Gambar Sampul IPS · BAB II Kehidupan Pada Masa Pra Aksara Di Indonesia
IPS · BAB II Kehidupan Pada Masa Pra Aksara Di Indonesia
WayanLegawa

24/08/2021 15:32:23

SMP 7 K-13

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

Bab II Kehidupan Pada Masa Pra Aksara Di Indonesia

23

KEHIDUPAN PADA MASA

PRA AKSARA DI INDONESIA

BAB

II

Setelah mempelajari Bab ini, kalian diharapkan memiliki kemampuan

untuk memahami ciri-ciri kehidupan masyarakat pra aksaran di

Indonesia dan peninggalan-peninggalannya.

PETA KONSEP

KEHIDUPAN MASYARAKAT

PRA AKSARA

ASAL USUL

YUNAN

CIRI-CIRI

NOMADEN

SEMI

NOMADEN

MENETAP

PERALATAN

ZAMAN

BATU

ZAMAN

LOGAM

KEBUDAYAAN

FISIK

ROHANI

Masyarakat Indonesia berasal dari Yunan, yaitu suatu daerah

yang terletak di Myanmar (Birma). Pada waktu berpindah dari

Yunan ke Indonesia, mereka belum mengenal tulisan. Oleh karena

itu, mereka disebut masyarakat pra aksara. Tujuan perpindahan

mereka adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka

hidup secara nomaden, yaitu berpindah-pindah dari satu tempat

ke tempat lain. Tempat-tempat yang menjadi tujuan mereka adalah

tempat yang menghasilkan bahan makanan. Salah satu tempat yang

menjadi tujuan mereka adalah Indonesia. Untuk mencapai Indonesia

tidak terlalu sulit karena pada waktu mereka berpindah, wilayah

Indonesia masih menyatu dengan daratan Asia. Hal ini dibuktikan

Kata Kunci

Masyarakat, nomaden, semi nomaden, menetap, berburu, bercocok tanam,

paleolitikum, mesolitikum, neolitikum, megalitikum, fosil, tembaga,

perunggu, besi, kapak, goa, animisme, dan dinamisme.

Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VII

24

dengan persamaan fauna (binatang) yang hidup di Indonesia dan

daratan Asia.

Ketika sampai di Indonesia, mereka masih hidup secara nomaden.

Lama kelamaan, kehidupan mereka mengalami kemajuan. Mereka

mulai mengenal sistem bercocok tanam. Untuk keperluan bercocok

tanam, mereka mulai menetap sementara. Setelah selesai bercocok

tanam, mereka berpindah ke tempat lain untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Di tempat yang baru, mereka akan bercocok tanam dan

hidup menetap sementara. Akhirnya, mereka akan kembali ke

tempat semula apabila musim panen telah tiba. Kehidupan ini

dilakukan secara terus menerus. Oleh karena itu, mereka disebut

sebagai masyarakat semi nomaden.

Kehidupan mereka terus berkembang dan akhirnya mereka

mulai hidup menetap di suatu tempat. Untuk mempertahankan

hidupnya, mereka tidak semata-mata bergantung kepada apa yang

disediakan alam. Mereka mulai mengenal sistem pertanian dengan

menanam berbagai jenis tanaman dan mulai memelihara ternak.

Di samping itu, mereka mulai hidup secara bersama sehingga

terbentuklah masyarakat pra sejarah. Mereka saling membantu

dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Misalnya, untuk

menangkap binatang buruan, mereka lakukan secara bersama-

sama.

Untuk memudahkan cara memenuhi kebutuhan, masyarakat pra

aksara mulai mengenal dan membuat peralatan. Alat-alat itu terbuat

dari batu, tulang, kayu, atau logam. Alat-alat tersebut ada yang

sangat kasar, agak halus, dan sangat halus bentuknya. Di samping

itu, ada yang bulat, pipih, runcing, kecil, dan besar. Bentuk dan jenis

alat-alat itu sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hidupnya.

Sisa-sisa peralatan yang terbuat dari tulang dan kayu, umumnya

telah membatu (menjadi batu) atau sering disebut fosil. Sisa-sisa

peninggalan ini disebut sebagai hasil kebudayaan

fi

sik (materi).

Masyarakat pra aksara sudah mengenal kepercayaan animisme

dan dinamisme. Animisme adalah kepercayaan bahwa setiap benda

memiliki roh atau jiwa. Sedangkan dinamisme adalah kepercayaan

bahwa setiap benda memiliki kekuatan gaib. Aliran kepercayaan ini

disebut sebagai kebudayaan rohani

A. ASAL USUL NENEK MOYANG

Kehidupan awal masyarakat pra aksara Indonesia tidak dapat

dipisahkan dari perkembangan geogra

fi

s wilayah Indonesia. Sebelum

zaman es atau glasial, wilayah Indonesia bagian barat menjadi satu

dengan daratan Asia dan wilayah Indonesia bagian timur menjadi

satu dengan daratan Australia. Pendapat ini didasarkan pada

Bab II Kehidupan Pada Masa Pra Aksara Di Indonesia

25

persamaan kehidupan

fl

ora dan fauna di Asia dan Australia dengan

wilayah Indonesia. Binatang yang hidup di wilayah Indonesia bagian

barat memiliki kesamaan dengan binatang yang hidup di daratan

Asia. Misalnya, gajah, harimau, banteng, burung, dan sebagainya.

Sedangkan binatang yang hidup di wilayah bagian timur memiliki

kesamaan dengan binatang yang hidup di daratan Australia, seperti

burung Cendrawasih.

Mencairnya es di kutub utara menyebabkan air laut mengalami

kenaikan. Peristiwa ini mengakibatkan wilayah Indonesia menjadi

terpisah dengan daratan Asia maupun Australia. Bekas daratan

yang menghubungkan Indonesia bagian barat dengan Asia disebut

Paparan Sunda. Sedangkan bekas daratan yang menghubungkan

Indonesia bagian timur dengan Australia disebut Paparan Sahul.

Ternyata, perubahan-perubahan itu sangat besar pengaruhnya

terhadap perkembangan kehidupan masyarakat pra aksara

Indonesia.

Menurut para ahli, nenek moyang bangsa Indonesia berasal

dari Yunan. Daerah Yunan terletak di daratan Asia Tenggara.

