat besar pada lapisan
kulit bumi. Akibatnya, lapisan kulit bumi di wilayah ini terdesak
ke atas, membentuk paparan-paparan yang luas dan beberapa
pegunungan yang sangat tinggi. Seluruh wilayah ini sangat
rentan terhadap gempa hebat dan letusan gunung api dahsyat
yang kerap mengakibatkan kerusakan parah. Hal ini terlihat dari
beberapa catatan geologis. Gempa dan tsunami mengerikan yang
dialami Aceh belum lama ini hanyalah episode terakhir dari seluruh
rangkaian peristiwa panjang dalam masa prasejarah dan sejarah.
(Arysio Santos, 2010)
K
utipan di atas menunjukkan bahwa keberadaan tanah air kita
tidak dapat dilepaskan dari rangkaian peristiwa alam yang
sudah terjadi sejak zaman dahulu. Jadi, dinamika sejarah yang telah
bermula sejak manusia ada, jika dirunut hingga sekarang, kita akan
menemukan bahwa kesinambungan sejarah tidak mudah terputus,
meskipun segala macam perubahan telah terjadi.
2
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
ASAL USUL NENEK
MOYANG
BANGSA INDONESIA
Sebelum Mengenal
Tulisan
Terbentuknya
Kepulauan Indonesia
Mengenal Manusia
Purba Indonesia
Perkembangan Teknologi
Antara Batu dan
Tulang
Antara Pantai dan
Gua
Sebuah Revolusi
Konsep Ruang Pada
Hunian
Pola Hunian
Mengenal Api
Berburu-Meramu
sampai Bercocok
Tanam
Sistem
Kepercayaan
Corak Kehidupan Masyarakat
Praaksara
Dilihat dari
Berawal dari
Diketahui melalui
PETA KONSEP
3
Sejarah Indonesia
A.
Sebelum Mengenal Tulisan
Mengamati Lingkungan
Di era modern ini, jika kalian menengok peralatan dapur masa
kini di beberapa daerah perdesaan mungkin masih menemukan
peralatan masak yang terbuat dari batu. Misalnya alat untuk
menghaluskan bumbu masak. Di Jawa disebut sebagai cobek
mungkin di daerah lain mempunyai nama yang berbeda-beda.
Jadi meskipun kini kehidupan sudah modern ternyata masih ada
peralatan manusia pada masa praaksara yang masih bertahan
sampai sekarang. Untuk mengetahui apa, siapa, dan bagaimana
kehidupan manusia zaman praaksara kamu dapat mempelajari
bacaan berikut ini.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari uraian ini, diharapkan kamu dapat:
1. melacak asal usul nenek moyang bangsa Indonesia
2. mengenali corak kehidupan masyarakat praaksara
3. menganalisis perkembangan teknologi pada masa
praaksara
4
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
Manusia purba tidak mengenal tulisan dalam kebudayaannya.
Periode kehidupan ini dikenal dengan zaman praaksara. Masa
praaksara berlangsung sangat lama jauh melebihi periode
kehidupan manusia yang sudah mengenal tulisan. Oleh karena itu,
untuk dapat memahami perkembangan kehidupan manusia pada
zaman praaksara kita perlu mengenali tahapan-tahapannya.
Memahami Teks
Sebelum mengenali tahapan-tahapan atau pembabakan
perkembangan kehidupan dan kebudayaan zaman praaksara,
perlu kamu ketahui lebih dalam yang dimaksud zaman praaksara.
Praaksara adalah istilah untuk menggantikan istilah prasejarah.
Penggunaan istilah prasejarah untuk menggambarkan
perkembangan kehidupan dan budaya manusia saat belum
mengenal tulisan kurang tepat.
Pra
berarti sebelum dan
sejarah
adalah peristiwa yang terjadi pada masa lalu yang berhubungan
dengan aktivitas dan perilaku manusia, sehingga prasejarah
berarti sebelum ada sejarah. Sebelum ada sejarah berarti sebelum
ada aktivitas kehidupan manusia. Dalam kenyataannya sekalipun
belum mengenal tulisan, makhluk yang dinamakan manusia sudah
memiliki sejarah dan sudah menghasilkan kebudayaan. Oleh karena
itu, para ahli mempopulerkan istilah praaksara untuk menggantikan
istilah prasejarah.
Praaksara berasal dari dua kata, yakni
pra
yang berarti
sebelum dan
aksara
yang berarti tulisan. Dengan demikian, zaman
praaksara adalah masa kehidupan manusia sebelum mengenal
tulisan. Ada istilah yang mirip dengan istilah praaksara, yakni istilah
nirleka
.
Nir
berarti tanpa dan
leka
berarti tulisan. Karena belum ada
tulisan maka untuk mengetahui sejarah dan hasil-hasil kebudayaan
manusia adalah dengan melihat beberapa sisa peninggalan yang
dapat kita temukan. Kapan waktu dimulainya zaman praaksara?
5
Sejarah Indonesia
Kapan zaman praaksara itu berakhir? Zaman praaksara dimulai sudah
tentu sejak manusia ada. Itulah titik dimulainya masa praaksara.
Zaman praaksara berakhir setelah manusia mulai mengenal tulisan.
Pertanyaan yang sulit untuk dijawab adalah kapan tepatnya
manusia itu mulai ada di bumi ini sebagai pertanda dimulainya
zaman praaksara? Sampai sekarang para ahli belum dapat secara
pasti menunjuk waktu kapan mulai ada manusia
di muka bumi ini. Untuk menjawab pertanyaan
itu kamu perlu memahami kronologi perjalanan
kehidupan di permukaan bumi yang rentang
waktunya sangat panjang. Bumi yang kita huni
sekarang diperkirakan mulai terbentuk sekitar
2.500 juta tahun yang lalu.
Bagaimana kalau kita ingin melakukan kajian tentang
kehidupan zaman praaksara? Untuk menyelidiki zaman praaksara,
para sejarawan harus menggunakan metode penelitian ilmu
arkeologi dan juga ilmu alam seperti geologi dan biologi. Ilmu
arkeologi adalah bidang ilmu yang mengkaji bukti-bukti atau
jejak tinggalan fisik, seperti lempeng artefak, monumen, candi
dan sebagainya. Berikutnya menggunakan ilmu geologi dan
percabangannya, terutama yang berkenaan dengan pengkajian
usia lapisan bumi, dan biologi berkenaan dengan kajian tentang
ragam hayati (
biodiversitas
) makhluk hidup.
Mengingat jauhnya jarak waktu masa praaksara dengan kita
sekarang, maka tidak jarang orang mempersoalkan apa perlunya
kita belajar tentang zaman praaksara yang sudah lama ditinggalkan
oleh manusia modern. Pandangan seperti ini sungguh menyesatkan,
sebab tentu ada hubungannya dengan kekinian kita. Beberapa di
antaranya akan dikemukakan berikut ini.
Untuk memperkaya
pengetahuan tentang hal
ini, kamu bisa membaca
Koentjaraningrat.
Manusia
dan Kebudayaan Indonesia
dan Habib Mustopo, dkk.
Sejarah 1.
6
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
Data etnografi yang menggambarkan kehidupan masyarakat
praaksara ternyata masih berlangsung sampai sekarang. Entah itu
pola hunian, pola pertanian subsistensi, teknologi tradisional dan
konsepsi kepercayaan tentang hubungan harmoni antara manusia
dan alam, bahkan kebiasaan memelihara hewan seperti anjing dan
kucing di lingkungan manusia modern perkotaan. Demikian pula
kebiasaan bertani merambah hutan dengan motode ‘tebang lalu
bakar’ (
slash and burn
) untuk memenuhi kebutuhan secukupnya
masih ada hingga kini. Namun, kebiasaan merambah hutan dan
hidup berpindah-pindah pada masa lampau tidak menimbulkan
malapetaka asap yang mengganggu penerbangan domestik. Selain
itu, juga mengganggu bandara negara tetangga Singapura dan
Malaysia seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini. Teknologi manusia
modernlah yang mampu melakukan perambahan hutan secara
besar-besaran, entah itu untuk perkebunan atau pertambangan,
dan permukiman
real estate
sehingga menimbulkan malapetaka
kabut asap dan kerusakan lingkungan.
Arti penting dari pembelajaran tentang sejarah kehidupan
zaman praaksara pertama-tama adalah kesadaran akan asal usul
manusia. Tumbuhan memiliki akar. Semakin tinggi tumbuhan itu,
semakin dalam pula akarnya menghunjam ke bumi hingga tidak
mudah tumbang dari terpaan angin badai atau bencana alam
lainnya. Demikian pula halnya dengan manusia. Semakin berbudaya
seseorang atau kelompok masyarakat, semakin dalam pula kesadaran
kolektifnya tentang asal usul dan penghargaan terhadap tradisi.
Jika tidak demikian, manusia yang melupakan budaya bangsanya
akan mudah terombang-ambing oleh terpaan budaya asing yang
lebih kuat, sehingga dengan sendirinya kehilangan identitas diri.
Jadi bangsa yang gampang meninggalkan tradisi nenek moyangnya
akan mudah didikte oleh budaya dominan dari luar yang bukan
miliknya.
7
Sejarah Indonesia
Kita bisa belajar banyak dari keberhasilan dan capaian
prestasi terbaik dari pendahulu kita. Sebaliknya kita juga belajar dari
kegagalan mereka yang telah menimbulkan malapetaka bagi dirinya
atau bagi banyak orang. Untuk memetik pelajaran dari uraian ini,
dapat kita katakan bahwa nilai terpenting dalam pembelajaran
sejarah tentang zaman praaksara, dan sesudahnya ada dua yaitu
sebagai inspirasi untuk pengembangan nalar kehidupan dan sebagai
peringatan. Selebihnya kecerdasan dan pikiran-pikiran kritislah yang
akan menerangi kehidupan masa kini dan masa depan.
Sekarang muncul pertanyaan, sejak kapan zaman praaksara
berakhir? Sudah barang tentu zaman praaksara itu berakhir setelah
kehidupan manusia mulai mengenal tulisan. Terkait dengan masa
berakhirnya zaman praaksara masing-masing tempat akan berbeda.
Penduduk di Kepulauan Indonesia baru memasuki masa aksara
sekitar abad ke-5 M. Hal ini jauh lebih terlambat bila dibandingkan
di tempat lain misalnya Mesir dan Mesopotamia yang sudah
mengenal tulisan sejak sekitar tahun 3000 SM. Fakta-fakta masa
aksara di Kepulauan Indonesia dihubungkan dengan temuan
prasasti peninggalan kerajaan tua seperti Kerajaan Kutai di Muara
Kaman, Kalimantan Timur.
8
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
Uji Kompetensi
1.
Mengapa istilah praaksara lebih tepat dibandingkan dengan
istilah prasejarah untuk menggambarkan kehidupan manusia
sebelum mengenal tulisan?
2.
Secara metodologis bagaimana kita dapat mengetahui kehidupan
manusia sebelum mengenal tulisan?
3.
Mesir mengakhiri zaman praaksara sekitar tahun 3000 SM, tetapi
di Indonesia baru abad ke-5 M. Mengapa demikian?
4.
Apa saja pelajaran yang dapat kita peroleh dari belajar kehidupan
pada zaman praaksara?
B.
Terbentuknya Kepulauan Indonesia
Mengamati lingkungan
Bumi kita yang terhampar luas ini diciptakan Tuhan Yang
Maha Pencipta untuk kehidupan dan kepentingan hidup manusia.
Di bumi ini hidup berbagai flora dan fauna serta tempat bersemainya
manusia dengan keturunannya. Di bumi ini kita bisa menyaksikan
keindahan alam, kita bisa beraktivitas dan berikhtiar memenuhi
kebutuhan hidup kita. Namun harus dipahami bahwa bumi kita juga
sering menimbulkan bencana. Sebagai contoh munculnya aktivitas
lempeng bumi yang kemudian melahirkan gempa baik tektonis
maupun vulkanis, bahkan sampai menimbulkan tsunami. Sebagai
contoh tentu kamu masih ingat gempa dan tsunami yang terjadi di
9
Sejarah Indonesia
Aceh, gempa di Yogyakarta, di Papua dan beberapa daerah lain,
termasuk beberapa gunung api meletus. Bencana tersebut telah
mengakibatkan ribuan nyawa hilang dan harta benda melayang.
Fenomena alam yang terjadi itu merupakan bagian tak
terpisahkan dari aktivitas panjang bumi kita sejak proses terjadinya
alam semesta ratusan, ribuan, bahkan juta tahun yang lalu. Proses
tersebut secara geologis mengalami beberapa tahapan atau
pembabakan waktu. Berikut ini kita mencoba menelaah tentang
pembabakan waktu alam secara geologis dan terbentuknya
Kepulauan Indonesia terbentuk.
Memahami Teks
Ada banyak teori dan penjelasan tentang penciptaan bumi,
mulai dari mitos sampai kepada penjelasan agama dan ilmu
pengetahuan. Kali ini kamu belajar sejarah sebagai cabang keilmuan,
pembahasannya adalah pendekatan ilmu pengetahuan, yakni
asumsi-asumsi ilmiah, yang kiranya juga tidak perlu bertentangan
dengan ajaran agama. Salah satu di antara teori ilmiah tentang
terbentuknya bumi adalah Teori “Dentuman Besar” (
Big Bang
),
yang dikemukakan oleh sejumlah ilmuwan, misalnya ilmuwan
besar Inggris, Stephen Hawking. Teori ini menyatakan bahwa alam
semesta mulanya berbentuk gumpalan gas yang mengisi seluruh
ruang jagat raya. Jika digunakan teleskop besar Mount Wilson
untuk mengamatinya akan terlihat ruang jagat raya itu luasnya
mencapai radius 500 juta tahun cahaya. Gumpalan gas itu suatu
saat meledak dengan satu dentuman yang amat dahsyat. Setelah
itu, materi yang terdapat di alam semesta mulai berdesakan satu
sama lain dalam kondisi suhu dan kepadatan yang sangat tinggi,
sehingga hanya tersisa energi berupa proton, neutron dan elektron,
yang bertebaran ke seluruh arah.
10
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
Ledakan dahsyat itu menimbulkan gelembung-gelembung
alam semesta yang menyebar dan menggembung ke seluruh
penjuru, sehingga membentuk galaksi, bintang-bintang, matahari,
planet-planet, bumi, bulan dan meteorit. Bumi kita hanyalah salah
satu titik kecil saja di antara tata surya yang mengisi jagat semesta.
Di samping itu banyak planet lain termasuk bintang-bintang yang
menghiasi langit yang tak terhitung jumlahnya. Boleh jadi ukurannya
jauh lebih besar dari planet bumi. Bintang-bintang berkumpul dalam
suatu gugusan, meskipun antarbintang berjauhan letaknya di
angkasa. Ada juga ilmuwan astronomi yang mengibaratkan galaksi
bintang-bintang itu tak ubahnya seperti sekumpulan anak ayam,
yang tak mungkin dipisahkan dari induknya. Jadi di mana ada anak
ayam di situ pasti ada induknya. Seperti halnya dengan anak-anak
ayam, bintang-bintang di angkasa tak mungkin gemerlap sendirian
tanpa disandingi dengan bintang lainnya. Sistem alam semesta
dengan semua benda langit sudah tersusun secara menakjubkan
dan masing-masing beredar secara teratur dan rapi pada sumbunya
masing-masing.
Selanjutnya proses evolusi alam semesta itu memakan waktu
kosmologis yang sangat lama sampai berjuta tahun. Terjadinya
evolusi bumi sampai adanya kehidupan memakan waktu yang
sangat panjang. Ilmu paleontologi membaginya dalam enam tahap
waktu geologis. Masing-masing ditandai oleh peristiwa alam yang
menonjol, seperti munculnya gunung-gunung, benua, dan makhluk
hidup yang paling sederhana. Sedangkan proses evolusi bumi dibagi
menjadi beberapa periode sebagai berikut.
1
. Azoikum
(Yunani:
a
= tidak;
zoon
= hewan), yaitu zaman
sebelum adanya kehidupan. Pada saat ini bumi baru terbentuk
dengan suhu yang relatif tinggi. Waktunya lebih dari satu
miliar tahun lalu.
2.
Palaezoikum
, yaitu zaman purba tertua. Pada masa ini sudah
meninggalkan fosil flora dan fauna. Berlangsung kira-kira 350
juta tahun.
11
Sejarah Indonesia
3.
Mesozoikum
, yaitu zaman purba tengah. Pada masa ini
hewan
mamalia
(menyusui), hewan amfibi, burung dan
tumbuhan berbunga mulai ada. Lamanya kira-kira 140 juta
tahun.
4.
