Halaman
141
Setelah mempelajari bab ini, kamu diharapkan mampu:
• mengidentifikasi potensi desa kaitannya dengan perkembangan desa kota
• mengidentifikasi ciri-ciri struktur ruang desa
• mengidentifikasi ciri-ciri struktur ruang kota
• menganalisis model-model teori struktur spasial kota
• mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi
spasial desa-kota
• menghitung kekuatan interaksi antara dua wilayah
POLA KERUANGAN
DESA DAN KOTA
141
5
(Sumber: Koleksi Zul Afdi Umar, 2007)
(Sumber: www.dementad.com)
142
POLA KERUANGAN
DESA DAN KOTA
POTENSI DESA
PERKEMBANGAN
DESA
STRUKTUR
RUANG DESA
STRUKTUR
RUANG KOT
A
INTERAKSI
DESA – KOTA
PETA KONSEP
143
Mengapa harus ada wilayah desa dan kota? Mengapa di desa sebagian
besar wilayahnya merupakan kawasan pertanian? Sebaliknya, mengapa pula
di kota kita banyak menemukan gedung-gedung bertingkat, pusat perbelanjaan,
jalan raya, pusat pemerintahan, dan lain-lain? Apakah banyak orang desa
yang pergi kota diakibatkan oleh adanya perbedaan-perbedaan tersebut?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan motivasi bagi kamu untuk
lebih banyak mengetahui tentang pola keruangan desa-kota dan interaksi
yang terjadi di dalamnya. Dengan mempelajari bab ini diharapkan kamu mampu
menganalisis potensi dan struktur ruang desa dan kota, serta mengidentifikasi
berbagai interaksi wilayah keduanya.
A. POTENSI DESA DAN PERKEMBANGAN DESA-KOTA
Desa dalam kehidupan sehari-hari sering diistilahkan dengan kampung,
yaitu suatu daerah yang letaknya jauh dari keramaian kota dan dihuni oleh
sekelompok masyarakat yang sebagian besar mata pencahariannya dalam
bidang pertanian. Hal ini sejalan dengan pengertian desa menurut
Daldjoeni
(2003) bahwa, “Desa merupakan permukiman manusia yang letaknya di luar
kota dan penduduknya berpangupajiwa agraris”. Desa dengan berbagai
karakteristik fisik maupun sosial, memperlihatkan adanya kesatuan di antara
unsur-unsurnya.
Sebagaimana menurut
R. Bintarto
(1977) bahwa wilayah perdesaan
merupakan suatu perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur
fisiografi, sosial, ekonomis, politis dan kultural yang terdapat di situ dalam
hubungannya dan pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lainnya.
Desa, kota, pola keruangan, interaksi wilayah
Kata Kunci :
Gambar 5.1
Kota Surabaya penuh dengan
gedung-gedung yang tinggi
(Sumber: www.dementad.com)
Gambar 5.2
Sebagian besar lahan di desa
(Kampung Sukatani, Purwakarta)
(Sumber: Koleksi Zul Afdi Umar, 2007)
144
Adapun secara administratif, desa adalah daerah yang terdiri atas satu
atau lebih dukuh atau dusun yang digabungkan, sehingga menjadi suatu daerah
yang berdiri sendiri dan berhak mengatur rumah tangganya sendiri (otonomi).
1. Ciri khas desa
Suatu daerah dikatakan sebagai desa, karena memiliki beberapa ciri
khas yang dapat dibedakan dengan daerah lain di sekitarnya. Berdasarkan
pengertian Dirjen Pembangunan Desa (Dirjen Bangdes), ciri-ciri desa yaitu
sebagai berikut:
a
.
perbandingan lahan dengan manusia
(mand land ratio)
cukup besar;
b.
lapangan kerja yang dominan ialah sektor pertanian (agraris);
c.
hubungan antarwarga desa masih sangat akrab;
d.
sifat-sifat masyarakatnya masih memegang teguh tradisi yang berlaku.
Masih banyak ciri-ciri desa lainnya yang dapat kita temui. Sekarang,
coba kamu kenali hal-hal lain yang dapat dijadikan sebagai ciri-ciri desa
Sebagai daerah otonom, desa memiliki tiga unsur penting yang satu sama
lain merupakan satu kesatuan. Adapun unsur-unsur tersebut menurut
R. Bintarto
(1977) antara lain:
a.
Daerah
, terdiri atas tanah-tanah produktif dan non produktif serta
penggunaannya, lokasi, luas, dan batas yang merupakan lingkungan geografi
setempat.
b.
Penduduk
, meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan, penyebaran dan
mata pencaharian penduduk.
c.
Tata kehidupan
, meliputi pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan
warga desa.
Ketiga unsur tersebut merupakan kesatuan hidup (
living unit
), karena
daerah yang menyediakan kemungkinan hidup. Penduduk dapat menggunakan
kemungkinan tersebut untuk mempertahankan hidupnya. Tata kehidupan, dalam
artian yang baik, memberikan jaminan akan ketenteraman dan keserasian
hidup bersama di desa.
2. Potensi desa
Maju mundurnya desa, sangat tergantung pada ketiga unsur di atas. Karena,
unsur-unsur ini merupakan kekuasaan desa atau
potensi desa
. Potensi desa
adalah berbagai sumber alam (fisik) dan sumber manusia (non fisik) yang
tersimpan dan terdapat di suatu desa, dan diharapkan kemanfaatannya bagi
kelangsungan dan perkembangan desa.
Adapun yang termasuk ke dalam potensi
desa antara lain sebagai berikut.
145
a. Potensi fisik
Potensi fisik desa antara lain meliputi:
1
)
tanah, dalam artian sumber tambang dan mineral, sumber tanaman yang
merupakan sumber mata pencaharian, bahan makanan, dan tempat tinggal.
2)
air, dalam artian sumber air, kondisi dan tata airnya untuk irigasi, pertanian
dan kebutuhan hidup sehari-hari.
3)
iklim, peranannya sangat penting bagi desa yang bersifat agraris.
4) ternak, sebagai sumber tenaga, bahan makanan, dan pendapatan.
5)
manusia, sebagai sumber tenaga kerja potensial (
potential man power
)
baik pengolah tanah dan produsen dalam bidang pertanian, maupun tenaga
kerja industri di kota.
b. Potensi non fisik
Potensi nonfisik desa antara lain meliputi:
1
) masyarakat desa, yang hidup berdasarkan gotong royong dan dapat
merupakan suatu kekuatan berproduksi dan kekuatan membangun atas
dasar kerja sama dan saling pengertian.
2)
lembaga-lembaga sosial, pendidikan, dan organisasi-organisasi sosial
yang dapat memberikan bantuan sosial dan bimbingan terhadap masyarakat.
3)
aparatur atau pamong desa, untuk menjaga ketertiban dan keamanan
demi kelancaran jalannya pemerintahan desa.
3. Perkembangan desa-kota
Potensi suatu desa tidaklah sama, tergantung pada unsur-unsur desa
yang dimiliki. Kondisi lingkungan geografis dan penduduk suatu desa dengan
desa lainnya berbeda, maka potensi desa pun berbeda. Potensi yang tersimpan
dan dimiliki desa seperti potensi sosial, ekonomi, demografis, agraris, politis,
kultural dan sebagainya merupakan indikator untuk mengadakan suatu evaluasi
terhadap maju mundurnya suatu desa (nilai desa). Dengan adanya indikator
ini, maka berdasarkan tingkat pembangunan dan kemampuan mengembangkan
potensi-potensi yang dimiliki, desa diklasifikasikan menjadi desa swadaya,
desa swakarya, dan desa swasembada.
a.
Desa swadaya
(desa terbelakang) adalah suatu wilayah desa yang
masyarakat sebagian besar memenuhi kebutuhannya dengan cara mengadakan
sendiri. Desa ini umumnya terpencil dan masyarakatnya jarang berhubungan
dengan masyarakat luar
, sehingga proses kemajuannya sangat lamban
karena kurang berinteraksi dengan wilayah lain atau bahkan tidak sama
sekali.