Tepatnya, di wilayah Myanmar sekarang. Seorang ahli sejarah yang

mengemukakan pendapat ini adalah Moh. Ali. Pendapat Moh. Ali ini

didasarkan pada argumen bahwa nenek moyang bangsa Indonesia

berasal dari hulu-hulu sungai besar di Asia dan kedatangannya ke

Indonesia dilakukan secara bergelombang. Gelombang pertama

berlangsung dari tahun 3000 SM – 1500 SM dengan menggunakan

perahu bercadik satu. Sedangkan gelombang kedua berlangsung

antara tahun 1500 SM – 500 SM dengan menggunakan perahu

bercadik dua. Tampaknya, pendapat Moh. Ali ini sangat dipengaruhi

oleh pendapat Mens bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal

dari daerah Mongol yang terdesak ke selatan oleh bangsa-bangsa

yang lebih kuat.

Sementara, para ahli yang lain memiliki pendapat yang beragam

dengan berbagai argumen atau alasannya, seperti:

1. Prof. Dr. H. Kern dengan teori imigrasi menyatakan bahwa

nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Campa, Kochin

Cina, Kamboja. Pendapat ini didasarkan pada kesamaan bahasa

yang dipakai di kepulauan Indonesia, Polinesia, Melanisia, dan

Mikronesia. Menurut hasil penelitiannya, bahasa-bahasa yang

digunakan di daerah-daerah tersebut berasal dari satu akar

bahasa yang sama, yaitu bahasa Austronesia. Hal ini dibuktikan

dengan adanya nama dan bahasa yang dipakai daerah-daerah

tersebut. Objek penelitian Kern adalah kesamaan bahasa, nama-

nama binatang dan alat-alat perang.

2. Van Heine Geldern berpendapat bahwa nenek moyang bangsa

Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VII

26

Indonesia berasal dari daerah Asia. Pendapat ini didukung oleh

artefak-artefak atau peninggalan kebudayaan yang ditemukan

di Indonesia memiliki banyak kesamaan dengan peninggalan-

peninggalan kebudayaan yang ditemukan di daerah Asia.

3. Prof. Mohammad Yamin berpendapat bahwa nenek moyang

bangsa Indonesia berasal dari daerah Indonesia sendiri.

Pendapat ini didasarkan pada penemuan fosil-fosil dan artefak-

artefak manusia tertua di Indonesia dalam jumlah yang banyak.

Di samping itu, Mohammad Yamin berpegang pada prinsip

Blood Und Breden Unchro, yang berarti darah dan tanah bangsa

Indonesia berasal dari Indonesia sendiri.

Manusia purba mungkin telah tinggal

di Indonesia, sebelum terjadi gelombang

perpindahan bangsa-bangsa dari Yunan dan

Campa ke wilayah Indonesia. Persoalannya,

apakah nenek moyang bangsa Indonesia adalah

manusia purba?

4. Hogen berpendapat bangsa yang mendiami daerah pesisir

Melayu berasal dari Sumatera. Banga ini bercampur dengan

bangsa Mongol dan kemudian disebut bangsa Proto Melayu dan

Deutro Melayu. Bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) menyebar

ke wilayah Indonesia pada tahun 3000 SM – 1500 SM. Sedangkan

bangsa Deutro Melayu (Melayu Muda) menyebar ke wilayah

Indonesia pada tahun 1500 SM – 500 SM.

Berdasarkan penyelidikan terhadap penggunaan bahasa yang

dipakai di berbagai kepulauan, Kern berkesimpulan bahwa nenek

moyang bangsa Indonesia berasal dari satu daerah dan menggunakan

bahasa yang sama, yaitu bahasa Campa. Namun, sebelum nenek

moyang bangsa Indonesia tiba di daerah kepulauan Indonesai,

daerah ini telah ditempati oleh bangsa berkulit hitam dan berambut

keriting. Bangsa-bangsa ini hingga sekarang menempati daerah-

daerah Indonesia bagian timur dan daerah-daerah Australia.

Sementara, sekitar tahun 1500 SM, nenek moyang bangsa

Indonesia yang berada di Campa terdesak oleh bangsa lain dari

Asia Tengah yang lebih kuat. Mereka berpindah ke Kamboja dan

kemudian melanjutkan perjalanannya ke Semenanjung Malaka dan

daerah Filipina. Dari Semenanjung Malaka, mereka melanjutkan

perjalanannya ke daerah Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Sedangkan

mereka yang berada di Filipina melanjutkan perjalanannya ke daerah

Minahasa dan daerah-daerah sekitarnya.

Bertitik tolak dari pendapat-pendapat di atas, terdapat hal-hal

yang menarik tentang asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia.

Pertama

, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan

Gambar 2.1

Kerangka Manusia

Pithecanthropus

Pithecanthropus

adalah manusia

kera yang berdiri

tegak dari Trinil.

Fosil ini ditemukan

oleh Eugene

Dobuis pada tahun

1890.

Bab II Kehidupan Pada Masa Pra Aksara Di Indonesia

27

Gambar 2.2

Peta rute

perpindahan

nenek

moyang

bangsa

Indonesia

dan Campa. Argumen ini merujuk pada pendapat Moh. Ali dan

Kern bahwa sekitar tahun 3000 SM – 1500 SM terjadi gelombang

perpindahan bangsa-bangsa di Yunan dan Campa sebagai akibat

desakan bangsa lain dari Asia Tengah yang lebih kuat. Argumen ini

diperkuat dengan adanya persamaan bahasa, nama binatang, dan

nama peralatan yang dipakai di kepulauan Indonesia, Polinesia,

Melanesia, dan Mikronesia.

Kedua

, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Indonesia

sendiri. Argumen ini merujuk pada pendapat Mohammad Yamin

yang didukung dengan penemuan fosil-fosil dan artefak-artefak

manusia tertua di wilayah Indonesia dalam jumlah yang banyak.

Sementara, fosil dan artefak manusia tertua jarang ditemukan di

daratan Asia.

Sinanthropus Pekinensis

yang ditemukan di Cina

dan diperkirakan sezaman dengan

Pithecantropus Erectus

dari

Indonesia, merupakan satu-satunya penemuan fosil manusia tertua

di daratan Asia.