Neozoikum
, yaitu zaman purba baru, yang dimulai sejak 60
juta tahun yang lalu. Zaman ini dapat dibagi lagi menjadi dua
tahap (
Tersier
dan
Kuarter
). Zaman es mulai menyusut dan
makhluk-makhluk tingkat tinggi dan manusia mulai hidup.
Merujuk pada tarikh bumi di atas, sejarah Kepulauan Indonesia
terbentuk melalui proses yang panjang dan rumit. Sebelum bumi
didiami manusia, kepulauan ini hanya diisi flora dan fauna yang
masih sangat kecil dan sederhana. Alam juga harus menjalani
evolusi terus-menerus untuk menemukan keseimbangan agar
mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi alam dan
iklim, sehingga makhluk hidup dapat bertahan dan berkembang
biak mengikuti seleksi alam.
Gugusan kepulauan ataupun wilayah maritim seperti yang
kita temukan sekarang ini terletak di antara dua benua dan dua
samudra, antara Benua Asia di utara dan Australia di selatan, antara
Samudra Hindia di barat dan Samudra Pasifik di belahan timur.
Faktor letak ini memainkan peran strategis sejak zaman kuno sampai
sekarang. Namun sebelum itu marilah kita sebentar berkenalan
dengan kondisi alamnya, terutama unsur-unsur geologi atau unsur-
unsur geodinamika yang sangat berperan dalam pembentukan
Kepulauan Indonesia.
Menurut para ahli bumi, posisi pulau-pulau di Kepulauan
Indonesia terletak di atas tungku api yang bersumber dari magma
dalam perut bumi. Inti perut bumi tersebut berupa lava cair bersuhu
sangat tinggi. Makin ke dalam tekanan dan suhunya semakin tinggi.
Pada suhu yang tinggi itu material-material akan meleleh sehingga
material di bagian dalam bumi selalu berbentuk cairan panas. Suhu
tinggi ini terus-menerus bergejolak mempertahankan cairan sejak
12
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
jutaan tahun lalu. Ketika ada celah
lubang keluar, cairan tersebut keluar
berbentuk lava cair. Ketika lava
mencapai permukaan bumi, suhu
menjadi lebih dingin dari ribuan
derajat menjadi hanya bersuhu
normal sekitar 30 derajat. Pada
suhu ini cairan lava akan membeku
membentuk batuan beku atau kerak.
Keberadaan kerak benua (daratan)
dan kerak samudra selalu bergerak
secara dinamis akibat tekanan
magma dari perut bumi. Pergerakan
unsur-unsur geodinamika ini dikenal
sebagai kegiatan tektonis.
Sebagian wilayah Kepulauan
Indonesia merupakan titik temu di
antara tiga lempeng, yaitu Lempeng
Indo-Australia di selatan, Lempeng
Eurasia di utara dan Lempeng Pasifik
di timur. Pergerakan lempeng-
lempeng tersebut dapat berupa
subduksi (pergerakan lempeng ke
atas), obduksi (pergerakan lempeng
ke bawah) dan kolisi (tumbukan
lempeng). Pergerakan lain dapat
berupa pemisahan atau
divergensi
(tabrakan) lempeng-lempeng.
Pergerakan mendatar berupa pergeseran lempeng-lempeng
tersebut masih terus berlangsung hingga sekarang. Perbenturan
lempeng-lempeng tersebut menimbulkan dampak yang berbeda-
beda. Namun semuanya telah menyebabkan wilayah Kepulauan
Indonesia secara tektonis merupakan wilayah yang sangat aktif dan
labil hingga rawan gempa sepanjang waktu.
Sumber : J. Tuzo Wilson. 1994. “Lempeng Tektonik” dalam
Tony S. Rahmadie (terj). Ilmu Pengetahuan Populer. Jilid 2.
Grolier International.
Gambar 1.2
Lapisan bumi,
mulai dari bagian
inti dalam sampai
bagian kerak
bumi
13
Sejarah Indonesia
Pada masa
Paleozoikum
(masa kehidupan tertua) keadaan
geografis Kepulauan Indonesia belum terbentuk seperti sekarang ini.
Di kala itu wilayah ini masih merupakan bagian dari samudra yang
sangat luas, meliputi hampir seluruh bumi. Pada fase berikutnya,
yaitu pada akhir masa
Mesozoikum
, sekitar 65 juta tahun lalu,
kegiatan tektonis itu menjadi sangat aktif menggerakkan lempeng-
lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Kegiatan ini dikenal
sebagai fase tektonis (
orogenesa larami
), sehingga menyebabkan
daratan terpecah-pecah. Benua Eurasia menjadi pulau-pulau yang
terpisah satu dengan lainnya. Sebagian di antaranya bergerak ke
selatan membentuk pulau-pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi serta pulau-pulau di Nusa Tenggara Barat dan Kepulauan
Banda. Hal yang sama juga terjadi pada Benua Australia. Sebagian
pecahannya bergerak ke utara membentuk pulau-pulau Timor,
Kepulauan Nusa Tenggara Timur dan sebagian Maluku Tenggara.
Pergerakan pulau-pulau hasil pemisahan dari kedua benua tersebut
telah mengakibatkan wilayah pertemuan keduanya sangat labil.
Kegiatan tektonis yang sangat aktif dan kuat telah membentuk
rangkaian Kepulauan Indonesia pada masa
Tersier
sekitar 65 juta
tahun lalu.
Sebagian besar daratan Sumatra, Kalimantan, dan Jawa telah
tenggelam menjadi laut dangkal sebagai akibat terjadinya proses
kenaikan permukaan laut atau
transgresi
. Sulawesi pada masa itu
sudah mulai terbentuk, sementara Papua sudah mulai bergeser
ke utara, meski masih didominasi oleh cekungan sedimentasi laut
dangkal berupa paparan dengan terbentuknya endapan batu
gamping. Pada kala
Pliosen
sekitar lima juta tahun lalu, terjadi
pergerakan tektonis yang sangat kuat, yang mengakibatkan
terjadinya proses pengangkatan permukaan bumi dan kegiatan
vulkanis. Ini pada gilirannya menimbulkan tumbuhnya (atau
mungkin lebih tepat terbentuk) rangkaian perbukitan struktural
seperti perbukitan besar (gunung), dan perbukitan lipatan serta
rangkaian gunung api aktif sepanjang gugusan perbukitan itu.
14
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
Kegiatan tektonis dan vulkanis terus aktif hingga awal masa
Pleistosen
, yang dikenal sebagai kegiatan tektonis
Plio-Pleistosen
.
Kegiatan tektonis ini berlangsung di seluruh Kepulauan Indonesia.
Gunung api aktif dan rangkaian perbukitan struktural tersebar
di sepanjang bagian barat Pulau Sumatra, berlanjut ke sepanjang
Pulau Jawa ke arah timur hingga Kepulauan Nusa Tenggara serta
Kepulauan Banda. Kemudian terus membentang sepanjang Sulawesi
Selatan dan Sulawesi Utara. Pembentukan daratan yang semakin
luas itu telah membentuk Kepulauan Indonesia pada kedudukan
pulau-pulau seperti sekarang ini. Hal itu telah berlangsung sejak
kala
Pliosen
hingga awal
Pleistosen
(1,8 juta tahun lalu). Jadi
pulau-pulau di kawasan Kepulauan Indonesia ini masih terus
bergerak secara dinamis, sehingga tidak heran jika masih sering
terjadi gempa, baik vulkanis maupun tektonis.
Gambar 1.3
Pada Kala Eosen (sekitar 55 juta tahun yang lalu) sebagian Kepulauan Indonesia (Sumatra,
Jawa, dan Kalimantan) masih berada dan menyatu dengan Benua Eurasia di utara, sedangkan sebagian
kepulauan lainnya (Papua) masih menyatu dengan Benua Australia di Selatan.
Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah, Jilid
I. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.
15
Sejarah Indonesia
Letak Kepulauan Indonesia yang berada pada deretan gunung
api membuatnya menjadi daerah dengan tingkat keanekaragaman
flora dan fauna yang sangat tinggi. Kekayaan alam dan kondisi
geografis ini telah mendorong lahirnya penelitian dari bangsa-
bangsa lain. Dari sekian banyak penelitian terhadap flora dan fauna
tersebut yang paling terkenal di antaranya adalah penelitian Alfred
Russel Wallace yang membagi Indonesia dalam dua wilayah yang
berbeda berdasarkan ciri khusus baik fauna maupun floranya.
Pembagian itu adalah Paparan Sahul di sebelah timur, Paparan
Sunda di sebelah barat. Zona di antara paparan tersebut kemudian
dikenal sebagai wilayah Wallacea yang merupakan pembatas fauna
yang membentang dari Selat Lombok hingga
Selat Makassar ke arah utara. Fauna-fauna
yang berada di sebelah barat garis pembatas
itu disebut dengan
Indo-Malayan region
.
Di sebelah timur disebut dengan
Australia
Malayan region
. Garis itulah yang kemudian
kita kenal dengan Garis Wallacea.
Merujuk pada tarikh bumi di atas, keberadaan manusia di
muka bumi dimulai pada zaman Kuarter
sekitar 600.000 tahun lalu
atau disebut juga zaman es. Dinamakan zaman es karena selama itu
es dari kutub berkali-kali meluas sampai menutupi sebagian besar
permukaan bumi dari Eropa Utara, Asia Utara dan Amerika Utara
Peristiwa itu terjadi karena panas bumi tidak tetap, adakalanya naik
dan adakalanya turun. Jika ukuran panas bumi turun dratis maka
es akan mencapai luas yang sebesar-besarnya dan air laut akan
turun atau disebut zaman
Glasial
. Sebaliknya jika ukuran panas
naik, maka es akan mencair, dan permukaan air laut akan naik yang
disebut zaman
Interglasial
. Zaman
Glasial
dan zaman
Interglasial
ini berlangsung silih berganti selama zaman
Diluvium (Pleistosen)
.
Hal ini menimbulkan berbagai perubahan iklim di seluruh dunia,
yang kemudian mempengaruhi keadaan bumi serta kehidupan
yang ada diatasnya termasuk manusia, sedangkan zaman
Aluvium
(Holosen)
berlangsung kira-kira 20.000 tahun yang lalu hingga
sekarang ini.
Untuk memperkaya
pengetahuan tentang hal
ini, kamu bisa membaca
buku Alfred Russel Wallace.
Kepulauan Nusantara.
16
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
Sumber: Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah. jilid I. Jakarta: PT Ichtiar
Baru van Hoeve.
Gambar 1.4
Peta Zoogeografi Kepulauan Indonesia
Sejak zaman ini mulai terlihat secara nyata adanya perkembangan
kehidupan manusia, meskipun dalam taraf yang sangat sederhana
baik fisik maupun kemampuan berpikirnya. Namun demikian
dalam rangka untuk mempertahankan diri dan keberlangsungan
kehidupannya, secara lambat laun manusia mulai mengembangkan
kebudayaan. Beruntung kita bangsa Indonesia memiliki temuan
bermacam-macam jenis manusia purba beserta hasil-hasil
kebudayaannya, sehingga sejak akhir abad ke-19 para ilmuwan
tertarik untuk melakukan kajian di negeri kita.
17
Sejarah Indonesia
No.
1
2
3
4
Jenis bencana alam
Jumlah korban jiwa atau benda
Tahun kejadian
Uji Kompetensi
1.
Kita wajib bersyukur karena Tuhan Yang Maha Pencipta telah
menciptakan bumi kita ini dengan arif dan bijaksana serta penuh
kasih sayang kepada makhluk ciptaan-Nya. Coba beri penjelasan
mengenai pernyataan di atas, kamu dapat berdiskusi dengan
anggota kelompok!
2.
Menurut kamu nilai-nilai apa yang dapat dipetik dari proses
terbentuknya pulau-pulau di Kepulauan Indonesia?
3.
Hikmah apa yang dapat kita peroleh dengan bertempat tinggal
di wilayah yang sering terjadi bencana alam?
4.
Di setiap daerah tentu ada cerita rakyat ataupun dongeng yang
berkaitan dengan bencana alam seperti gempa maupun gunung
meletus. Coba kamu cari dan tuliskan dalam bentuk cerita 3 – 4
halaman, kemudian diskusikan!
5.
Sebutkan bencana alam yang pernah terjadi di daerahmu dan di
Indonesia!
18
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
C.
Mengenal Manusia Purba
Mengamati lingkungan
Pernahkah kamu mendengar
tentang Situs Manusia Purba
Sangiran? Kini Situs Manusia
Purba Sangiran telah ditetapkan
oleh UNESCO sebagai warisan
budaya dunia, tentu ini sangat
membanggakan bangsa Indonesia.
Pengakuan tersebut didasari
berbagai pertimbangan yang
kompleks. Satu di antaranya
karena di wilayah tersebut
tersimpan ribuan peninggalan
manusia purba yang menunjukkan
proses kehidupan manusia dari
masa lalu. Sangiran telah menjadi
sentral bagi kehidupan manusia
purba. Berbagai penelitian dari
para ahli juga dilakukan di sekitar
Sangiran. Beberapa temuan fosil
di Sangiran telah mendorong para ahli untuk terus melakukan
penelitian termasuk di luar Sangiran.
Dari Sangiran kita mengenal beberapa jenis manusia purba di
Indonesia. Setelah ditetapkan sebagai warisan dunia, Situs Manusia
Purba Sangiran dikembangkan sebagai pusat penelitian dalam
negeri dan luar negeri, serta sebagai tempat wisata. Selain itu
Sangiran juga memberi manfaat kepada masyarakat di sekitarnya,
karena pariwisata di daerah tersebut.
Gambar 1.5
Litologi,
Stratigrafi dan
Lingkungan
Purba Sangiran
Sumber : Direktorat Geografi Sejarah. 2009. Atlas Prasejarah
Indonesia Masa Islam, Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata.
19
Sejarah Indonesia
Untuk memahami jenis dan ciri-ciri manusia purba di Indonesia
mari kita telaah bacaan berikut ini.
Memahami Teks
Peninggalan manusia purba untuk sementara ini yang paling
banyak ditemukan berada di Pulau Jawa. Meskipun di daerah
lain juga ada, para peneliti belum berhasil menemukan tinggalan
tersebut atau masih sedikit yang berhasil ditemukan, misalnya di
Flores. Di bawah ini akan dipaparkan beberapa penemuan penting
fosil manusia di beberapa tempat.
1.
Sangiran
Perjalanan kisah perkembangan manusia di Kepulauan
Indonesia tidak dapat kita lepaskan dari keberadaan bentangan luas
perbukitan tandus yang berada di perbatasan Kabupaten Sragen
dan Kabupaten Karanganyar. Lahan itu dikenal dengan nama Situs
Sangiran. Di dalam buku Harry Widianto dan Truman Simanjuntak,
Sangiran Menjawab Dunia
diterangkan bahwa Sangiran merupakan
sebuah kompleks situs manusia purba dari Kala Pleistosen yang
paling
lengkap dan paling
penting di Indonesia, dan bahkan di
Asia. Lokasi tersebut merupakan pusat perkembangan manusia
dunia, yang memberikan petunjuk tentang keberadaan manusia
sejak 150.000 tahun yang lalu. Situs Sangiran itu mempunyai luas
delapan kilometer pada arah utara-selatan dan tujuh kilometer
arah timur-barat. Situs Sangiran merupakan suatu kubah raksasa
yang berupa cekungan besar di pusat kubah akibat adanya erosi di
bagian puncaknya. Kubah raksasa itu diwarnai dengan perbukitan
yang bergelombang. Kondisi deformasi geologis itu menyebabkan
tersingkapnya berbagai lapisan batuan yang mengandung fosil-fosil
manusia purba dan binatang, termasuk artefak. Berdasarkan materi
tanahnya, Situs Sangiran berupa endapan lempung hitam dan pasir
fluvio-vulkanik, tanahnya tidak subur dan terkesan gersang pada
musim kemarau.
20
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
Sangiran pertama kali ditemukan dan diteliti
oleh P.E.C. Schemulling tahun 1864, dengan laporan
penemuan fosil vertebrata dari Kalioso, bagian dari
wilayah Sangiran. Semenjak dilaporkan Schemulling
situs itu seolah-olah terlupakan dalam waktu yang
lama. Eugene Dubois juga pernah datang ke Sangiran,
akan tetapi ia kurang tertarik dengan temuan-temuan
di wilayah Sangiran. Pada 1934, Gustav Heindrich
Ralph von Koenigswald menemukan artefak litik di
wilayah Ngebung yang terletak sekitar dua kilometer
di barat laut kubah Sangiran. Artefak litik itulah yang
kemudian menjadi temuan penting bagi Situs Sangiran.