146
b.
Desa swakarya
(desa sedang berkembang), keadaannya sudah lebih
maju dibandingkan desa swadaya. Masyarakat di desa ini sudah mampu
menjual kelebihan hasil produksi ke daerah lain, di samping untuk memenuhi
kebutuhan sendiri. Interaksi sudah mulai nampak, walaupun intensitasnya
belum terlalu sering.
c.
Desa swasembada
(desa maju) adalah desa yang sudah mampu
mengembangkan semua potensi yang dimiliki secara optimal. Hal ini ditandai
dengan kemampuan masyarakatnya untuk mengadakan interaksi dengan
masyarakat luar, melakukan tukar-menukar barang dengan wilayah lain
(fungsi perdaganagan) dan kemampuan untuk saling mempengaruhi dengan
penduduk di wilayah lain. Dari hasil interaksi tersebut, masyarakat dapat
menyerap teknologi baru untuk memanfaatkan sumber dayanya sehingga
proses pembangunan berjalan dengan baik.
Selama ini, membangun desa-desa di Indonesia sudah banyak dilakukan
oleh pemerintah, seperti program PMD (Pembangunan Masyarakat Desa)
dan modernisasi desa. Pembangunan desa berarti membina dan mengembangkan
swadaya masyarakat desa melalui pemanfaatan potensi yang dimiliki secara
optimal, sehingga tercapai kesejahteraan dan kemakmuran seluruh masyarakat
desa. Baik PMD maupun modernisasi desa pada dasarnya memiliki tujuan
yang sama, yaitu:
a.
memberi gairah dan semangat hidup baru dengan menghilangkan pola
kehidupan yang monoton, sehingga warga desa tidak merasa jenuh;
b.
meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi warga desa;
c.
meningkatkan bidang pendidikan.
Adanya pembangunan di pedesan seperti ini, diharapkan dapat menahan laju
urbanisasi yang selama ini menjadi permasalahan kompleks terutama bagi
daerah perkotaan.
Perkembangan desa tidak hanya dipengaruhi oleh potensinya, beberapa
faktor lain juga sangat menentukan, seperti faktor interaksi (hubungan) dan
lokasi desa. Adanya kemajuan-kemajuan di bidang perhubungan dan lalu
lintas antardaerah, menyebabkan sifat isolasi desa berangsur-angsur berkurang.
Desa-desa yang berdekatan dengan kota mengalami perkembangan yang cepat
dibandingkan desa lainnya akibat dari banyaknya pengaruh kota yang masuk.
Daerah pedesaan di perbatasan kota yang mudah dipengaruhi oleh tata kehidupan
kota disebut dengan
rural urban areas
atau
daerah desa-kota
. Daerah
ini juga merupakan
suburban fringe
, yaitu suatu area melingkari suburban
dan merupakan daerah peralihan antara daerah rural dengan daerah urban.
Menurut Bintarto (1977), petani-petani di daerah desa-kota keadaannya
lebih maju dari petani di daerah pedesaan, karena:
147
1)
jarak yang dekat dengan kota, sehingga pergaulan antarwarga boleh
dikatakan agak tinggi;
2) kemungkinan bersekolah bagi anak-anak lebih besar daripada anak-
anak di desa-desa yang agak jauh;
3)
kesempatan memperoleh mata pencaharian tambahan di kota dimungkinkan
dengan adanya letak yang berdekatan dengan kota.
B. STRUKTUR RUANG DESA DAN KOTA
1
. Struktur ruang desa
Wilayah pedesaan menurut
W
ibberley
, menunjukkan bagian suatu negeri
yang memperlihatkan penggunaan tanah yang luas sebagai ciri penentu, baik
pada waktu sekarang maupun beberapa waktu yang lampau.
Tanah di pedesaan umumnya digunakan bagi kehidupan sosial seperti
berkeluarga, bersekolah, beribadat, berekreasi, berolahraga dan sebagainya
semua itu dilakukan di dalam kampung. Adapun kehidupan ekonomi seperti
bertani, berkebun, beternak, memelihara atau menangkap ikan, menebang
kayu di hutan, dan lain-lain, umumnya dilakukan di luar kampung, walaupun
adapula kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan di dalam kampung seperti
perindustrian, perdagangan, dan lain-lain. Jadi, pola penggunaan tanah di
pedesaan yaitu untuk perkampungan dalam rangka kegiatan sosial dan untuk
pertanian dalam rangka kegiatan ekonomi.
a. Penggunaan tanah untuk perkampungan
Bentuk perkampungan desa yang terdapat di permukaan bumi, satu sama
lainnya berbeda. Hal ini sangat bergantung pada kondisi fisik geografis setempat.
Pada daerah pedataran memperlihatkan bentuk perkampungan yang berbeda,
dibandingkan dengan bentuk perkampungan di daerah perbukitan atau pegunungan.
Bentuk perkampungan atau pemukiman di pedesaan, pada prinsipnya mengikuti
pola persebaran desa yang dapat dibedakan atas perkampungan linear
,
perkampungan memusat, perkampungan terpencar, dan perkampungan yang
mengelilingi fasilitas tertentu.
1) Bentuk perkampungan linier
Bentuk perkampungan linier merupakan bentuk perkampungan yang
memanjang mengikuti jalur jalan raya, alur sungai, dan garis pantai. Biasanya
pola perkampungan seperti ini banyak ditemui di daerah pedataran, terutama
di dataran rendah. Pola ini digunakan masyarakat dengan maksud untuk mendekati
prasarana transportasi (jalan dan sungai) atau untuk mendekati lokasi tempat
bekerja seperti nelayan di sepanjang pinggiran pantai.
148
2) Bentuk perkampungan memusat
Bentuk perkampungan memusat merupakan bentuk perkampungan yang
mengelompok (
agglomerated rural settlement
). Pola seperti ini banyak
ditemui di daerah pegunungan yang biasanya dihuni oleh penduduk yang berasal
dari satu keturunan, sehingga merupakan satu keluarga atau kerabat. Jumlah
rumah umumnya kurang dari 40 rumah yang disebut dusun(
hamlet
) atau lebih
dari 40 rumah bahkan ratusan yang dinamakan kampung (
village
).
3) Bentuk perkampungan terpencar
Bentuk perkampungan terpencar merupakan bentuk perkampungan yang
terpencar menyendiri (
disseminated rural settlement
). Biasanya perkampungan
seperti ini hanya merupakan
farmstead,
yaitu sebuah rumah petani yang terpencil
tetapi lengkap dengan gudang alat mesin, penggilingan gandum, lumbung,
kandang ternak, dan rumah petani. Perkampungan terpencar di Indonesia
jarang ditemui. Pola seperti ini umumnya terdapat di negara Eropa Barat,
Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan sebagainya.
4) Bentuk perkampungan mengelilingi fasilitas tertentu
Bentuk perkampungan seperti ini umumnya kita temui di daerah dataran
rendah, yang di dalamnya banyak terdapat fasilitas-fasilitas umum yang
dimanfaatkan penduduk setempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Fasilitas tersebut misalnya mata air, danau, waduk, dan fasilitas lain.
Gambar 5.3
Bentuk perkampungan linier di sepanjang
sungai Citepus, Kabupaten Bandung
(Sumber: Koleksi Zul Afdi Umar, 2004)
Gambar 5.4
Bentuk perkampungan
memusat di Cikalong Wetan,
Kabupaten Bandung
(Sumber: Koleksi Zul Afdi, 2007)
149
Gambar 5.5 Bentuk perkampungan terpencar
(Sumber: The Earth for the Air, 2001)
b. Penggunaan tanah untuk kegiatan ekonomi
Penggunaan tanah di pedesaan terdiri atas pertanian, perkebunan, perikanan,
peternakan, kehutanan, perdagangan dan industri. Dalam tata guna tanah
di pedesaan, juga termasuk penggunaan air dan permukaannya, seperti laut,
sungai, danau, dan sebagainya.