Ketiga

, masyarakat awal yang menempati wilayah Indonesia

termasuk rumpun bangsa Melayu. Oleh karena itu, bangsa Melayu

ditempatkan sebagai nenek moyang bangsa Indonesia. Argumen

ini merujuk pada pendapat Hogen. Bangsa Melayu yang menjadi

nenek moyang bangsa Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 (dua),

yaitu:

1. Bangsa Proto Melayu

Bangsa ini memasuki wilayah Indonesia melalui 2 (dua) jalan,

yaitu:

a. Jalan barat dari Semenanjung Malaka ke Sumatera dan

selanjutnya menyebar ke beberapa daerah di Indonesia.

b. Jalan timur dari Semenanjung Malaka ke Filipina dan

Minahasa, serta selanjutnya menyebar ke beberapa daerah

di Indonesia.

Bangsa Proto Melayu

memiliki kebudayaan

yang setingkat lebih tinggi

dari kebudayaan Homo

Sapiens di Indonesia.

Kebuadayaan mereka

adalah kebudayaan batu

muda (neolitikum). Hasil-

hasil kebudayaan mereka

masih terbuat dari batu,

tetapi telah dikerjakan

dengan baik sekali (halus).

Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VII

28

Kapak persegi merupakan hasil kebudayaan bangsa Proto

Melayu yang masuk ke Indonesia melalui jalan barat dan kapak

lonjong melalui jalan timur. Keturunan bangsa Proto Melayu

yang masih hidup hingga sekarang, di antaranya adalah suku

bangsa Dayak, Toraja, Batak, Papua.

2. Bangsa Deutro Melayu

Sejak tahun 500 SM, bangsa Deutro Melayu memasuki

wilayah Indonesia secara bergelombang melalui jalan barat.

Kebudayaan bangsa Deitro Melayu lebih tinggi dari kebudayaan

bangsa Proto Melayu. Hasil kebudayaan mereka terbuat dari

logam (perunggu dan besi). Kebuadayaan mereka sering disebut

kebudayaan Don Song, yaitu suatu nama kebudayaan di daerah

Tonkin yang memiliki kesamaan dengan kebudayaan bangsa

Deutro Melayu. Daerah Tonkin diperkirakan merupakan tempat

asal bangsa Deutro Melayu, sebelum menyebar ke wilayah

Indonesia. Hasil-hasil kebudayaan perunggu yang penting di

Indonesia adalah kapak corong atau kapak sepatu, nekara, dan

bejana perunggu. Keturunan bangsa Deutro Melayu yang masih

hidup hingga sekarang, di antaranya suku bangsa Melayu, Batak,

Minang, Jawa, Bugis.

B. POLA KEHIDUPAN MASYARAKAT PRA

AKSARA

Masyarakat pra aksara adalah gambaran tentang kehidupan

manusia-manusia pada masa lampau, di mana mereka belum

mengenal tulisan sebagai cirinya. Kehidupan masyarakat pra

aksara dapat dibagi dalam beberapa tahap, yaitu: (1) kehidupan

nomaden, (2) kehidupan semi nomaden, dan (3) kehidupan menetap.

Meskipun demikian, pola kehidupan masyarakat pra aksara tidak

dapat dijadikan dasar pembagian zaman. Oleh karena itu, apabila

dikaitkan dengan pembagian zaman, maka masyarakat pra aksara

hidup pada zaman batu dan zaman logam.

Secara garis besar, pembagian zaman pra aksara dapat dibedakan

sebagai berikut:

Tugas2.1

Diskusikanlah dengan teman-temanmu mengenai asal-asul nenek moyang

bangsa Indonesia!

Bab II Kehidupan Pada Masa Pra Aksara Di Indonesia

29

Pembagian zaman praaksara di atas, dapat dijadikan dasar

dalam menentukan asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia.

Dengan demikian, kalian dapat belajar berpikir kritis. Misalnya,

untuk mendukung pendapat bahwa nenek moyang bangsa Indonesia

adalah bangsa Melayu, kalian harus memiliki argumen yang kuat,

logis, dan objektif.

Terlepas dari mana asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia

dan kapan mereka mulai tinggal di wilayah Indonesia, kita harus

percaya bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah ribuan tahun

sebelum masehi telah hidup di wilayah Indonesia. Kehidupan

mereka mengalami perkembangan yang teratur seperti bangsa-

bangsa di belahan dunia lain. Tahapan perkembangan kehidupan

masyarakat pra aksara di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Pola Kehidupan Nomaden

Nomaden artinya berpindah-pindah dari satu tempat ke

tempat yang lain. Kehidupan masyarakat pra aksara sangat

bergantung kepada alam. Bahkan, kehidupan mereka tak

Tabel 2.1

Pembagian Zaman Pra Aksara

Menurut H.R. Van Heekeren

No

Zaman

Waktu Manusia/Kebudayaan

1.

Paleolitikum

-Bawah

-Tengah

-Atas

450 000 – 350 000

80.000 – 35.000

3.500 – 1.500

• Pitecanthropus Mojokertensis

• Meganthropus Paleojavanicus

• Pitecanthropus Erectus/

Homo Erectus

• Homo Wajakensis

• Homo Soloensis

Hasil kebudayaan dari batu yang

masih kasar

2.

Mesolitikum

8.000 – 4.500

6.500 – 2.000

Austronesia, Melanesia

Pabble, Bascon Hoabins

Wedda, Negrito

Blade, Toale

3.

Neolitikum

4.500 – 2.500

Proto Melayu

Kapak persegi, Kapak lonjong

4.

Megalitikum

-

Austrones

ia, Melanesia, Proto

Melayu, Deutro Melayu.

Menhir, Bangunan Berundak, Tugu

5.

Logam

-Perunggu

-Tembaga

-Besi

2.500 – 2.000

-

-

Deutro Melayu

Kapak corong, Nekara, dan Bejana

perunggu

Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VII

30

ubahnya seperti kelompok hewan karena bergantung pada

apa yang disediakan alam. Apa yang mereka makan adalah

bahan makanan apa yang disediakan alam. Buah-buahan, umbi-

umbian, atau dedaunan yang mereka makan tinggal memetik

dari pepohonan atau menggali dari tanah. Mereka tidak pernah

menanam atau mengolah pertanian.

Apabila mereka ingin makan ikan, maka mereka tinggal

menangkap ikan di sungai, waduk, atau tempat-tempat lain, di

mana ikan dapat hidup. Apabila mereka ingin makan daging,

maka mereka tinggal berburu untuk menangkap binatang

buruannya. Adapun cara menangkap ikan atau binatang

buruannya, tentu berbeda dengan yang kita lakukan sekarang.

Mereka tidak pernah memelihara ikan atau binatang ternak

lainnya.