Semenjak penemuan von Koenigswald, Situs Sangiran
menjadi sangat terkenal berkaitan dengan penemuan-
penemuan fosil
Homo erectus
secara sporadis dan
berkesinambungan.
Homo erectus
adalah takson paling
penting dalam sejarah manusia, sebelum masuk pada
tahapan manusia
Homo sapiens
, manusia modern.
Situs Sangiran tidak hanya memberikan
gambaran tentang evolusi fisik manusia saja, akan
tetapi juga memberikan gambaran nyata tentang
evolusi budaya, binatang, dan juga lingkungan.
Beberapa fosil yang ditemukan dalam seri geologis-
stratigrafis yang diendapkan tanpa terputus selama
lebih
dari
dua
juta
tahun, menunjukkan tentang
hal itu. Situs Sangiran telah diakui sebagai salah satu
pusat evolusi manusia di dunia. Situs itu ditetapkan
secara resmi sebagai Warisan Dunia pada 1996, yang
tercantum dalam nomor 593 Daftar Warisan Dunia
(
World Heritage List
) UNESCO.
Sumber: Harry Widianto dan
Truman Simanjuntak. 2011.
Sangiran Menjawab Dunia (Edisi
Khusus). Jawa Tengah: Balai
Pelestarian Situs Manusia Purba
Sangiran.
Gambar 1.7
Sertifikat the
Sangiran early man
Gambar 1.6
Von Koenigswald.
Sumber: Phillip V. Tobias,
Paläontologische Zeitschrift,
December 1983, Volume 57.
21
Sejarah Indonesia
Perhatikan baik-baik gambar fosil
manusia purba di samping. Fosil itu juga disebut
sebagai Sangiran 17 sesuai dengan nomor seri
penemuannya. Fosil itu merupakan fosil
Homo
erectus
yang terbaik di Sangiran. Ia ditemukan di
endapan pasir fluvio-volkanik di Pucang, bagian
wilayah Sangiran. Fosil itu merupakan dua di
antara
Homo erectus
di dunia yang masih lengkap
dengan mukanya. Satu ditemukan di Sangiran dan
satu lagi di Afrika.
2. Trinil, Ngawi, Jawa Timur
Sebelum penemuannya di Trinil, Eugene Dubois mengawali
temuan
Pithecantropus erectus
di Desa Kedungbrubus, sebuah
desa terpencil di daerah Pilangkenceng, Madiun, Jawa Timur. Desa
itu berada tepat di tengah hutan jati di lereng selatan Pegunungan
Kendeng. Pada saat Dubois meneliti dua horizon/lapisan berfosil di
Kedungbrubus ditemukan sebuah fragmen rahang yang pendek
dan sangat kekar, dengan sebagian prageraham
yang masih tersisa. Prageraham itu menunjukkan
ciri gigi manusia bukan gigi kera, sehingga diyakini
bahwa fragmen rahang bawah tersebut milik
rahang hominid. Pithecantropus itu kemudian
dikenal dengan Pithecantropus A.
Trinil adalah sebuah desa di
pinggiran Bengawan Solo, masuk wilayah
administrasi
Kabupaten Ngawi, Jawa
Timur.
Tinggalan purbakala telah lebih dulu ditemukan
di daerah ini jauh sebelum von Koenigswald
menemukan Sangiran pada 1934. Ekskavasi yang
dilakukan
oleh Eugene Dubois di Trinil telah
membawa penemuan sisa-sisa manusia purba
Gambar 1.8
Fosil Manusia Purba yang
ditemukan di Sangiran
Sumber : Dok. Harry WIdianto Balai
Pelestarian Manusia Purba Saingiran.
Gambar 1.9
Fosil-fosil temuan di
Kedungbrubus
Sumber : Harry Widianto dan Truman
Simanjuntak. 2011. Sangiran Menjawab
Dunia (Edisi Khusus). Jawa Tengah:
Balai Pelastarian Situs Manusia Purba
Sangiran.
22
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
yang sangat berharga bagi dunia pengetahuan.
Penggalian Dubois dilakukan pada endapan alluvial
Bengawan Solo. Dari lapisan ini ditemukan atap
tengkorak
Pithecanthropus erectus
, dan beberapa
buah tulang paha (utuh dan fragmen) yang
menunjukkan pemiliknya telah berjalan tegak.
Tengkorak
Pithecanthropus erectus
dari Trinil sangat pendek tetapi memanjang
ke belakang. Volume otaknya sekitar 900 cc,
di antara otak kera (600 cc) dan otak manusia
modern (1.200-1.400 cc). Tulang kening sangat
menonjol dan di bagian belakang mata, terdapat
penyempitan yang sangat jelas, menandakan otak
yang belum berkembang. Pada bagian belakang
kepala terlihat bentuk yang meruncing yang
diduga pemiliknya merupakan perempuan. Berdasarkan kaburnya
sambungan perekatan antartulang kepala, ditafsirkan inividu ini
telah mencapai usia dewasa.
Selain tempat-tempat di atas, peninggalan manusia purba tipe
ini juga ditemukan di Perning, Mojokerto, Jawa Timur; Ngandong,
Blora, Jawa Tengah; dan Sambungmacan, Sragen, Jawa Tengah.
Temuan berupa tengkorak anak-anak berusia sekitar 5 tahun oleh
penduduk yang sedang membantu penelitian Koenigswald dan Duyfjes
perlu untuk dipertimbangkan. Temuan itu menjadi bahan diskusi
yang menarik bagi para ilmuwan. Metode pengujian penanggalan
potasium-argon yang digunakan oleh Teuku Jakob dan Curtis
terhadap batu apung yang terdapat di sekitar fosil tengkorak itu
menunjukkan angka 1,9 atau kurang lebih 0,4 juta tahun. Pengujian
juga dilakukan dengan mengambil sampel endapan batu apung dari
dalam tengkorak dan menunjukkan angka 1,81 juta tahun. Hasil
uji penanggalan-penanggalan tersebut menjadi perdebatan para
Gambar 1.10
Eugene Dubois banyak
mengabadikan hidupnya untuk
menggali fosil manusia purba
Sumber : Harry Widianto dan Truman
Simanjuntak. 2011. Sangiran Menjawab
Dunia (Edisi Khusus). Jawa Tengah:
Balai Pelastarian Situs Manusia Purba
Sangiran.
23
Sejarah Indonesia
ahli dan perlu untuk dikaji lebih lanjut. Bila penanggalan itu benar,
maka tengkorak anak
Homo erectus
dari Perning, Mojokerto ini
merupakan individu
Homo erectus
tertua di Indonesia. Adakah di
antara kamu yang tertarik untuk melakukan pengujian ini?
Temuan
Homo erectus
juga ditemukan di Ngandong, yaitu
sebuah desa di tepian Bengawan Solo, Kabupaten Blora, Jawa
Tengah. Tengkorak
Homo erectus
Ngandong berukuran besar
dengan volume otak rata-rata 1.100 cc. Ciri-ciri ini menunjukkan
Homo erectus
ini lebih maju bila dibandingkan dengan
Homo
erectus
yang ada di Sangiran. Manusia Ngandong diperkirakan
berumur antara 300.000-100.000 tahun.
Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh para
ahli, dapatlah direkonstruksi beberapa jenis manusia purba yang
pernah hidup di zaman praaksara.
1. Jenis Meganthropus
Jenis manusia purba ini terutama berdasarkan penelitian
von Koenigswald di Sangiran tahun 1936 dan 1941 yang
menemukan fosil rahang manusia berukuran besar. Dari hasil
rekonstruksi ini kemudian para ahli menamakan jenis manusia
ini dengan sebutan
Meganthropus paleojavanicus
, artinya
manusia raksasa dari Jawa. Jenis manusia purba ini memiliki
ciri rahang yang kuat dan badannya tegap. Diperkirakan
makanan jenis manusia ini adalah tumbuh-tumbuhan. Masa
hidupnya diperkirakan pada zaman Pleistosen Awal.
2. Jenis Pithecanthropus
Jenis manusia ini didasarkan pada penelitian Eugene
Dubois tahun 1890 di dekat Trinil, sebuah desa di pinggiran
Bengawan Solo, di wilayah Ngawi. Setelah direkonstruksi
terbentuk kerangka manusia, tetapi masih terlihat tanda-
24
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
tanda kera. Oleh karena itu jenis ini dinamakan
Pithecanthropus erectus
, artinya manusia kera
yang berjalan tegak. Jenis ini juga ditemukan di
Mojokerto, sehingga disebut
Pithecanthropus
mojokertensis
. Jenis manusia purba yang juga
terkenal sebagai rumpun
Homo erectus
ini paling
banyak ditemukan di Indonesia. Diperkirakan jenis
manusia purba ini hidup dan berkembang sekitar
zaman Pleistosen Tengah.
3. Jenis Homo
Fosil jenis Homo ini pertama diteliti oleh
von Reitschoten di Wajak. Penelitian dilanjutkan
oleh Eugene Dubois bersama kawan-kawan
dan menyimpulkan sebagai jenis Homo. Ciri-ciri
jenis manusia Homo ini muka lebar, hidung dan
mulutnya menonjol. Dahi juga masih menonjol,
sekalipun tidak semenonjol jenis Pithecanthropus.
Bentuk fisiknya tidak jauh berbeda dengan
manusia sekarang. Hidup dan perkembangan jenis
manusia ini sekitar 40.000 – 25.000 tahun yang
lalu. Tempat-tempat penyebarannya tidak hanya
di Kepulauan Indonesia, tetapi juga di Filipina dan
Cina Selatan.
Homo sapiens
artinya ‘manusia sempurna’ baik dari segi fisik,
volume otak maupun postur badannya yang secara umum tidak
jauh berbeda dengan manusia modern. Kadang-kadang
Homo
sapiens
juga diartikan dengan ‘manusia bijak’ karena telah lebih
maju dalam berpikir dan menyiasati tantangan alam. Bagaimanakah
mereka muncul ke bumi pertama kali dan kemudian menyebar
dengan cepat ke berbagai penjuru dunia hingga saat ini? Para ahli
paleoanthropologi dapat melukiskan perbedaan morfologis antara
Uraian mengenai jenis-jenis
manusia ini selengkapnya
dapat juga dibaca pada buku
Harry Widianto dan Truman
Simanjuntak,
Sangiran
Menjawab Dunia
Gambar 1.11
Tengkorak
Pithecanthropus erectus
yang
ditemukan di Trinil
Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian
(ed). 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah.
jilid 1. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.
25
Sejarah Indonesia
Homo sapiens
dengan pendahulunya,
Homo erectus
. Rangka
Homo sapiens
kurang kekar posturnya dibandingkan
Homo
erectus
. Salah satu alasannya karena tulang belulangnya tidak
setebal dan sekompak
Homo erectus.
Hal ini mengindikasikan bahwa secara
fisik
Homo sapiens
jauh lebih lemah dibanding
sang pendahulu tersebut. Di lain pihak, ciri-ciri
morfologis maupun biometriks
Homo sapiens
menunjukkan karakter yang lebih berevolusi
dan lebih modern dibandingkan dengan
Homo
erectus
. Sebagai misal, karakter evolutif yang
paling signifikan adalah bertambahnya kapasitas
otak.
Homo sapiens
mempunyai kapasitas otak
yang jauh lebih besar (rata-rata 1.400 cc), dengan
atap tengkorak yang jauh lebih bundar dan lebih
tinggi dibandingkan dengan
Homo erectus
yang
mempunyai tengkorak panjang dan rendah,
dengan kapasitas otak 1.000 cc.
Gambar 1.12
Evolusi manusia
Sumber : Harry Widianto dan Truman Simanjuntak. 2011. Sangiran Menjawab Dunia (Edisi
Khusus). Jawa Tengah: Balai Pelastarian Situs Manusia Purba Sangiran.
Sumber : Harry Widianto dan Truman
Simanjuntak. 2011. Sangiran Menjawab
Dunia (Edisi Khusus). Jawa Tengah: Balai
Pelastarian Situs Manusia Purba Sangiran.
Gambar 1.13
Rekonstruksi tengkorak
Homo erectus
26
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
Segi-segi morfologis dan tingkatan kepurbaannya
menunjukkan ada perbedaan yang sangat nyata antara kedua
spesies dalam genus Homo tersebut.
Homo sapiens
akhirnya tampil
sebagai spesies yang sangat tangguh dalam beradaptasi dengan
lingkungannya, dan dengan cepat menghuni berbagai permukaan
dunia ini.
Berdasarkan bukti-bukti penemuan, sejauh ini manusia
modern awal di Kepulauan Indonesia dan Asia Tenggara paling tidak
telah hadir sejak 45.000 tahun yang lalu. Dalam perkembangannya,
kehidupan manusia modern ini dapat dikelompokkan dalam
tiga tahap, yaitu (i) kehidupan manusia modern awal yang
kehadirannya hingga akhir zaman es (sekitar 12.000 tahun lalu),
kemudian dilanjutkan oleh (ii) kehidupan manusia modern yang
lebih belakangan, dan berdasarkan karakter fisiknya dikenal
sebagai ras Austromelanesoid. (iii) mulai di sekitar 4000 tahun
lalu muncul penghuni baru di Kepulauan Indonesia yang dikenal
sebagai penutur bahasa Austronesia. Berdasarkan karakter fisiknya,
makhluk manusia ini tergolong dalam ras Mongolid.
Beberapa spesimen (penggolongan) manusia
Homo sapiens
dapat dikelompokkan sebagai berikut,
a. Manusia Wajak
Manusia Wajak (
Homo
wajakensis
)
merupakan satu-satunya temuan di
Indonesia yang untuk sementara dapat
disejajarkan perkembangannya dengan
manusia modern awal dari akhir Kala
Pleistosen. Pada tahun 1889, manusia
Wajak ditemukan oleh B.D. van Rietschoten
di sebuah ceruk di lereng pegunungan
karst di barat laut Campurdarat, dekat
Tulungagung, Jawa Timur. Sartono
Kartodirjo (dkk) menguraikan tentang
Sumber : Harry Widianto dan Truman Simanjuntak.
2011. Sangiran Menjawab Dunia (Edisi Khusus).
Jawa Tengah: Balai Pelestarian Situs Manusia
Purba Sangiran.
Gambar 1.14
Fosil manusia wajak
27
Sejarah Indonesia
temuan itu, berupa tengkorak, termasuk fragmen rahang bawah,
dan beberapa buah ruas leher. Temuan Wajak itu adalah
Homo
sapiens
. Mukanya datar dan lebar, akar hidungnya lebar dan
bagian mulutnya menonjol sedikit. Dahinya agak miring dan di atas
matanya ada busur kening nyata. Tengkorak ini diperkirakan milik
seorang perempuan berumur 30 tahun dan mempunyai volume
otak 1.630 cc. Wajak kedua ditemukan oleh Dubois pada tahun
1890 di tempat yang sama. Temuan berupa fragmen-fragmen
tulang tengkorak, rahang atas dan rahang bawah, serta tulang
paha dan tulang kering. Pada tengkorak ini terlihat juga busur
kening yang nyata. Pada tengkorak laki-laki perlekatan otot sangat
nyata. Langit-langit juga dalam. Rahang bawah besar dengan gigi-
gigi yang besar pula. Kalau menutup gigi muka atas mengenai gigi
muka bawah. Dari tulang pahanya dapat diketahui bahwa tinggi
tubuhnya kira-kira 173 cm.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia wajak
bertubuh tinggi dengan isi tengkorak yang besar. Wajak sudah
termasuk
Homo sapiens
, jadi sangat berbeda ciri-cirinya dengan
Pithecanthropus. Manusia Wajak mempunyai ciri-ciri baik
Mongoloid maupun Austromelanesoid. Diperkirakan dari manusia
Wajak inilah sub-ras Melayu Indonesia dan turut pula berevolusi
menjadi ras Austromelanesoid sekarang. Hal itu dapat dilihat dari
ciri tengkoraknya yang sedang atau agak lonjong itu berbentuk
agak persegi di tengah-tengah atap tengkoraknya dari muka ke
belakang. Muka cenderung lebih Mongoloid, oleh karena sangat
datar dan pipinya sangat menonjol ke samping. Beberapa ciri lain
juga memperlihatkan ciri-ciri kedua ras di atas.
Temuan Wajak menunjukkan pada kita bahwa sekitar 40.000
tahun yang lalu Indonesia sudah didiami oleh
Homo sapiens
yang
rasnya sukar dicocokkan dengan ras-ras pokok yang terdapat
sekarang, sehingga manusia Wajak dapat dianggap sebagai suatu
ras tersendiri. Manusia Wajak tidak langsung berevolusi dari
Pithecanthropus, tetapi mungkin tahapan
Homo neanderthalensis
28
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
yang belum ditemukan di Indonesia ataupun dari
Homo
neanderthalensis
di tempat
Pithecanthropus erectus
ataupun
satu ras yang mungkin berevolusi ke arah Homo yang ditemukan
di Indonesia.