Pola penggunaan tanah di pedesaan umumnya didominasi oleh pertanian,
baik pertanian tradisional maupun pertanian yang telah maju (sudah memanfaatkan
mekanisme pertanian). Hal ini sesuai dengan struktur mata pencaharian
masyarakatnya yang sebagian besar sebagai petani, baik petani pemilik maupun
buruh tani. Sebagai gambaran pemanfaatan tanah di pedesaan, dapat kamu
lihat pada tabel 5.1 berikut.
T
abel 5.1
Luas dan Jenis Penggunaan Lahan
Di Kabupaten Sumedang Jawa Barat Tahun 2000
No
Jenis Penggunaan Lahan
Luas (ha)
%
1
Pemukiman
10.212,00
6,71
2
Industri
547,61
0,36
3
Pertanian
46.710,95
30,69
4
Perkebunan
40.963,95
26,91
5
Peternakan
505,50
0,33
6
Hutan
48.542,18
31,89
7
Padang
2.000,12
1,31
8
Penggunaan khusus
898,16
0,59
9
Lain-lain
1.838,87
1,21
Jumlah
152.219,95
100,00
(Sumber: Bapeda Kabupaten Sumedang, 2001)
150
Walaupun sebagian besar lahan di pedesaan diperuntukkan bagi pertanian,
sistem kepemilikan lahan petani di Indonesia masih sangat kecil. Rata-rata
petani di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, merupakan
petani gurem
yang
memiliki lahan garapan kurang dari 0,5 ha. Dalam kelas kepemilikan lahan
pertanian kurang dari 0,5 ha termasuk dalam kategori petani miskin. Karena
terbatasnya modal dan keterampilan, sehingga menjadikannya tidak banyak
pilihan, kecuali sebagai buruh tani. Hal ini sangat berpengaruh terhadap minimnya
produktivitas yang otomatis mengakibatkan rendahnya tingkat pendapatan
petani.
Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan dalam rangka pembangunan
masyarakat desa khususnya dalam sektor pertanian, akan tetapi hasil yang
dicapai sampai sekarang belum memperlihatkan kemajuan yang mencolok.
Untuk itu, perlu penertiban oleh pemerintah dalam hal penguasaan tanah di
pedesaan, terutama yang banyak dilakukan oleh kaum tuan-tuan tanah.
2. Struktur ruang kota
Dilihat dari sejarahnya, kota pada hakikatnya lahir dan berkembang dari
suatu wilayah pedesaan.
Akibat tingginya pertumbuhan penduduk yang diikuti
oleh meningkatnya kebutuhan (pangan, sandang, dan perumahan) dan pesatnya
ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) ciptaan manusia, maka bermunculan
pemukiman-pemukiman baru. Selanjutnya, akan diikuti oleh fasilitas-fasilitas
sosial seperti pasar, pertokoan, rumah sakit, perkantoran, sekolah, tempat
hiburan, jalan-jalan raya, terminal, industri, dan sebagainya, hingga terbentuklah
suatu wilayah kota. Mengingat lengkapnya fasilitas-fasilitas sosial yang dimiliki,
maka kota merupakan daya tarik bagi penduduk yang tinggal di desa untuk
berdatangan, bahkan sebagian di antaranya tinggal di wilayah kota.
Kota dapat dipandang sebagai suatu wilayah di permukaan bumi yang
sebagian besar arealnya terdiri atas benda-benda hasil rekayasa dan budaya
manusia, serta tempat pemusatan penduduk yang tinggi dengan sumber mata
pencaharian di luar sektor pertanian. Pengertian tersebut juga berarti suatu
kota dicirikan oleh adanya prasarana perkotaan, seperti bangunan yang besar-
besar bagi pemerintahan, rumah sakit, sekolah, pasar, taman dan alun-alun
yang luas serta jalan aspal yang lebar-lebar.
Untuk lebih memahami pengertian kota, perhatikan beberapa definisi
kota menurut pandangan para ahli. Menurut
R. Bintarto,
kota adalah sebuah
bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alamiah dan non alami
dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan
yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya.
Pendapat ahli lainnya seperti yang dikemukakan
Dickinson
, kota adalah
suatu pemukiman yang bangunan rumahnya rapat dan penduduknya bernafkah
151
bukan pertanian. Adapun
Ray Northam, R.
, menyebutkan bahwa kota adalah
suatu lokasi yang kepadatan penduduknya lebih tinggi dibandingkan dengan
populasi, sebagian besar penduduk tidak bergantung pada sektor pertanian
atau aktivitas ekonomi primer lainnya, dan sebagai pusat kebudayaan, administratif,
dan ekonomi bagi wilayah di sekitarnya.
Selanjutnya, Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
4 Tahun 1980 menyebutkan bahwa kota dapat dibagi ke dalam dua pengertian.
Pertama
, kota sebagai suatu wadah yang memiliki batasan administratif
sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
Kedua
, kota sebagai suatu
lingkungan kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri non agraris, misalnya
ibukota kabupaten, ibukota kecamatan, dan berfungsi sebagai pusat pertumbuhan
dan pemukiman.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dan kaitannya dengan pusat
kegiatan, maka kota merupakan daerah pusat keramaian karena di dalamnya
berbagai pusat kegiatan manusia (di luar pertanian) terdapat di sini. Misalnya:
pusat industri, baik industri besar sampai industri kecil; pusat perdagangan,
mulai dari pasar tradisional sampai pasar regional, dan pusat pertokoan; pusat
sektor jasa dan pelayanan masyarakat seperti rumah sakit, pusat pendidikan,
pusat pemerintahan, pusat hiburan dan rekreasi, dan sebagainya. Semua itu
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kota itu sendiri dan daerah-
daerah di sekitarnya. Karena lengkapnya fasilitas yang disediakan oleh kota,
menjadikannya sebagai tempat pemusatan penduduk. Sehingga dalam kehidupan
sehari-harinya, kota sangat sibuk dan merupakan suatu kompleksitas yang
khusus.
Berbicara tentang kota sebagai pusat kegiatan, ada yang dinamakan inti
kota atau pusat kota (
core of city
) yang merupakan pusat dari kegiatan ekonomi,
kegiatan politik, kegiatan pendidikan, kegiatan pemerintahan, kegiatan kebudaya-
an, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Karena itu, daerah seperti ini dinamakan
Pusat Daerah Kegiatan
(PDK) atau
Central Business Districts
(CBD).
PDK berkembang dari waktu ke waktu, sehingga meluas ke arah daerah
di luarnya, daerah ini disebut
Selaput Inti Kota
(SIK).
Adapun jenis kegiatan ekonomi di kota pada dasarnya terdiri atas:
1)
kegiatan ekonomi dasar (
basic activities
) yang membuat dan menyalurkan
barang dan jasa untuk keperluan luar kota atau ekspor. Barang dan jasa
tersebut berasal dari industri, perdagangan, rekreasi, dan sebagainya.
2)
kegiatan ekonomi bukan dasar (
non basic activities
) yang memproduksi
dan mendistribusi barang dan jasa untuk keperluan penduduk kota sendiri.
Kegiatan ekonomi dasar merupakan hal penting bagi suatu kota, yaitu
merupakan dasar agar kota dapat bertahan dan berkembang.
152
Adanya pengelompokan dan penyebaran jenis-jenis kegiatan di kota
sangat bergantung pada beberapa faktor yang meliputi:
a.
ketersediaan ruang di dalam kota;
b.
jenis-jenis kebutuhan dari warga kota;
c.
tingkat teknologi yang diserap;
d.
perencanaan kota;
e.
faktor-faktor geografi setempat.
Pusat-pusat kegiatan di kota sering mengalami perubahan daya tarik.