Berdasarkan pola kehidupan nomaden tersebut, maka

masa kehidupan masyarakat pra aksara sering disebut sebagai

‘masa mengumpulkan bahan makanan dan berburu’. Jika bahan

makanan yang akan dikumpulkan telah habis, mereka kemudian

berpindah ke tempat lain yang banyak menyediakan bahan

makanan. Di samping itu, tujuan perpindahan mereka adalah

untuk menangkap binatang buruannya. Kehidupan semacam itu

berlangsung dalam waktu yang lama dan berlangsung secara

terus menerus. Oleh karena itu, mereka tidak pernah memikirkan

rumah sebagai tempat tinggal yang tetap.

Mereka tinggal di alam terbuka seperti hutan, di bawah

pohon, di tepi sungai, di gunung, di gua, dan di lembah-lembah.

Pada waktu itu, lingkungan alam belum stabil dan masih liar atau

ganas. Oleh karena itu, setiap orang harus berhati-hati terhadap

setiap ancaman yang dapat muncul secara tiba-tiba. Ancaman

yang paling membahayakan adalah binatang buas. merupakan

musuh utama manusia dalam hidup dan kehidupannya.

Berkaitan dengan kehidupan yang kurang aman, maka untuk

menuju ke suatu tempat, mereka biasanya mereka mem memilih

jalan dengan menelusuri sungai. Perjalanan melalui sungai

dipandang lebih mudah dan aman dari pada melalui daratan

(hutan) yang sangat berbahaya. Sesuai dengan kebutuhan dan

tantangan yang dihadapi, akhirnya timbul pemikiran untuk

membuat rakit-rakit sebagai alat transportasi. Bahkan dalam

perkembangannya, masyarakat pra aksara mampu membuat

perahu sebagai sarana transportasi melalui sungai.

Pada masa nomaden, masyarakat pra aksara telah mengenal

kehidupan berkelompok. Jumlah anggota dari setiap kelompok

sekitar 10-15 orang. Bahkan, untuk mempermudah hidup

Bab II Kehidupan Pada Masa Pra Aksara Di Indonesia

31

dan kehidupannya, mereka telah mampu membuat alat-alat

perlengkapan dari batu dan kayu, meskipun bentuknya masih

sangat kasar dan sederhana. Ciri-ciri kehidupan masyarakat

nomaden adalah sebagai berikut:

• selalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain,

• sangat bergantung pada alam,

• belum mengolah bahan makanan,

• hidup dari hasil mengumpulkan bahan makanan dan

berburu,

• belum memiliki tempat tinggal yang tetap,

• peralatan hidup masih sangat sederhana dan terbuat dari

batu atau kayu.

Lama kelamaan, masyarakat pra aksara menyadari bahwa

makanan yang disediakan oleh alam sangat terbatas dan

akhirnya akan habis. Oleh karena itu, cara hidup yang sangat

bergantung pada alam harus diperbaiki. Caranya adalah dengan

menanami lahan-lahan yang akan ditinggalkan agar dapat

menyediakan bahan makanan yang lebih banyak pada waktu

yang akan datang. Di samping itu, para wanita dan anak kecil

tidak harus selalu ikut berpindah untuk mengumpulkan bahan

makanan atau berburu binatang.

2. Pola Kehidupan Semi Nomaden

Terbatasnya, kemampuan alam untuk memenuhi kebutuhan

hidup masyarakat menuntut setiap manusia untuk merubah

pola kehidupannya. Oleh karena itu, masyarakat pra aksara

mulai merubah pola hidup secara nomaden menjadi semi

nomaden. Kehidupan semi nomaden adalah pola kehidupan

yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain,

tetapi sudah disertai dengan kehidupan menetap sementara.

Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa mereka sudah mulai

mengenal cara-cara mengolah bahan makanan.

Pola kehidupan semi nomaden ditandai dengan ciri-ciri

sebagai berikut:

• mereka masih berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat

lain;

• mereka masih bergantung pada alam;

• mereka mulai mengenal cara-cara mengolah bahan

makanan;

• mereka telah memiliki tempat tinggal sementara;

Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VII

32

• di samping mengumpulkan bahan makanan dan berburu,

mereka mulai menanam berbagai jenis tanaman;

• sebelum meninggalkan suatu tempat untuk berpindah ke

tempat lain, mereka terlebih dahulu menanam berbagai jenis

tanaman dan mereka akan kembali ke tempat itu, ketika

musin panen tiba;

• peralatan hidup mereka sudah lebih baik dibandingkan

dengan peralatan hidup masyarakat nomaden;

• di samping terbuat dari batu dan kayu, peralatan itu juga

terbuat dari tulang sehingga lebih tajam.

Kehidupan sosial, masyarakat semi nomaden setingkat

lebih baik dari pada masyarakat nomaden. Jumlah anggota

kelompok semakin bertambah besar dan tidak hanya terbatas

pada keluarga tertentu. Kenyataan ini menunjukkan bahwa

rasa kebersamaan di antara mereka mulai dikembangkan.

Rasa kebersamaan ini sangat penting dalam mengembangkan

kehidupan yang harmonis, tenang, aman, tentram, dan damai.

Nilai-nilai kehidupan, seperti gotong royong, saling membantu,

saling mencintai sesama manusia, saling menghargai dan

mengjormati telah berkembang pada masyarakat pra aksara.

Pada zaman ini, masyarakat diperkirakan telah memelihara

anjing. Pada waktu itu, anjing merupakan binatang yang dapat

membantu manusia dalam berburu binatang. Di Sulawesi

Selatan, di dalam sebuah goa ditemukan sisa-sisa gigi anjing

oleh Sarasin bersaudara.

3. Pola Kehidupan Menetap

Kehidupan masyarakat pra aksara terus berkembang sesuai

dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakatnya. Ternyata, pola

kehidupan semi nomaden tidak menguntungkan karena setiap

manusia masih harus berpindah dari satu tempat ke tempat yang

lain. Di samping itu, setiap orang harus membangun tempat

tinggal, meskipun hanya untuk sementara waktu. Dengan

demikian, pola kehidupan semi nomaden dapat dikatakan

kurang efektif dan e

fi

sien. Oleh karena itu, muncul gagasan

untuk mengembangkan pola kehidupan yang menetap. Itulah,

konsep dasar yang mendasari perkembangan kehidupan

masyarakat pra aksara.