Manusia Wajak itu tidak hanya mendiami Kepulauan
Indonesia bagian Barat saja, akan tetapi juga di sebagian Kepulauan
Indonesia bagian Timur. Ras Wajak ini merupakan penduduk
Homo
sapiens
yang kemudian menurunkan ras-ras yang kemudian kita
kenal sekarang. Melihat ciri-ciri Mongoloidnya lebih banyak, maka
ia lebih dekat dengan sub-ras Melayu-Indonesia. Hubungannya
dengan ras Australoid dan Melanesoid sekarang lebih jauh, oleh
karena kedua sub-ras ini baru mencapai bentuknya yang sekarang
di tempatnya yang baru. Mungkin juga ras Austromelanesoid yang
dahulu berasal dari ras Wajak.
b.
Manusia Liang Bua
Pengumuman tentang penemuan manusia
Homo floresiensis
pada
tahun 2004 menggemparkan dunia ilmu pengetahuan. Sisa-
sisa manusia ditemukan di sebuah gua Liang Bua oleh tim peneliti
gabungan Indonesia dan Australia. Sebuah gua permukiman di
Flores. Liang Bua bila diartikan secara harfiah merupakan sebuah
gua yang dingin. Sebuah gua yang sangat lebar dan tinggi dengan
permukaan tanah yang datar, merupakan tempat bermukim yang
nyaman bagi manusia pada masa praaksara. Hal itu bisa dilihat dari
kondisi lingkungan sekitar gua yang sangat indah, yang berada di
sekitar bukit dengan kondisi tanah yang datar di depannya. Liang
Bua merupakan sebuah temuan manusia modern awal dari akhir
masa Pleistosen di Indonesia yang menakjubkan yang diharapkan
dapat menyibak asal usul manusia di Kepulauan Indonesia.
Manusia Liang Bua ditemukan oleh Peter Brown dan Mike J.
Morwood bersama-sama dengan Tim dari Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional pada bulan September 2003 lalu. Temuan itu dianggap
sebagai penemuan spesies baru yang kemudian diberi nama
Homo
floresiensis
, sesuai dengan tempat ditemukannya fosil Manusia
Liang Bua.
29
Sejarah Indonesia
Pada tahun 1950-an, sebenarnya Manusia Liang Bua telah
memberikan data-data tentang adanya kehidupan praaksara. Saat
Th. Verhoeven lebih dahulu menemukan beberapa fragmen tulang
manusia di Liang Bua, ia menemukan tulang iga yang berasosiasi
dengan berbagai alat serpih dan gerabah. Tahun 1965, ditemukan
tujuh buah rangka manusia beserta beberapa bekal kubur yang
antara lain berupa beliung dan barang-barang gerabah. Diperkirakan
Liang Bua merupakan sebuah situs neolitik dan paleometalik.
Manusia Liang Bua mempunyai ciri tengkorak yang panjang dan
rendah, berukuran kecil, dengan volume otak 380 cc. Kapasitas
kranial tersebut berada jauh di bawah
Homo erectus
(1.000 cc),
manusia modern
Homo sapiens
(1.400 cc), dan bahkan berada di
bawah volume otak simpanse (450 cc).
Pada tahun 1970, R.P Soejono dari Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional melanjutkan penelitian beberapa kerangka manusia yang
ditemukan di lapisan atas, temuan itu sebanding dengan temuan-
temuan rangka manusia sebelumnya. Hasil temuan itu menunjukkan
bahwa Manusia Liang Bua secara kronologis menunjukkan hunian
dari fase zaman Paleolitik, Mesolitik, Neolitik, dan Paleolitik.
Sumber : Direktorat Geografi Sejarah.
2009. Atlas Prasejarah Indonesia Masa
Islam, Jakarta: Kementerian Kebudayaan
dan Pariwisata.
Gambar 1.15
Fosil Tengkorak Manusia
Purba Flores
Sumber : Direktorat Geografi Sejarah.
2009. Atlas Prasejarah Indonesia Masa
Islam, Jakarta: Kementerian Kebudayaan
dan Pariwisata.
Gambar 1.16
Fosil Geraham Flores
30
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
Menurut Teuku Jacob, Manusia Liang Bua secara kultural berada
dalam konteks zaman Mesolitik, dengan ciri Australomelanesid,
yaitu bentuk tengkorak yang memanjang. Tahun 2003 diadakan
penggalian oleh R.P. Soejono dan Mike J. Morwood, kerja sama
antara Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dengan University of New
England, Australia. Penggalian itu menghasilkan temuan berupa
sisa manusia tidak kurang dari enam individu yang menunjukkan
aspek morfologis dan postur yang sejenis dengan Liang Bua 1, yang
mempunyai kesamaan dengan alat-alat batu dan sisa-sisa binatang
komodo dan spesies kerdil gajah purba jenis stegodon. Temuan itu
sempat menjadi bahan perdebatan mengenai status taksonominua,
benarkah Manusia Liang Bua itu termasuk dalam spesies baru, yaitu
Homo florensiensis
, atau sebagai satu jenis spesies yang telah ada
di kalangan genus Homo?
Dalam pengamatan yang lebih mendalam terhadap manusia
Flores itu, ternyata ada percampuran antara karakter kranial yang
cukup menonjol antara karakter
Homo erectus
dan
Homo sapiens
.
Seluruh karakter kranio-fasial dari Manusia Liang Bua 1 (LB1) dan
Liang Bua 6 (LB6) menunjukkan dominasi karakter arkaik yang sering
ditemukan pada
Homo erectus
, walaupun beberapa aspek modern
Homo sapiens
juga sangat terlihat jelas. Namun demikian, karakter
Homo sapiens
hendaknya dilihat sebagai atribut tingkatan evolusi
dalam spesies ini. Bila dikaitkan dengan masa hidup Manusia Liang
Bua sekitar 18.000 tahun yang lalu, maka LB 1 dan LB 6 seharusnya
dipandang sebagai satu dari variasi
Homo sapiens.
3. Perdebatan Antara Pithecantropus ke Homo Erectus
Penemuan fosil-fosil Pithecanthropus oleh Dubois dihubungkan
dengan teori evolusi manusia yang dituliskan oleh Charles Darwin.
Harry Widianto menuliskan perdebatan itu seperti berikut. Fosil
Pithecanthropus oleh Dubois yang dipublikasikan pada tahun 1894
31
Sejarah Indonesia
dalam berbagai majalah ilmiah melahirkan
perdebatan. Dalam publikasinya itu
Dubois menyatakan bahwa, menurut teori
evolusi Darwin,
Pithecanthropus erectus
adalah peralihan kera ke manusia. Kera
merupakan moyang manusia. Pernyataan
Dubois itu kemudian menjadi perdebatan,
apakah benar atap tengkorak dengan
volume kecil, gigi-gigi berukuran besar,
dan tulang paha yang berciri modern itu
berasal dari satu individu? Sementara orang
menduga bahwa tengkorak tersebut
merupakan tengkorak seekor gibon,
gigi-gigi merupakan milik Pongo sp., dan
tulang pahanya milik manusia modern?
Lima puluh tahun kemudian terbukti
bahwa gigi-gigi tersebut memang berasal
dari gigi Pongo Sp., berdasarkan ciri-cirinya yang berukuran besar,
akar gigi yang kuat dan terbuka, dentikulasi yang tidak individual,
dan permukaan occlusal yang sangat berkerut-kerut.
Perdebatan itu kemudian berlanjut hingga ke Eropa, ketika
Dubois mempresentasikan penemuan tersebut dalam seminar
internasional zoologi pada tahun 1895 di Leiden, Belanda, dan
dalam pameran publik
British Zoology Society
di London. Setelah
seminar dan pameran itu banyak ahli yang tidak ingin melihat
temuannya itu lagi. Dubois pun kemudian menyimpan semua hasil
temuannya itu, hingga pada tahun 1922 temuan itu mulai diteliti
oleh Franz Weidenreich. Temuan-temuan Dubois itu menandai
munculnya sebuah kajian ilmu paleoantropologi telah lahir di
Indonesia.
Tahun 1920-an merupakan periode yang luar biasa bagi
teori evolusi manusia. Teori itu terus menjadi perdebatan, para
ahli paleontologi berbicara tentang ontogenesis dan heterokroni.
Sumber : Harry Widianto dan Truman
Simanjuntak. 2011. Sangiran Menjawab
Dunia (Edisi Khusus). Jawa Tengah: Balai
Pelastarian Situs Manusia Purba Sangiran.
Gambar 1.17
Charles Darwin
32
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
Seorang teman Dubois, Bolk melakukan formulasi teori foetalisasi
yang sangat terkenal. Dubois telah melakukan penemuan fosil
missing-link
. Sementara Bolk menemukan modalitas evolusi
dengan menafsirkan bahwa peralihan dari kera ke manusia terjadi
melalui perpanjangan perkembangan fetus. Dubois dan Bolk
kemudian bertemu dalam jalur evolutif dari Heackle yang sangat
terkenal, bahwa filogenesa dan ontogenesis sama sekali tidak dapat
dipisahkan. Penemuan-penemuan kemudian bertambah gencar
sejak tahun 1927. Penemuan situs Zhoukoudian di dekat Beijing,
menghasilkan sejumlah besar fosil-fosil manusia, yang diberi nama
Sinanthropus pekinensis.
Tengkorak-tengkorak fosil beserta
tulang paha tersebut menunjukkan ciri-ciri yang sama dengan
Pithecanthropus erectus
.
Seorang ahli biologi menyatakan bahwa standar zoologis tidak
dimungkinkan memisahkan
Pithecantropus erectus
dan
Sinanthropus
pekinensis
dengan genus yang berbeda dengan manusia modern.
Pithecanthropus adalah satu tahapan dalam proses evolusi ke arah
Homo sapiens
dengan kapasitas tengkorak yang kecil. Karena
itulah perbedaan itu hanya perbedaan species bukan perbedaan
genus. Dalam pandangan ini maka
Pithecanthrotus erectus
harus
diletakkan dalam genus Homo, dan untuk mempertahankan
species aslinya, dinamakan
Homo erectus
. Maka berakhirlah debat
panjang mengenai Pithecanthropus dari Dubois dalam sejarah
perkembangan manusia yang berjalan puluhan tahun. Saat ini
Pithecanthropus diterima sebagai hominid dari Jawa, bagian dari
Homo erectus.
33
Sejarah Indonesia
Uji Kompetensi
1.
Mengapa para ahli banyak melakukan penelitian manusia purba
di bantaran sungai?
2.
Mengapa hasil penelitian Dubois di Trinil disebut sebagai jenis
Pithecanthropus erectus
(kera yang berjalan tegak)?
3.
Menurut pendapat kamu, bagaimana manusia purba bisa
menyebar ke dalam wilayah Kepulauan Indonesia bahkan sampai
ke luar wilayah Kepulauan Indonesia?
4.
Buatlah karya ilmiah (2–3 halaman) dengan tajuk, Sangiran
Laboratorium Manusia Purba!
5. Coba kamu inventarisir berbagai situs dan tinggalan manusia
purba di daerah kamu masing-masing.
No.
1
2
3
4
5
Nama situs
Fungsi pada
masa lalu
Fungsi pada masa
sekarang
Letak (Kecamatan
atau Kabupaten/Kota)
34
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
D.
Asal Usul dan Persebaran Nenek Moyang Bangsa
Indonesia
Mengamati Lingkungan
Coba kamu cermati bahwa banyaknya suku bangsa di
Indonesia jelas memunculkan keberagaman bahasa daerah, dan
kebudayaan yang berlaku dalam praktik-praktik kehidupan sehari-
hari. Bayangkan saja ada lebih dari 500 suku bangsa Indonesia.
Sungguh merupakan kekayaan bangsa yang tidak dimiliki oleh
negara lain. Namun demikian kekayaan ini akan menjadi masalah
jika kita tidak pandai mengelola perbedaan yang ada. Tentu
ini berkaitan pula dengan asal mula kedatangan suku bangsa
dan waktu kedatangan mereka. Oleh karena itu, penting untuk
mengetahui bagaimana proses dan dinamika nenek moyang
Indonesia sehingga terbentuk keragaman budayanya. Untuk itu
kamu harus mempelajarinya, agar kita bisa saling menghargai dan
menghormati setiap perbedaan yang ada.
Memahami Teks
Menurut Sarasin bersaudara, penduduk asli Kepulauan
Indonesia adalah ras berkulit gelap dan bertubuh kecil. Mereka
mulanya tinggal di Asia bagian tenggara. Ketika zaman es mencair
dan air laut naik hingga terbentuk Laut Cina Selatan dan Laut Jawa,
sehingga memisahkan pegunungan vulkanik Kepulauan Indonesia
dari daratan utama. Beberapa penduduk asli Kepulauan Indonesia
tersisa dan menetap di daerah-daerah pedalaman, sedangkan
daerah pantai dihuni oleh penduduk pendatang. Penduduk asli itu
disebut sebagai suku bangsa Vedda oleh Sarasin. Ras yang masuk
dalam kelompok ini adalah suku bangsa Hieng di Kamboja, Miaotse,
Yao-Jen di Cina, dan Senoi di Semenanjung Malaya.
35
Sejarah Indonesia
Beberapa suku bangsa seperti Kubu, Lubu, Talang Mamak yang
tinggal di Sumatra dan Toala di Sulawesi merupakan penduduk
tertua di Kepulauan Indonesia. Mereka mempunyai hubungan erat
dengan nenek moyang Melanesia masa kini dan orang Vedda yang
saat ini masih terdapat di Afrika, Asia Selatan, dan Oceania. Vedda
itulah manusia pertama yang datang ke pulau-pulau yang sudah
berpenghuni. Mereka membawa budaya perkakas batu. Kedua ras
Melanesia dan Vedda hidup dalam budaya mesolitik.
Pendatang berikutnya membawa budaya baru yaitu budaya
neolitik. Para pendatang baru itu jumlahnya jauh lebih banyak
daripada penduduk asli. Mereka datang dalam dua tahap. Mereka
itu oleh Sarasin disebut sebagai Proto Melayu dan Deutro Melayu.
Kedatangan mereka terpisah diperkirakan lebih dari 2.000 tahun
yang lalu.
1. Proto Melayu
Proto Melayu diyakini sebagai nenek moyang orang Melayu
Polinesia yang tersebar dari Madagaskar sampai pulau-pulau paling
timur di Pasifik. Mereka diperkirakan datang dari Cina bagian
selatan. Ras Melayu ini mempunyai ciri-ciri rambut lurus, kulit
kuning kecoklatan-coklatan, dan bermata sipit. Dari Cina bagian
selatan (Yunan) mereka bermigrasi ke Indocina dan Siam, kemudian
ke Kepulauan Indonesia. Mereka itu mula-mula menempati pantai-
pantai Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat. Ras
Proto Melayu membawa peradaban batu di Kepulauan Indonesia.
Ketika datang para imigran baru, yaitu Deutero Melayu (Ras Melayu
Muda) mereka berpindah masuk ke pedalaman dan mencari tempat
baru ke hutan-hutan sebagai tempat huniannya. Ras Proto Melayu
itu pun kemudian mendesak keberadaan penduduk asli. Kehidupan
di dalam hutan-hutan menjadikan mereka terisolasi dari dunia luar,
sehingga memudarkan peradaban mereka. Penduduk asli dan ras
proto melayu itu pun kemudian melebur. Mereka itu kemudian
menjadi suku bangsa Batak, Dayak, Toraja, Alas, dan Gayo.
36
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
Kehidupan mereka yang terisolasi itu menyebabkan ras
Proto Melayu sedikit mendapat pengaruh dari kebudayaan Hindu
maupun Islam dikemudian hari. Para ras Proto Melayu itu kelak
mendapat pengaruh Kristen sejak mereka mengenal para penginjil
yang masuk ke wilayah mereka untuk memperkenalkan agama
Kristen dan peradaban baru dalam kehidupan mereka. Persebaran
suku bangsa Dayak hingga ke Filipina Selatan, Serawak, dan
Malaka menunjukkan rute perpindahan mereka dari Kepulauan
Indonesia. Sementara suku bangsa Batak yang mengambil rute ke
barat menyusuri pantai-pantai Burma dan Malaka Barat. Beberapa
kesamaan bahasa yang digunakan oleh suku bangsa Karen di Burma
banyak mengandung kemiripan dengan bahasa Batak.
2. Deutero Melayu
Deutero Melayu merupakan ras yang datang dari Indocina
bagian utara. Mereka membawa budaya baru berupa perkakas
dan senjata besi di Kepulauan Indonesia, atau Kebudayaan
Dongson. Mereka seringkali disebut juga orang-orang Dongson.