Keadaan ini sebagai akibat dari pasang surutnya penduduk serta perkembangan
kotanya sendiri. Keramaian yang ada di kota tergantung pada beberapa faktor,
antara lain:
a.
kemampuan daya tarik dari bangunan dan gedung-gedung tempat
menyalurkan kebutuhan sehari-hari;
b.
tingkat kemakmuran warga kota dilihat dari daya belinya;
c.
tingkat pendidikan dan kebudayaan yang cukup baik;
d.
sarana dan prasarana dalam kota yang memadai;
e.
pemerintahan dan warga kota yang dinamis.
Mengingat fungsi kota sebagai pusat dari segala kegiatan manusia dan
suatu kompleksitas khusus, maka penataan ruangnya selain harus tersedia
juga harus melalui suatu perencanaan yang matang agar pertumbuhan dan
perkembangannya teratur, tidak semrawut, dan tidak menimbulkan permasalahan
pada kemudian hari. Penataan ruang kota yang baik, harus didasarkan pada
kondisi fisik setempat, pemerintah kota sebagai pengatur kebijakan, dan tingkat
perekonomian serta kebutuhan penduduk terhadap fasilitas kota. Fasilitas-
fasilitas yang harus ada dalam tata ruang kota antara lain:
a.
untuk perkantoran, pemukiman, pendidikan, pasar, pertokoan, bioskop,
rumah sakit, dan sebagainya;
b.
untuk jalur-jalur jalan yang menghubungkan kota dengan tempat-tempat
lain di luarnya berupa jalan kabupaten, jalan provinsi dan jalur-jalur jalan
dalam kota yang berfungsi seperti urat nadi dalam tubuh manusia yaitu
mensuplai segala kebutuhan ke setiap sudut kota;
c .
taman-taman kota, alun-alun, taman olah raga, taman bermain dan rekreasi
keluarga;
d.
areal parkir yang luas dan memadai.
Tempat-tempat tersebut selain harus layak, mudah dijangkau, juga harus
memikirkan kemungkinan pengembangannya.
153
Pertumbuhan dan perkembangan kota sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor alamiah dan faktor sosial wilayah, serta kebijakan pemerintah. Faktor
alamiah yang mempengaruhi perkembangan kota antara lain lokasi, fisiografi,
iklim, dan kekayaan alam yang terkandung di daerah tersebut. Termasuk
dalam faktor sosial di antaranya kondisi penduduk dan fasilitas sosial yang
ada. Adapun kebijakan pemerintah menyangkut penentuan lokasi kota dan
pola tata guna lahan di wilayah perkotaan tersebut.
Lokasi kota yang strategis cenderung mengalami perkembangan yang
lebih cepat, apalagi didukung oleh kekayaan alam yang memadai, berada
di pusat kawasan
hinterland
yang potensial, sehingga penggunaan lahannya
akan lebih bervariasi. Kota yang memiliki bentuk morfologi pedataran
memungkinkan perkembangan yang lebih cepat dibandingkan kota yang berada
di daerah perbukitan. Pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam membuat
aturan penggunaan lahan, mana kawasan yang boleh dan tidak boleh
dikembangkan. Semakin tinggi tingkat ekonomi dan kebutuhan warga kota
akan fasilitas kota, maka semakin beragam penggunaan tanah di kota.
Kenampakan penggunaan ruang perkotaan adalah keanekaragaman fungsi
tanah sebagai cerminan dari keanekaragaman kebutuhan warga kota terhadap
berbagai jenis fasilitas kehidupan. Penggunaan tanah akan menjadi salah satu
karakter kota, sebagai hasil perpaduan antara kondisi fisik seperti topografi,
morfologi, hidrografi, dan kondisi sosial seperti sejarah, ekonomi warga kota,
budaya, pemerintah dan keterbukaan kota terhadap daerah lainnya. Segmentasi
ruang dalam kota sangat tergantung pada: lokasi kota, karakteristik fisik,
kebijakan penggunaan lahan, dan kondisi sosial ekonomi penduduk.
Penggunaan tanah di kota, umumnya dapat dilihat dari kenampakan-
kenampakan yang ada. Karena kota merupakan pusat dari segala kegiatan
manusia, maka penggunaan tanahnya jauh lebih beragam dibandingkan dengan
di desa. Semua kegiatan ekonomi kota memerlukan tanah. Dengan demikian,
sebagian besar dari tanah di kota digunakan untuk kegiatan industri dan jasa,
di samping untuk tempat tinggal.
Berhubungan dengan hal tersebut, fungsi kota ialah sebagai pusat pelayanan
(misalnya perdagangan) dan industri. Kegiatan industri yang ada di perkotaan
meliputi industri besar, industri menengah, dan industri kecil (
home industries
).
Tanah yang digunakan untuk industri antara lain dimanfaatkan sebagai tempat
bekerja (pabrik), gudang, rumah karyawan, dan lain-lain.
Struktur ruang kota dapat diukur berdasarkan
kerapatan bruto
dan
kerapatan netto
. Kerapatan bruto bagi industri ialah ukuran yang meliputi
bangunan gudang, tempat parkir, tempat bongkar muat, rel keretaapi dan
jalan di dalam kawasan pabrik, ruang terbuka (taman), ruang yang belum
terpakai, dan sebagainya. Adapun kerapatan netto bagi industri ialah ukuran
154
yang hanya meliputi bangunan pabrik, gudang, tempat parkir, dan tempat
bongkar muat saja. Kedua ukuran ini digunakan untuk menganalisis penggunaan
tanah yang sedang berlaku; untuk perencanaan, akan lebih mudah jika hanya
digunakan kerapatan bruto yaitu untuk tanah yang kosong.
Sebagai contoh, standar luas (netto) untuk kegiatan industri umumnya
di Amerika Serikat sekitar 47-75 orang per hektar, dan di Inggris 75 orang
per hektar (Chapin, 1972). Selain industri, penggunaan tanah di kota juga
digunakan oleh sektor jasa. Perusahaan jasa maupun instansi yang menggunakan,
memanfaatkannya antara lain untuk sarana tanah lalu lintas (jalan, rel kereta
api, stasion, terminal, dan sebagainya), perdagangan (toko, warung, pasar,
gudang, dan sebagainya), pendidikan dan agama (sekolah, museum, universitas,
kebun binatang, perpustakaan, madrasah, masjid dan tempat peribadatan
lain, kuburan, dan sebagainya) kesehatan (rumah sakit, puskesmas, klinik,
balai kesehatan, dan sebagainya) rekreasi (lapangan olahraga, taman, gedung
kesenian, bioskop, dan sebagainya), pemerintahan dan pertahanan (asrama,
tempat latihan, dan sebagainya). Penggunaan tanah di kota untuk jasa juga
diperlukan standar luas seperti halnya dalam industri.
Gambar 5.6
Penggunan tanah Kotamadya Bandung, Tahun 1978
(Sumber: Johara T Jayadinata, 1986, halaman 99)
Keterangan
Perumahan
Perkantoran
Perdangan
Perguruan Tinggi
Jalur hijau
Militer
Industri
Rumah sakit
Tanah kosong
155
Adanya berbagai fasilitas dan beragamnya aktivitas masyarakat kota,
telah membentuk struktur kota yang berbeda dengan struktur di desa. Menurut
Johara
(1986), segala yang dibangun di daerah kota, baik oleh alam seperti
bukit, gunung dan sebagainya, maupun oleh manusia seperti gedung-gedung,
rumah, pabrik dan sebagainya, biasanya semua yang tersembul dari permukaan
bumi dianggap sebagai suatu struktur ruang kota.
Struktur ruang wilayah perkotaan, baik di negara kita maupun di negara-
negara lain, ternyata memperlihatkan bentuk-bentuk tertentu. Contohnya di
Indonesia khususnya di Pulau Jawa, hampir semua kota di pusatnya selalu
ada alun-alun, masjid agung, penjara, pamong praja atau kantor pemerintahan,
dan pertokotaan.