Bab II Kehidupan Pada Masa Pra Aksara Di Indonesia

33

Pola kehidupan menetap memiliki beberapa keuntungan

atau kelebihan, di antaranya:

• setiap keluarga dapat membangunan tempat tinggal yang

lebih baik untuk waktu yang lebih lama;

• setiap orang dapat menghemat tenaga karena tidak harus

membawa peralatan hidup dari satu tempat ke tempat

lain;

• para wanita dan anak-anak dapat tinggal lebih lama di rumah

dan tidak akan merepotkan;

• wanita dan anak-anak sangat merepotkan, apabila mereka

harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain;

• mereka dapat menyimpan sisa-sisa makanan dengan lebih

baik dan aman;

• mereka dapat memelihara ternak sehingga mempermudah

pemenuhan kebutuhan, terutama apabila cuaca sedang tidak

baik;

• mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk berkumpul

dengan keluarga, sekaligus menghasilkan kebudayaan yang

bermanfaat bagi hidup dan kehidupannya;

• mereka mulai mengenal sistem astronomi untuk kepentingan

bercocok tanam;

• mereka mulai mengenal sistem kepercayaan.

Dilihat dari aspek geografis, masyarakat pra aksara

cenderung untuk hidup di daerah lembah atau sekitar sungai

dari pada di daerah pegunungan. Kecenderungan itu didasarkan

pada beberapa kenyataan, seperti:

• memiliki struktur tanah yang lebih subur dan sangat

menguntungkan bagi kepentingan bercocok tanam;

• memiliki sumber air yang baik sebagai salah satu kebutuhan

hidup manusia;

• lebih mudah dijangkau dan memiliki akses ke daerah lain

yang lebih mudah;

Tugas2.2

Kerjakan secara kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa!

Mengapa masyarakat pra aksara selalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain?

Mengapa masyarakat pra aksara cenderung hidup di sekitar sungai dan daerah lembah?

Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VII

34

C. KEBUDAYAAN MASYARAKAT PRA AKSARA

Zaman pra aksara dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: (1) zaman batu,

dan (2) zaman logam. Pembagian itu didasarkan pada alat-alat atau

hasil kebudayaan yang mereka ciptakan untuk memenuhi kebutuhan

hidup dan kehidupannya. Secara skematis, pembagian zaman pra

aksara dapat digambarkan sebagai berikut:

Disebut zaman batu karena hasil-hasil kebudayaan pada masa

itu sebagian besar terbuat dari batu, mulai dari yang sedernaha dan

kasar sampai pada yang baik dan halus. Perbedaan itu merupakan

gambaran usia peralatan tersebut. Semakin sederhana dan kasar,

maka peralatan itu dikatakan berasal dari zaman yang lebih tua, dan

sebaliknya. Zaman batu sendiri dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu: (1)

zaman batu tua (paleolitikum), (2) zaman batu tengah (mesolitikum),

dan (3) zaman batu muda (neolitikum). Di samping ketiga zaman

batu itu, juga dikenal zaman batu besar (megalitikum).

Beberapa hasil kebudayaan dari zaman paleolitikum, di

antaranya adalah kapak genggam, kapak perimbas, monofacial,

alat-alat serpih, chopper, dan beberapa jenis kapak yang telah

dikerjakan kedua sisinya. Alat-alat ini tidak dapat digolongkan ke

dalam kebudayaan batu teras maupun golongan

fl

ake. Alat-alat ini

dikerjakan secara sederhana dan masih sangat kasar. Bahkan, tidak

jarang yang hanya berupa pecahan batu. Beberapa contoh hasil

kebudayaan dari zaman paleolitikum dapat dilihat pada gambar

di bawah ini.

Chopper merupakan salah satu jenis kapak genggam yang

berfungsi sebagai alat penetak. Oleh karena itu, chopper sering

JENIS ZAMAN

BATU

LOGAM

PALEOLITIKUM

MESOLITIKUM

NEOLITIKUM

MEGALITIKUM

TEMBAGA

PERUNGGU

BESI

Skema 2.1

Pembagian Zaman Menurut Hasil Kebudayaan

Bab II Kehidupan Pada Masa Pra Aksara Di Indonesia

35

disebut sebagai kapak

penetak. Mungkin kalian

masih sulit membayangkan

bagaimana cara menggunakan

chopper. Misalnya, kalian akan

memotong kayu yang basah

atau tali yang besar, sementara

kalian tidak memiliki alat

pemotong, maka kalian dapat

mengambil pecahan batu yang

tajam. Kayu atau tali yang akan

dipotong diletakan pada benda

yang keras dan bagian yang akan dipotong dipukul dengan batu,

maka kayu atau tali akan putus. Itulah, cara menggunakan kapak

penetak atau chopper.

Contoh hasil kebudayaan dari zaman paleolitikum adalah

fl

ake atau alat-alat serpih. Hasil kebudayaan ini banyak ditemukan

di wilayah Indonesia, terutama di Sangiran (Jawa Tengah) dan

Cebbenge (Sulawesi Selatan). Flake memiliki fungsi yang besar,

terutama untuk mengelupas kulit umbi-umbian dan kulit hewan.

Perhatikan salah satu contoh

fl

ake yang ditemukan di Sangiran dan

Cebbenge.

Pada

Zaman Paleolitikum

, di samping ditemukan hasil-

hasil kebudayaan, juga ditemukan beberapa peninggalan, seperti

tengkorak (2 buah), fragmen kecil dari rahang bawah kanan, dan

tulang paha (6 buah) yang diperkirakan dari jenis manusia. Selama

masa paleolitikum tengah, jenis manusia itu tidak banyak mengalami

perubahan secara

fi

sik.

Pithecanthropus Erectus

adalah nenek

moyang dari Manusia Solo (Homo Soloensis). Persoalan yang agak

aneh karena Pithecanthropus memiliki dahi yang sangat sempit,

busur alis mata yang tebal, otak yang kecil, rahang yang besar,

dan geraham yang kokoh. Di samping ini adalah salah tengkorak

Gambar 2.3

Chopper dari

Pacitan

Gambar 2.4

Flake dari Sangiran

Gambar 2.5.

Flakedari Cabbenge

Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VII

36

Homo Soloensis yang ditemukan oleh Ter Haar,

Oppenoorth, dan von Konigwald di Ngandong

pada tahun 1936-1941.

Pada

Zaman Mesolitikum

terdapat tiga

macam kebudayaan yang berbeda satu sama

lain, yaitu kebuadayaan:

(1) Bascon-Hoabin,

(2) Toale, dan (3) Sampung

. Ketiga kebudayaan

itu diperkirakan datang di Indonesia hampir

bersamaan waktunya.