Peradaban mereka lebih tinggi daripada ras Proto Melayu. Mereka
dapat membuat perkakas dari perunggu. Peradaban mereka
ditandai dengan keahlian mengerjakan logam dengan sempurna.
Perpindahan mereka ke Kepulauan Indonesia dapat dilihat dari rute
persebaran alat-alat yang mereka tinggalkan di beberapa kepulauan
di Indonesia, yaitu berupa kapak persegi panjang. Peradaban ini
dapat dijumpai di Malaka, Sumatera, Kalimantan, Filipina, Sulawesi,
Jawa, dan Nusa Tenggara Timur.
Dalam bidang pengolahan tanah mereka mempunyai
kemampuan untuk membuat irigasi pada tanah-tanah pertanian
yang berhasil mereka ciptakan, dengan membabat hutan terlebih
dahulu. Ras Deutero Melayu juga mempunyai peradaban pelayaran
lebih maju dari pendahulunya karena petualangan mereka
sebagai pelaut dibantu dengan penguasaan mereka terhadap ilmu
perbintangan. Perpindahan ras Deutero Melayu juga menggunakan
jalur pelayaran laut. Sebagian dari ras Deutero Melayu ada yang
mencapai Kepulauan Jepang, bahkan kelak ada yang hingga sampai
Madagaskar.
37
Sejarah Indonesia
Kedatangan ras Deutero Melayu di Kepulauan Indonesia
makin lama semakin banyak. Mereka pun kemudian berpindah
mencari tempat baru ke hutan-hutan sebagai tempat hunian baru.
Pada akhirnya Proto dan Deutero Melayu membaur dan selanjutnya
menjadi penduduk di Kepulauan Indonesia. Pada masa selanjutnya
mereka sulit untuk dibedakan. Proto Melayu meliputi penduduk di
Gayo dan Alas di Sumatra bagian utara, serta Toraja di Sulawesi.
Sementara itu, semua penduduk di Kepulauan Indonesia, kecuali
penduduk Papua dan yang tinggal di sekitar pulau-pulau Papua,
adalah ras Deutero Melayu.
3. Melanesoid
Ras lain yang terdapat di Kepulauan Indonesia adalah ras
Melanesoid. Mereka tersebar di lautan Pasifik di pulau-pulau yang
letaknya sebelah Timur Irian dan Benua Australia. Di Kepulauan
Indonesia mereka tinggal di Papua Barat, Ambon, Maluku Utara,
dan Nusa Tenggara Timur. Bersama dengan Papua-Nugini dan
Bismarck, Solomon, New Caledonia dan Fiji, Vanuatu, mereka
tergolong rumpun Melanesoid.
Pada mulanya kedatangan Bangsa Melanesoid di Kepulauan
Indonesia berawal saat zaman es terakhir, yaitu tahun 70.000 SM.
Pada saat itu Kepulauan Indonesia belum berpenghuni. Ketika
suhu turun hingga mencapai kedinginan maksimal, air laut menjadi
beku. Permukaan laut menjadi lebih rendah 100 m dibandingkan
permukaan saat ini. Pada saat itulah muncul pulau-pulau baru.
Adanya pulau-pulau itu memudahkan makhluk hidup berpindah
dari Asia menuju kawasan Oseania.
Bangsa Melanesoid melakukan perpindahan ke timur hingga
ke Papua, selanjutnya ke Benua Australia, yang sebelumnya
merupakan satu kepulauan yang terhubung dengan Papua. Bangsa
Melanesoid saat itu hingga mencapai 100 ribu jiwa meliputi wilayah
Papua dan Australia. Peradaban bangsa Melanesoid dikenal dengan
paleolitikum.
38
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
Pada saat masa es berakhir dan air laut mulai naik lagi pada
tahun 5000 S.M. Kepulauan Papua dan Benua Australia terpisah
seperti yang dapat kita lihat saat ini. Pada saat itu jumlah penduduk
mencapai 0,25 juta dan pada tahun 500 S.M. mencapai 0,5 juta
jiwa.
Asal mula bangsa Melanesia, yaitu Proto Melanesia merupakan
penduduk pribumi di Jawa. Mereka adalah manusia Wajak yang
tersebar ke timur dan menduduki Papua, sebelum zaman es
berakhir dan sebelum kenaikan permukaan laut yang terjadi pada
saat itu. Di Papua manusia Wajak hidup berkelompok-kelompok
kecil di sepanjang muara-muara sungai. Mereka hidup dengan
menangkap ikan di sungai dan meramu tumbuh-tumbuhan serta
akar-akaran, serta berburu di hutan belukar. Tempat tinggal mereka
berupa perkampungan-perkampungan yang terbuat dari bahan-
bahan yang ringan. Rumah-rumah itu sebenarnya hanya berupa
kemah atau tadah angin, yang sering didirikan menempel pada
dinding gua yang besar. Kemah-kemah dan tadah angin itu hanya
digunakan sebagai tempat untuk tidur dan berlindung, sedangkan
aktivitas lainnya dilakukan di luar rumah.
Bangsa Proto Melanesoid terus terdesak oleh bangsa Melayu.
Mereka yang belum sempat mencapai Kepulauan Papua melakukan
percampuran dengan ras baru itu. Percampuran bangsa Melayu
dengan Melanesoid menghasilkan keturunan Melanesoid-Melayu,
saat ini mereka merupakan penduduk Nusa Tenggara Timur dan
Maluku.
4. Negrito dan Weddid
Sebelum kedatangan kelompok-kelompok Melayu tua dan
muda, negeri kita sudah terlebih dulu kemasukan orang-orang
Negrito dan Weddid. Sebutan Negrito diberikan oleh orang-orang
Spanyol karena yang mereka jumpai itu berkulit hitam mirip dengan
jenis-jenis Negro. Sejauh mana kelompok Negrito itu bertalian darah
dengan jenis-jenis Negro yang terdapat di Afrika serta Kepulauan
Melanesia (Pasifik), demikian pula bagaimana sejarah perpindahan
mereka, belum banyak diketahui dengan pasti.
39
Sejarah Indonesia
Pada saat masa es berakhir dan air laut mulai naik lagi pada
tahun 5000 S.M. Kepulauan Papua dan Benua Australia terpisah
seperti yang dapat kita lihat saat ini. Pada saat itu jumlah penduduk
mencapai 0,25 juta dan pada tahun 500 S.M. mencapai 0,5 juta
jiwa.
Asal mula bangsa Melanesia, yaitu Proto Melanesia merupakan
penduduk pribumi di Jawa. Mereka adalah manusia Wajak yang
tersebar ke timur dan menduduki Papua, sebelum zaman es
berakhir dan sebelum kenaikan permukaan laut yang terjadi pada
saat itu. Di Papua manusia Wajak hidup berkelompok-kelompok
kecil di sepanjang muara-muara sungai. Mereka hidup dengan
menangkap ikan di sungai dan meramu tumbuh-tumbuhan serta
akar-akaran, serta berburu di hutan belukar. Tempat tinggal mereka
berupa perkampungan-perkampungan yang terbuat dari bahan-
bahan yang ringan. Rumah-rumah itu sebenarnya hanya berupa
kemah atau tadah angin, yang sering didirikan menempel pada
dinding gua yang besar. Kemah-kemah dan tadah angin itu hanya
digunakan sebagai tempat untuk tidur dan berlindung, sedangkan
aktivitas lainnya dilakukan di luar rumah.
Bangsa Proto Melanesoid terus terdesak oleh bangsa Melayu.
Mereka yang belum sempat mencapai Kepulauan Papua melakukan
percampuran dengan ras baru itu. Percampuran bangsa Melayu
dengan Melanesoid menghasilkan keturunan Melanesoid-Melayu,
saat ini mereka merupakan penduduk Nusa Tenggara Timur dan
Maluku.
4. Negrito dan Weddid
Sebelum kedatangan kelompok-kelompok Melayu tua dan
muda, negeri kita sudah terlebih dulu kemasukan orang-orang
Negrito dan Weddid. Sebutan Negrito diberikan oleh orang-orang
Spanyol karena yang mereka jumpai itu berkulit hitam mirip dengan
jenis-jenis Negro. Sejauh mana kelompok Negrito itu bertalian darah
dengan jenis-jenis Negro yang terdapat di Afrika serta Kepulauan
Melanesia (Pasifik), demikian pula bagaimana sejarah perpindahan
mereka, belum banyak diketahui dengan pasti.
Kelompok Weddid terdiri atas orang-orang dengan kepala
mesocephal dan letak mata yang dalam sehingga nampak seperti
berang; kulit mereka coklat tua dan tinggi rata-rata lelakinya 155
cm. Weddid artinya jenis Wedda yaitu bangsa yang terdapat di Pulau
Ceylon (Srilanka). Persebaran orang-orang Weddid di Nusantara
cukup luas, misalnya di Palembang dan Jambi (Kubu), di Siak (Sakai)
dan di Sulawesi pojok tenggara (Toala, Tokea dan Tomuna).
Periode migrasi itu berlangsung berabad-abad, kemungkinan
mereka berasal dalam satu kelompok ras yang sama dan dengan
budaya yang sama pula. Mereka itulah nenek moyang orang
Indonesia saat ini.
Sekitar 170 bahasa yang digunakan di Kepulauan Indonesia
adalah bahasa Austronesia (Melayu-Polinesia). Bahasa itu kemudian
dikelompokkan menjadi dua oleh Sarasin, yaitu Bahasa Aceh dan
bahasa-bahasa di pedalaman Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.
Untuk lebih jelasnya kamu dapat membaca buku Daldjoeni
yang berjudul
Geografi Kesejarahan II di Indonesia
Sumber : Dokumen Kemendikbud.
Gambar 1.18
Peta jalur masuk Ras Melanesia
40
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
Kelompok kedua adalah bahasa Batak, Melayu, Jawa, dan Bali.
Kelompok bahasa kedua itu mempunyai hubungan dengan bahasa
Malagi di Madagaskar dan Tagalog di Luzon. Persebaran geografis
kedua bahasa itu menunjukkan bahwa penggunanya adalah pelaut-
pelaut pada masa dahulu yang sudah mempunyai peradaban
lebih maju. Di samping bahasa-bahasa itu, juga terdapat bahasa
Halmahera Utara dan Papua yang digunakan di pedalaman Papua
dan bagian utara Pulau Halmahera.
Dalam bahasan di atas kita telah membahas tentang teori
asal usul nenek moyang Indonesia. Selama ini kita ketahui bahwa
Proto Melayu, Deutero Melayu, dan Melanesoid tidak menunjukkan
hubungan geneologis, bahkan ada yang berpendapat keberadaan
mereka ada karena pergantian populasi. Namun berdasarkan
penelitian baru yang melibatkan ahli arkeologi, genetika, dan
bahasa, ternyata asal-usul nenek moyang Indonesia berasal dari
persamaan budaya, bahasa, dan dua atau lebih populasi keturunan
sehingga menghasilkan teori baru yaitu Teori Out of Africa dan
Out of Taiwan.
5. Teori Out of Africa dan Out of Taiwan
Dalam tinjauan akademis yang komprehensif tentang asal-
usul nenek moyang Indonesia, maka terlihatlah bahwa betapa
eratnya keterkaitan dinamika sejarah Melanesia dengan bumi
Nusantara. Mungkin kita akan bertanya, siapakah yang dimaksud
dengan Melanesia itu? Kata Melanesia diperkenalkan pertama
kali oleh Dumont d’Urville seorang penjelajah berkebangsaan
Untuk lebih jelasnya kamu dapat membaca buku
Bernard
H.M. Vlekke
,
Nusantara: Sejarah Indonesia
41
Sejarah Indonesia
Prancis untuk menyebut wilayah etnik penduduk yang berkulit
hitam dan berambut keriting di kawasan Pasifik, dalam pertemuan
Geography Society of Paris pada tanggal 27 Desember 1831.
Menurut Harry Truman, pada sekitar 60.000 tahun yang
lalu ada sekelompok orang yang dengan semangat keberaniannya
melintasi selat-selat dan laut hingga mencapai Kepulauan
Nusantara. Mereka adalah Homo sapiens yang dalam buku
literatur disebut sebagai Manusia Modern Awal. Ketika berangkat
dari tanah asalnya yaitu Afrika, mereka tidak mempunyai tempat
tujuan. Teori ini oleh para ahli disebut sebagai Teori Out of
Africa. Dalam pikiran mereka yang ada hanyalah, bagaimana
mereka dapat menemukan ladang kehidupan baru yang lebih
menjanjikan. Mereka beruntung dalam pengembaraannya segala
rintangan alam dapat diatasi, dari generasi ke genarasi mereka
mencapai wilayah-wilayah penghidupan yang baru. Di tempat
baru itu mereka mengeksplorasi sumberdaya lingkungan yang
tersedia untuk mempertahankan hidup. Mereka meramu dari
berbagai umbi-umbian dan buah-buahan yang ada di wilayah itu.
Hewan-hewan juga diburu untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka. Untuk keperluan itu maka dibuatlah peralatan dari batu
dan bahan organik, seperti kayu dan bambu.
Waktu terus berlalu, perubahan alam karena iklim dan
geografi juga populasi yang terus bertambah, mendorong mereka
untuk mencari wilayah hunian baru. Perlahan tetapi pasti mereka
mengembara mencari tempat hunian baru. Mereka kemudian
menyebar hingga ke wilayah timur Kepulauan Indonesia, bahkan
meluas hingga mencapai Melanesia Barat dan Australia, wilayah
geografi hunian mereka pun semakin meluas.
Pengalaman yang diperoleh selama mereka mengembara
itu menjadi pengetahuan, yang selanjutnya pengetahuan itu
diturunkan dari generasi ke generasi. Kemampuan berlayar dan
membuat rakit, serta teknik-teknik membuat alat transportasi laut
42
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
yang lebih kuat dan nyaman. Begitu pula dengan pengetahuan
perbintangan untuk menunjukkan arah saat berlayar. Pengalaman
untuk menaklukkan ekosistem daratan, sehingga mereka mampu
untuk menyesuaikan diri dengan kondisi ekologi yang berbeda-
beda. Pengalaman itu menjadi pengetahuan-pengetahuan baru
untuk memanfaatkan sumber daya yang ada di lingkungan yang
baru.
Pada saat berakhirnya zaman es sekitar 12.000 tahun yang
lalu, menyebabkan perubahan besar dalam berbagai hal. Kenaikan
muka laut yang dratis mendorong penduduk di Kepulauan
Indonesia melakukan persebaran ke berbagai arah. Persebaran
mereka ini juga telah merubah peta hunian mereka. Kondisi alam
yang saat itu mendukung, semakin meyakinkan mereka untuk
menetap di tempat hunian yang baru itu. Alam tropis dengan
biodiversitasnya menyediakan kebutuhan hidup sehingga populasi
terus meningkat.
Para ahli menggolongkan mereka sebagai Ras
Australomelanesid. Mereka kemudian hidup menyebar ke gua-
gua. Seiring dengan semakin berkembangnya zaman, kebutuhan
nenek moyang kita ini juga semakin meningkat. Teknologi untuk
mempermudah kehidupan mereka juga semakin berkembang.
Peralatan dari batu semakin beragam, peralatan dari bahan
organik pun semakin berkembang sesuai dengan kebutuhan
mereka. Keanekaragaman dalam peralatan manusia pada saat
itu semakin mendorong produktivitas hingga semakin membawa
kemajuan dalam berbagai bidang. Kemajuan dalam bidang seni
pada saat itu ditandai dengan lukisan-lukisan cadas yang terdapat
di dinding gua-gua yang memanifestasikan kekayaan alam pikiran.
Kepercayaan pada kehidupan sesudah mati juga terkonsepsi dalam
perilaku kubur terhadap orang yang meninggal.
Kemudian pada sekitar 4000 – 3000 tahun yang lalu,
Kepulauan Indonesia kedatangan orang-orang baru. Mereka ini
membawa budaya baru yang seringkali disebut dengan budaya
Neolitik. Budaya ini sering dicirikan dengan kehidupan yang
43
Sejarah Indonesia
menetap dan domestikasi hewan dan tanaman. Pendatang yang
berbicara dengan tutur Austronesia ini diperkirakan datang dari
Taiwan dengan kedatangan awal Sulawesi juga kemungkinan
Kalimantan. Dari sinilah mereka kemudian menyebar ke berbagai
pelosok Kepulauan Nusantara. Pendatang yang lain tampaknya
berasal dari Asia Tenggara Daratan. Mereka menggunakan bahasa
Austroasiatik. Mereka ini dapat mencapai Kepulauan Nusantara
bagian barat melalui Malaysia. Teori inilah yang seringkali oleh
para ahli disebut sebagai teori Out of Taiwan. Pertemuan para
pendatang ini dengan populasi Australomelanesia pun tak dapat
dielakkan, sehingga terjadi kohabitasi. Adaptasi dan interaksi
diantara sesama pun terjadi hingga mereka melakukan perkawinan
campuran. Interaksi budaya dan dalam beberapa hal silang
genetika pun tak dapat dihindari. Proses interaksi yang berlanjut
memperlihatkan keturunan Ras Australomelanesid yang sekarang
lebih dikenal sebagai populasi Melanesia.