Perkembangan kota dapat dipengaruhi oleh berbagai rintangan alam seperti
pegunungan, perbukitan, lembah sungai, dan lain-lain, dalam perkembangannya
akan selalu menyesuaikan diri dengan keberadaan fisik wilayahnya sehingga
kota berbentuk tidak teratur dan menimbulkan kesan sebagai kota yang tidak
terencana.
(1)
(2)
156
Keterangan gambar:
1. Piramida kota dalam kota
2. Dalam wilayah yang homogen, kota yang tidak terencana berkembang menjadi
berbentuk ikan gurita
3. Dalam wilayah dengan banyak rintangan alam, bentuk kota yang tidak terencana
berbentuk tak teratur
4. Dalam suatu lembah, kota yang tidak terencana, berbentuk memanjang
Gambar 5.7 Kota-kota yang tidak terencana
(Sumber: Johara T Jayadinata, 1986, halaman 100)
Banyak para ahli telah berusaha mengadakan penelitian mengenai struktur
ruang kota yang ideal. Di antaranya ialah teori memusat (konsentris) menurut
(4)
(3)
Fasa 1
Fasa 2
Fasa 3
Rawa
Hutan
Lereng curam
Inti dari kampung
Industri permulaan
Perluasan ke-1
Perluasan ke-2
Perluasan ke-3
Rawa
Sungai
Hutan
Jalan besar
Jalan Keretaapi
Garis tinggi
157
Ernest W. Burgess
(1929) yang meneliti struktur kota Chicago. Teori konsentris
menyatakan bahwa daerah yang memiliki ciri kota dapat dibagi dalam lima
zone, sebagai berikut:
1.
Zone pusat daerah kegiatan (PDK/CBD), terdapat pusat pertokoan besar
(Dept. Store), gedung perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel,
restoran, dan sebagainya.
2.
Zone peralihan atau zone transisi, merupakan daerah yang terikat dengan
pusat daerah kegiatan. Penduduk zone ini tidak stabil, baik dilihat dari
tempat tinggal maupun sosial ekonominya. Dikategorikan sebagai daerah
berpenduduk miskin. Dalam rencana pengembangan kota, daerah ini
diubah menjadi lebih baik untuk komplek industri manufaktur, perhotelan,
tempat parkir, gudang, apartemen, dan jalan-jalan utama yang meng-
hubungkan inti kota dengan daerah luarnya. Pada daerah ini juga sering
ditemui
daerah slum
atau daerah pemukiman penduduk yang kumuh.
3 .
Zone permukiman kelas proletar, perumahannya sedikit lebih baik. Didiami
oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan
kelas bawah, ditandai oleh adanya rumah-rumah kecil yang kurang menarik
dan rumah-rumah susun sederhana yang dihuni oleh keluarga besar.
Burgess
menamakan daerah ini sebagai
workingmen’s homes
.
4 .
Zone pemukiman kelas menengah (
residential zone
), merupakan komplek
perumahan para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu.
Rumah-rumahnya lebih baik dibandingkan daerah kelas ploretar.
5.
Zone penglaju (
commuters
), merupakan daerah yang memasuki daerah
belakang (
hinterland
) atau merupakan daerah batas desa-kota.
Penduduknya bekerja di kota dan tinggal di pinggiran kota.
Daerah kekotaan menurut teori konsentris dapat dilihat pada gambar
5.8 berikut:
Gambar 5.8
Pola keruangan kota menurut Burgess
(Sumber: Andrews, 1981:110)
158
Model konsentrik jarang terjadi secara ideal. Adapun model yang paling
mendekati terhadap struktur ini adalah kota-kota pelabuhan di negara barat
seperti kota Chicago, Calcuta, Adelaide, dan Amsterdam.
Selain teori konsentris, juga terdapat teori sektoral (
sector theory
) menurut
Homer Hoyt
(1930). Menurut teori ini, struktur ruang kota cenderung lebih
berkembang berdasarkan sektor-sektor daripada berdasarkan lingkaran-lingkaran
konsentrik. PDK atau CBD terletak di pusat kota, namun pada bagian lainnya
berkembang menurut sektor-sektor yang bentuknya menyerupai irisan kue
bolu. Hal ini dapat terjadi akibat faktor geografi seperti bentuk lahan dan
pengembangan jalan sebagai sarana komunikasi dan transportasi.
Menurut Homer Hoyt, kota tersusun sebagai berikut:
1 .
pada lingkaran dalam terletak pusat kota (CBD) yang terdiri atas: bangunan-
bangunan kantor, hotel, bank, bioskop, pasar dan pusat perbelanjaan;
2.
pada sektor tertentu terdapat kawasan industri ringan dan perdagangan;
3.
dekat pusat kota dan dekat sektor di atas, yaitu bagian sebelah-
menyebelahnya terdapat sektor murbawisma, yaitu tempat tinggal kaum
murba atau kaum buruh;
4.
agak jauh dari pusat kota dan sektor industri serta perdagangan, terletak
sektor madyawisma;
5.
lebih jauh lagi terdapat sektor adiwisma, yaitu kawasan tempat tinggal
golongan atas.
Daerah kota menurut teori sektoral dapat dilihat pada gambar 5.9 berikut:
Gambar 5.9
Pola keruangan kota menurut Homer Hoyt
(Sumber: Andrews, 1981:111)
Teori lainnya mengenai struktur ruang kota ialah Teori Inti Berganda
(
multiple nuclei
) dari
C.D Harris
dan
E.L. Ullman
(1945). Teori ini merupakan
bentuk kritikan terhadap teori konsentrik
Burgess
. Menurut C.D. Harris dan
159
E.L. Ullman, struktur ruang kota tidaklah sesederhana dalam teori konsentris
karena sebenarnya tidak ada urutan-urutan yang teratur. Dapat terjadi, dalam
suatu kota terdapat tempat-tempat tertentu yang berfungsi sebagai inti kota
dan pusat pertumbuhan baru. Keadaan tersebut telah menyebabkan adanya
beberapa inti dalam suatu wilayah perkotaan, misalnya: komplek atau wilayah
perindustrian, pelabuhan, komplek perguruan tinggi, dan kota-kota kecil di
sekitar kota besar.
Gambar 5.10
Pola keruangan kota menurut teori Inti Ganda
(Sumber: Andrews, 1981, halaman 112)
Struktur ruang kota menurut teori inti berganda, yaitu sebagai berikut:
1.
pusat kota atau CBD;
2.
kawasan niaga dan industri ringan;
3.
kawasan murbawisma, tempat tinggal berkualitas rendah;
4.
kawasan madyawisma, tempat tinggal berkualitas menengah;
5.
kawasan adiwisma, tempat tinggal berkualitas tinggi;
6.
pusat industri berat;
7.
pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran;
8.
upakota, untuk kawasan madyawisma dan adiwisma;
9.
upakota
(suburb)
kawasan industri.
Selain teori-teori di atas, masih banyak teori lainnya yang mengatur tentang
struktur ruang kota. Pada intinya teori-teori ini hanya merupakan usaha
pendekatan akademis terhadap proses dan pola perkembangan daerah kekotaan.
160
C. INTERAKSI WILAYAH DESA DAN KOTA
Pergerakan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain dalam rangka
memenuhi kebutuhan ekonomi dan sosialnya, dapat dievaluasi secara geografi
karena tingkah laku manusia seperti ini erat hubungannya dengan faktor-
faktor geografi pada ruang bersangkutan. Faktor-faktor tersebut meliputi
faktor fisik seperti bentuk permukaan bumi, elevasi, vegetasi, iklim, dan faktor
non fisik, seperti alat transportasi, kegiatan ekonomi, biaya, kondisi jalan
dan kondisi sosial masyarakat setempat. Proses ini mengungkapkan adanya
interaksi wilayah.
Interaksi wilayah dapat diartikan sebagai suatu hubungan timbal balik
yang saling berpengaruh antara dua wilayah atau lebih, yang dapat menimbulkan
gejala, kenampakan atau permasalahan baru. Interaksi tidak hanya terbatas
pada gerak pindah manusianya, melainkan juga menyangkut barang dan informasi
yang menyertai tingkah laku manusia.