Kebudayaan

Bascon-Hoabin

ditemukan dalam goa-goa dan

bukit-bukit kerang di Indo Cina, Siam, Malaka, dan Sumatera Timur.

Daerah-daerah itu merupakan wilayah yang saling berkaitan satu

sama lainnya. Kebudayaan ini umumnya berupa alat dari batu

kali yang bulat. Sering disebut sebagai ‘batu teras’ karena hanya

dikerjakan satu sisi, sedangkan sisi yang lain dibiarkan tetap licin.

Sumateralith adalah salah jenis peralatan manusia pra aksara

Indonesia yang berfungsi sebagai alat penetak, pemecah, pemotong,

pelempar, penggali, dan lain-lain. Alat ini ditemukan di Sumatera

dalam jumlah yang sangat banyak. Penemuan ini merupakan

fenomena yang menarik karena

berkaitan dengan kehidupan

masyarakat pada waktu itu.

Sekurang-kurangnya, penemuan

itu merupakan bukti bahwa

kehidupan masyarakat sudah

semakin maju dengan kebutuhan

yang semakin tinggi.

Hasil kebudayaan

Toale

dan yang serumpun umumnya,

berupa kebudayaan

‘flake’

dan

‘blade’.

Kebudayaan ini

mendapat pengaruh kuat dari

unsur

‘microlith’

sehingga menghasilkan alat-alat yang berukuran

kecil dan terbuat dari batu yang mirip dengan ‘batu api’ di Eropa.

Di samping itu, ditemukan alat-alat yang terbuat dari tulang dan

kerang. Alat-alat ini sebagian besar merupakan alat berburu atau

yang dipergunakan para nelayan.

Kebudayaan-kebudayaan yang mirip dengan kebudayaan

Toale

ditemukan di Jawa (dataran tinggi Bandung, Tuban, dan Besuki);

di Sumatera (di sekeliling danau Kerinci dan goa-goa di Jambi); di

Flores, di Timor, dan di Sulawesi. Di bawah ini adalah salah satu

hasil kebuadayaan Toale dari Sulawesi Selatan yang memiliki ukuran

lebih kecil, tetapi tampak lebih tajam dibandingkan dengan kapak

Gambar 2.6

Tengkorak

Manusia

Homo

Soloensis

Gambar 2.7

Sumateralith

Bab II Kehidupan Pada Masa Pra Aksara Di Indonesia

37

genggam, kapak perimbas, atau jenis

kapak lainnya.

Di samping alat-alat yang terbuat

dari batu, juga ditemukan alat-alat yang

terbuat dari tulang dan tanduk. Kedua

jenis alat ini termasuk dalam hasil

kebudayaan

Toale.

Sementara, kebudayaan

Sampung

merupakan kebudayaan tulang dan tanduk yang

ditemukan di desa Sampung, Ponorogo. Barang

yang ditemukan berupa jarum, pisau, dan sudip.

Pada lapisan yang lain telah ditemukan

‘mata

panah’

yang terbuat dari kapur membatu. Di

samping itu ditemukan juga beberapa kerangka

manusia dan tulang binatang buas yang dibor

(mungkin sebagai perhiasan atau jimat).

Tentang persebaran kebudayaan

Toale

tidak

diketahui secara. Namun, beberapa penelitian

telah membuktikan bahwa kebudayaan ini telah

berkembang di Sulawesi dan Flores.

Kira-kira 1000 tahun SM, telah datang bangsa-

bangsa baru yang memiliki kebudayaan lebih maju

dan tinggi derajatnya.

Mereka dikenal sebagai bangsa Probo Melayu

dan Deutro Melayu. Beberapa kebudayaan mereka

yang terpenting adalah sudah mengenal

pertanian, berburu, menangkap ikan,

memelihara ternak jinak (anjing, babi,

dan ayam).

Sistem pertanian dilakukan dengan

sederhana. Mer eka menanam tanaman

untuk beberapa kali dan sesudah itu

ditinggalkan. Mereka berpindah ke tempat

lain dan melaksanakan sistem pertanian yang

sama untuk kemudian berpindah lagi. Sistem

pertanian itu sangat tidak ekonomis, tetapi

lebih baik dari kehidupan sebelumnya. Mereka

mulai hidup menetap, meski untuk waktu yang

tidak lama. Mereka telah membangun pondok-

pondok yang berbentuk persegi empat siku-siku, didirikan di atas

tiang-tiang kayu, diding-dindingnya diberi hiasan dekoratif yang

indah.

Gambar 2.8.

Blade dan

Alat-alat

Microlith dari

Toale

Gambar 2.9.

Alat dari

Tulang dan

Tanduk

Gambar 2.10

Alat-alat dari

Tulang dan

Tanduk (Kebu-

dayaan Sam-

pung).

Gambar 2.11

Mata Panah

dari Sulawesi

(kiri) dan

Mata Panah

dari Jawa

(kanan).

Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VII

38

Sedangkan peralatan yang mereka pergunakan masih terbuat

dari batu, tulang, dan tanduk. Meskipun demikian, peralatan itu telah

dikerjakan lebih halus dan lebih tajam. Pola umum kebudayaan dari

masa neolitikum adalah

pahat persegi panjang

. Alat-alat perkakas

yang terindah dari kebudayaan ini ditemukan di Jawa Barat dan

Sumatera Selatan karena terbuat dari

batu permat

a. Di samping itu,

ditemukan beberapa jenis kapak (persegi dan lonjong) dalam jumlah

yang banyak dan mata panah.

Berbagai jenis kapak yang ditemukan memiliki fungsi yang yang

hampir. Pada masa neolitikum, perkembangan kapak lonjong dan

beliung persegi sangat menonjol. Konon kedua jenis alat ini berasal

dari daratan Asia Tenggara yang masuk ke Indonesia melalui jalan

barat dan jalan timur. Persebaran kapak lonjong dan beliung persegi

dapat dilihat dalam peta di bawah ini.