Pendapat Harry Truman tersebut dikuatkan oleh hasil
penelitian yang dilakukan oleh Herawati Sudoyo. Dalam studi
genetika terbaru menunjukkan bahwa, genetika manusia
Indonesia saat ini kebanyakan adalah campuran, berasal dari dua
atau lebih populasi moyang. Secara gradual, presentasi genetikan
Austronesia lebih dominan di bagian timur Indonesia. Sekalipun
kecil porsinya, genetika Papua ada hampir di seluruh wilayah
bagian barat Indonesia. Hal ini menunjukkan, bahwa di masa lalu
terjadi percampuran genetika dibandingkan penggantian populasi.
Demikian pula dari sudut penggunaan bahasa, Kepulauan
Indonesia yang mempunyai lebih dari 700 etnis, dengan 706
bahasa daerah dapat digolongkan dalam dua bagian, yaitu
penutur Austronesia dan non-Austronesia atau lebih sering
disebut sebagai Papua. Multamia RMT Lauder menjelaskan bahwa
telah terjadi pinjam-meminjam leksikal antara bahasa-bahasa
non-Austronesia dengan Austronesia. Diperkirakan lebih dari 30
% dari semua bahasa yang hidup saat ini adalah bahasa Non-
44
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
Austronesia. Rumpun bahasa Austronesia cenderung ditemukan
di daerah pesisir, tetapi ini tidak selalu. Bahasa Austronesia juga
dapat ditemukan di daerah pedalaman Papua Nugini.
Gambaran itu menunjukkan adanya pola migrasi yang
kompleks tetapi jelas, yaitu dari barat ke timur. Berdasarkan data
itu nyatalah bahwa hubungan Austronesia dan Non-Austronesia
bagaikan sebuah kain tenun yang benang-benangnya saling
terjalin indah.
Coba kamu identifikasikan peninggalan sejarah berupa
benda dan karya seni yang dapat dikategorikan sebagai tinggalan
masa proto sejarah. Adakah manfaat dari peninggalan tersebut
bagi kehidupan manusia sekarang? Menurut pendapat kamu,
bagaimana peninggalan tersebut bisa menyebar ke berbagai
wilayah di Indonesia bahkan sampai ke luar wilayah Indonesia?
Untuk mengerjakan soal di atas maka kamu dapat melakukan
beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Identifikasi permasalahan yang menurut kamu menarik untuk
diteliti, yaitu merumuskan masalah (biasanya dalam bentuk kalimat
pertanyaan), seperti dimanakah manusia praaksara biasanya
tinggal? Bagaimana mereka bisa mempertahankan kehidupannya?
dan lain-lain sebagainya, kamu dapat mendiskusikan dengan
teman-teman kamu!
2. Setelah itu carilah sumber-sumber yang menjelaskan tentang
permasalahan yang akan diteliti. Caranya dengan mencari dari
internet, buku-buku bacaan, kliping koran, foto-foto, ilustrasi
dan wawancara dengan tokoh masyarakat yang kamu anggap
mengetahui permasalahan.
Uji Kompetensi
45
Sejarah Indonesia
3. Setelah kamu temukan sumber-sumber tersebut, lakukan
perbandingan antara sumber yang satu dengan yang lain untuk
mencari kebenaran. Jika dari bacaan terdapat dua atau lebih
sumber yang menyatakan hal yang sama maka bisa saja kita
anggap sumber tersebut mendekati kebenaran.
4. Apabila di daerah tempat tinggal kamu terdapat peninggalan
sejarah yang diduga tinggalan masa praaksara, kamu bersama
teman-teman dapat mengunjungi situs tersebut untuk
meyakinkan pendapat kamu. Setelah itu barulah kamu rumuskan
dalam bentuk tulisan yang runtut sekitar 3 – 5 lembar tulisan.
46
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
E.
Corak kehidupan Masyarakat Masa Praaksara
1.
Pola Hunian
Mengamati Lingkungan
Coba kamu amati baik-baik gambar di atas. Gambar itu
menunjukkan salah satu pola hunian masyarakat praaksara.
Mengapa memilih tinggal di gua? Untuk memahami pola hunian
manusia purba kamu dapat mengkaji uraian berikut.
Memahami Teks
Dalam buku
Indonesia Dalam Arus Sejarah
, Jilid I diterangkan
tentang pola hunian manusia purba yang memperlihatkan dua
karakter khas hunian purba yaitu, (1) kedekatan dengan sumber
air dan (2) kehidupan di alam terbuka. Pola hunian itu dapat
dilihat dari letak geografis situs-situs serta kondisi lingkungannya.
Beberapa contoh yang menunjukkan pola hunian seperti itu adalah
situs-situs purba di sepanjang aliran Bengawan Solo (Sangiran,
Sambungmacan, Trinil, Ngawi, dan Ngandong) merupakan contoh-
Gambar 1.19
Song Keplek situs hunian pada masa akhir Pleistosen-Holosen
Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah, Jilid
I. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.
47
Sejarah Indonesia
contoh dari adanya kecenderungan manusia purba menghuni
lingkungan di pinggir sungai. Kondisi itu dapat dipahami mengingat
keberadaan air memberikan beragam manfaat. Air merupakan
kebutuhan pokok bagi manusia. Air juga diperlukan oleh tumbuhan
maupun binatang. Keberadaan air pada suatu lingkungan
mengundang hadirnya berbagai binatang untuk hidup di sekitarnya.
Begitu pula dengan tumbuh-tumbuhan, air memberikan kesuburan
bagi tanaman. Keberadaan air juga dimanfaatkan manusia sebagai
sarana penghubung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui
sungai, manusia dapat melakukan mobilitas dari satu tempat ke
tempat yang lainnya.
2.
Dari Berburu-Mer
amu sampai Bercocok Tanam
Mengamati Lingkungan
Sering kali kita mendengar
aktivitas pembukaan lahan di
beberapa daerah di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk membuka
lahan baru untuk pertanian, perumahan atau untuk kegiatan industri
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup. Sebenarnya
nenek moyang kita juga sudah melakukan hal serupa. Pola hidup
Sumber : Harry Widianto dan Truman Simanjuntak. 2011. Jejak Langkah Setelah Sangiran.
Jawa Tengah: Balai Pelastarian Situs Manusia Purba Sangiran.
Gambar 1.20
Situs gua bekas tempat tinggal
48
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
berpindah-pindah dan melakukan aktivitas bercocok tanam demi
kelangsungan hidup mereka. Bagaimana pendapat kamu mengenai
kesamaan aktivitas dari dua kehidupan manusia yang terpisah jarak
jutaan tahun tersebut? Untuk mendapatkan pemahaman tentang
aktivitas bercocok tanam manusia purba di Kepulauan Indonesia
silahkan telaah bacaan berikut.
Memahami T
eks
Mencermati hasil
penelitian baik yang berwujud fosil maupun
artefak lainnya, diperkirakan manusia zaman praaksara mula-mula
hidup dengan cara berburu dan meramu. Hidup mereka umumnya
masih tergantung pada alam. Untuk mempertahankan hidupnya
mereka menerapkan pola hidup nomaden atau berpindah-pindah
tergantung dari bahan makanan yang tersedia. Alat-alat yang
digunakan terbuat dari batu yang masih sederhana. Hal ini terutama
berkembang pada manusia Meganthropus dan Pithecanthropus.
Tempat-tempat yang dituju oleh komunitas itu umumnya lingkungan
dekat sungai, danau, atau sumber air lainnya termasuk di daerah
pantai. Mereka beristirahat misalnya di bawah pohon besar. Mereka
juga membuat atap dan sekat tempat istirahat itu dari daun-daunan.
Masa manusia
purba berburu dan meramu itu sering disebut
dengan masa
food gathering
. Mereka hanya mengumpulkan dan
menyeleksi makanan karena belum dapat mengusahakan jenis
tanaman untuk dijadikan bahan makanan. Dalam perkembangannya
mulai ada sekelompok manusia purba yang bertempat tinggal
sementara, misalnya di gua-gua, atau di tepi pantai.
Peralihan
Zaman Mesolitikum ke Neolitikum menandakan
adanya revolusi kebudayaan dari
food gathering
menuju
food
producing
dengan
Homo sapien
sebagai pendukungnya. Mereka
tidak hanya mengumpulkan makanan tetapi mencoba memproduksi
makanan dengan menanam. Kegiatan bercocok tanam dilakukan
ketika mereka sudah mulai bertempat tinggal, walaupun masih
bersifat sementara. Mereka melihat biji-bijian sisa makanan yang
49
Sejarah Indonesia
tumbuh di tanah setelah tersiram air hujan. Pelajaran inilah yang
kemudian mendorong manusia purba untuk melakukan cocok
tanam. Apa yang mereka lakukan di sekitar tempat tinggalnya, lama
kelamaan tanah di sekelilingnya habis, dan mengharuskan pindah.
mencari tempat yang dapat ditanami. Ada yang membuka hutan
dengan menebang pohon-pohon untuk membuka lahan bercocok
tanam. Waktu itu juga sudah ada pembukaan lahan dengan cara
membakar hutan. Bagaimana pendapat kamu tentang hal ini dan
kira-kira apa bedanya dengan pembakaran hutan yang dilakukan
oleh manusia modern sekarang ini?
Kegiatan manusia bercocok
tanam terus mengalami
perkembangan. Peralatan pokoknya adalah jenis kapak persegi
dan kapak lonjong. Kemudian berkembang ke alat lain yang lebih
baik. Dengan dibukanya lahan dan tersedianya air yang cukup maka
terjadilah persawahan untuk bertani. Hal ini berkembang karena
saat itu, yakni sekitar tahun 2000 – 1500 S.M ketika mulai terjadi
perpindahan orang-orang dari rumpun bangsa Austronesia dari
Yunnan ke Kepulauan Indonesia. Begitu juga kegiatan beternak
juga mengalami perkembangan. Seiring kedatangan orang-
orang dari Yunan yang kemudian
dikenal sebagai nenek moyang
kita itu, maka kegiatan pelayaran
dan perdagangan mulai dikenal.
Dalam waktu singkat kegiatan
perdagangan dengan sistem barter
mulai berkembang. Kegiatan
bertani juga semakin berkembang
karena mereka sudah mulai
bertempat tinggal menetap.
3.
Sistem K
epercayaan
Sebagai manusia yang beragama tentu kamu sering
mendengarkan ceramah dari guru maupun tokoh agama. Dalam
ceramah-ceramah tersebut sering dikatakan bahwa hidup hanya
Untuk lebih lengkapnya
kamu bisa membaca
buku Marwati Djoened
Poesponegoro,
Sejarah
Nasional Indonesia I
,
dan Sardiman AM dan
Kusriyantinah,
Sejarah
Nasional dan Sejarah
Umum
.
50
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
sebentar sehingga tidak boleh berbuat menentang ajaran agama,
misalnya tidak boleh menyakiti orang lain, tidak boleh rakus, bahkan
melakukan tindak korupsi yang merugikan negara dan orang lain.
Karena itu dalam hidup ini manusia harus bekerja keras dan berbuat
sebaik mungkin, saling menolong. Kita semua mestinya takut
kepada Tuhan Yang Maha Esa bila berbuat dosa karena melanggar
perintah agama, atau menyakiti orang lain.
Nenek moyang kita mengenal kepercayaan kehidupan setelah
mati. Mereka percaya pada kekuatan lain yang maha kuat di luar
dirinya. Mereka selalu menjaga diri agar setelah mati tetap dihormati.
Berikut ini kita akan menelaah sistem kepercayaan manusia
zaman praaksara, yang menjadi nenek moyang kita. Perwujudan
kepercayaannya dituangkan dalam berbagai bentuk diantaranya
karya seni. Satu di antaranya berfungsi sebagai bekal untuk orang
yang meninggal. Tentu kamu masih ingat tentang perhiasan
yang digunakan sebagai bekal kubur. Seiring dengan bekal kubur
ini, pada zaman purba manusia mengenal penguburan mayat.
Pada saat inilah manusia mengenal sistem kepercayaan. Sebelum
meninggal manusia menyiapkan dirinya dengan membuat berbagai
bekal kubur, dan juga tempat penguburan yang menghasilkan karya
seni cukup bagus pada masa sekarang. Untuk itulah kita mengenal
dolmen, sarkofagus, menhir dan lain sebagainya.
Sumber: Direktorat Geografi Sejarah. 2009. Atlas
Prasejarah Indonesia. Jakarta: Kementerian Kebudayaan
dan Pariwisata.
Gambar 1.21
Menhir yang ada di Limapuluh Koto
51
Sejarah Indonesia
Memahami Teks
Masyarakat zaman praaksara terutama periode zaman
Neolitikum sudah mengenal sistem kepercayaan. Mereka sudah
memahami adanya kehidupan setelah mati. Mereka meyakini
bahwa roh seseorang yang telah meninggal akan hidup di alam lain.
Oleh karena itu, roh orang yang sudah meninggal akan senantiasa
dihormati oleh sanak kerabatnya. Terkait dengan itu maka
kegiatan ritual yang paling menonjol adalah upacara penguburan
orang meninggal. Dalam tradisi penguburan ini, jenazah orang
yang telah meninggal dibekali berbagai benda dan peralatan
kebutuhan sehari-hari, misalnya barang-barang perhiasan, periuk
dan lain-lain yang dikubur bersama mayatnya. Hal ini dimaksudkan
agar perjalanan arwah orang yang meninggal selamat dan terjamin
dengan baik. Dalam upacara penguburan ini semakin kaya orang
yang meninggal maka upacaranya juga semakin mewah. Barang-
barang berharga yang ikut dikubur juga semakin banyak.
Selain upacara-upacara penguburan, juga ada upacara-
upacara pesta untuk mendirikan bangunan suci. Mereka percaya
manusia yang meninggal akan mendapatkan kebahagiaan jika
mayatnya ditempatkan pada susunan batu-batu besar, misalnya
pada peti batu atau sarkofagus.
Batu-batu besar ini menjadi lambang perlindungan bagi
manusia yang berbudi luhur juga memberi peringatan bahwa
kebaikan kehidupan di akhirat hanya akan dapat dicapai sesuai
dengan perbuatan baik selama hidup di dunia. Hal ini sangat
tergantung pada kegiatan upacara kematian yang pernah dilakukan
untuk menghormati leluhurnya. Oleh karena itu, upacara kematian
merupakan manifestasi dari rasa bakti dan hormat seseorang
terhadap leluhurnya yang telah meninggal. Sistem kepercayaan
masyarakat praaksara yang demikian itu telah melahirkan tradisi
megalitik (zaman megalitikum = zaman batu besar). Mereka
mendirikan bangunan batu-batu besar seperti menhir, dolmen,
punden berundak, dan sarkofagus. Pada zaman praaksara,
52
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
seorang dapat dilihat kedudukan sosialnya dari
cara penguburannya. Bentuk dan bahan wadah
kubur dapat digunakan sebagai petunjuk status
sosial seseorang. Penguburan dengan sarkofagus
misalnya, memerlukan jumlah tenaga kerja yang
lebih banyak dibandingkan dengan penguburan
tanpa wadah. Dengan kata lain, pengelolaan
tenaga kerja juga sering digunakan sebagai
indikator stratifikasi sosial seseorang dalam
masyarakat.
Sistem kepercayaan dan tradisi batu besar
seperti dijelaskan di atas, telah mendorong
berkembangnya kepercayaan animisme.
Kepercayaan animisme merupakan sebuah sistem
kepercayaan yang memuja roh nenek moyang.
Di samping animisme, muncul juga kepercayaan
dinamisme. Menurut kepercayaan dinamisme
ada benda-benda tertentu yang diyakini memiliki
kekuatan gaib, sehingga benda itu sangat
dihormati dan dikeramatkan.
Seiring dengan perkembangan pelayaran, masyarakat zaman
praaksara akhir juga mulai mengenal sedekah laut. Sudah barang
tentu kegiatan upacara ini lebih banyak dikembangkan di kalangan
para nelayan. Bentuknya mungkin semacam selamatan apabila
ingin berlayar jauh, atau mungkin saat memulai pembuatan perahu.