Sebagaimana disebutkan di atas, pola dan kekuatan interaksi antarwilayah
sangat dipengaruhi oleh keadaan alam dan sosial daerah bersangkutan, serta
kemudahan-kemudahan yang dapat mempercepat proses hubungan antarwilayah
tersebut.
Edwar
d Ullman
mengemukakan bahwa ada tiga faktor utama yang
mendasari atau mempengaruhi timbulnya interaksi antarwilayah, yaitu sebagai
berikut.
1. Adanya wilayah-wilayah yang saling melengkapi (
regional
complementarity
)
Adanya hubungan wilayah yang saling melengkapi dimungkinkan karena
adanya perbedaan wilayah dalam ketersediaan dan kemampuan sumber daya.
Di satu pihak ada wilayah yang surplus, sedangkan pada wilayah lainnya
kekurangan sumber daya seperti hasil tambang, hutan, pertanian, barang industri,
dan sebagainya. Keadaan ini mendorong terjadinya interaksi yang didasarkan
saling membutuhkan.
Gambar 5.11
Wilayah-wilayah yang saling melengkapi
(Sumber: Koleksi penulis, 2006)
Wilayah A
Surplus sumber daya X
Minus sumber daya Y
Wilayah B
Minus sumber daya X
Surplus sumber daya Y
161
2. Adanya kesempatan untuk saling berintervensi (
interventing
opportunity
)
Kesempatan berintervensi dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan
perantara yang dapat menghambat timbulnya interaksi antarwilayah atau dapat
menimbulkan suatu persaingan antarwilayah. Pada contoh gambar di bawah
ini, dijelaskan bahwa secara potensial antara wilayah
A dan B sangat mungkin
terjali hubungan timbal balik, sebab A kelebihan sumber daya X dan kekurangan
sumber daya Y, sedangkan keadaan di B sebaliknya. Namun karena kebutuhan
masing-masing wilayah itu secara langsung telah dipenuhi oleh wilayah C,
maka interaksi antara wilayah A dan B menjadi lemah. Dalam hal ini wilayah
C berperan sebagai alternatif pengganti suatu sumber daya bagi wilayah A
atau wilayah B.
Keterangan:
= jaringan interaksi
melemah
= pemasaran alternatif
Gambar 5.12
Melemahnya interaksi wilayah akibat interventing opportunity
(Sumber: Koleksi penulis, 2006)
3. Adanya kemudahan transfer atau pemindahan dalam ruang
(
spatial transfer ability
)
Faktor lainnya yang mempengaruhi pola interaksi antarwilayah ialah adanya
kemudahan pemindahan dalam ruang, baik proses pemindahan manusia, barang,
maupun informasi.
Adanya kemudahan pemindahan dalam ruang sangat bergantung
pada hal-hal berikut:
a.
jarak mutlak dan relatif antarwilayah;
b.
biaya angkut atau transport untuk memindahkan manusia, barang, dan
informasi dari satu tempat ke tempat lain;
Wilayah A
Surplus sumber daya X
Minus sumber daya Y
Wilayah B
Surplus sumber daya Y
Minus sumber daya X
Wilayah C
Surplus sumber daya X
Surplus sumber daya Y
162
c.
kemudahan dan kelancaran prasarana transportasi antarwilayah, seperti
kondisi jalan, relief wilayah, jumlah kendaraan sebagai sarana transportasi,
dan sebagainya.
Terdapat berbagai konsep dalam analisis keruangan untuk mengungkapkan
aspek interaksi antara dua wilayah atau lebih, di antaranya ialah dengan
menggunakan
model Gravitasi
.
Sir Issac Newton
telah menyumbangkan
hukum fisika yang berharga berupa Hukum Gaya Tarik (Hukum Gravitasi)
pada tahun 1687. Dia mengemukakan bahwa tiap massa akan memiliki gaya
tarik terhadap tiap titik di sekitarnya. Karena itu, bila ada dua massa yang
berhadapan satu sama lain, maka kedua massa itu akan saling menarik. Gaya
tarik-menarik itu berbanding lurus dengan massa-massanya dan berbanding
terbalik dengan kuadrat jaraknya. Secara matematis, gaya gravitasi dinyatakan
dengan rumus:
Keterangan:
F
= gaya tarik-menarik antara dua buah benda (cm/detik
2
)
g
= tetapan gravitasi Newton, besarnya 6,167 × 10
-8
cm
3
/gram detik
2
m
1
= massa benda 1 (gram)
m
2
= massa benda 2 (gram)
d
1.2
= jarak benda (cm)
Model tersebut kemudian diterapkan dalam bidang geografi untuk mengukur
kekuatan interaksi keruangan antara dua wilayah atau lebih oleh
W.J. Reilly
(1929). Berdasarkan teorinya, dikemukakan bahwa kekuatan interaksi antara
dua wilayah atau lebih dapat diukur dengan memperhatikan jumlah penduduk
masing-masing wilayah dan jarak mutlak antara wilayah-wilayah tersebut,
yang dinyatakan dengan rumus:
Keterangan:
I
A.B
= kekuatan interaksi antara region A dan region B
k
= nilai konstanta empiris, biasanya 1
P
A
= jumlah penduduk region A
P
B
= jumlah penduduk region B
d
A.B
= jarak mutlak yang menghubungkan region A dan B
M
1
× M
2
F = g –––––––
(d
1.2
)
2
P
A
× P
B
I
AB
= k –––––––
(d
A.B
)
2
163
Contoh perhitungan:
Diketahui
: 3 buah kota. Jumlah penduduk kota A 1000 orang, kota B
2000 orang dan kota C 3000 orang. Jarak kota A ke B 25
km, sedangkan dari kota B ke C 100 km.
Ditanyakan : manakah dari ketiga kota tersebut yang lebih besar kekuatan
interaksinya: apakah antara kota A dan B atau kota B dan
C?
Jawab:
Interaksi antara kota A dan B adalah:
Interaksi antara kota B dan C adalah:
Apabila dibandingkan kekuatan interaksi antara kota A dan B dengan
kota B dan C, maka: 3200 : 2400 = 32 : 24 = 4 : 3. Sehingga diambil
kesimpulan, bahwa kekuatan interaksi kota A dan B lebih besar 4/3 kali
dibandingkan dengan kekuatan interaksi kota B dan C.
Perbandingan kekuatan interaksi keruangan beberapa wilayah dengan
menggunakan
rumus W.J. Reilly
dapat diterapkan apabila:
a.
kondisi penduduk meliputi tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan,
mata pencaharian, mobilitas, keadaan budaya dan lain-lain dari tiap-
tiap wilayah yang sedang dibandingkan relatif sama;
b.
kondisi alam terutama bentuk wilayah atau reliefnya sama;
c.
keadaan prasarana dan sarana transportasi yang menghubungkan wilayah-
wilayah yang sedang dibandingkan interaksinya relatif sama.
Di dalam kenyataannya bisa saja interaksi antara kota B dan C lebih
kuat dibandingkan dengan interaksi antara kota A dan B. Hal ini bisa saja
P
A
× P
B
I
AB
= k –––––––
(d
A.B
)
2
1.000 × 2.000 2.000.000
I
AB
= 1––––––––––– = ––––––––
(25)
2
625
= 3.200
P
A
× P
B
I
AB
= k –––––––
(d
A.B
)
2
2.000 × 3.000 6.000.000
I
AB
= 1––––––––––– = ––––––––
(50)
2
2.500
= 2.400
164
disebabkan kondisi wilayah yang menghubungkan B dan C merupakan daerah
pedataran dan didukung prasarana jalan yang baik, sedangkan di wilayah
A dan B merupakan jalur perbukitan dengan prasarana jalan yang kurang
baik. Oleh sebab itu, ketiga hal di atas perlu dipertimbangkan dalam menghitung
besarnya gravitasi menurut W.J. Reilly.