Berdasarkan hasil penelitian, peralatan manusia purba banyak

ditemukan di berbagai wilayah, seperti daerah Jampang Kulon

(Sukabumi), Gombong (Jawa Tengah), Perigi dan Tambang Sawah

(Beng-kulu), Lahat dan Kalianda (Sumatera Selatan), Sembiran

Trunyan (Bali), Wangka dan Maumere (Flores), daerah Timor Timur,

Awang Bangkal (Kalimantan Timur), dan Cabbenge (Sulawesi

Gambar 2.12

Pahat Persegi Panjang

Gambar 2.13

Batu Pemukul Kulit

Kayu dari Kalimantan

Barat

Gambar 2.14

Kapak Bulat (kiri) dan Kapak Ber-

tangga (atas). Keduanya berasal

dari Minahasa, Sulawesi Utara.

Gambar 2.15

Peta Persebaran

Kapak Lonjong

dan Beliung

Persegi

Bab II Kehidupan Pada Masa Pra Aksara Di Indonesia

39

Selatan). Beberapa peralatan yang penting dan banyak ditemukan,

di antaranya:

Kapak perimbas.

Kapak perimbas tidak memiliki tangkai dan

digunakan dengan cara menggenggam. Kapak ini ditemukan hampir

di daerah yang disebutkan di atas dan diperkirakan berasal dari

lapisan yang sama dengan kehidupan Pithecanthropus. Kapak jenis

juga ditemukan di beberapa negara Asia, seperti Myanmar, Vietnam,

Thailand, Malaysia, Pilipina sehingga sering dikelompokkan dalam

kebudayaan Bascon-Hoabin.

Kapak penetak.

Kapak penetak memiliki bentuk yang hampir

sama dengan kapak perimbas, tetapi lebih besar dan kasar. Kapak

ini digunakan untuk membelah kayu, pohon, dan bambu. Kapak

ini ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Kapak genggam.

Kapak genggam memiliki bentuk yang hampir

sama dengan kapak perimbas, tetapi lebih kecil dan belum diasah.

Kapak ini juga ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Cara

menggunakan kapak ini adalah menggenggam bagian yang kecil.

Pahat genggam.

Pahat genggam memiliki bentuk lebih kecil

dari kapak genggam. Menurut para ahli, pahat ini dipergunakan

untuk menggemburkan tanah. Alat ini digunakan untuk mencari

ubi-ubian yang dapat dimakan.

Alat serpih.

Alat ini memiliki bentuk yang sederhana dan

ber-dasarkan bentuknya alat diduga sebagai pisau, gurdi, dan alat

penusuk. Alat ini banyak ditemukan di gua-gua dalam keadaan

yang utuh. Di samping itu, alat ini juga ditemukan Sangiran (Jawa

Tengah), Cabbenge (Sulawesi Selatan), Maumere (Flores), dan

Timor.

Alat-alat dari tulang.

Tampaknya, tulang-tulang binatang hasil

buruan telah dimanfaatkan untuk membuat alat seperti pisau, belati,

mata tombak, mata panah, dan lain-lainnya. Alat-alat ini banyak

ditemukan di Ngandong dan Sampung (Ponorogo). Oleh karena itu,

pembuatan alat-alat ini sering disebut kebudayaan Sampung.

Blade,

fl

ake, dan microlith

. Alat-alat ini banyak ditemukan

di Jawa (dataran tinggi Bandung, Tuban, dan Besuki); di Sumatera

(di sekeliling danau Kerinci dan gua-gua di Jambi); di Flores, di

Timor, dan di Sulawesi. Semua alat-alat itu sering disebut sebagai

kebudayaan Toale atau kebudayaan serumpun.

Di samping kebudayaan material, masyarakat pra aksara telah

memiliki atau menghasilkan kebudayaan rohani. Kebudayaan

rohani mulai muncul dalam kehidupan manusia, ketika mereka

mulai mengenal sistem kepercayaan. Sistem kepercayaan telah

muncul sejak masa kehidupan berburu dan mengumpulkan

Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VII

40

makanan. Kuburan merupakan salah satu bukti bahwa masyarakat

telah memiliki anggapan tertentu dan memberikan penghormatan

kepada orang telah meninggal. Masyarakat percaya bahwa orang

yang meninggal, rohnya akan tetap hidup dan pergi ke suatu tempat

yang tinggi. Bahkan, jika orang itu berilmu atau berpengaruh dapat

memberikan perlindungan atau nasihat kepada mereka yang

mengalami kesulitan.

Sistem kepercayaan masyarakat terus berkembang.

Penghormatan kepada roh nenek moyang dapat dilihat pada

peninggalan-peninggalan berupa

tugu batu

seperti pada zaman

megalitikum. Peninggalan megalitikum lebih banyak ditemukan

pada tempat-tempat yang tinggi. Hal itu sesuai dengan kepercayaan

bahwa roh nenek moyang bertempat tinggal pada tempat yang lebih

tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa manusia

mulai menyadari kehidupannya berada di tengah-tengah alam

semesta. Manusia menyadari dan merasakan adanya kekuatan

yang maha dahsyat di luar dirinya sendiri. Kekuatan itulah yang

kemudian di-ketahui berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan yang

menciptakan, menghidupkan, memelihara, dan membinasakan alam

semesta. Dari kepercayaan itu, selanjutnya berkembang kepercayaan

yang bersifat

animisme, dinamisme,

dan

monoisme

.

Animisme

adalah kepercayaan bahwa setiap benda memiliki roh atau jiwa.

Dinamisme

merupakan kepercayaan bahwa setiap benda memiliki

kekuatan gaib. Sedangkan

monoisme

merupakan kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Sebenarnya, zaman megalitikum bukan kelanjutan dari zaman

batu sebelumnya. Megalitikum muncul bersamaan dengan zaman

mesolotikum dan neolitikum. Pada zaman batu pada umumnya,

muncul kebudayaan batu besar (megalitikum)

seperti

menhir, batu berundak, dolmen

, dan

sebagainya.

Sementara, zaman logam dibedakan menjadi

3 (tiga) zaman, yaitu:

(1) zaman Tembaga, (2)

zaman Perunggu, dan (3) zaman Besi

. Namun,

zaman Tembaga tidak pernah berkembang

di Indonesia. Dengan

demikian, zaman logam

di Indonesia dimulai

dari zaman Perunggu.

Beberapa peninggalan

dari zaman logam, di

antaranya adalah nekara,

Gambar 2.17

Nekara

Perunggu

Gambar 2.16

Belati Dongson

dan Kapak

Perunggu dari

Flores

Bab II Kehidupan Pada Masa Pra Aksara Di Indonesia

41

bejana, dan kapak yang terbuat dari perunggu, serta belati dari

besi.