Sistem kepercayaan nenek moyang kita ini sampai sekarang masih
dapat kita temui dibeberapa daerah.
Sumber: Direktorat Geografi Sejarah.
2009. Atlas Prasejarah Indonesia. Jakarta:
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Gambar 1.22
Sarkofagus atau kubur
batu
53
Sejarah Indonesia
1.
Pembukaan
lahan yang dilakukan oleh nenek moyang kita
dengan penebangan pohon sebenarnya termasuk kearifan lokal
yang perlu dijadikan pelajaran. Bagaimana pendapat dan sikap
kamu tentang pernyataan tersebut? Bagaimana pula pendapat
kamu tentang aktivitas pembukaan lahan dengan membakar
hutan seperti yang dilakukan sekarang ini?
2.
Buatlah analisis
tentang hubungan antara pola tempat tinggal
dengan bercocok tanam!
3.
Coba kamu identifikasi alat-alat bercocok tanam pada periode
tersebut! Berikan nama alat, fungsi, dan gambar!
4.
Mengapa
manusia purba itu banyak yang tinggal di tepi sungai?
5.
Jelaskan pola kehidupa
n nomaden manusia purba!
6.
Manusia purba juga memasuki fase bertempat tinggal
sementara, misalnya di gua, mengapa demikian?
7.
Apa kira-kira alasan bagi manusia purba memilih tinggal di tepi
pantai?
8.
Jelaskan kaitan antara
manusia yang sudah bertempat tinggal
tetap dengan adanya sistem kepercayaan!
9.
Adakah hubungan antara sistem kepercayaan masyarakat
dengan pola mata pencaharian? Jelaskan!
10. Buatlah sebuah proyek belajar dengan melakukan penelitian
tentang tradisi megalitik dan kepercayaan
animisme yang
sekarang masih tersisa di daerah kamu.
Uji Kompetensi
54
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
Coba amati gambar di samping.
Gambar apa dan untuk apa kira-kira?
Gambar itu merupakan gambar peralatan
rumah tangga yang sudah sangat lama
dikenal di lingkungan ibu rumah tangga
di Indonesia, apalagi di Jawa. Yang jelas
peralatan itu terbuat dari batu yang
merupakan warisan nenek moyang.
Peralatan dari batu ini sampai sekarang
masih digunakan oleh masyarakat kita
Berikut ini kita akan membahas
tentang teknologi bebatuan yang telah
dikembangkan sejak kehidupan manusia
purba.
Memahami
Teks
Perlu kamu ketahui bahwa sekalipun
belum mengenal
tulisan manusia purba sudah mengembangkan kebudayaan dan
teknologi. Teknologi waktu itu bermula dari teknologi bebatuan
yang digunakan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan. Dalam
praktiknya peralatan atau teknologi bebatuan tersebut dapat
berfungsi serba guna. Pada tahap paling awal alat yang digunakan
masih bersifat kebetulan dan seadanya serta bersifat
trial and error.
Mula-mula mereka hanya menggunakan benda-benda dari alam
terutama batu. Teknologi bebatuan pada zaman ini berkembang
dalam kurun waktu yang begitu panjang. Oleh karena itu, para
ahli kemudian membagi kebudayaan zaman batu di era praaksara
ini menjadi beberapa zaman atau tahap perkembangan. Dalam
buku R. Soekmono,
Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I,
dijelaskan bahwa kebudayaan zaman batu ini dibagi menjadi tiga
yaitu,
Paleolitikum, Mesolitikum
dan
Neolitikum.
Sumber : Florentina Lenny Kristiani dalam http://
klubnova.tabloidnova.com/KlubNova/Artikel/Aneka-
Tips/Tips-Rumah/Cara-pilih-cobek-batu.
Gambar 1.23
Cobek, peralatan dari batu yang
masih digunakan sampai sekarang
F. Perkembangan Teknologi
55
Sejarah Indonesia
1.
Antar
a Batu dan Tulang
Peralatan pertama yang digunakan oleh manusia purba adalah
alat-alat dari batu yang seadanya dan juga dari tulang. Peralatan ini
berkembang pada zaman Paleolitikum atau zaman batu tua. Zaman
batu tua ini bertepatan dengan zaman Neozoikum terutama pada
akhir zaman Tersier dan awal zaman Kuarter. Zaman ini berlangsung
sekitar 600.000 tahun yang lalu. Zaman ini merupakan zaman
yang sangat penting karena terkait dengan munculnya kehidupan
baru, yakni munculnya jenis manusia purba. Zaman ini dikatakan
zaman batu tua karena hasil kebudayaan terbuat dari batu yang
relatif masih sederhana dan kasar. Kebudayaan zaman Paleolitikum
ini secara umum ini terbagi menjadi Kebudayaan Pacitan dan
Kebudayaan Ngandong.
a.
K
ebudayaan Pacitan
Kebudayaan ini berkembang di daerah Pacitan, Jawa Timur.
Beberapa alat dari batu ditemukan di daerah ini. Seorang ahli,
von Koeningwald dalam penelitiannya pada tahun 1935 telah
menemukan beberapa hasil teknologi bebatuan atau alat-alat dari
batu di Sungai Baksoka dekat Punung. Alat batu itu masih kasar, dan
bentuk ujungnya agak runcing, tergantung kegunaannya. Alat batu
ini sering disebut dengan kapak genggam atau kapak perimbas.
Kapak ini digunakan untuk menusuk binatang atau menggali tanah
saat mencari umbi-umbian. Di samping kapak perimbas, di Pacitan
juga ditemukan alat batu yang disebut dengan
chopper
sebagai
alat penetak. Di Pacitan juga ditemukan alat-alat serpih.
Alat-alat itu oleh Koenigswald digolongkan sebagai alat-
alat “paleolitik”, yang bercorak “Chellean”, yakni suatu tradisi
yang berkembang pada tingkat awal paleolitik di Eropa. Pendapat
Koenigswald ini kemudian dianggap kurang tepat.
56
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
setelah Movius berhasil menyatakan temuan di Punung itu sebagai
salah satu corak perkembangan kapak perimbas di Asia Timur.
Tradisi kapak perimbas yang ditemukan di Punung itu kemudian
dikenal dengan nama “Budaya Pacitan”. Budaya itu dikenal sebagai
tingkat perkembangan budaya batu awal di Indonesia.
Kapak perimbas itu tersebar di wilayah Sumatera Selatan,
Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Bali, Flores, dan Timor. Daerah
Punung merupakan daerah
yang terkaya akan kapak perimbas
dan hingga saat ini merupakan tempat penemuan terpenting
di Indonesia. Pendapat para ahli condong kepada jenis manusia
Pithecanthropus atau keturunan-keturunannya sebagai pencipta
budaya Pacitan. Pendapat ini sesuai dengan pendapat tentang umur
budaya Pacitan yang diduga dari tingkat akhir Plestosin Tengah atau
awal permulaan Plestosin Akhir.
Gambar 1.25
Pahat genggam (hand adze):
Alat
batu inti yang dicirikan oleh bentuk alat yang
persegi atau bujur sangkar dengan tajaman yang
tegak lurus pada sumbu alat. Selain itu dikenal
pula
Kapak genggam awal (proto-hand axe),
Kapak genggam (hand axe).
Sumber: Direktorat Geografi Sejarah. 2009. Atlas
Prasejarah Indonesia. Jakarta: Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata.
Sumber: Direktorat Geografi Sejarah. 2009. Atlas
Prasejarah Indonesia. Jakarta: Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata.
Gambar 1.24
Kapak perimbas (chopper):
Alat
batu inti atau serpih yang dicirikan oleh tajaman
monofasial yang membulat, lonjong, atau lurus,
dihasilkan melalui pangkasan pada satu bidang
dari sisi ujung (distal) ke arah pangkal (proksimal).
Ciri yang membedakan kapak perimbas dengan
serut adalah ukuran dimana serut yang kasar
dan masif digolongkan sebagai kapak perimbas,
sementara yang halus dan kecil digolongkan serut.
57
Sejarah Indonesia
b.
K
ebudayaan Ngandong
Kebudayaan Ngandong
berkembang di daerah
Ngandong dan juga Sidorejo, dekat Ngawi. Di daerah ini
banyak ditemukan alat-alat dari batu dan juga alat-alat dari
tulang. Alat-alat dari tulang ini berasal dari tulang binatang
dan tanduk rusa yang diperkirakan digunakan sebagai
penusuk atau belati. Selain itu, ditemukan juga alat-alat
seperti tombak yang bergerigi. Di Sangiran juga ditemukan
alat-alat dari batu, bentuknya indah seperti
kalsedon
. Alat-
alat ini sering disebut dengan
flakes.
Sebaran artefak dan peralatan paleolitik cukup luas
sejak dari daerah-daerah di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi,
Bali,
Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT),
dan Halmahera.
Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012.
Indonesia Dalam Arus Sejarah. jilid I. Jakarta: PT
Ichtiar Baru van Hoeve. Jakarta.
Sumber: Harry Widianto dan Truman Simanjuntak.
2011. Sangiran Menjawab Dunia (Edisi Khusus).
Jawa Tengah: Balai Pelestarian Situs Manusia Purba
Sangiran
Gambar 1.26
Artefak dari tulang
Gambar 1.27
Artefak jenis flakes
58
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
2. Antara Pantai dan Gua
Zaman batu terus berkembang memasuki zaman batu
madya atau batu tengah yang dikenal zaman
Mesolitikum.
Hasil
kebudayaan batu madya ini sudah lebih maju apabila dibandingkan
hasil kebudayaan zaman
Paleolitikum
(batu tua). Sekalipun
demikian, bentuk dan hasil-hasil kebudayaan zaman
Paleolitikum
tidak serta merta punah tetapi mengalami penyempurnaan. Bentuk
flakes
dan alat-alat dari tulang terus mengalami perkembangan.
Secara garis besar kebudayaan
Mesolitikum
ini terbagi menjadi dua
kelompok besar yang ditandai lingkungan tempat tinggal, yakni di
pantai dan di gua
.
Sumber: Direktorat Geografi Sejarah. 2009. Atlas Prasejarah Indonesia. Jakarta:
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Gambar 1.28
Artefak alat batu yang ditemukan di situs Sangiran dan Ngebung
59
Sejarah Indonesia
a. Kebudayaan Kjokkenmoddinger.
Kjokkenmoddinger
istilah dari bahasa Denmark,
kjokken
berarti
dapur dan
modding
dapat diartikan sampah (
kjokkenmoddinger
= sampah dapur). Dalam kaitannya dengan budaya manusia,
kjokkenmoddinger
merupakan tumpukan timbunan kulit siput
dan kerang yang menggunung di sepanjang pantai Sumatra Timur
antara Langsa di Aceh sampai Medan. Dengan
kjokkenmoddinger
ini dapat memberi informasi bahwa manusia purba zaman
Mesolitikum
umumnya bertempat tinggal di tepi pantai. Pada tahun
1925 Von Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang itu
dan menemukan jenis kapak genggam (
chopper
) yang berbeda dari
chopper
yang ada di zaman
Paleolitikum
. Kapak genggam yang
ditemukan di bukit kerang di pantai Sumatra Timur ini diberi nama
pebble
atau lebih dikenal dengan Kapak Sumatra. Kapak jenis
pebble
ini terbuat dari batu kali yang pecah, sisi luarnya dibiarkan begitu
saja dan sisi bagian dalam dikerjakan sesuai dengan keperluannya.
Di samping kapak jenis
pebble
juga ditemukan jenis kapak pendek
dan jenis batu pipisan (batu-batu alat penggiling). Di Jawa batu
pipisan ini umumnya untuk menumbuk dan menghaluskan jamu.
Sumber: Direktorat Geografi Sejarah. 2009. Atlas Prasejarah Indonesia. Jakarta:
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Gambar 1.29
Kjokkenmoddinger
yang terdapat di Pulau Bintan, Kep. Riau
60
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
Gambar 1.30
Batu Pipisan
Sumber: Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed).
2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah. jilid I.
Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve. Jakarta.
b.
K
ebudayaan
Abris Sous Roche
Kebudayaan
abris
sous roche
merupakan hasil kebudayaan
yang ditemukan di gua-gua. Hal ini mengindikasikan bahwa manusia
purba pendukung kebudayaan ini tinggal di gua-gua. Kebudayaan
ini pertama kali dilakukan penelitian oleh Von Stein Callenfels di
Gua Lawa dekat Sampung, Ponorogo. Penelitian dilakukan tahun
1928 sampai 1931. Beberapa hasil teknologi bebatuan yang
ditemukan misalnya ujung panah,
flakes
, batu penggilingan. Juga
ditemukan alat-alat dari tulang dan tanduk rusa. Kebudayaan
abris
sous roche
ini banyak ditemukan misalnya di Besuki, Bojonegoro,
juga di daerah Sulawesi Selatan seperti di Lamoncong.
Gambar 1.31
Kapak Genggam
Sumber: Taufik Abdullah dan A.B
Lapian (ed). 2012. Indonesia Dalam
Arus Sejarah. jilid I. Jakarta. PT Ichtiar
Baru van Hoeve.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang Kebudayaan
Kjokkenmoddinger
dan Kebudayaan
Abris Sous Roche
ini
kamu dapat membaca buku R. Soekmono
,
Pengantar
Sejarah Kebudayaan I
61
Sejarah Indonesia
3.
Mengenal Api
Mengamati Lingkungan
Bagi manusia, api merupakan faktor penting dalam
kehidupan. Sebelum ditemukan teknologi listrik, aktivitas manusia
sehari-hari hampir dapat dipastikan tidak dapat terlepas dari api
untuk memasak. Pelajaran dan pengetahuan apa yang kamu
peroleh melalui uraian tersebut?
Memahami Teks
Bagi manusia purba, proses penemuan api merupakan
bentuk inovasi yang sangat penting. Berdasarkan data arkeologi,
penemuan api kira-kira terjadi pada 400.000 tahun yang lalu.
Penemuan pada periode manusia
Homo erectus
. Api digunakan
untuk menghangatkan diri dari cuaca dingin. Dengan api kehidupan
menjadi lebih bervariasi dan berbagai kemajuan akan dicapai.
Teknologi api dapat dimanfaatkan manusia untuk berbagai hal.
Di samping itu penemuan api juga memperkenalkan manusia
pada teknologi memasak makanan, yaitu memasak dengan cara
Sumber : Harry Widianto dan Truman Simanjuntak. 2011. Jejak Langkah Setelah Sangiran. Jawa Tengah: Balai
Pelastarian Situs Manusia Purba Sangiran.
Gambar 1.32
Sisa-sisa pembakaran
62
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
membakar dan menggunakan bumbu dengan ramuan tertentu.
Manusia juga menggunakan api sebagai senjata. Api pada saat
itu digunakan manusia untuk menghalau binatang buas yang
menyerangnya. Api dapat juga dijadikan sumber penerangan.
Melalui pembakaran pula manusia dapat menaklukkan alam, seperti
membuka lahan untuk garapan dengan cara membakar hutan.
Kebiasaan bertani dengan menebang lalu bakar (
slash and burn
)
adalah kebiasaan kuno yang tetap berkembang sampai sekarang.
Pada awalnya pembuatan api dilakukan dengan cara membenturkan
dan menggosokkan benda halus yang mudah terbakar dengan
benda padat lain. Sebuah batu yang keras, misalnya batu api, jika
dibenturkan ke batuan keras lainnya akan menghasilkan percikan
api. Percikan tersebut kemudian ditangkap dengan dedaunan
kering, lumut atau material lain yang kering hingga menimbulkan
api. Pembuatan api juga dapat dilakukan dengan menggosok suatu
benda terhadap benda lainnya, baik secara berputar, berulang,
atau bolak-balik. Sepotong kayu keras misalnya, jika digosokkan
pada kayu lainnya akan menghasilkan panas karena gesekan itu
kemudian menimbulkan api.
Penelitian-penelitian arkeologi di Indonesia sejauh ini belum
menemukan sisa pembakaran dari periode ini. Namun bukan
berarti manusia purba di kala itu belum mengenal api. Sisa api
yang tertua ditemukan di Chesowanja, Tanzania, dari sekitar 1,4
juta tahun lalu, yaitu berupa tanah liat kemerahan bersama dengan
sisa tulang binatang. Akan tetapi belum dapat dipastikan apakah
manusia purba membuat api atau mengambilnya dari sumber api
alam (kilat, aktivitas vulkanik, dll). Hal yang sama juga ditemukan
di China (Yuanmao, Xihoudu, Lantian), di mana sisa api berusia
sekitar 1 juta tahun lalu. Namun belum dapat dipastikan apakah
itu api alam atau buatan manusia. Teka-teki ini masih belum dapat
terpecahkan, sehingga belum dipastikan apakah bekas tungku api
di Tanzania dan Cina itu merupakan hasil buatan manusia atau
pengambilan dari sumber api alam.