Selain Teori Gravitasi juga terdapat
Teori Titik Henti
(
the breaking
point theory
) sebagai modifikasi dari Teori Gravitasi W.J. Reilly. Teori ini
berusaha memberikan suatu cara dalam memperkirakan lokasi garis batas
yang memisahkan wilayah-wilayah perdagangan dari dua buah kota yang
berbeda ukurannya. Selain itu, juga dapat digunakan untuk memperkirakan
penempatan lokasi industri atau pelayanan-pelayan sosial antara dua wilayah,
sehingga mudah dijangkau oleh penduduk. Inti teori ini ialah bahwa jarak
titik henti atau titik pisah dari pusat perdagangan yang lebih kecil ukurannya
berbanding lurus dengan jarak antara kedua pusat pedagangan tersebut, dan
berbanding terbalik dengan satu ditambah akar kuadrat jumlah penduduk
dari wilayah yang penduduknya lebih besar dibagi dengan jumlah penduduk
pada wilayah yang lebih sedikit penduduknya. Secara matematis dapat dinyatakan
dengan rumus:
Keterangan:
D
AB
= jarak lokasi titik henti, yang diukur dari kota atau wilayah yang
jumlah penduduknya lebih kecil (dari kota A)
d
AB
= jarak antara kota A dan B
P
A
= jumlah penduduk kota yang lebih kecil (penduduk kota A)
P
B
= jumlah penduduk kota yang lebih besar (penduduk kota B)
Contoh perhitungan:
Diketahui
: Jumlah penduduk A 20.000 orang, kota B 10.000 orang,
dan di kota C 30.000 orang. Jarak kota A ke B 50 km,
sedangkan jarak kota B ke C 100 km.
Ditanyakan : Tentukan lokasi titik henti antara kota A dengan kota B, serta
antara kota B dengan kota C!
AB
AB
A
A
d
D
= k
P
1+
P
165
(a)
(b)
Jawab:
D
AB
=
D
AB
=
Hasil perhitungan di atas memiliki makna, lokasi titik henti antara kota
A dan B adalah 20,75 km diukur dari kota B (yang penduduknya lebih kecil).
Hal ini berarti penempatan lokasi pelayanan sosial seperti pasar, rumah sakit,
kantor pos, dan lain-lain yang paling strategis ialah berjarak 20,75 km dari
kota B, sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat dari kota A dan kota
B. Sebagai latihan kalian, dengan mengikuti contoh di atas carilah lokasi
titik henti antara kota B dengan kota C!
Salah satu faktor yang sangat menentukan terjadinya interaksi antar wilayah
ialah sarana dan prasarana transportasi. Kualitasnya sangat berpengaruh terhadap
kelancaran mobilitas (pergerakan) barang dan jasa dari satu tempat ke tempat
lainnya. Suatu wilayah dengan wilayah lain biasanya dihubungkan oleh jalur-
jalur transportasi, baik jalur transportasi darat, laut, maupun udara, sehingga
membentuk pola-pola jaringan tertentu di dalam ruang muka bumi (
spatial
network systems
). Kompleksitas jaringan tersebut sebagai salah satu tanda
kekuatan interaksi antarwilayah. Suatu kawasan yang dihubungkan oleh jaringan
jalan yang kompleks tentu memiliki pola interaksi keruangan lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah lain yang hanya dihubungkan oleh satu jalur
transportasi. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut!
Gambar 5.13
(a) Wilayah di atas konektivitasnya rendah
(b) Wilayah di atas konektivitasnya tinggi
(Sumber: Koleksi penulis, 2006)
50
= 20, 75 km
1 + 1, 41
0
0
0
0
=
166
Untuk mengetahui kekuatan interaksi antarkota dalam suatu wilayah dilihat
dari jaringan jalan digunakan rumus indeks konektivitas dikemukakan oleh
K.J Kansky
, sebagai berikut:
Keterangan:
β
= indeks konektivitas
V = jumlah kota dalam suatu wilayah
e
= jumlah jaringan jalan yang menghubungkan kota-kota tersebut
Contoh perhitungan:
Manakah yang lebih besar kemungkinan interaksinya, wilayah A atau wilayah
B?
Jawab:
e3
==
V4
β
e3
==
V3
β
=0,75
β
=1
Berdasarkan nilai indeks konektivitasnya diperkirakan wilayah b memiliki
kekuatan interaksi lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah A.
Desa merupakan suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk,
sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintah
terendah langsung di bawah camat dan mempunyai hak otonomi dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
R
ingkasan
e
β
= –––
V
V
1
V
2
V
4
V
3
e
1
e
2
e
3
V
1
V
2
V
3
e
1
e
2
e
3
167
Syarat sebuah wilayah disebut desa yaitu memiliki wilayah pemerintahan;
ada penduduk yang menghuninya; memiliki unsur-unsur pemerintahan; berada
di bawah kekuasaan camat; memiliki aturan dan kebiasaan-kebiasaan pergaulan
sendiri.
Potensi desa terdiri atas penduduk, wilayah, dan tata kehidupan yang
merupakan satu kesatuan hidup. Potensi desa tersebut sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangannya sebagai desa kota.
Struktur ruang di desa ditandai dengan pola pemanfaatan lahannya, yang
sebagian besar untuk pertanian (ekonomi) dan sarana sosial. Adapun struktur
ruang di kota sebagian besar pemanfaatan lahannya untuk kegiatan sektor
industri dan jasa. Beberapa teori yang mengkaji struktur ruang kota seperti
Teori Konsentris, Teori Homer Hoyt, dan Teori Inti Berganda.
Pola dan kekuatan interaksi antarwilayah sangat dipengaruhi oleh keadaan
alam dan sosial serta kemudahan-kemudahan yang dapat mempercepat proses
hubungan antarwilayah tersebut.
Agglomerated rural settlement
: bentuk perkampungan yang mengelompok.
Core of city
: kota sebagai pusat dari segala kegiatan.
Daerah otonom
: suatu daerah yang memiliki kewenangan
untuk melaksanakan dan mengatur rumah
tangganya sendiri.
Desa
: perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh
unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomis,
politis dan kultural yang terdapat di situ
dalam hubungannya dan pengaruh timbal
balik dengan daerah-daerah lainnya.
Desa Swasembada
: desa yang sudah mampu mengembangkan
semua potensi desa yang dimiliki secara
optimal.
Disseminated rural settlement
: bentuk perkampungan yang terpencar.
Interaksi wilayah
: suatu hubungan timbal balik yang saling
berpengaruh antara dua wilayah atau lebih,
yang dapat menimbulkan gejala, kenampakan,
atau permasalahan baru.
Kota
: sebuah bentang budaya yang ditimbulkan
oleh unsur-unsur alamiah dan non alami
dengan gejala-gejala pemusatan penduduk
G
losarium
168
yang cukup besar dan corak kehidupan
yang bersifat heterogen dan materialistis
dibandingkan dengan daerah belakangnya.
Petani gurem
: petani yang memiliki lahan garapan kurang
dari 0,5 ha atau disebut juga buruh tani.
Potensi desa
: berbagai sumber alam (fisik) dan sumber
manusia (non fisik) yang tersimpan dan
terdapat di desa untuk kelangsungan dan
perkembangan desa. Nilai desa adalah
indikator untuk mengadakan suatu evaluasi
terhadap maju mundurnya suatu desa.
Rural urban areas
: daerah pedesaan di perbatasan kota yang
mudah dipengaruhi oleh tata kehidupan kota.
Suburban fringe
: suatu area melingkari suburban dan
merupakan daerah peralihan antara daerah
rural dengan daerah urban.
Buatlah kelompok belajar di dalam kelasmu, kemudian diskusikan tentang
beberapa permasalahan yang muncul akibat interaksi wilayah desa-kota. Sebagai
gambaran permasalahan, kamu bisa mengambil tema tentang: masalah urbanisasi,
kekurangan tenaga kerja di desa, perumahan kumuh di kota, sektor informal
di perkotaan, dan lain-lain. Laporkan hasil diskusimu, disertai dengan kajian
pustaka ke dalam bentuk paper atau makalah!