D. JENIS-JENIS MANUSIA PURBA

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa pada zaman

atau kala Pleistosin hidup beberapa jenis manusia purba. Secara

ringkas kehidupan manusia purba disajikan dalam tabel di bawah

ini.

Homo Sapiens

merupakan perkembangan dari jenis manusia

sebelumnya dan telah menunjukkan bentuk seperti manusia pada

masa sekarang. Fosil jenis manusia ini ditemukan di beberapa daerah

di Indonesia.

Tugas2.3

Sebutkan pembagian zaman berdasarkan peralatan yang dipergunakan

masyarakat pra aksara di Indonesia!

Sebutkan hasil-hasil kebudayaan material dan rohani masyarakat pra

aksara!

No

Jenis

Penemu

Temuan

Tempat

Tahun

1.

Pithecanthropua

Erectus

Eugene Dobuis

Fosil

tengkorak

Trinil

1890

2.

Meganthropus

Paleojavanicus

atau Homo

Soloensis

Ter Haar,

Oppenoorth, dan

von Koenigswald

Fosil rahang

bawah yang

sangat besar

Ngandong

1936-

1941

3.

Homo

Mojokertensis

Tjokrohandojo

dan Duifjes

Fosil-fosil

manusia

purba

Perning,

Mojokerto

dan

Sangiran

-

4.

Homo

Wajakensis

Van Reictshotten

Fosil

tengkorak

Wajak

1889

5.

Homo Sapiens

--

--

--

--

6.

---

Prof. Dr. Teuku

Jacob

13 buah fosil

Sambung

Macan dan

Sragen

1973

Tugas2.4

Sebutkan jenis-jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia, penemu,

tempat dan tahuan penemuannya!

Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VII

42

A. Pilihlah salah satu jawaban yang kamu anggap paling tepat

1. Ciri-ciri masyarakat pra aksara adalah, kecuali:

a. Tidak mengenal tulisan

b. Hidup secara nomaden

c. Tidak memiliki kebudayaan

d. Hidup bergantung pada alam

2. Fosil adalah:

a. Peninggalan sejarah yang telah membatu

b. Sisa tengkorak manusia purba

c. Sisa-sisa kebudayaan masyarakat pra aksara

d. Tanda-tanda kehidupan masyarakat pra aksara

Rangkuman

Nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan, yaitu suatu

daerah yang terletak di negara Myanmar. Di samping itu, di Indonesia

banyak ditemukan fosil dan artefak dari manusia purba.

Pada awalnya, masyarakat pra aksara hidup secara nomaden. Dalam

perkembangannya, kehidupan mereka mengalami perubahan dari

nomaden menjadi semi nomaden. Akhirnya, mereka hidup secara menetap

di suatu tempat dengan tempat tinggal yang pasti.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat pra aksara

menggunakan beberapa jenis peralatan, baik yang terbuat dari batu

maupun logam. Oleh karena itu, masyarakat pra aksara telah menghasilkan

kebudayaan materi (

fi

sik).

Di samping kebudayaan fisik, masyarakat pra aksara juga telah

menghasilkan kebudayaan rohani, yaitu aliran kepercayaan animisme

dan dinamisme.

Berdasarkan hasil-hasil kebudayaan, maka zaman pada masa pra

aksara dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu zaman batu dan zaman logam.

Refleksi

Setelah mempelajari Bab ini, apakah kalian sudah memiliki kemampuan

untuk menjelaskan pola kehidupan masyarakat pra aksara dengan berbagai

ciri-cirinya? Apabila belum, apa yang harus kalian lakukan?

Latihan

Bab II Kehidupan Pada Masa Pra Aksara Di Indonesia

43

3. Zaman batu dibagi menjadi beberapa zaman. Zaman batu yang tertua

disebut:

a. Megalithcum

b. Mesolithicum

c. Neolithicum

d. Palaelithicum

4. Pithecanthropus Erectus merupakan salah satu jenis manusia purba

yang ditemukan di:

a. Ngandong

b. Wajak

c. Trinil

d. Sangiran

5. Kebudayaan Bascon-Hoabin ditemukan di gua-gua di Asia Tenggara.

Peninggalan kebudayaan ini ditemukan di daerah Indonesia, yaitu:

a. Kalimantan Barat

b. Sumatera Timur

c. Sulawesi Selatan

d. Nusa Tenggara Timur

6. Dolmen dan menhir merupakan peninggalan kebudayaan dari zaman:

a. Batu tua

b. Batu tengah

c. Batu muda

d. Batu besar

7.

Zaman logam di Indonesia dimulai pada:

a. Zaman Tembaga

b. Zaman Perunggu

c. Zaman Besi

d. Zaman Megalitikum

8. Belati Dongson ditemukan di daerah:

a. Makassar

b. Sumatera Selatan

c. Jawa Timur

d. Flores

Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VII

44

9. Masyarakat pra aksara hidup secara nomaden. Nomaden artinya:

a. Bergantung pada alam

b. Berpindah dari satu tempat ke tempat lain

c. Mengumpulkan bahan makanan

d. Berburu binatang

10. Kebudayaan kapak lonjong masuk ke Indonesia melalui:

a. Semenanjung Malaka ke Sumatera

b. Semenanjung Malaka ke Kalimantan

c. Filipina ke Kalimantan

d. Filipinan ke Sulawesi

B. Isilah titik-titik dengan jawaban kamu

1. Kepercayaan nenek moyang bangsa Indonesia yang menyebutkan bahwa

setiap benda memiliki roh disebut .....

2. Suatu masa kehidupan masyarakat pra aksara dengan mengumpulkan

makanan di sebut masa ....

3. Menhir merupakan salah satu peninggalan sejarah dari zaman batu.

Menhir erat hubungannya dengan kegiatan ....

4. Jenis manusia purba yang ditemukan di Wajak adalah ....

5. Peralatan hidup yang dibuat oleh masyarakat pra aksara terbuat dari

batu, tulang, dan ....

C. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut secara singkat

1. Zaman pra aksara dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu zaman batu dan

zaman logam. Mengapa disebut zaman batu?

2. Apa yang dimaksud dengan hidup semi nomaden?

3. Jelaskan perkembangan sistem ekonomi masyarakat pra aksara!

4. Sebagian besar masyarakat pra aksara hidup di daerah lembah. Sebutkan

3 (tiga) alasan yang mendasarinya!

5. Munculnya kehidupan berkelompok bagi masyarakat pra aksara sangat

menguntungkan. Mengapa demikian?