63
Sejarah Indonesia
4. Sebuah Revolusi
Perkembangan zaman batu yang dapat dikatakan paling
penting dalam kehidupan manusia adalah zaman batu baru atau
neolitikum.
Pada zaman
neolitikum
yang juga dapat dikatakan
sebagai zaman batu muda. Pada zaman ini telah terjadi “revolusi
kebudayaan”, yaitu terjadinya perubahan pola hidup manusia. Pola
hidup
food gathering
digantikan dengan pola
food producing.
Hal ini seiring dengan terjadinya perubahan jenis pendukung
kebudayannya. Pada zaman ini telah hidup jenis
Homo sapiens
sebagai pendukung kebudayaan zaman batu baru. Mereka
mulai mengenal bercocok tanam dan beternak sebagai proses
untuk menghasilkan atau memproduksi bahan makanan. Hidup
bermasyarakat dengan bergotong royong mulai dikembangkan.
Hasil kebudayaan yang terkenal di zaman
neolitikum
ini secara garis
besar dibagi menjadi dua tahap perkembangan.
a. Kebudayaan Kapak Persegi
Nama kapak persegi berasal dari penyebutan
oleh von Heine Geldern. Penamaan ini dikaitkan
dengan bentuk alat tersebut. Kapak persegi
ini berbentuk persegi panjang dan ada juga
yang berbentuk trapesium. Ukuran alat ini juga
bermacam-macam. Kapak persegi yang besar
sering disebut dengan beliung atau pacul (cangkul),
bahkan sudah ada yang diberi tangkai sehingga
persis seperti cangkul zaman sekarang. Sementara
yang berukuran kecil dinamakan
tarah
atau
tatah
.
Penyebaran alat-alat ini terutama di Kepulauan
Indonesia bagian barat, seperti Sumatra, Jawa
dan Bali. Diperkirakan sentra-sentra teknologi
kapak persegi ini ada di Lahat (Palembang), Bogor,
Sumber: Taufik Abdullah dan A.B Lapian
(ed). 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah.
jilid I. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.
Gambar 1.33
Kapak persegi
Sumber: Taufik Abdullah dan A.B Lapian
(ed). 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah.
jilid I. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.
Gambar 1.34
Batu asahan
64
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
Sukabumi, Tasikmalaya (Jawa Barat), kemudian Pacitan-Madiun,
dan di Lereng Gunung Ijen (Jawa Timur). Yang menarik, di Desa
Pasirkuda dekat Bogor juga ditemukan batu asahan. Kapak persegi
ini cocok sebagai alat pertanian.
b. Kebudayaan Kapak Lonjong
Nama kapak lonjong ini disesuaikan dengan
bentuk penampang alat ini yang berbentuk
lonjong. Bentuk keseluruhan alat ini lonjong
seperti bulat telur. Pada ujung yang
lancip
ditempatkan tangkai dan pada bagian ujung yang
lain diasah sehingga tajam. Kapak yang ukuran
besar sering disebut
walzenbeil
dan yang kecil
dinamakan
kleinbeil.
Penyebaran jenis kapak
lonjong ini terutama di Kepulauan Indonesia
bagian timur, misalnya di daerah Papua, Seram,
dan Minahasa.
Pada zaman
Neolitikum,
di samping
berkembangnya jenis kapak batu juga ditemukan
barang-barang perhiasan, seperti gelang dari
batu, juga alat-alat gerabah atau tembikar.
Perlu kamu ketahui bahwa manusia purba
waktu itu sudah memiliki pengetahuan tentang
kualitas bebatuan untuk peralatan. Penemuan
dari berbagai situs menunjukkan bahan yang
paling sering dipergunakan adalah jenis batuan
kersikan (
silicified stones
), seperti gamping
kersikan, tufa kersikan, kalsedon, dan jasper.
Jenis-jenis batuan ini di samping keras, sifatnya
Gambar 1.3
6 Gerabah
Sumber: Direktorat Geografi Sejarah.
2009. Atlas Prasejarah Indonesia. Jakarta:
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Gambar 1.35
Kapak lonjong
Sumber: Direktorat Geografi Sejarah.
Atlas Prasejarah. Jakarta: Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata. 2009.
65
Sejarah Indonesia
yang retas dengan pecahan yang cenderung tajam
dan tipis, sehingga memudahkan pengerjaan.
Di beberapa situs yang mengandung fosil-fosil
kayu, seperti di Kali Baksoka (Jawa Timur) dan
Kali Ogan (Sumatra Selatan) tampak ada upaya
pemanfaatan fosil untuk bahan peralatan. Pada
saat lingkungan tidak menyediakan bahan yang
baik, ada kecenderungan untuk memanfaatkan
batuan yang tersedia di sekitar hunian, walaupun
kualitasnya kurang baik. Contoh semacam ini
dapat diamati pada situs Kedunggamping di
sebelah timur Pacitan, Cibaganjing di Cilacap,
dan Kali Kering di Sumba yang pada umumnya
menggunakan bahan andesit untuk peralatan.
c.
Perkembangan Zaman Logam
Mengakhiri zaman batu masa Neolitikum
maka dimulailah zaman logam. Sebagai bentuk
masa perundagian. Zaman logam di Kepulauan
Indonesia ini agak berbeda bila dibandingkan
dengan yang ada di Eropa. Di Eropa zaman
logam ini mengalami tiga fase, zaman tembaga,
perunggu dan besi. Di Kepulauan Indonesia
hanya mengalami zaman perunggu dan besi.
Zaman perunggu merupakan fase yang sangat
penting dalam sejarah. Beberapa contoh benda-
benda kebudayaan perunggu itu antara lain: kapak
corong, nekara, moko, berbagai barang perhiasan.
Beberapa benda hasil kebudayaan zaman logam ini
juga terkait dengan praktik keagamaan misalnya
nekara.
Gambar 1.37
Perhiasan Batu
Sumber: Direktorat Permuseuman. 1997.
Untaian Manik-Manik Nusantara. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Gambar 1.38
Nekara
Sumber: Taufik Abdullah dan A.B Lapian
(ed). 2012. Indonesia Dalam Arus
Sejarah. jilid I. Jakarta: PT Ichtiar Baru
van Hoeve.
66
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
5.
Konsep Ruang pada Hunian (Arsitektur)
Menurut Kostof, arsitektur telah mulai ada pada saat manusia
mampu mengolah lingkungan hidupnya. Pembuatan tanda-tanda di alam
yang membentang tak terhingga itu untuk membedakan dengan wilayah
lainnya. Tindakan untuk membuat tanda pada suatu tempat itu dapat
dikatakan sebagai bentuk awal dari arsitektur. Pada saat itu manusia sudah
mulai merancang sebuat tempat.
Bentuk arsitektur pada masa praaksara dapat dilihat dari tempat
hunian manusia pada saat itu. Mungkin kita sulit membayangkan atau
menyimpulkan bentuk rumah dan bangunan yang berkembang pada
masa praaksara saat itu. Dari pola mata pencaharian manusia yang sudah
mengenal berburu dan melakukan pertanian sederhana dengan ladang
berpindah memungkinkan adanya pola pemukiman yang telah menetap.
Gambar-gambar dinding goa tidak hanya mencerminkan kehidupan sehari-
hari, tetapi juga kehidupan spiritual. Cap-cap tangan dan lukisan di goa
yang banyak ditemukan di Papua, Maluku, dan Sulawesi Selatan dikaitkan
dengan ritual penghormatan atau pemujaan nenek moyang, kesuburan,
dan inisiasi. Gambar dinding yang tertera pada goa-goa mengambarkan
pada jenis binatang yang diburu atau binatang yang digunakan untuk
membantu dalam perburuan. Anjing adalah binatang yang digunakan
oleh manusia praaksara untuk berburu binatang.
Sumber : Harry Widianto dan Truman Simanjuntak. 2011. Jejak Langkah Setelah
Sangiran. Jawa Tengah: Balai Pelastarian Situs Manusia Purba Sangiran.
Gambar 1.39
Lukisan tangan di dalam dinding goa
67
Sejarah Indonesia
Bentuk pola hunian dengan
menggunakan penadah angin,
menghasilkan pola menetap pada
manusia masa itu. Pola hunian itu
sampai saat ini masih digunakan oleh
Suku Bangsa Punan yang tersebar
di Kalimantan. Bentuk hunian itu
merupakan bagian bentuk awal
arsitektur di luar tempat hunian di
goa. Secara sederhana penadah
angin merupakan suatu konsep
tata ruangan yang memberikan
secara implisit memberikan batas
ruang. Pada kehidupan dengan masyarakat berburu yang masih sangat
tergantung pada alam, mereka lebih mengikut ritme dan bentuk geografis
alam. Dengan demikian konsep ruang mereka masih kurang bersifat
geometris teratur. Pola garis lengkung tak teratur seperti aliran sungai,
dan pola spiral seperti route yang ditempuh mungkin adalah citra pola
ruang utama mereka. Ruang demikian belum mengutamakan arah utama.
Secara sederhana dapatlah kita lihat bahwa, pada masa praaksara konsep
tata ruang, atau yang saat ini kita kenal dengan arsitektur itu sudah mereka
kenal.
Sumber : Harry Widianto dan Truman Simanjuntak. 2011. Jejak Langkah Setelah
Sangiran. Jawa Tengah: Balai Pelastarian Situs Manusia Purba Sangiran.
Gambar 1.41
Pola Lukisan tangan yang ditemukan di Indonesia
Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012.
Indonesia Dalam Arus Sejarah, Jilid I. Jakarta: PT Ichtiar
Baru van Hoeve.
Gambar 1.40
Gambaran hunian manusia purba
68
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
No.
1
2
3
4
5
6
7
Nama Alat
Kegunaan
Daerah Temuan
Gambar/Lukiskan
Uji Kompetensi
1.
Coba kamu diskusikan, mengapa manusia purba membuat
peralatan dari bahan batu, kayu, dan tulang?
2.
Peralatan yang dibuat oleh manusia purba dari batu dapat
digunakan sebagai alat serba guna, coba jelaskan dan beri
contoh!
3.
Coba kamu inventarisir alat-alat manusia purba pada zaman
batu dan masukkan ke dalam tabel di bawah ini:
4. Setelah selesai mengisi tabel di atas, kamu lukiskan dalam bentuk
peta persebaran peralatan manusia purba!
69
Sejarah Indonesia
Setelah membaca secara keseluruhan bab ini marilah kita
sama-sama menyimpulkan nilai-nilai apa yang dapat dipetik dari
kehidupan masa lalu itu untuk kehidupan pada masa kini dan masa
mendatang.
1.
Untuk mempelajari sejarah awal manusia ahli sejarah bergantung
pada disiplin arkeologi, geologi dan biologi dan cabang-cabang
ilmu lainnya. Masa praaksara terbentang dari penemuan manusia
pertama di planet bumi ini hingga ditemukannya tulisan. Cerita
sejarahnya mulai sejak sekitar 500.000 atau barangkali sekitar
250.000 tahun lalu.
2. Pengetahuan tentang kehidupan manusia praaksara
menyediakan jawaban tentang asal-usul manusia dan
kemanusiaan, serta keberadaan manusia di dunia dalam mencapai
impiannya dan rintangan-rintangan yang dihadapinya. Sebagai
sebuah bangsa, pembelajaran mengenai kehidupan manusia
praaksara hendaknya menggugah kita untuk memperbarui
pertanyaan klasik seperti, dari manakah kita berasal dan
bagaimana evolusi perjalanan hidup manusia di masa lalu hingga
mencapai suatu tahap sejarah ke tahap berikutnya?
3.
Semakin sadar kita tentang asal usul dan evolusi yang dijalani
nenek moyang di masa lampau, hendaknya semakin ingat pula
kita tentang tugas dan tanggung jawab sebagai seorang peserta
didik yang akan membangun bangsa ini.
4.
Nenek moyang orang Indonesia di masa lampau telah menjalani
sejarah yang amat panjang dan berat dengan segala tantangan
zaman yang dihadapi pada masanya. Mereka telah mengalami
evolusi atau transformasi sedemikian rupa yaitu, dari nomaden
ke kehidupan menetap, dari mengumpulkan makanan dan
berburu menjadi penghasil bahan makanan, dari ketergantungan
Kesimpulan
70
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
total pada alam dan teknologi dalam bentuk manual kepada
upaya menciptakan alat yang kian lama kian canggih, dan dari
hidup berkelompok berdasarkan sistem kepemimpinan primus
interpares ke susunan masyarakat yang lebih teratur. Semua itu
berlangsung dengan cara yang tak mudah dan memakan waktu
yang lama, bahkan ribuan tahun.
5.
Perubahan-perubahan itu tidak mengalir begitu saja, tetapi
dimulai dari refleksi berpikir dan gagasan hasil interaksi
mereka dengan alam sekitar. Kondisi lingkungan yang berat
mengajarkan bagaimana, misalnya, membuat alat yang
tepat untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Dalam
masyarakat, generasi yang lebih tua meneruskan tradisi dan
pengalaman kolektifnya kepada yang lebih muda. Dengan
akumulasi pengalaman kolektif itu mereka belajar meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan.
6.
Pencapaian prestasi yang diraih manusia modern dewasa ini telah
mengubah dunia dengan cara yang mungkin tak terbayangkan
oleh nenek moyang mereka di masa silam. Kehidupan modern
dibayar dengan harga besarnya energi yang telah dikuras oleh
manusia, baik itu yang tidak terbarui (antara lain minyak bumi,
gas, dan batubara) maupun yang terbarui (air, kayu, hutan
dan lain-lain). Karena itu, seorang ahli ilmu hayat Tim Flannery
menyebut manusia
Homo sapiens
zaman modern berbeda
dengan nenek moyang mereka, karena mereka tidak lain adalah
“pemangsa masa depan”. Julukan ini tidak salah apabila kita
menghitung kembali kerusakan lingkungan yang diakibatkan
oleh eksploitasi manusia hingga saat ini. Bahkan, sumberdaya
alami (antara lain tambang mineral, bahan bakar fosil, keindahan
alam, hutan tropis, dan sumber daya lautan) yang seharusnya
bukan menjadi hak manusia saat ini, tetapi warisan bagi anak-
cucu di masa mendatang, sudah mulai dimanfaatkan atau malah
sudah dimakan habis.
71
Sejarah Indonesia
7.
Kekayaan sumber kearifan lokal zaman praaksara menyediakan
inspirasi dan sekaligus peringatan bagi generasi kita bagaimana
hubungan harmoni antara manusia dan alam tidak perlu
menimbulkan malapetaka bagi manusia lain. Kekayaan alam
pikir manusia praaksara jelas merupakan kearifan lokal yang
harus terus menerus digali lagi dan bukan diremehkan. Mitos-
mitos tentang awal penciptaan dunia dan asal-usul manusia
dengan cerita yang berbeda-beda di berbagai suku bangsa,
tidak hanya mengandung nilai pelajaran di dalamnya, tetapi
juga, kalau ditelusuri lebih jauh, membawa pesan-pesan
rasional yang sering disampaikan secara simbolik. Maka, di saat
manusia modern hidup semakin individualistik, semakin terasa
pula kebutuhan untuk menegakkan nilai-nilai kearifan lokal.
Entah itu yang namanya berupa gotong royong, kekeluargaan
dan kebersamaan. Itulah kebiasaan nenek moyang, misalnya,
dalam rangka membangun kampung, mendirikan bangunan-
bangunan dari batu besar atau megalitik. Tidak jarang pula
para pemimpin kelompok sosial mengadakan pesta jasa sebagai
bukti bahwa mereka dapat memberikan kesejahteraan bagi
anggota masyarakatnya. Semua anggota masyarakat ikut
terlibat dan secara bersama-sama melaksanakan upacara-
upacara. Masyarakat yang telah merasakan kesejahteraan yang
diberikan pemimpin akan membalas jasa itu dengan bergotong
royong mengangkut dan mendirikan batu tegak (prasasti) bagi
pemimpinnya. Di masa lampau, sifat gotong royong itu, tidak
saja terlihat dalam mendirikan bangunan megalitik tetapi juga
untuk pendirian rumah, upacara syukuran panen, serta upacara
kematian. Apa pun bentuknya, pengalaman kolektif manusia
praaksara adalah akar tunggang dari budaya Nusantara, yang
tentunya dapat memperkuat budaya Indonesia modern dalam
mengarungi globalisasi abad ke-21 ini.
72
Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
Gambar 2.1
Relief yang mengambarkan aktivitas pandai logam
Sumber : Bambang Budi Utomo. 2010 Atlas Sejarah Indonesia Masa Klasik (Hindu-Buddha).
Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.