Carilah data jumlah penduduk wilayah kecamatan-kecamatan yang ada di
kota/kabupaten tempat tinggalmu. Cari pula jarak antarkecamatan tersebut
(jika tidak mendaparkan, kamu bisa mengukurnya melalui peta administrasi
kota/kabupaten). Hitunglah kekuatan interaksi antara kota-kota kecamatan
tersebut.
K
egiatan kelompok
T
ugas mandiri
169
I.
Pilihan Ganda
Pilihlah salah satu alternatif jawaban yang tepat!
1
.
Istilah desa berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Deshi yang berarti ....
a. tanah kelahiran
b. daerah yang tenang
c. daerah sumber bahan pangan
d. daerah pinggiran kota
e. tanah air
2 .
Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan
terendah langsung di bawah camat. Definisi tersebut menurut ....
a. R. Bintarto
b. Sutarjo Kartohadikusumo
c. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982
d. Daljoeni
e. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979
3.
Berikut ini merupakan ciri-ciri masyarakat desa,
kecuali
....
a. Penduduknya kebanyakan hidup dari sektor agraris
b. Kehidupannya masih bergantung pada alam
c. Corak kehidupannya bersifat Gesselschaft
d. Masyarakatnya masih bersifat paguyuban
e. Pola hidup yang sederhana
4.
Pada dasarnya desa merupakan gabungan dari beberapa dusun. Istilah
desa oleh masyarakat Minang disebut ....
a. Nagari
d. Banjar
b. Gampong
e. Huta
c. Kampung
5.
Tata ruang dalam arti fisik suatu desa dipengaruhi oleh ....
a. iklim, fisik, air, dan faktor biotik
b. air, relief, tanah, dan transportasi
c. tanah, penduduk, iklim, dan tata kehidupan
d. budaya, topografi, kondisi sosial ekonomi
e. penduduk, relief, topografi, dan norma
U
JI KOMPETENSI
170
6.
Jenis angkutan yang menghubungkan suatu desa dengan daerah lain
dipengaruhi oleh ....
a. letak desa terhadap bentang alam dan bentang budaya
b. fungsi desa bagi daerah perkotaan di sekitarnya
c. kepadatan penduduk di bandingkan dengan daerah sekitar
d. tata kehidupan masyarakat yang terdapat di desa
e. nilai masyarakat setempat
7.
Berdasarkan aktivitasnya, masyarakat desa dibedakan atas ....
a. agraris, industri, dan nelayan
b. nelayan, industri, dan maju
c. industri dan jasa
d. agraris, industri, dan maju
e. sedang berkembang, maju, industri
8.
Pola persebaran desa dipengaruhi oleh faktor ....
a. letak desa
c. tata air
b. keadaan alam
d. kesuburan tanah
c. semua betul
9 .
Pernyataan di bawah ini yang merupakan fungsi desa dalam kedudukannya
sebagai pemerintahan daerah terendah ialah ....
a. sebagai pemasok tenaga kerja
b. sebagai daerah hinterland kota
c. melaksanakan program-program yang telah direncaakan
d. memiliki kekuasaan yang otonom
e. sebagai pusat industri kerajinan rakyat
10. Daerah yang terletak di luar inti kota sebagai akibat tidak tertampungnya
kegiatan dalam kota disebut ....
a. rural
d. s
elaput inti kota
b. suburban
e. inti kota
c. core city
11. Suatu daerah yang penduduknya memiliki suasana kehidupan kota disebut
....
a. selaput inti kota
c. rural
b. kota satelit
d. inti kota
c. daerah hinterland
12. Daerah di sekitar pinggiran kota yang berfungsi sebagai daerah permukiman
dan pabrik disebut ....
171
a. inti kota
c. kota satelit
b. rural
d. s
uburban
c. urban
13. Di bawah ini merupakan faktor pendorong terjadinya urbanisasi,
kecuali
....
a. menyempitnya lahan pertanian
b. sulitnya memasarkan hasil produksi
c. orang kota banyak mendesak lahan di desa
d. menyempitnya lapangan pekerjaan
e. hubungan lalu lintas desa kota lancar
14. Berikut ini yang merupakan dampak negatif urbanisasi bagi wilayah
perdesaan,
kecuali
....
a. kekurangan tenaga kerja produktif
b. pembangunan desa terhambat
c. pendapatan masyarakat desa meningkat
d. kurangnya tenaga yang menggarap lahan
e. lahan pertanian terlantar
15. Kota merupakan aglomerasi manusia dalam ruang yang terbatas. Aglomerasi
penduduk yang dapat mencerminkan perkotaan diduga mulai timbul sejak....
a. manusia ada di permukaan bumi
b. setelah masa imperialisme Barat
c. manusia memiliki kemampuan membuat barang dari logam
d. manusia mengenal usaha perdagangan
e. manusia mengenal pertanian menetap
16. Zona 2 menurut model teori sektoral Homer Hoyt pada gambar berikut
merupakan ....
a. pusat daerah kegiatan
b. daerah pemukiman kelas rendah
c. aktivitas perdagangan dan manufaktur
d. permukiman kelas tinggi
e. daerah penglaju
17. Manakah dari gambar model teori sektoral
di atas yang menunjukkan permukiman kelas
tinggi.....
a. Zona 1
d. Zona 3
b. Zona 2
e. Zona 5
c. Zona 4
172
18. Gambar peta berikut menunjukkan jalan-
jalan yang menghubungkan kota-kota di suatu
pulau. Jalan manakah yang menunjukkan
jalur paling sibuk....
a. Jalur A
b. Jalur B
c. Jalur C
Keterangan:
d. Jalur D
75.000 = jumlah penduduk
e. Jalur E
19. Kemampuan kota dalam melaksanakan fungsinya tidak tergantung pada
....
a. keadaan topografi
b. perencanaan
c. tingkat teknologi yang dimiliki
d. kesuburan tanah
e. fasilitas kota
20. Diketahui jumlah penduduk kota A adalah 25.000 jiwa dan kota B sebesar
75.000 jiwa. Jarak antara kedua kota tersebut 60 km. Berdasarkan
teori titik henti, jarak lokasi pelayanan sosial yang paling strategis di
antara kedua kota tersebut adalah ....
a. 34 km
d. 37 km
b. 35 km
e. 38 km
c. 36 km
II.
Uraian
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan tepat!
1
.
Jelaskan pengertian desa dan kelurahan dan sebutkan tiga perbedaan
keduanya!
2.
Jelaskan pola-pola persebaran permukiman di desa!
3.
Jelaskan tentang potensi-potensi yang ada di desa sebagai satu kesatuan
hidup!
4.
Mengapa tingkat perkembangan desa berbeda satu dengan lainnya?
5 .
Sebutkan lima pengaruh positif yang timbul dengan adanya interaksi desa-
kota!
6 .
Mengapa perkampungan di Indonesia cenderung memusat jika dibandingkan
dengan di negara-negara Barat?
7.
Sebutkan inti dari
teori gravitasi
yang dikemukakan Reilly!
173
R
efleksi
8. Sebutkan ciri kota berdasarkan tingkat perkembangannya!
9. Jelaskan faktor penyebab dan faktor pendorong terjadinya urbanisasi!
10. Bagaimanakah kota berkembang dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhinya?
Setelah mempelajari bab ini, adakah materi yang belum kamu pahami? Jika ada,
maka materi apakah yang betul-betul belum kamu pahami tersebut? Coba dipelajari
kembali, sehingga proses belajarmu tuntas. Apabila masih menemui kesulitan
mengenai materi tersebut, diskusikanlah bersama teman-temanmu atau tanyakan
kepada guru.
Jika sudah betul-betul kamu pahami, silahkan untuk melanjutkan pada pembelajaran
bab selanjutnya!